.
Kebutuhan Dasar 1 : Kebutuhan Fisiologis
Umumnya kebutuhan fisiologis bersifat neostatik (usaha menjaga keseimbangan
unsur-unsur fisik) seperti makan, minum, gula, garam, protein, serta kebutuhan istirahat
dan seks. Kebutuhan fisiologis ini sangat kuat, dalam keadaan absolut (kelaparan dan
kehausan) semua kebutuhan lain ditinggalkan dan orang mencurahkan semua
kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan ini.
Kebutuhan Dasar 2 : Kebutuhan Keamanan (Safety)
Sesudah kebutuhan keamanan terpuaskan secukupnya, muncul kebutuhan
keamanan, stabilitas, proteksi, struktur hukum, keteraturan, batas, kebebasan dari rasa
takut dan cemas. Kebutuhan fisiologis dan keamanan pada dasarnya adalah kebutuhan
mempertahankan kehidupan. Kebutuhan fisiologis adalah pertahanan hidup jangka
pendek, sedang keamanan
adalah pertahanan hidup jangka panjang.
Kebutuhan Dasar 3 : Kebutuhan Dimiliki dan Cinta (Belonging
dan Love)
Sesudah kebutuhan fisiologis dari keamanan relatif terpuaskan, kebutuhan
dimiliki atau menjadi bagian dari kelompok sosial dan cinta menjadi tujuan yang
dominan. Orang sangat peka dengan kesendirian, pengasingan, ditolak lingkungan, dan
kehilangan sahabat atau kehilangan cinta. Kebutuhan dimiliki ini terus penting sepanjang
hidup.
Ada dua jenis cinta (dewasa) yakni Deficiency atau D-Love dan Being atau B-
love. Kebutuhan cinta karena kekurangan, itulah DLove; orang yang mencintai sesuatu
yang tidak dimilikinya, seperti harga diri, seks, atau seseorang yang membuat dirinya
menjadi tidak sendirian. Misalnya: hubungan pacaran, hidup bersama atau pernikahan
yang membuat orang terpuaskan kenyamanan dan keamanannya. D-love adalah cinta
yang mementingkan diri sendiri, yang memperoleh daripada memberi.
B-Love didasarkan pada penilaian mengenai orang lain apa adanya, tanpa
keinginan mengubah atau memanfaatkan orang itu. Cinta yang tidak berniat memiliki,
tidak mempengaruhi, dan terutama bertujuan memberi orang lain gambaran positif,
penerimaan diri dan perasaan dicintai, yang membuka kesempatan orang itu untuk
berkembang.
Bagi pekerja konstruksi, kebutuhan fisiologis meliputi upah, gaji dan kondisi kerja.
Kebutuhan rasa aman meliputi keamanan kerja, manfaat lain seperti asuransi kesehatan,
dan kondisi kerja yang aman. Kebutuhan sosial meliputi kerja tim, dan aktivitas lain yang
mengembangkan hubungan antar pekerja. Kebutuhan pengharaan meliputi umpan balik
yang positif, dan kesempatan untuk mendapat keuntungan. Kebutuhan aktualisasi diri
seperti menciptakan tantangan yang mendorong pekerja.
Teori Maslow dapat membantu memahami perilaku manusia dan memilih
strategi motivasi yang tepat untuk individual yang akan dimotivasi. Berbeda motivasi
berbeda pula tujuannya bagi individual. Reward atau pengembalian dalam bentuk uang
mungkin saja penting dan bernilai bagi seseorang, tetapi bisa jadi tidak bagi orang lain.
Hal tersebut harus dipahami sebagai perbedaan pekerja dan kebutuhannya, oleh karena itu
seorang manajer atau supervisor harus dapat memahami makna reward bagi kinerja yang
baik.
Schrader (1972) dalam Halepota (2005), mengaplikasikan teori hirarki kebutuhan
Maslow pada pekerja konstruksi. Beliau ingin mengidentifikasi tingkat kebutuhan yang
dapat meningkatkan motivasi pekerja dan produktivitasnya. Kesimpulan Schrader
menyatakan tingkat kebutuhan yang bawah yakni kebutuhan fisiologis dan rasa aman
tidak lagi memotivasi karyawan perusahaan konstruksi. Hal tersebut didasarkan pada
fakta bahwa gaji pekerja konstruksi cukuplah tinggi untuk memenuhi kebutuhan
fisiologis dan rasa amannya. Schrader juga percaya bahwa lingkungan pekerja yang
nyaman akan membantu pekerja konstruksi untuk meningkatkan hubungan antar sesama
pekerja. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. Guna memotivasi pekerja
konstruksi, Schrader mengusulkan bahwa manajemen butuh fokus pada tingkatan
kebutuhan yang paling tinggi dari tingkatan kebutuhan Maslow. Hal ini untuk mengisi
kebutuhan yang paling tinggi. Schrader juga mengusulkan untuk dilakukan diskusi antara
karyawan tentang metode pengembangan yang praktis. Dia percaya bahwa kunci
keberhasilan dalam perusahaan konstruksi adalah penggunaan partsipasi dalam proses
pengambilan keputusan. Schrader juga mengusulkan bahwa kebutuhan untuk dihargai
(esteem needs) dan kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) pada pekerja
konstruksi dapat dilakukan dengan pujian, mendengarkan, dan keterlibatan.
2.3.3 Pengaruh Pandangan Abraham Maslow Pada Humanisme dan Pembelajaran
Berdasarkan teori hirarki kebutuhan Maslow, lingkungan pembelajaran adalah
hasil dari kebutuhan belajar, dan bertemunya bermacam-macam kebutuhan dan harapan,
serta inisiatif dan diri secara langsung juga termasuk didalamnya. Berdasarkan teori
hirarki kebutuhan Maslow, aktualisasi diri adalah tujuan dari pembelajaran, dan
pendidikan adalah fokus dari pengembangan diri. Persepsi individu adalah pusat dari
pengalaman, dan pembelajaran dapat menggambarkan pengalaman tersebut.
Maslow (1959) dalam Wilson & Susan (2008) menjelaskan bahwa humanisme
adalah keseluruhan pandangan dari psikologi manusia dan pembelajaran. Maslow
menyatakan bahwa pandangan humanis didasarkan pada metode yang berbeda dari
pengalaman yang diperoleh, yang dapat disebut sebagai pandangan yang menyeluruh. Hal
tersebut didasarkan pada total jumlah pengalaman manusia, termasuk tidak hanya fakta
tetapi pengalaman di dalam diri sebagai hasil imajinasi, fantasi, dan pemikiran. Untuk
memiliki pengetahuan, humanis tidak hanya menggunakan logika dan observasi faktual,
tetapi juga empati dan instuisi. Humanis mendorong pembelajar untuk mengembangkan
tujuan pribadinya. Pandangan humanis menggambarkan lebih dari pemikiran yang
5
penting dan memandang manusia sebagai individu yang bebas yang mempunyai
pengendalian atas nasibnya. (Dupuis, 1997 dalam Wilson & Susan, 2008). Mereka
percaya bahwa pembelajaran berkontribusi pada kesehatan psikologis. Merriam dan
Caffarella (1999) dalam Wilson dan Susan (2008) menggunakan pandangan Abraham
Maslow dan Carl Roger’s untuk menggabungkan daftar tujuan motivasi yang dihasilkan
dalam pembelajaran efektif : aktualisasi diri, penemuan nasib atau pekerjaan,
pengetahuan atau kemahiran dalam seperangkat nilai-nilai, realisasi hidup sebagai
kemuliaan, kemahiran dari pengalaman puncak, kebanggaan atas prestasi, kepuasan atau
kebutuhan psikologis, penyegaran untuk kesadaran atas kecantikan dan keindahan hidup,
pengendalian atas gerak hati, penjamin dengan hal penting dalam masalah hidup, dan
pembelajaran untuk memilih diskriminatif.
2.3.5 Pengaruh Pandangan Abraham Maslow pada Motivasi Pekerja untuk Belajar
Pandangan humanistik Maslow dapat dijadikan acuan dalam teori motivasi,
psikologi humanistik, dan pembelajaran orang dewasa di tempat kerja. Pandangan
humanistik Maslow menyediakan landasan bagi kepemimpinan organisasi untuk
memotivasi karyawan agar belajar (Wilson & Susan, 2008)
ü Kolaborasi
Pekerja akan termotivasi untuk belajar jika prosesnya dilakukan dengan
berkolaborasi antar sesama karyawan. Tugas manajemen untuk menyediakan visi
masa depan hasil dari partisipasi karyawan yang juga menjadi tujuan mereka.
Kolaborasi membantu karyawan dan manajer untuk mempertemukan tujuan-
tujuannya melalui tujuan organisasi.
ü Jarak Pilihan
Watkins & Marsick (1995) dalam Wilson & Susan (2008) menulis bahwa memiliki
”jarak pilihan” yang dalam untuk mempertimbangkan dan memberikan penghargaan,
pilihan untuk menghubungkan pembayaran dengan individual, kebutuhan tim, dan
6
B. Tujuan Motivasi
Didalam perusahaan motivasi berperan sangat penting dalam meningkatkan
kinerja karyawan. Tujuan dalam memberikan motivasi kerja terhadap karyawan adalah agar
karyawan dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien.
Dengan demikian berarti juga mampu memelihara dan meningkatkan moral,
semangat dan gairah kerja, karena dirasakan sebagai pekerjaan yang menantang. program
dengan cara ini suatu organisasi dapat mendorong berkembangnya motivasi berprestasi
dalam suatu perusahaan, yang akan memacu tumbuh dan berkembangnya persaingan sehat
antara individu/tim kerja dalam suatu perusahaan.
Tetapi dalam individu setiap manusia tidak semua karyawan termotivasi lewat
lingkungan kerjanya yang biasa disebut dengan motivasi eksternal, tetapi ada juga
karyawan yang termotivasi dari dalam dirinya sendiri (motivasi internal) tanpa ada motivasi
khusus yang dia dapatkan dalam lingkungan kerjanya.[2]
C. Faktor-faktor Motivasi
D. Model Motivasi
Model motivasi dibagi menjadi tiga, yaitu:
· Model tradisional menurut Frederick Taylor, bahwa para manajer mendorong atau
memotivasi para pekerja agar lebih banyak berproduksi dengan cara memberikan imbalan
berupa upah atau gaji yang semakin meningkat.
· Model hubungan manusia Elton Mayo dan peneliti hubungan manusia lainnya bahwa
kontrak sosial atau hubungan kemanusiaan dengan karyawan.
· Model sumber daya manusia, bahwa pekerja termotivasi oleh banyak faktor, tidah hanya
uang atau keinginan untuk berprestasi dan mendapat pekerjaan yang berarti.[3]
F. Teori Motivasi
Terdapat banyak sekali teori motivasi, namun yang paling popular dan
berpengaruh besar dalam praktek pengembangan sumber daya manusia dalam suatu
organisasi pada umumnya dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu teori kepuasan/content
theory dan teori proses/process theory.
Teori kepuasan fokus pada faktor-faktor dalam diri individu yang mendorong,
mengarahkan, mempertahankan dan menghentikan perilakunya, sedangkan teori proses
menjelaskan dan menganalisis bagaimana perilaku didorong, diarahkan, dipertahankan, dan
dihentikan.
1) Teori Kepuasan (Content Theory)
a. FW. Taylor (Teori Motivasi Klasik)
Teori motivasi klasik/ teori motivasi kebutuhan tunggal. Berpendapat bahwa
manusia mau bekerja giat untuk dapat memenuhi kebutuhan fisik/ biologis nya, berbentuk
uang/ barang dari hasil pekerjaannya.
Konsep dasar teori ini ialah orang akan bekerja dengan giat, apabila ia mendapat
imbalan materi yang mempunyai kaitan dengan tugas-tugasnya. Manager menentukan
bagaimana tugas dikerjakan dengan menggunakan sistem insentif untuk memotivasi para
pekerja
b. A.H. Maslow (Teori Motivasi Hirarki Kebutuhan)
Teori motivasi yang sangat populer ialah teori hirarki kebutuhan yang
dikemukakan oleh Abraham Maslow. Teori Maslow berdasarkan pada tiga asumsi pokok
yaitu :
· Kebutuhan/needs manusia tersusun dalam suatu hirarki dimulai dari hiraraki kebutuhan
yang paling bawah/dasar sampai ke hirarki kebutuhan yang kompleks/paling tinggi.
· Keinginan untuk memenuhi kebutuhan/needs dapat mempengaruhi perilaku seseorang,
kebutuhan yang belum terpuaskan akan menggerakkan perilakunya. Kebutuhan yang sudah
terpuaskan tidak dapat berfungsi sebagai motivator.
10
· Kebutuhan yang hirarki lebih tinggi berfungsi sebagai motivator jika kebutuhan
yang hirarki lebih rendah sudah terpuaskan secara minimal.[5]
Selain itu, kategori kebutuhan manusia menurut Maslow, yaitu:
· Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, haus dan sebagainya)
· Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindungi dari bahaya)
· Kebutuhan akan rasa cinta dan saling memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima,
memiliki)
· Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetisi dan mendapatkan dukungan
serta pengakuan)
· Kebutuhan aktualisasi diri (menyadari potensi, mendapatkan kepuasan diri).
c. Teori Hawthorn
Suatu hal yang sangat penting dan sangat berarti ditemukan bahwa untuk
meningkatkan prestasi kerja karyawan, perlu adanya faktor relations. Jadi karyawan
mendapat prhatian khusus secara peribadi terhadap dirinya dan juga kelompoknya, maka
produktivitasnya akan meningkat. Oleh karena itu, seorang wirausaha harus pandai
mendekati dan memperhatikan pekerjaan yang sedang dikerjakan karyawan.[6]
2) Teori Proses (Process Theory)
a. Teori Ekspektasi/ Harapan (Lewin Dan Vroom)
Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Lewin dan dilanjutkan oleh teori
motivasi Vroom. Teori ini mendasarkan pemikirannya pada dua asumsi:
· Manusia biasanya meletakkan nilai kepada sesuatu yang diharapkan dari hasil karyanya,
oleh karena itu ia mempunyai urutan kesenangan (preference) diantara sekian banyak hasil
yang ia harapkan. Artinya ada sesuatu yang dia harapkan.
· Selain mempertimbangkan hasil yang dicapai, juga mempertimbangkan keyakinan orang
tersebut bahwa yang dikerjakannya itu akan memberikan sumbangan terhadap tercapainya
tujuan yang diharapkan.
b. Teori Z dari William G.Ouchi
William G. Ouchi (1982) yakin bahwa produktivitas adalah masalah organisasi
sosial, dengan kata lain merupakan masalah memimpin organisasi. Produktivitas
merupakan masalah bekerja dengan koordinasi, dengan perasaan menyatu antara lembaga
dan individu, dan juga antar individu sendiri, untuk jangka panjang tidak terbatas.
Pelajaran pertama dari teori Z ini ialah produktivitas dan kepercayaan saling
bergandengan.
Karakteristik organisasi tipe Z :
· Mengharapkan pekerja akan bekerja untuk seumur hidup di perusahaan tersebut.
· Bekerja dengan penuh rasa intim, seperti sebuah "clan" (paguyuban).
· Tipe Z penuh dengan sistem informasi serba modern dan memiliki sistem pembukuan
mutakhir, tetapi sistem pengawasan yang tegas secara eksplisit tidak ada.
· Keputusan diambil secara kolektif.
· Mengutamakan pengawasan atas kualitas melalui apa yang disebut QCC (Quality Control
Circle), Quality Control (QC) berasal dari Inggris dan dikembangkan di Amerika,
kemudian dikembangkan di Jepang tahun 1950.
Di negara Barat Quality Control dilakukan oleh tenaga ahli, sedangkan di Jepang dilakukan
oleh semua buruh, mulai dari pekerjaannya sendiri, seperti tukang sapu memperhatikan
pekerjaan menyapunya, apakah sudah bersih, sampai kepada tenaga ahli yang lebih tinggi.[7]
G. Teknik Memotivasi
Beberapa teknik untuk memotivasi kerja sebagai berikut :
1) Teknik Pemenuhan Kebutuhan
11
Pemenuhan kebutuhan merupakan dasar bagi perilaku kerja. Motivasi kerja akan
timbul apabila kebutuhan dipenuhi seperti dikemukakan oleh Maslow tentang hierarki
kebutuhan individu yaitu :
· Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan makan, minum, perumahan dan seksual. Kebutuhan
ini paling mendasar bagi manusia. Dalam bekerja, maka kebutuhan karyawan yang harus
dipenuhi adalah gaji / upah yang layak.
· Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan perlindungan dari ancaman bahaya dan lingkungan
kerja. Dalam bekerja, karyawan memerlukan tunjangan kesehatan, asuransi dan dana
pensiun.
· Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan diterima dalam kelompok dan saling mencintai. Dalam
hubungan ini, karyawan ingin diterima keberadaanya di tempat kerja, melakukan interaksi
kerja yang baik dan harmonis.
· Kebutuhan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain.
Dalam hubungan ini, karyawan butuh penghargaan dan pengakuan serta tidak diperlakukan
sewenang-wenang.
· Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan diri dan potensi.
Dalam hubungan ini, karyawan perlu kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara
pribadi.[8]
2) Pendekatan Antisipatif
Karyawan sebaiknya bekerja dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan. Selanjutnya berusaha menenangkan hati sewaktu bekerja dan jangan
terganggu dengan perasaan gelisah. Bila merasa gelisah karena hal-hal yang tidak berkaitan
dengan pekerjaan, maka sebaiknya menenagkan diri di luar ruang kerja dengan cara yang
diyakini berhasil, misalnya dengan berdoa atau yoga. Karyawan disarankan bersikap dan
berpikir positif terhadap pekerjaan.[9]
2. PRODUKTIVITAS KERJA
A. Pengertian Produktivitas Kerja
Menurut pendapat Ravianto, produktivitas mengandung sebuah pengertian
perbandingan antara hasil yang diacapai dan peran serta tanpa tenaga kerja persatuan
waktu. Menurut Suprihanto, produktivitas diartikan sebagai kemampuan seperangkat
sumber-sumber ekonomi untuk mengahsilkan sesuatu atau diartikan juga sebagai
perbandingan antara pengorbanan (input) dengan penghasilan (output).
Menurut Simanjuntak, produktivitas mengandung pengertian filosofis, definisi
kerja dan teknis operasional. Secara filosofis, produktivitas mengandung pengrtian
pandangan hidup dan sikap mental yg selalu berusaha untuk meningkatkan mutu
kehidupan. Keadaan hari ini lebih baik dari hari kemarin dan mutu kehidupan lebih baik
dari hari ini.
Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa produktivitas tenaga kerja sangat
tergantung pada satuan masukan yang diberikan oleh tenaga kerja dan satuan keluaran yang
dihasilkan oleh tenaga kerja tersebut. Satuan masukan dan satuan keluaran pada
produktivitas tenaga kerja hanya tenaga kerja itu sendiri dan hasilnya. Seorang tenaga kerja
yang produktif adalah tenaga kerja yg cekatan dan menghasilkan barang dan jasa sesuai
mutu yang ditetapkan dengan waktu yang lebih singkat, atau bila tenaga kerja tersebut
mampu menghasilkan produk (output) yang lebih berdasar dari tenaga kerja yang lain
dalam waktu yang lama.[10]
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja dapat digolongkan pada
beberapa kelompok, yaitu:
· Yang menyangkut kualitas dan kemampuan fisik karyawan
· Sarana pendukung
· Supra sarana
C. Manfaat produktivitas
a) Manfaat Mikro, yaitu:
· Penurunan ongkos-ongkos per unit
· Peningkatan kontribusi pajak dan pemerintah
· Penghematan sumber-sumber daya masukan
· Menunjang hubungan kerja yang lebih baik
· Peningkatan kualitas produk atau jasa yang dihasilkan
· Peningkatan daya bayar dan motivasi
b) Manfaat Makro, yaitu:
· Membuka kesempatan untuk peningkatan taraf hidup masyarakat melalui penghasilan dan
penurunan harga-harga dan jasa di pasar
· Penghematan sumber daya alam
· Perbaikan keadaan kerja dan mutu hidup termasuk jam kerja yang diperpendek
D. Strategi Meningkatkan Produktivitas
Jika Anda seorang pemilik bisnis atau seorang leader, tentu saja produktivitas
karyawan akan sangat berarti bagi Anda. Produktivitas karyawan bagi perusahaan akan
sangat berkontribusi kepada produktivitas perusahaan dan tentunya kenaikan profit
13
kondisi mental dimana seseorang ingin memberikan yang terbaik dengan sportif (menerima
kekalahan dan konsekuensinya).
E. Pengukuran Produktivitas
Dapat dilakukan dengan tiga jenis pendekatan menurut Sinungan ialah :
· Perbandingan antara pelaksanaan kerja sekarang dengan pelaksanaan historis yang tidak
menunjukkan apakah pelaksanaan kerja sekarang memuaskan, tetapi hanya menjelaskan
meningkat atau berkurang tingkatannya;
· Perbandingan antara pelaksanaan satu unit (perorangan, tugas, seksi, dan proses) dengan
lainnya yang menunjukkan pencapaian relatif; dan
· Perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan target yang sudah ditetapkan, dan ini
yang dianggap terbaik sebagai fokus perhatian produktivitas kerja.
Produktivitas merupakan keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu
pekerjaan, menurut ukuran yang berlaku pada pekerjaan yang bersangkutan. Pengertian
produktivitas berkaitan dengan sesuatu yang dihasilkan seseorang dari perilaku
kerjanya.[12]
Untuk meningkatkan produktivitas, dibutuhkan motivasi sebaik mungkin untuk
mencapai tujuan organisasi serta meningkatkan mutu kehidupan. Sebab motivasi adalah
suatu proses untuk mempengaruhi atau mendorong seseorang agar melakukan sesuatu yang
diinginkan sesuai harapan, sehingga suatu pekerjaan dapat terselesaikan secara efektif dan
efisien. Dengan motivasi, seorang karyawan akan memiliki semangat yang tinggi dalam
melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Tanpa motivasi, seorang karyawan tidak
dapat memenuhi tugasnya sesuai standar atau bahkan melampaui standar karena apa yang
menjadi motif dan motivasinya dalam bekerja tidak terpenuhi. Sekalipun seorang karyawan
memiliki kemampuan operasional yang baik bila tidak memiliki motivasi dalam bekerja,
hasil akhir dari pekerjaannya tidak akan memuaskan. Untuk itulah, motivasi sangat
dibutuhkan dan sangat berpengaruh. Karena produktivitas seorang karyawan tergantung
pada motivasi karyawan tersebut terhadap pekerjaan yang harus diselesaikannya. Semakin
tinggi motivasi seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan, maka semakin tinggi pula
produktivitasnya.
15
KEWIRAUSAHAAN