PERILAKU KEORGANISASIAN
Dosen Pengampu : Muh. Ichwan Musa, SE., M.Si
Abraham H. Maslow adalah pendekar tunggal dalam bidang motivasi yang menggunakan
pendekatan kebutuhan. Menurut teori ini orang mengalami tingkat kebutuhan, yaitu:
kebutuhan fisik (lapar dan haus), kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan
akan penghargaan dan kebutuhan untuk mewujudkan diri. Berbagai kebutuhan ini dianggap
tersusun dalam suatu hierarki sedemikian rupa, sehingga kebutuhan yang mendasar harus
dipuaskan lebih dahulu sebelum timbulnya kebutuhan yang lebih tinggi. Manusia bekerja
disebabkan adanya faktor kebutuhan yang tidak terpenuhi oleh dirinya sendiri. Hal ini
menyebabkan manusia melakukan kerja sama dengan orang lain untuk memenuhi
kebutuhannya tersebut dengan memasuki suatu organisasi. Pada dasarnya menurut Maslow
ada lima kebutuhan pegawai dalam organisasi yang disusun secara hierarkis (bertingkat),
yaitu:
1) Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk
mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat
tinggal, seks, tidur, istirahat dan udara. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan,
harga diri dan cinta, pertama-tama akan mencari makanan terlebih dulu. Ia akan
mengabaikan atau menahan terlebih dahulu semua kebutuhan lain sampai kebutuhan
fisiologisnya terpenuhi. Bagi orang yang berada dalam keadaan lapar berat dan
membahayakan, tak ada minat lain kecuali pada makanan. Bagi masyarakat sejahtera jenis
kebutuhan ini umumnya telah terpenuhi. Ketika kebutuhan dasar ini terpuaskan, dengan
segera kebutuhan lain (yang lebih tinggi tingkatnya) akan muncul dan mendominasi
perilaku manusia (Maslow, 1970: 35).
2) Kebutuhan Rasa Aman Atau Keselamatan
Maslow berpendapat bahwa apabila kebutuhan fisiologis relative telah terpenuhi,
maka akan muncul seperangkat kebutuhan baru yang kurang-lebih dapat kita kategorikan
dalam kebutuhan akan keselamatan, yaitu keamanan, kemantapan, ketergantungan,
perlindungan, bebas dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur,
ketertiban, hukum, batas-batas, kekuatan diri pelindung, dan sebagainya (Maslow, 1970:
39). 3)
3) Kebutuhan Sosial
Menurut Maslow, jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman telah
terpenuhi, maka muncullah kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan rasa memiliki dan
dimiliki. Orang akan mendambakan hubungan penuh kasih sayang dengan orang lain pada
umumnya, khususnya kebutuhan akan rasa memiliki tempat di tengah kelompoknya, dan
ia akan berusaha keras mencapai tujuan yang satu ini (Supratinya, 1987: 74).
4) Kebutuhan Penghargaan
Maslow menemukan bahwa setiap orang memiliki dua kategori kebutuhan akan
penghargaan, yakni: harga diri dan penghargaan dari orang lain. Harga diri meliputi
kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi,
ketidaktergantungan dan kebebasan. Penghargaan dari orang lain meliputi prestise,
pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik serta penghargaan. Seseorang
yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri serta lebih mampu sehingga lebih
produktif. Sebaliknya jika harga dirinya kurang maka akan menyebabkan rasa rendah diri
tidak berdaya, bahkan rasa putus asa serta perilaku yang neurotik. Harga diri yang paling
stabil dan sehat, tumbuh dari penghargaan yang wajar dari orang lain, bukan karena nama
harum, serta sanjungan kosong (Maslow, 1970: 39).
5) Kebutuhan Aktualisasi Diri
Maslow mengemukakan bahwa setiap orang harus berkembang sepenuh
kemampuannya. Kebutuhan manusia untuk bertumbuh, berkembang, dan menggunakan
kemampuannya, oleh Maslow disebut aktualisasi diri. Maslow juga menyebut aktualisasi
diri sebagai hasrat untuk makin menjadi diri sendiri sepenuhnya, menjadi apa saja menurut
kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan akan atualisasi diri ini biasanya muncul setelah
kebutuhan akan cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai. Kebutuhan akan
16 aktualisasi diri ini merupakan aspek terpenting dalam teori motivasi Maslow.
Munculnya kebutuhan yang tanpa jelas ini biasanya berdasarkan suatu pemenuhan
kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keselamatan, cinta dan harga diri yang ada
sebelumnya (Maslow, 1970: 46).
b. Teori ERG
-. Definisi
Teori ERG dikemukakan oleh Clayton Alderfer seorang psikolog asal Amerika
Serikat, kelahiran 1 September 1940, dimana teori ini merupakan simplifikasi dan
pengembangan lebih lanjut dari teori hirarki kebutuhan Abraham Maslow.
E (Existence atau keberadaan)
R (Relatedness atau hubungan)
G (Growth atau pertumbuhan)
Ketiga kebutuhan pokok manusia ini diurai Aldelfer sebagai simplifikasi teori
hirarki kebutuhan Abraham Maslow sebagai berikut:
1) Existence atau keberadaan adalah suatu kebutuhan akan tetap bisa hidup sesuai dengan
tingkat kebutuhan tingkat rendah dari Maslow yaitu meliputi kebutuhan fisiologis dan
kebutuhan akan rasa aman.
2) Relatedness atau hubungan mencakup kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.
Kebutuhan ini sesuai dengan kebutuhan afiliasi dari Maslow.
3) Growth atau pertumbuhan adalah kebutuhan yang mendorong seseorang untuk
memiliki pengaruh yang kreatif dan produktif terhadap diri sendiri atau lingkungan.
Realisasi dari kebutuhan penghargaan dan perwujudan diri dari Maslow.
-. Mekanisme Kebutuhan :
-. Frustration – Regression
-. Satisfaction – Progression
Penjelasan dari sanggahan Alderfer terhadap teori hirarki Abraham Maslow adalah
sebagai berikut; seseorang menurut teori Maslow akan tetap pada tingkat kebutuhan
tertentu sampai kebutuhannya terpuaskan. Sedangkan menurut teori ERG, jika kebutuhan
di tingkat yang lebih tinggi buruk maka seorang individu mungkin kembali untuk
meningkatkan kepuasan dari kebutuhan tingkat rendah. Ini disebut frustasi-regresi dari
aspek teori ERG.
Misalnya ketika kebutuhan-pertumbuhan buruk, maka seseorang mungkin akan
termotivasi untuk mencapai kebutuhan yang berkaitan dan jika ada masalah dalam
mencapai kebutuhan yang berkaitan, maka dia mungkin akan termotivasi oleh kebutuhan
eksistensi. Dengan demikian, frustrasi/kejengkelan dapat mengakibatkan regresi untuk
kebutuhan tingkat rendah.
Sementara teori hirarki Maslow kaku karena mengasumsikan bahwa kebutuhan
mengikuti hirarki spesifik dan tertib, kecuali kebutuhan tingkat rendah terpuaskan, seorang
individu tidak dapat melanjutkan ke kebutuhan tingkat yang lebih tinggi, Teori ERG
sangat fleksibel.
-. Implikasi Teori ERG
Manajer harus memahami bahwa karyawan memiliki berbagai kebutuhan yang harus
dipenuhi pada waktu yang sama. Menurut teori ERG, jika manajer hanya memusatkan
perhatian pada satu kebutuhan pada satu waktu, hal ini tidak akan efektif memotivasi
karyawan.
Juga, aspek frustasi-regresi Teori ERG memiliki efek tambahan pada motivasi kerja.
Misalnya jika seorang karyawan tidak diberi kesempatan pertumbuhan dan kemajuan
dalam sebuah organisasi, ia mungkin kembali untuk memenuhi kebutuhan bersosialisasi,
jika lingkungan atau keadaan tidak memungkinkan, ia mungkin kembali ke kebutuhan
akan uang untuk memenuhi kebutuhan bersosialisasi.
Semakin cepat manajer menyadari dan menemukan ini, langkah-langkah lebih cepat
akan mereka ambil untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
b. Teori Keadilan
A. Teori Keadilan
1. Pengertian Secara Umum
Istilah keadilan (iustitia) berasal dari kata “adil” yang berarti: tidak berat sebelah, tidak
memihak, berpihak kepada yang benar, sepatutnya, tidak sewenang-wenang. 1 Dari beberapa
definisi dapat dipahami bahwa pengertian keadilan adalah semua hal yang berkenan dengan
sikap dan tindakan dalam hubungan antar manusia, keadilan berisi sebuah tuntutan agar
orang memperlakukan sesamanya sesuai dengan hak dan kewajibannya, perlakukan tersebut
tidak pandang bulu atau pilih kasih; melainkan, semua orang diperlakukan sama sesuai
dengan hak dan kewajibannya. Keadilan dalam pandangan beberapa tokoh, yaitu:
a. Aristoteles
Keadilan diuraikan secara mendasar oleh Aristoteles dalam Buku ke-5 buku
Nicomachean Ethics. 2 Untuk mengetahui tentang keadilan dan ketidakadilan harus
dibahas tiga hal utama yaitu (1) tindakan apa yang terkait dengan istilah tersebut, (2)
apa arti keadilan, dan (3) diantara dua titik ekstrim apakah keadilan itu terletak.
1) Keadilan dalam Arti Umum
Keadilan sering diartikan sebagai ssuatu sikap dan karakter. Sikap dan karakter
yang membuat orang melakukan perbuatan dan berharap atas keadilan adalah
keadilan, sedangkan sikap dan karakter yang membuat orang bertindak dan
berharap ketidakadilan adalah ketidakadilan. Pembentukan sikap dan karakter
berasal dari pengamatan terhadap obyek tertentu yang bersisi ganda. Hal ini bisa
berlaku dua dalil, yaitu; a) Jika kondisi “baik” diketahui, maka kondisi buruk juga
diketahui; b) kondisi “baik” diketahui dari sesuatu yang berada dalam kondisi
“baik”3 Untuk mengetahui apa itu keadilan dan ketidakadilan dengan jernih,
diperlukan pengetahuan yang jernih tentang salah satu sisinya untuk menentukan
secara jernih pula sisi yang lain. Jika satu sisi ambigu, maka sisi yang lain juga
ambigu. Secara umum dikatakan bahwa orang yang tidak adil adalah orang yang
tidak patuh terhadap hukum (unlawful, lawless) dan orang yang tidak fair (unfair),
maka orang yang adil adalah orang yang patuh terhadap hukum (law-abiding) dan
fair. Karena tindakan memenuhi/mematuhi hukum adalah adil, maka semua
tindakan pembuatan hukum oleh legislatif sesuai dengan aturan yang ada adalah
adil. Tujuan pembuatan hukum adalah untuk mencapai kemajuan kebahagiaan
masyarakat. Maka, semua tindakan yang cenderung untuk memproduksi dan
mempertahankan kebahagiaan masyarakat adalah adil.4 Dengan demikian
keadilan bisa disamakan dengan nilai-nilai dasar sosial. Keadilan yang lengkap
bukan hanya mencapai kebahagiaan untuk diri sendiri, tetapi juga kebahagian
orang lain. Keadilan yang dimaknai sebagai tindakan pemenuhan kebahagiaan diri
sendiri dan orang lain, adalah keadilan sebagai sebuah nilainilai. Keadilan dan tata
nilai dalam hal ini adalah sama tetapi memiliki esensi yang berbeda. Sebagai
hubungan seseorang dengan orang lain adalah keadilan, namun sebagai suatu
sikap khusus tanpa kualifikasi adalah nilai. Ketidakadilan dalam hubungan sosial
terkait erat dengan keserakahan sebagai ciri utama tindakan yang tidak fair.
Keadilan sebagai bagian dari nilai sosial memiliki makna yang amat luas, bahkan
pada suatu titik bisa bertentangan dedengan hukum sebagai salah satu tata nilai
sosial.
Suatu kejahatan yang dilakukan adalah suatu kesalahan. Namun apabila hal
tersebut bukan merupakan keserakahan tidak bisa disebut menimbulkan
ketidakadilan. Sebaliknya suatu tindakan yang bukan merupakan kejahatan dapat
menimbulkan ketidak adilan. Sebagai contoh, seorang pengusaha yang membayar
gaji buruh di bawah UMR, adalah suatu pelanggaran hukum dan kesalahan.
Namun tindakan ini belum tentu mewujudkan ketidakadilan. Apabila keuntungan
dan kemampuan membayar perusahaan tersebut memang terbatas, maka jumlah
pembayaran itu adalah keadilan. Sebaliknya walaupun seorang pengusaha
membayar buruhnya sesuai dengan UMR, yang berarti bukan kejahatan, bisa saja
menimbulkan ketidakadilan karena keuntungan pengusaha tersebut sangat besar
dan hanya sebagian kecil yang diambil untuk upah buruh. Ketidakadilan ini
muncul karena keserakahan.5 Hal tersebut di atas adalah keadilan dalam arti
umum. Keadilan dalam arti ini terdiri dari dua unsur yaitu fair dan sesuai dengan
hukum, yang masing-masing bukanlah hal yang sama. Tidak fair adalah
melanggar hukum, tetapi tidak semua tindakan melanggar hukum adalah tidak
fair. Keadilan dalam arti umum terkait erat dengan kepatuhan terhadap hukum.
2) Keadilan dalam Arti Khusus
Keadilan dalam arti khusus terkait dengan beberapa pengertian berikut ini, yaitu:
a) Sesuatu yang terwujud dalam pembagian penghargaan atau uang atau hal
lainnya kepada mereka yang memiliki bagian haknya.
Keadilan ini adalah persamaan diantara anggota masyarakat dalam suatu
tindakan bersama-sama. Persamaan adalah suatu titik yang terletak diantara
“yang lebih” dan “yang kurang” (intermediate). Jadi keadilan adalah titik
tengan atau suatu persamaan relatif (arithmetical justice). Dasar persamaan
antara anggota masyarakat sangat tergantung pada sistem yang hidup dalam
masyarakat tersebut. Dalam sistem demokrasi, landasan persamaan untuk
memperoleh titik tengah adalah kebebasan manusia yang sederajat sejak
kelahirannya. Dalam sistem oligarki dasar persamaannya adalah tingkat
kesejahteraan atau kehormatan saat kelahiran. Sedangkan dalam sistem
aristokrasi dasar persamaannya adalah keistimewaan (excellent). Dasar yang
berbeda tersebut menjadikan keadilan lebih pada makna persamaan sebagai
proporsi. Ini adalah satu spesies khusus dari keadilan, yaitu titik tengah
(intermediate) dan proporsi.
b) Perbaikan suatu bagian dalam transaksi Arti khusus lain dari keadilan adalah
sebagai perbaikan (rectification).
Perbaikan muncul karena adanya hubungan antara orang dengan orang yang
dilakukan secara sukarela. Hubungan tersebut adalah sebuah keadilan apabila
masing-masing memperoleh bagian sampai titik tengah (intermediate), atau
suatu persamaan berdasarkan prinsip timbal balik (reciprocity). Jadi keadilan
adalah persamaan, dus ketidakadilan adalah ketidaksamaan. Ketidakadilan
terjadi jika satu orang memperoleh lebih dari yang lainnya dalam hubungan
yang dibuat secara sederajat.7 Untuk menyamakan hal tersebut hakim atau
mediator melakukan tugasnya menyamakan dengan mengambil sebagian dari
yang lebih dan memberikan kepada yang kurang sehingga mencapai titik
tengah. Tindakan hakim ini dilakukan sebagai sebuah hukuman. Hal ini
berbeda apabila hubungan terjalin bukan atas dasar kesukarelaan masing-
masing pihak. Dalam hubungan yang tidak didasari ketidaksukarelaan berlaku
keadilan korektif yang memutuskan titik tengah sebagai sebuah proporsi dari
yang memperoleh keuntungan dan yang kehilangan. Tindakan koreksi tidak
dilakukan dengan semata-mata mengambil keuntungan yang diperoleh satu
pihak diberikan kepada pihak lain dalam arti pembalasan. Seseorang yang
melukai tidak diselesaikan dengan mengijinkan orang yang dilukai untuk
melukai balik Timbal balik dalam konteks ini dilakukan dengan pertukaran
atas nilai tertentu sehingga mencapai taraf proporsi. Untuk kepentingan
pertukaran inilah digunakan uang. Keadilan dalam hal ini adalah titik tengah
antara tindakan tidak adil dan diperlakukan tidak adil. Keadilan dan
ketidakadilan selalu dilakukan atas kesukarelaan. Kesukarelaan tersebut
meliputi sikap dan perbuatan. Pada saat orang melakukan tindakan secara
tidak sukarela, maka tindakan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tidak
adil ataupun adil, kecuali dalam beberapa cara khusus.
Melakukan tindakan yang dapat dikategorikan adil harus ada ruang untuk
memilih sebagai tempat pertimbangan. Sehingga dalam hubungan antara
manusia ada beberapa aspek untuk menilai tindakan tersebut yaitu, niat,
tindakan, alat, dan hasil akhirnya. Ketika (1) kecideraan berlawanan deengan
harapan rasional, adalah sebuah kesalahan sasaran (misadventure), (2) ketika
hal itu tidak bertentangan dengan harapan rasional, tetapi tidak menyebabkan
tindak kejahatan, itu adalah sebuah kesalahan. (3) Ketika tindakan dengan
pengetahuan tetapi tanpa pertimbangan, adalah tindakan ketidakadilan, dan (4)
seseorang yang bertindak atas dasar pilihan, dia adalah orang yang tidak adil
dan orang yang jahat. Melakukan tindakan yang tidak adil adalah tidak sama
dengan melakukan sesuatu dengan cara yang tidak adil. Tidak mungkin
diperlakukan secara tidak adil apabila orang lain tidak melakukan sesuatu
secara tidak adil. Mungkin seseorang rela menderita karena ketidakadilan,
tetapi tidak ada seorangpun yang berharap diperlakukan secara tidak adil.
Dengan demikian memiliki makna yang cukup luas, sebagian merupakan
keadilan yang telah ditentukan oleh alam, sebagian merupakan hasil ketetapan
manusia (keadilan hukum). Keadilan alam berlaku universal, sedangkan
keadilan yang ditetapkan manusia tisak sama di setiap tempat. Keadilan yang
ditetapkan oleh manusia inilah yang disebut dengan nilai.
Akibat adanya ketidak samaan ini maka ada perbedaan kelas antara keadilan
universal dan keadilan hukum yang memungkinkan pembenaran keadilan
hukum. Bisa jadi semua hukum adalah universal, tetapi dalam waktu tertentu
tidak mungkin untuk membuat suatu pernyataan universal yang harus benar.
Adalah sangat penting untuk berbicara secara universal, tetapi tidak mungkin
melakukan sesuatu selalu benar karena hukum dalam kasus-kasus tertentu
tidak terhindarkan dari kekeliruan. Saat suatu hukum memuat hal yang
universal, namun kemudian suatu kasus muncul dan tidak tercantum dalam
hukum tersebut. Karena itulah persamaan dan keadilan alam memperbaiki
kesalahan tersebut.
b. Jhon Rawls
Lain halnya dengan Aristoteles, John Rawls, atau nama lengkapnya John Borden
Rawls, dilahirkan pada tahun 1921 dari sebuah keluarga kaya di Baltimore,
Maryland.11 Ia adalah putra kedua dari lima bersaudara. Ayahnya, William Lee
Rawls adalah seorang ahli hukum perpajakan yang sukses dan sekaligus ahli dalam
bidang konstitusi. Ibunya, Anna Abell Stump, berasal dari sebuah keluarga Jerman
yang terhormat. Perempuan pendukung gerakan feminisme ini pernah menjabat
sebagai presiden dari League of Women Voters di daerah Kediamannya. Karena latar
belakang ini, oleh sebagian orang yang dekat dengannya, Rawls disebut sebagai orang
yang memiliki “darah biru”. Hal ini membuatnya memiliki sense of noblege. John
Rawls yang hidup pada awal abad 21 lebih menekankan pada keadilan sosial.12 Hal
ini terkait dengan munculnya pertentangan antara kepentingan individu dan
kepentingan negara pada saat itu. Rawls melihat kepentingan utama keadilan adalah
(1) jaminan stabilitas hidup manusia, dan
(2) keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan bersama.
Rawls mempercayai bahwa struktur masyarakat ideal yang adil adalah struktur dasar
masyarakat yang asli dimana hak-hak dasar, kebebasan, kekuasaan, kewibawaan,
kesempatan, pendapatan, dan kesejahteraan terpenuhi. Kategori struktur masyarakat
ideal ini digunakan untuk:
1) Menilai apakah institusi-institusi sosial yang ada telah adil atau tidak
2) Melakukan koreksi atas ketidakadilan sosial. Rawls berpendapat bahwa yang
menyebabkan ketidakadilan adalah situsi sosial sehingga perlu diperiksa kembali
mana prinsipprinsip keadilan yang dapat digunakan untuk membentuk situasi
masyarakat yang baik. Koreksi atas ketidakadilan dilakukan dengan cara
mengembalikan (call for redress) masyarakat pada posisi asli (people on original
position). Dalam posisi dasar inilah kemudian dibuat persetujuan asli antar (original
agreement) anggota masyarakat secara sederajat. Ada tiga syarat supaya manusia
dapat sampai pada posisi asli, yaitu:
1) Diandaikan bahwa tidak diketahui, manakah posisi yang akan diraih seorang
pribadi tertentu di kemudian hari. Tidak diketahui manakah bakatnya, intelegensinya,
kesehatannya, kekayaannya, dan aspek sosial yang lain.
2) Diandaikan bahwa prinsip-prinsip keadilan dipilih secara konsisten untuk
memegang pilihannya tersebut.
3) Diandaikan bahwa tiap-tiap orang suka mengejar kepentingan individu dan baru
kemudian kepentingan umum. Ini adalah kecenderungan alami manusia yang harus
diperhatikan dalam menemukan prinsip-prinsip keadilan Dalam menciptakan
keadilan, prinsip utama yang digunakan adalah:
1) Kebebasan yang sama sebesar-besarnya, asalkan tetap menguntungkan semua
pihak;
2) Prinsip ketidaksamaan yang digunakan untuk keuntungan bagi yang paling lemah.
Prinsip ini merupakan gabungan dari prinsip perbedaan dan persamaan yang adil atas
kesempatan. Secara keseluruhan berarti ada tiga prinsip untuk mencari keadilan.
Asumsi pertama yang digunakan adalah hasrat alami manusia untuk mencapai
kepentingannya terlebih dahulu baru kemudian kepentingan umum. Hasrat ini adalah
untuk mencapai kebahagiaan yang juga merupakan ukuran pencapaian keadilan.
Maka harus ada kebebasan untuk memenuhi kepentingan ini. Namun realitas
masyarakat menunjukan bahwa kebebasan tidak dapat sepenuhnya terwujud karena
adanya perbedaan kondisi dalam masyarakat. Perbedaan ini menjadi dasar untuk
memberikan keuntungan bagi mereka yang lemah. Apabila sudah ada persamaan
derajat, maka semua harus memperoleh kesempatan yang sama untuk memenuhi
kepentingannya. Walaupun nantinya memunculkan perbedaan, bukan suatu masalah
asalkan dicapai berdasarkan kesepakatan dan titik berangkat yang sama.
c. Teori Penguatan
Teori penguatan atau reinforcement theory of motivation dikemukakan oleh B. F.
Skinner (1904-1990) dan rekan-rekannya. Pandangan mereka menyatakan bahwa perilaku
individu merupakan fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya (rangsangan – respons —
konsekuensi).
Teori ini didasarkan atas semacam hukum pengaruh dimana tingkah laku dengan
konsekuensi positif cenderung untuk diulang, sementara tingkah laku dengan konsekuensi
negatif cenderung untuk tidak diulang.
Teori ini berfokus sepenuhnya pada apa yang terjadi pada seorang individu ketika
ia bertindak. Teori ini adalah alat yang kuat untuk menganalisis mekanisme pengendalian
untuk perilaku individu. Namun, tidak fokus pada penyebab perilaku individu.
Menurut Skinner, lingkungan eksternal organisasi harus dirancang secara efektif
dan positif sehingga dapat memotivasi karyawan.
Model penguatan Skinner adalah interval (tetap atau variabel) dan rasio (tetap atau
variabel).
-. Penguatan terus menerus – pemberian secara konstan penguatan terhadap tindakan,
dimana setiap kali tindakan tertentu dilakukan diberikan terhadap subjek secara
langsung dan selalu menerima penguatan. Metode ini tidak praktis untuk digunakan,
dan perilaku diperkuat rentan terhadap kepunahan.
-. Interval (fixed / variabel) penguatan tetap – penguatan mengikuti respon pertama
setelah durasi yang ditetapkan. Variabel-waktu yang harus dilalui sebelum respon
menghasilkan penguatan tidak diatur, tetapi bervariasi di sekitar nilai rata-rata.
-. Rasio (tetap atau variabel) penguatan tetap – sejumlah tanggapan harus terjadi
sebelum ada penguatan. Variabel-jumlah tanggapan sebelum penguatan disampaikan
berbeda dari yang terakhir, namun memiliki nilai rata-rata.
Menurut management study guide, manajer menggunakan metode berikut untuk
mengendalikan perilaku karyawan namun memiliki nilai rata-rata. Menurut management
study guide, manajer menggunakan metode berikut untuk mengendalikan perilaku
karyawan:
-. Penguatan Positif
Ini berarti ada pemberian tanggapan positif ketika seorang individu menunjukkan perilaku
positif yang dibutuhkan. Misalnya memuji karyawan untuk datang lebih awal. Ini akan
meningkatkan kemungkinan perilaku yang akan terjadi lagi. Reward adalah positif untuk
memperkuat, tapi belum tentu demikian, jika dan hanya jika perilaku karyawan membaik,
hadiah dapat dikatakan sebagai dorongan yang positif. Penguatan positif merangsang
terjadinya perilaku.
-. Penguatan Negatif
Ini berarti menghargai karyawan dengan menghapus konsekuensi negatif/tidak diinginkan.
Baik penguatan positif dan negatif dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku yang
diinginkan/diperlukan.
-. Hukuman