Anda di halaman 1dari 24

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Motivasi
Motivasi adalah kesediaan melakukan usaha tingkat tinggi guna mencapai
sasaran organisasi, yang dikondisikan oleh individu. Meskipun secara umum,
motivasi merujuk ke upaya yang dilakukan guna mencapai setiap sasaran, di sini
kita merujuk ke sasaran organisasi karena fokus kita adalah perilaku yang
berkaitan dengan sasaran organisasi yang berkaitan degan kerja. Ada tiga unsur
kunci dalam definisi itu: upaya, sasaran organiasi, dan kebutuhan.
Unsur upaya merupakan ukuran intensitas atau dorongan. Seseorang yang
termotivasi, untuk dia berusaha keras. Tetapi tingkat upaya yang tinggi tidak
selalu menghasilkan kinerja yang mengutungkan organisasi. Kebutuhan, mengacu
ke keadaan batin yang membuat hasil-hasil tertentu tanpak menarik. Kebutuhan
yang tidak terpuaskan menciptakan ketegangan yang merangsang dorongan di
dalam diri seseorang. Dorongan itu menimbulkan perilaku pencarian untuk
menemukan sasaran tertentu yang, jika tercapai, akan memuaskan kebutuhan itu
dan menurunkan ketegangan tadi.
Kita dapat mengatakan bahwa karyawan-karyawan yang termotivasi itu
berada dalam keadaan tegang. Semakin besar ketegangan itu, semakin tinggi
tingkat usahanya. Jika usaha itu menghasilkan pemuasan kebutuhan, maka usaha
itu menurunkan ketegangan. Karena kita berminat pada perilaku kerja, usaha yang
menurunkan ketegangan ini harus pula diarahkan ke sasaran perusahaan. Oleh
karena itu, yang melekat pada definisi kita mengenai motivasi ialah persyartan
bahwa kebutuhan individu tadi cocok dan konsisten dengan sasaran organisasi
tersebut.
Sedangkan pengertian motivasi menurut beberapa ahli menajemen sumber
daya manusia, yaitu sebagai berikut:
Menurut Wexley dan Yukl motivasi adalah pemberian atau penumbulan
motif, diartikan pula hal atau keadaan menjadi motif.

3
Menurut Mitchell motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang
menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-
kegiatan sukarela yang diarahkan ke tujuan terntenu.
Gray mengartikan motivasi sebagai sejumlah proses, yang bersifat internal,
atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap
antusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.
T. Hani Handoko mengemukakan bahwa motivasi adalah keadaan pribadi
seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan
terntentu guna mencapai tujuan.
Henry Simamora, menyebutkan pengertian motivasi menurutnya adalah
sebuah fungsi dari pengharapan individu bahwa upaya tertentu akan menghasilkan
tingkat kinerja yang pada gilirannya akan membuahkan imbalan atau hasil yang
dikehendaki.
Soemarno secara umum mendefinisikan motivasi sebagai suatu perubahan
tenaga yang ditandai oleh dorongan efektif atau reaksi-reaksi pencapaian tujuan.
Dari pengertian-pengertian motivasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
motivasi merupakan suatu keadaan yang mendorong, merangsang, atau
menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu yang dilakukannya sehingga
mencapai tujuaannya

B. Toeri-Teori Motivasi
Teori motivasi terdiri dari dua pendekatan, yaitu pendekatan isi/content
approaches dan pendekatan proses/process approaches. Pendekatan content
meliputi teori hirarki kebutuhan abraham Maslow, teori ERG, teori dua faktor
dan teori kebutuhan McClelland, sedangkan pendekatan proses terdiri dari teori
pengharapan, teori keadilan, dan teori penetapan tujuan.
1. Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow
Teori ini terdiri dari lima jenjang kebutuhan dasar manusia, yaitu
a. Kebutuhan Psikologis/physiological needs meliputi rasa lapar, haus,
seksual, berlindung, dan kebutuhan fisik lainya.

4
b. Kebutuhan rasa aman/safety needs meliputi rasa dilindungi dari bahasa
fisik emosional.
c. Kebutuhan sosial/social needs meliputi rasa kasih sayang kepemilikan,
penerimaan dan persahabatan.
d. Kebutuhan penghargaan/esteem needs mencakup faktor penghargaan
internal seperti rasa hormat diri, otonomi, dan pencapaian, serta faktor
penghargaan eksternal seperti status, pengakuan dan perhatian.
e. Kebutuhan aktualisasi diri/self actualization needs yaitu dorongan untuk
menjadi seseorang sesuai kecakapanya, meliputi pertumbuhan,
pancapaian potensi dan pemenuhan diri sendiri.
Teori ini di publikasikan sekitar tahun 1943, menurut maslow kelima
kebutuhan tersebut tersusun dalam suatu tangga hierarki. Secara umum kebutuhan
manusia muncul seperti anak tangga yang dapat di perkirakan. Ketika kebutuhan
fisiologis seseorang secara relatif sedah terpuaskan, maka akan muncul kebutuhan
rasa aman, dan demikian seterusnya menurut hierarki kebutuhan, suatu langkah
pada suatu waktu, sekali suatu kebutuhan terpuaskan, maka akan mengaktifkan
kebutuhan berikutnya pada hierarki yang lebih tinggi, proses ini terus berlanjut
sampai pada kebutuhan aktualisasi diri.

2. Teori ERG
Teori A. Maslow tidak didukung dengan bukti-bukti empiris hingga
Clayton Alderfer di olah kembali menjadi teori ERG (Existence, Relatedness dan
Growth). Menurut aldenfer ada tiga kebutuhan pokok yaitu kebutuhan Exitence
(sama dengan fisiologis dan rasa aman dari maslow), kebutuhan relatedness (sama
dengan kebutuhan sosial dan status dari maslow) dan kebutuhan Growth (sama
dengan kebutuhan penghargaan dan aktualisasi dari maslow). Teori ERG tidak
menganggap kebutuhan sebagai sebuah hierarki yang kaku, dimana seseorang
harus memenuhi kebutuhan pada tingkat rendah dahulu sebelum naik ketingkat
selanjutnya.

5
3. Teori Dua Faktor
Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg didasarkan pada hasil
wawancara dengan 203 insinyur dan akuntan. Wawancara ini berusaha untuk
menemukan faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan dan ketidakpuasan. Dari
hasil wawancara di temukan ada faktor-faktor yang terpisah dan berbeda yang
berhubungan dengan kepuasan dan ketidakpuasan kerja.
Faktor-faktor kepuasan kerja berkaitan dengan prestasi, pengakuan,
karakteristik pekerjaan, tanggung jawab, dan kemajuan. Faktor-faktor ini
berhubungan dengan output yang berkaitan dengan tugas yang sedang di kerjakan.
Faktor-faktor ini disebut sebagai motivator karena berhu bungan dengan usaha
yang kuat dan prestasi yang baik. Sementara itu daktor-faktor ketidakpuasan
berkaitan dengan konteks pekerjaan dan lingkungan, meliputi kebijakan dan
administrasi perusahaan, pengawasan teknis, gaji, hubungan antar pribadi dengan
pengawas dan kondisi kerja. Faktor-faktor ini disebut sebagai faktor hygiene.
Menurut Herzberg, seseorang individu tidak akan mengalami ketidakpuasan kerja
saat dia tidak memiliki faktor hygiene. Menurut teori ini kepuasan bukan lawan
dari ketidakpuasan. Lawan dari kepuasan adalah tanpa kepuasan, sedangkan
lawan dari ketidakpuasan adalah tanpa tidakepuasan.

4. Teori Kebutuhan McClelland


Teori ini dikembangkan oleh David McClelland dab kawan-kawanya,
yang menyatakan bahwa tiga kebutuhan yang dapat digunakan untuk menjelaskan
motivasi individu. Ketiga kebutuhan tersebut adalah (Robbins dan Judge,2007) :
a. Kebutuhan pencapaian/need of achievemennt, yaitu dorongan untuk
berhasil. Karakteristik individu yang memiliki kebutuhan akan
prestasi tinggi yangitu lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang
membutuhkan tanggung jawab pribadi, umpan balik dan resiko tingkat
moderat.
b. Kebutuhan akan kekuasaan/need for power, yaitu kebutuhan untuk
memiliki pengaruh, menjadi berpengaruh dan mengendalikan individu
lain.

6
c. Kebutuhan afiliasi/ need for affiliation, yaitu keinginan untuk
menjalin hubungan antar personal yang akrab dan ramah.

5. Teory harapan
Teori Harapan teori harapan/expectancy theory dikembangkan oleh Viktor
Vroom, yang menjelaskan bahwa kekuatan dari kecendrungan untuk bertidak
dalam cara tertentu tergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan
tersebut akan di ikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu
terhadap individu tersebut. Secara ringkas teori harapan menjelaskan bahwa
karyawan akan termovasi untuk mengeluarkan tingkat usaha yang tinggi ketika
mereka yakin bahwa usaha tersebut akan menghasilkan prestasi yang baik. Yang
pada giliranya akan menghasilkan penghargaan-penghargaan dan penghargaan
tersebut akan memuaskan tujuan-tujuan pribadi mereka. Teori harapan fokus pada
tiga hubungan sebagai berikut :
a. Hubungan usaha-kinerja, kemungkinan yang dirasakan oleh individu
yang mengeluarkan usaha akan menghasilkan kinerja.
b. Hubungan kinerja-penghargaan, tingkat sejauh mana individu
memiliki keyakinan bahwa kinerja pada tingkat tertentu akan
menghasilkan pencapaian yang di harapkan.
c. Hubungan penghargaa-tujuan-tujuan pribadi, tingkat sejauh mana
penghargaan-penghargaan organisasi memuaskan tujuan-tujuan atai
kebutuhan pribadi dan daya tarik dari penghargaan-penghargaan
potensial bagi individu tersebut.
Kunci utama untuk memahami teori harapan adalah mengenai tujuan-tujuan
individu dan hubungan antara usaha dan kinerja individu, antara individu dengan
penghargaan organisasional, dan antara penghargaan organisasional dnegan
pemenuhan tujuan individu. Teori harapan sebagai sebuah model kemungkinan
sekaligus menjelaskan bahwa tidak ada prinsif yang bersifat unversal untuk
menjelaskan motivasi individu. (Robbins dan Judge,2007).

7
6. Teori Keadilan
Teori keadilan/equity theory menjelaskan bahwa karyawan akan
membandingkan antara masukan-masukan/input dan hasil/outcome pekerjaan
mereka dengan masukan-masukan hasil pekerjaan orang lain, kemudian merespon
untuk menghilangkan ketidakadilan. Ada empat perbandingan rujuan yang dapat
di gunakan oleh karyawan :
a. Diri-di dalam, pengalaman-pengalaman individu karyawan dalam posisi
yang berbeda di dalam organisasi karyawan tersebut saat ini.
b. Diri-di luar, pengalaman-pengalaman individu karyawan dalam posisi
atau situasi di luar organisasi karyawan tersebut saat ini.
c. Individu lain-di luar, individu atau kelompok individu lain di luar
organisasi karyawan tersebut.
Seorang karyawan mungkin akan membandingkan diri mereka sendiri
dengan teman-teman, tetangga, rekan kerja dan kolega di perusahaan lain, atau
membandingkan pekerjaan mereka saat ini dengan pekerjaan mereka sebelumnya.
Karyawan yang memiliki masa jabatan lama, cenderung membuat perbandingan
denga rekan-rekan kerja mereka.
Setelah itu karyawan pada level lebih tinggi yang biasanya seorang
profesional, dengan tingiat pendidikan yang lebih tinggi, cenderung membuat
perbandingan dengan individu lain diluar (Robbin dan Judge, 2007). Berdasarkan
teori keadilan, ketika karyawan merasakan ketidak adilan mereka akan berusaha
untukmengurangi ketidakadilan tersebut dengan berbagai cara. Cara-cara untuk
mengurangi ketidakadilan dapat dilihat pada tabel berikut:
Cara/metode
 Maningkatkan masukan
Contoh :
 Bekerja lebih keras lagi
 Mengikuti sekolah, kuliah atau pelatihan khusus

 Menurunkan masukan
Contoh :

8
 Tidak bekerja terlalu keras
 Menggunakan waktu istirahat lebih lama
 Menurunkan hasil
Contoh :
 Minta kenaikan upah
 Minta jabatan atau pekerjaan baru
 Menurunkan hasil
Contoh :
 Minta upah yang lebih rendah
 Meningkatkan pekerjaan
Contoh :
 Berhenti bekerja
 Tidak masuk kerja
 Secara psikologis mengubah masukan atau hasil
Contoh :
 Meyakinkan diri bahwa masukanya tidak begitu penting
 Meyakinkan diri bawha pekerjaanya membosankan dan monoton
 Secara psikologis mengubah masukan atau output dengan dari perbandingan
pihak lain
Contoh :
 Menyimpulkan diri bahwa individu lain bekerja lebih keras
 Menyimpulkan diri bahwa individu lain memiliki jabatan lebih penting
 Mengubah perbandingan dengan pihal lain
Contoh :
 Membandingkan diri dengan pekerjaan sebelumnya
 Memilih individu baru untuk perbandingan
Keadilan organisaional terdiri dari tiga komponen, yaitu keadilan
distributuf, keadilan prosedural dan keadilan interaksional. Keadilan distributif
adalah keadilan mengenai jumlah dan pemberian penghargaan di antara individu-
individu, keadilan prosedural adalah keadilan yang dirasakan dari proses yang di

9
gunakan untuk menentukan distribusi penghargaan, sedangkan keadilan
interksional adalah persepsi individu mengenai tingkat sejauh mana dia di
perlakukan dengan martabat, perhatian dan rasa hormat.

7. Teori penentuan tujuan


Menurut teori penentuan tujuan/goal setting theory bahwa tujuan-tujuan
yang spesifik dan sulit, dengan umpan balik, akan menghasilkan tingkat kinerja
yang lebih tinggi. Artinya bahwa tujuan spesifik akan meningkatkan kinerja,
tujuan yang sulit, ketika di terima, akan menghasilkan kinerja yang lebih tinggi
dari pada tujuan yang mudah, dan umpan balik akan menghasilkan kinerja yang
lebih tinggi dari pada tanpa umpan balik.
Locke dan rekan-rekanya kemudian merumuskan suatu model penentuan
tujuan. Penentuan tujuan memiliki empat mekanisme yang berkaitan dengan
motivasi, yatitu:
a. Tujuan mengarahkan perhatian. Secara pribadi tujuan berarti
memfokuskan perhatian pada sesuatu yang relefan dan penting.
b. Tujuan mengatur usaha. Tujuan tidak hanya membauat persepsi individu
menjadi lebih selektif, tetapi juga memotivasi untuk bertindak.
c. Tujuan meningkatkan ketekunan. Ketekunan berkaitan dengan usaha
yang di lakukan untuk suatu tugas dalam jangka yang lebih panjang.
d. Tujuan mendorong strategi dan tindakan. Tujuan membantu individu
untuk mengembangkan strategi dan rencana tindakan yang akan di
lakukan untuk mencapai tujuan.

8. Frederick Hezberg dengan Teori Model dan Faktor


Sebenarnya Teori ini merupakan pengembangan dari teori hierarki
kebutuhan Maslow. Menurut teori motivasi ini ada dua faktor yang
mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang faktor pemeliharaan atau hygiene
factor dan faktor motivasi atau motivation factor (Sutrisno, 2010). Faktor
pemeliharaan yang disebut juga hygiene faktor merupakan faktor yang berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan an untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai

10
manusia, pemeliharaan ketenteraman dan kesehatan. Faktor-faktor pemeliharaan
ini meliputi gaji, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, supervise yang
menyenangkan, mobil dinas, rumah dinas dan macam-macam tunjangan lainnya.
Faktor motivasi atau motivation factor merupakan faktor pendorong seseorang
untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri orang yang bersangkutan
(intrinsic). Faktor motivator ini mencangkup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,
peluang untuk maju, pengakuan oranglain, kemungkinan pengembangan karir
dan tanggung jawab.

C. Teori Kontemporer Tentang Motivasi


Teori motivasi yang akan kita bahas sekarang ini merupakan teori
motivasi yang paling terbaru. Meski teori ini tidak terkenal seperti beberapa teori
awal, teori itu cenderung lebih kuat didukung oleh hasil riset. Kita akan meninjau
enam teori: teori tiga kebutuhan, teori penentuan sasaran, teori penguatan,
perancangan pekerjaan yang memotivasi, teori kesetaraan, dan teori pengharapan.

1. Teori Tiga Kebutuhan


David McClelland dan para pakar telah mengemukakan teori tiga kebutuhan,
bahwa ada tiga kebutuhan yang menjadi motif utama dalam perkerjaan. Dimana
ketiga kebutuhan itu meliputi kebutuhan akan pencapaian prestasi (need for
achievement, nAch), yakni dorongan untuk unggul, untuk berprestasi menurut
serangkaian standar, untuk berusaha keras supaya berhasil. Kebutuhan akan
kekuasaan (need for power, nPow), kebutuhan untuk membuat orang lain
berperilaku dengan cara yang sebenarnya tidak akan dilakukan jika tidak dipaksa.
Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation, nAff), keinginan akan hubungan
antar pribadi yang bersahabat dan erat. Dari ketiga kebutuhan itu, kebutuhan akan
pencapian prestasi paling banyak diteliti.
Hasil riset menunjukan orang yang kebutuhan akan pencapian prestasinya tinggi
akan berjuang meraih prestasi pribadi daripada meraih fasilitas jabatan dan
imbalan atas kesuksesan. Orang tersebut memiliki keinginan untuk melakukan
sesuatu lebih baik atau lebih efisien daripada yang telah dilakukan sebelumnya.

11
Mereka lebih menyukai pekerjaan yang menawarkan tanggung jawab pribadi guna
mencari solusi masalah, dimana mereka dapat menerima umpan balik yang cepat
dan tidak ambigu.

2. Teori Penentuan Sasaran


Terdapat dukungan kuat atas pendapat bahwa sasaran sasaran spesifik
meningkatkan kinerja dan bahwa sasaran yang sulit, bila diterima, menghasilkan
kinerja yang lebih tinggi daripada sasaran yang gampang. Pendapatan itu
dinamakan teori penentuan sasaran.
Niat bekerja mencapai sasaran merupakan sumber utama motivasi kerja. Studi-
studi mengenai penentuan sasaran telah menunjukan keunggulan sasaran spesifik
dan menantang sebagai kekuatan pemberi motivasi. Sasaran yang sulit dan
spesifik menghasilkan level output yang lebih tinggi daripada sasaran umum.
Spesifiknya sasaran itu sendiri bertindak sebagai pendorong internal. Misalnya,
ketika pengemudi angkutan umum berniat melakukan perjalanan 10 rit perhari
antara buah batu dan kelapa, niat itu memberinya sasaran spesifik yang harus
dicapai. Kita dapat mengatakan bahwa, jika segala sesuatunya sama, pengemudi
angkutan umum yang sasarannya sprsifik akan mengalahkan pesaingnya yang
bekerja tanpa sasaran atau sasarannya umum.

3. Teori Penguatan
Berlawanan dengan teori penentuan sasaran, teori penguatan mengatakan bahwa
perilaku adalah fungsi dari akibat. Teori penentuan sasaran menyatakan bahwa
masksud individu mengarahkan perilakunya. Teori penguatan mengatakan bahwa
perilaku itu ditimbulkan dari luar. Apa yang mengendalikan perilaku adalah
penguat (reinforcers), akibat yang, bila diberikan dengan segera setelah perilaku
tertentu dilakukan, meningkatkan kemungkinan bahwa perilaku tersebut akan
diulang.
Kunci teori penguatan ialah bahwa teori itu mengabaikan faktor-faktor seperti
sasaran, harapan, dan kebutuhan. Sebagai gantinya, teori itu hanya memusatkan
perhatian pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia mengambil tindakan

12
tertentu. Menurut B. F. Skinner, teori penguatan dapat dijelaskan sebagai berikut:
orang akan sangat cenderung melakukan perilaku yang dikehendaki jika mereka
mendapat imbalan untuk berbuat begitu; imbalan tersebut akan sangat efektif jika
segera giberikan menyusul perilaku yang diinginkan; dan perilaku yang tidak
diberi imbalan, atau yang dihukum, kurang cenderung diulang.
Riset telah menunjukan bahwa penguatan itu tentu saja merupakan pengaruh yang
penting terhadap perilaku kerja. Tetapi penguatan itu bukanlah satu-satunya
penjelasan bagi perbedaan motivasi karyawan. Sasaran juga mempengaruhi
motivasi, demikian pula tingkatan kebutuhan akan pencapaian prestasi.
Perancangan pekerjaan, ketidakmerataan imbalah, dan pengharapan.

4. Merancang Pekerjaan yang Memotivasi


Jika kita melihat dengan seksama pada apa organisasi itu dan bagaimana cara
kerjanya, kita akan menemukan bahwa organiasasi itu merupakan terdiri dari
ribuan tugas, bahkan jutaan tugas. Tugas-tugas ini, pada gilirannya dikelompokan
menjadi sejumlah pekerjaan. Kita menggunakan istilah perancangan kerja untuk
merujuk kecara penggabungan sejumlah tugas mejadi pekerjaan lengkap. Para
perancang pekerjaan, harus merancang pekerjaan itu secara sengaja dan penuh
pertimbangan guna mencerminkan perubahan tuntutan teknologi, keterampilan
dan kemampuan, dan preferensi karyawan organisasi tersebut. Jika pekerjaan
dirancang dengan mempertimbangkan hal tesebut, maka para karyawan
termotivasi untuk mencapai kemampuan produktif penuh mereka. Cara yang
digunakan untuk merancang pekerjaan memotivasi diantaranya.
Pemekaran pekerjaan (job enlargement), dimana perancang pekerjaan secara
historis berkosentrasi pada membuat pekerjaan itu menjadi lebih kecil dan lebih
terspesialisasi. Namun, jika pekerjaan tersebut sangat sempit fokusnya dan
terspesialisasi, maka tindakan yang perlu diambil adalah dengan pemekaran
pekerjaan secara horisontal.
Pengayaan Pekerjaan (job enrichment), adalah perluasan pekerjaan secara
vertikal dengan menambhakan tanggung jawab perencanaan dan pengevaluasian.
Pengayaan pekerjaan meningkatkan kedalaman pekerjaan yakni tingkat kedali

13
para karyawan terhadap pekerjaan mereka. Degan kata lain, karyawan
diberdayakan supaya dapat mengemban sejumlah tugas yang lazimnya dilakukan
oleh atasan mereka. Dengan demikian, tugas dalam pengayaan pekerjaan harus
memungkinkan para karyawan melakukan kegiatan lengkap dengan kebebasan,
kemandirian, dan tanggug jawab yang lebih besar. Dan tugas-tugas tersebut harus
pula memberi umpan balik agar individu dapat menilai dan membetulkan kinerja
mereka sendiri.
Model Karakteristik Pekerjaan (job caracteristics model, JCM), pendekatakan
perancangan pekerjaan ini menyajikan kerangka kerja konseptual untuk
menganalisis pekerjaan atau megarahkan para manajer merancang pekerjaan yang
memotivasi. JCM mengidentifikasi lima karakteristik utama pekerjaan, kaitan-
kaitannya, dan dampaknya pada produktivitas, motivasi dan kepuasan karyawan.
Menurut JCM, setiap pekerjaan dapat didefinisikan menurut lima definisi inti,
sebagai berikut:

 Keragaman keterampilan, sejauh mana keragaman kegiatan yang


diperlukan oleh pekerjaan tertentu agar karyawan dapat menggunakan
berbagai bakat dan keterampilannya yang berbeda-beda.
 Identitas tugas, sejauh mana pekerjaan menuntut penyelesaian keseluruhan
pekerjaan dan potongan kerja yang dapat diidentifikasi.
 Signifikasi tugas, sejauh mana pekerjaan bedampak besar bagi kehidupan
atau pekerjaan orang lain.
 Otonomi, sejauh mana pekerjaan memberi kebebasan, kemandirian, dan
keleluasaan yang besar kepada seseorang dalam menjadwal pekerjaan itu
dan menentukan porsedur yang digunakan untuk melaksanakannya.
 Umpan balik, sejauh mana pelaksanaan kegiatan-kegiatan kerja yang
dituntut oleh pekerjaan tertetu menyebabkan orang tersebut mendapatkan
informasi yang lansung dan jelas mengenai efektifitas kinerjanya.

14
Dari sudut pandang motivasi, JCM mengemukakan bahwa imbalan
intrinsik (internal) diperoleh ketika karyawan belajar bahwa dia secara pribadi
telah bekerja dengan baik dalam tugas yang dianggpanya penting.

5. Teori Kesetaraan (Equity Theory)


Teori yang dikembangkan oleh J. Stacey Adams, mengatakan bahwa para
karyawan melihat (mempersepsikan) apa yang mereka peroleh dari situasi (hasil)
pekerjaan untuk dikaitkan dengan apa yang mereka masukkan ke pekerjaan itu
(intput) dan kemudian memperbandingkan rasio input-hasil mereka dengan input-
hasil orang lain yang relevan. Jika seorang karyawan manganggap rasio dirinya
sama dengan rasio orang lain yang relevan itu, timbullah keadaan setara.
Karyawan tersebut merasa bahwa disana ada keadilan. Namun, seandainya rasio
itu tidak sama, timbullah ketidak setaraan dan dia menganggap diri mereka kurang
dihargai atau terlalu dihargai.
Teori kesetaraan mengatakan bahwa jika hal itu terjadi, maka para karyawan
dapat:
- Mengubah input maupun hasil mereka sendiri atau orang lain;
- Berperilaku sedemikian rupa guna mendorong orang lain guna mendorong
orang lain merubah input atau hasil mereka;
- Beperilaku sedemikin rupa guna mengubah input atau hasil mereka sendiri;
- Memilih orang yan berbeda sebagai pembanding; atau
- Meninggalkan pekerjaan mereka.
Aspek lain yang perlu kita teliti dalam teori kesetaraan itu ialah siapakah ”orang
lain” yang menjadi pembanding mereka itu? Pembanding itu merupakan variabel
penting dalam teori kesetaraan. Tiga kategori pembanding telah didefinisikan;
orang lain, sistemnya, dan diri sendiri. Kategori ”orang lain” mencakup orang-
orang lain yang pekerjaannya serupa di organoisasi yang sama dan juga mencakup
rekan, tetangga, atau teman seprofesi. Berdasarkan apa yang mereka dengar di
tempat kerja atau dengan cara lain, para karyawan membandingkan gaji mereka
dengan gaji orang lain. Kategori ”sistem” mencakup kebijakan dan prosedur upah
organisasi serta pelaksanaan sistem tersebut. Kategori ”diri” merujuk ke rasio

15
input-hasil yang khas bagi orang tersebut. Rasio itu mencerminkan pengalaman
pribadi dan hubungan masa lalu serta dipengaruhi oleh kriteria seperti pekerjaan
masa lalu. Pilihan serangkaian pembanding tertentu berkaitan dengan informasi
yang tersedia mengenai pembanding tadi maupun relevansi yang mereka rasakan.
Betapapun berlakunya pemahaman motivasi karyawan, hendaknya kita tidak
menyimpulkan bahwa teori tersebut tanpa cacat. Teori kesetaraan membiarkan
sejumlah masalah penting tetap tidak jelas. Misalnya, bagaimanakah cara
karyawan mendefinisikan input dan hasil? Bagaimana cara menggabungkan dan
memberi bobot input dan hasil untuk memperoleh jumlah akhir? Apa dan
bagaimana faktor-faktor itu berubah dari waktu ke waktu? Dan bagaimana cara
orang memilih orang lain sebagai pembanding? Kendati ada masalah-masalah itu,
teori kesetaraan benar-benar mempunyai banyak dukungan serta memberi kita
wawasan penting mengenai motivasi karyawan.

6. Teori Pengharapan (Expectancy Theory)


Teori pengharapan dari Victor Vrom mengatakan bahwa seorang individu
cenderung bertindak dengan cara tertentu berdasarkan pengharapan bahwa
tindakan tersebut akan diikuri oleh hasil tertentu dan berdasarkan daya tarik hasil
tersebut bagi orang itu. Tiga variabel atau hubugan teori pengharapan:

Pengharapan atau kaitan usaha-kinerja adalah kemungkinan yang dirasakan


oleh orang tersebut bahwa melakuan sejumlah usaha tertentu akan menghasilkan
tingkat kinerja tertentu.
Instrumentalitas atau kaitan kinerja-imbalan yakni tingkat sejauh mana orang
tersebut percaya bahwa bekerja pada tingkat tertentu itu menjadi sarana untuk
tercapainya hasil yang diinginkan.
Valensi atau daya tarik imbalan yakni bobot yang ditempatkan oleh orang
tesebut ke potensi hasil atau imbalan yang dapat dicapai di tempat kerja. Valensi
mempertibangkan sasaran dan juga kebutuhan orang tersebut.

Ciri-ciri teori dan cara kerja teori pengharapan.

16
Pertama, apa hasil yang dipersepsikan dari pekerjaan yang ditawarkan kepada
karyawan? Hasil itu dapat positif―hal-hal seperti gaji, rasa aman, persahabatan,
kepercayaan tunjangan tambahan, kesempatan untuk bakat atau keterampilan, atau
hubungan yang akrab. Atau mungkin karyawan melihat hasil tadi sebagai
negatif―kelelahan, kebosanan, frustasi, kecemasan, pengawasan yang keras, atau
ancaman dipecat. Dan ingatlah bahwa masalah tersebut tidak relevan di sini.
Masalah yang sangat menentukan adalah apa persepsi orang tersebut tentang hasil,
tanpa menghiraukan apakah persepsi itu tepat atau tidak.
Kedua, seberapa menarik hasil atau imbalan itu bagi para karyawan? Apakah
mereka menilainya positif, negatif, atau netral? Itu merupakan masalah internal
dan pribadi yang tergantung pada kebutuhan, sikap, dan kepribadian individu.
Seseorang yang menerima imbalah itu menarik―arinya, menilainya
positif―cenderung ingin mengerjakan. Orang lain mungkin menilainya negatif
oleh karena itu lebih suka untuk tidak mendapatkannya. Lain lagi keadaanya kalau
orang tersebut bersikap netral.
Ketiga, jenis perilaku manakah yang harus diperagakan karyawan tersebut guna
mendapatkan imbalan itu? Imbalan itu cenderung tidak mempunyai dampak apa
pun terhadap kinerja masing-masing karyawan jika ia tidak mengetahui, dengan
jelas dan tanpa ambigu, apa yang harus dilakukan untuk mendapatkannya.
Misalnya apa arti ”berkerja dengan baik” menurut penilaian kinerja? Kriteria
apakah yang akan digunakan untuk menilai kinerja karyawan tersebut?
Kunci dari teori pengharapan adalah memahami sasaran seseorang dan memahami
kaitan antara usaha dan kinerja, antara kinerja dan imbalan, dan, akhirnya, antara
imbalan dan kepuasan kerja orang tersebut. Teori tersebut menekankan pada hasil
atau imbalan. Akibatnya, kita harus berkeyakinan bahwa imbalan yang ditawarkan
oleh organisasi cocok dengan keinginan individu tersebut. Teori pengharapan
menyatakan bahwa tidak ada prinsip universal yang mampu menjelaskan apa
yang memotivasi individu dan, karena itu, menekankan bahwa para manajer harus
memahami mengapa para karyawan melihat hasil tertentu sebagai menarik atau
tidak menarik.

17
D. Tujuan Motivasi
Unsur ketiga dari lingkaran motivasi adalah tujuan yang berfungsi untuk
memotivasi tingkah laku dan juga menentukan seberapa aktif individu akan
bertingkah laku. Pada dasarnya tingkah laku manusia itu bersifat majemuk. Selain
tujuan pokok (primary goal), ada pula tujuan lain atau tujuan sekunder (secondary
goal).
Sebagaimana halnya dalam proses belajar instrumental, tujuan sekunder
juga diperoleh melalui suatu proses belajar. Akan tetapi berbeda dengan proses
belajar instrumental, seseorang seakan – akan secara sengaja mempelajari suatu
cara untuk memperoleh sesuatu, dalam terjadinya tujuan sekunder, tidak ada
persoalan sengaja atau tidak sengaja.
Tujuan ini juga bisa berupa objek yang konkret atau berupa objek yang
abstrak. Dan bila tujuan-tujuan ini bisa diperoleh, kebutuhan-kebutuhan terpenuhi.
Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan ini juga barangkali hanya untuk sementara,
sebab pada saat lain, kebutuhan-kebutuhan itu mungkin bisa timbul lagi.

E. Riset Motivasi
Riset motivasi adalah mengetahui mengapa tingkah laku manusia
(masyarakat) selalu bereaksi pada hal-hal tertentu yang di hadapinya.
Yang perlu di ketahui adalah :
 Human behavior (manusia)
 Attitude (tentang sikap)
 Sensational (sensansi)
 Image (citra)
 Motivation (motivasi)

Motivasi terbagi menjadi dua jenis yaitu motivasi personal (personal


motivation) dan motivasi kelompok (group motivation).
Motivasi personal berkaitan dengan :
 Self preservation (pemeliharaan dan mempertahankan diri)

18
 Hunger (rasa lapar)
 Security ( keamanan)
 Seks ( kebutuhan seks)
 Emosional needs ( kebutuhan emosional)
 Personal significance (kepentingan personal).

Motivasi kelompok berkaitan dengan :


 Human behavior (anggota masyarakat)
 Organizational membership ( keanggotaan organisasi)
 Work roles (peraturan tata pekerjaan)
 Reference group (reference kelompok)
 Cultural norm (norma-norma budaya)
 Primery group norm (norma-norma kelompok yang di anut)

F. Faktor Adanya Motivsi Dalam Organisasi


Ada beberapa faktor adanya motivasi, yaitu:
 Adanya Tujuan
Dengan adanya tujuan (Visi dan Misi) yang akan di capai oleh
seseorang tentu hal tersebut akan secara alamiah memotivasi individu maupun
kelompok yang ada dalam organisasi untuk bersama-sama mencari cara agar apa
yang menjadi tujuan tersebut dapat dicapai demi kemajuan organisasi.
 Adanya Tantangan (challenge)
Tantangan juga merupakan salah satu faktor yang sangat besar dalam
melahirkan motivasi. Hal tersebut disebabkan karena setiap kegiatan organisasi
yang akan dilaksanakan terdapat hal-hal yang harus di selesaikan seperti:
pencarian dana, ide-ide yang kreatif kegiatan dan lain-lain.
 Adanya Tanggung Jawab
Dalam organisasi baik anggota maupun pengurus tentu memiliki tanggung
jawab. Anggota organisasi memiliki tanggung jawab bagaimana cara memberikan
masukan-masukan agar organisasi bisa berkembang kearah yang lebih baik.

19
Begitu pula pengurus organisasi, mereka memiliki tanggung jawab yang lebih
besar dari pada anggota. Pengurus organisasi harus mencari cara begaimana agar
apa yang telah menjadi program kerja dapat dilaksanan. Dengan adanya tanggung
jawab yang di berikan kepada semua orang yang ada dalam organisasi tentu hal
tersebut akan semakin memotivasi mereka agar dapat menjalankan tugas yang
telah diberikan.
 Adanya Keharmonisan
Agar keharmonisan dalam organisasi selalu terjaga maka seseorang harus
memotivasi diri agar selalu mencari agar tidak adanya persaingan yang
menyebabkan konflik internal organisasi. Maka dari itu, dalam organisasi harus
ada keterbukaan yang nyata dalam organisasi.

G. Sejarah Pengembangan Studi Tentang Motivasi


Sejarah pengembangan studi tentang motivasi sebenarnya bisa ditelusuri
jauh lewat tulisan-tulisan para filosof Yunani kuno. Lebih dari dua puluh tiga
abad yang lalu, mereka menyumbangkan suatu pemikiran hedonisme sebagai
suatu usaha untuk menjelaskan motivasi. Konsep hedonisme ini menyatakan
bahwa seorang itu mempunyai kecenderungan mencari keenakan dan kesenangan
dan menghindari ketidakenakan dan kesusahan. Beberapa abad kemudian,
hedonisme masih merupakan asumsi dasar untuk mengatasi masalah-masalah
social dan ekonomi. Filosof-filosof terkenal dalam hal ini seperti misalnya Adam
Smith, Jeremy Bentham, dan John Stuart Mill, mencoba menjelaskan motivasi
dalam hubungannya dengan usaha-usaha orang untuk memaksimalkan
kesenangan dan menekan kesusahan. Pemikir-pemikir psikologi pada awalnya
juga terpengaruh dengan ide hedonisme ini. Psikolog-psikolog di tahun 1800-an
dan bahkan pada tahun 1900-an awal, menduga bahwa manusia ini sadar secara
rasional berusaha untuk mencapai kesenangan yang hedonistik dan menghindari
kesusahan. William James, orang yang dikenal sebagai bapak psikologi Amerika,
salah seorang yang menyatakan dugaan-dugaan tersebut, dalam tulisan klasiknya
Principles of Psychology. Di sini dia mengenalkan dua tambahan yang amat
penting pada sejarah konsep studi tentang motivasi ini. Dua tambahan itu antara

20
lain: insting dan motivasi di bawah sadar. Kemudian setelah itu Clark Hull dengan
mempergunakan perspektif yang ilmiah dari permulaan ahli-ahli perilaku
merumuskan teori dorongan (drive) terhadap motivasi.
William James tidak sependapat bahwa manusia ini selalu rasional secara
sadar. Dia berpendapat bahwa banyak perilaku manusia ini didasarkan pada
insting. Sebagian daftar mengenai insting dari James yang mempengaruhi perilaku
antara lain menangis, keingintahuan, perbuatan meniru, simpati, mudah bergaul,
takut akan kegelapan, cemburu, dan cinta. Insting-insting ini dan barangkali masih
ada insting lainnya menurut pelopor psikologi social yang mengembangkan teori
insting dalam perilaku. Dalam buku Psikologi Sosial tahun 1908 dia merumuskan
tentang insting itu sebagai berikut: “Suatu tindakan yang dibawa dari lahir yang
menentukan organisme untuk mengetahui atau memperhatikan setiap obyek …
dan bertindak atau mempunyai suatu impulsa untuk bertindak yang menemukan
ekspresi dalam suatu cara berperilaku yang spesifik.”
Dimulai tahun 1920-an, pandangan insting terhadap motivasi manusia
mendapat serangan yang hebat. Terutama sekali, ahli-ahli perilaku yang selalu
mempergunakan cara-cara ilmiah di dalam mengamati perilaku sangat tidak
menyetujui dengan suatu teori yang sebagian besar didasarkan tidak pada
observasi ilmiah dan hanya dilandaskan pada insting yang mistik. Mazhab-
mazhab lainnya juga mempersoalkan beberapa pandangan yang ekstrem tentang
insting ini. Pada umumnya mereka mengkritik secara tajam terhadap teori dan
pandangan mengenai insting. Atas kritikan-kritikan yang pedas tersebut pada
akhirnya membawa suatu akibat bahwa sampai sekarang ini istilah insting
(instinct) jarang dipergunakan dalam diskusi akademis mengenai ilmu perilaku
manusia. Walaupun ahli psikologi modern mengetahui bahwa motivasi manusia
nampaknya ada yang tidak bisa diketahui, mereka juga tidak menginginkan untuk
menerima pandangan-pandangan insting, terutama ide mengenai perilaku yang
mudah dikenal seperti yang diketengahkan oleh James dan McDougall.

H. Lingkaran Motivasi

21
Perilaku manusia itu hakikatnya adalah berorientasi pada tujuan dengan
kata lain bahwa perilaku seseorang itu pada umunya dirangsang oleh keinginan
untuk mencapai beberapa tujuan. Satuan dasar dari setiap perilaku adalah
kegiatan. Sehingga dengan demikian semua perilaku itu adalah serangkaian
aktivitas-aktivitas atau kegiatan-kegiatan. Sebagai manusia, kita ini selalu
mengerjakan sesuatu. Misalnya adakalanya berjalan-jalan, berbicara, makan,
tidur, bekerja, dan yang sejenisnya. Dalam banyak hal seseorang itu melakukan
lebih dari satu aktivitas pada saat tertentu, misalnya kita berbicara dengan
seseorang sambil berjalan atau makan. Demikian pula pada saat tertentu kita
memutuskan untuk mengubah dari satu atau kombinasi aktivitas-aktivitas tersebut
untuk mengerjakan aktivitas lainnya. Kejadian seperti ini menimbulkan suatu
pertanyaan yang amat penting,. Mengapa orang-orang tersebut memilih pekerjaan
yang itu, mengapa tidak yang ini? Mengapa mereka mengubah pemilihan
aktivitasnya? Bagaiman seorang manajer bisa memahami menduga, dan bahkan
mengendalikan aktivitas atau aktivitas-aktivitas seseorang yang dikerjakan pada
saat tertentu?
Untuk keperluan ini, seorang manajer harus mengetahui dorongan atau kebutuhan
seseorang yang mengundangnya untuk mau mengerjakan suatu aktivitas tertentu.
Perilaku seseorang itu sebenarnya dapat dikaji sebagai saling interaksinya
atau ketergantungannya beberapa unsur yang merupakan suatu lingkaran. Unsur-
unsur itu secara pokok terdiri dari motivasi dan tujuan. Atau kalau menurut Fred
Luthans terdiri dari tiga unsur yakni kebutuhan (need), dorongan (drive), dan
tujuan (goals).
Motivasi, kadang-kadang istilah ini dipakai silih berganti dengan istilah-
istilah lainnya, seperti misalnya kebutuhan (need), keinginan (want), dorongan
(drive), atau impul. Orang yang satu berbeda dengan lainnya selain terletak pada
kemampuannya untuk bekerja juga tergantung pada keinginan mereka untuk
bekerja atau tergantung pada motivasinya. Adapun motivasi seseorang ini
tegantung pada kekuatan dari motivasi itu sendiri. Dorongan ini yang
menyebabkan mengapa seseorang itu berusaha mencapai tujuan-tujuan, baik sadar
ataupun tidak sadar. Dorongan ini pula yang menyebabkan seseorang itu

22
berperilaku, yang dapat mengendalikan dan memelihar kegiatan-kegiatan, dan
yang menetapkan arah umum yang harus ditempuh oleh seseorang tersebut.
Tujuan, adalah sesuatu yang ingin dicapai yang berada di luar diri
individu. Kadangkala tujuan diartikan pula sebagai suatu harapan untuk mendapat
suatu penghargaan, suatu arah yang dikehendaki oleh motivasi. Dalam psikologi
tujuan seperti ini dinamakan insentif. Namun istilah insetif sudah terlanjur dikenal
ole orang-orang dalam masyarakat sebagai suatu hal yang selalu dihubungkan
dengan penghargaan keuanga, seperti misalnya kenaikan gaji da upah,
honorarium, dan ataupun tunjangan. Padahal ada penghargaan tidak bersifat
keuangan yang amat berperanan dalam menentukan suatu perilaku seperti
misalnya kenaikan pangkat isimewa, penghargaan atau bintang jasa, dan lain-
lainnya. Manajer yang berhasil mendorong atau memotivasi karyawannya karena
ia mampu meciptakan suatu lingkungan yang menjamin adanya suatu tujuan yang
tepat bagi pemenuhan kepuasan kebutuhan.

I. Perubahan-perubahan dalam Kekuatan Motivasi


Sebagaimana dikatakan di atas bahwa motivasi, kebutuhan, atau dorongan
membuat seseorang itu berperilaku. Semua orang mempunyai kebutuhan ini, dan
kebutuhan ini bervariasi tidak hanya satu macam, melainkan banyak macamnya
bahkan ada yang ratusan kebutuhan, mulai dari yang sederhana sampai kepada
yang komplek. Semua kebutuhan itu bersaing, artinya di antara semua kebutuhan
itu manakah yang paling kuat mendorong, sehingga perilakunya mengarah
tercapainya suatu tujuan berdasarkan kebutuhan tersebut. Kebutuhan yang sudah
tercapai dan yang memberikan kepuasan, akan menurun kekuatannya dan secara
normal tidak lagi memotivasi seseorang untuk mencapai tujuan guna memuaskan
kebutuhan tersebut. Di sini terjadi perubahan dengan menurunnya kekuatan
motivasi tersebut. Timbullah suatu pertanyaan, factor-faktor apakah yang
menjadikan adanya perubahan situasi tersebut?
Suatu motivasi cenderung mengurangi kekuatannya manakala tercapainya
suatu kepuasan, terhalangnya pencapaian kepuasan, perbedaan kognisi, frustasi,

23
atau karena kekuatan motivasinya bertambah. Berikut ini akan diuraikan
perubahan-perubahan dalam kekuatan motivasi tersebut.
Kepuasan kebutuhan. Ketika suatu kebutuhan terpuaskan, menurut
Abraham Maslow, kebutuhan tersebut tidak lagi memotivasi perilaku. Dengan
demikian suatu kebutuhan yang mempunyai kekuatan tinggi, jika suatu ketika
sudah terpuaskan, maka kebutuhan tersebut sudah tercapai dan kedudukannya
dalam kompetisi dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya berubah menjadi rendah
tingkatnya. Suatu contoh, jika seseorang pada suatu ketika haus merupakan suatu
kebutuhan yang tinggi kekuatannya, kemudian dia berusaha mencari minuman.
Sekarang dia meminum 2 gelas teh. Maka minuman 2 gelas teh tersebut sekarang
mengurangi kekuatan kebutuhannya, yang sebelumnya merupakan kebutuhan
yang kekuatannya tinggi. Barangkali setelah itu kebutuhan-kebutuhan lainnya
akan menggantikan kedudukan haus. Dengan demikian kepuasan atau tercapainya
suatu kebutuhan dapat mengubah kekuatan motivasi seseorang, dan beralih
kepada motivasi atau kebutuhan lainnya.
Terhalangnya pemuasan kebutuhan. Berubahnya kebutuhan dari suatu
kebutuhan selain ditentukan oleh terpuaskannya kebutuhan tersebut, dapat pula
karena terhalangnya usaha pencapaian tujuan tersebut. Hanya bedanya kalau satu
kebutuhan telah terpuaskan, seseorang akan melanjutkan berganti kebutuhan
lainnya. Sedangkan terhalangnya pemuasan kebutuhan seseorang cenderung
terikat pada perilaku mengatasi (coping behavior), yakni suatu usaha untuk
memilih suatu keputusan dengan cara coba dan mencoba (trial and error) yang
sekiranya bisa menghilangkan halangan. Pada umumnya halangan-halangan
(blockages) yang merintangi pemuasan suatu kebutuhan membuat seseorang
memcari jalan lain dari usaha pencapaian kebutuhan tersebut. Suatu contoh anak-
anak SMA dilarang main bola basket di lapangan sekolahnya, maka mereka akan
mencoba bermain di gelanggang olahraga kotamadya.

J. Dua Kategori Aktivitas


Aktivitas-aktivitas seseorang yang dihasilkan dari kebutuhan-kebutuhan
yang berkekuatan tinggi pada umumnya dapat digolongkan atas dua kategori

24
yakni, aktivitas terarah ke tujuan (goal-directed activity), dan aktivitas tujuan
(goal activity). Kedua konsep aktivitas ini amat perlu bagi manajer karena dapat
dipergunakan untuk mengetahui perbedaan pengaruh dari kekuatan kebutuhan,
dan untuk memahami perilaku manusia.
Aktivitas terarah ke tujuan (goal-directed activity). Inti dari aktivitas ini
ialah perilaku yang dimotivasikan mengarah kepada pencapaian tujuan. Jika
seseorang pada saat tertentu kebutuhan yang paling kuat adalah makan karena
lapar, berbagai aktivitas dilakukan untuk mencari tempat makan (rumah makan,
restoran, atau warung), lalu membeli makanan, atau menyiapkan makanan, atau
meminta makanan (pengemis). Sedangkan aktivitas tujuan (goal activity), yakni
aktivitas yang terikat pada tujuan itu sendiri. Dalam hal lapar ini, makan makanan
tersebut adalah aktivitas tujuan.

K. Tiga Pendekatan Motivasi


 Pendekatan Manajerial
Pendekatan ini menjelaskan bahwa motivasi dapat di kelola melalui perilaku sang
manajer dalam mempengaruhi para karyawannya.
Pendekatan ini mempunyai dua bagian, yaitu :
a. Sasaran (Goals)
- Sasaran yang spesifik
Bila sasaran jelas, seperti misalnya “meningkatkan penjualan 20%” dapat memicu
semangat karyawan. Karyawan tahu, ukuran keberhasilan dan kegagalannya.
- Sasaran yang relatif sulit
Sulit belum tentu berarti tidak bisa dikerjakan. Justru, dengan tingkat kesulitan
tertentu, seseorang akan merasa tertantang untuk meraihnya. Sebaliknya, bila
sasaran begitu ringan, mudah di peroleh, karyawan sering kehilangan “selera”
untuk mengeluarkan seluruh kemampuannya.
- Sasaran yang diterima
Yang paling penting dari dua konsep tersebut adalah karyawan menerima sasaran
itu layak untuknya. Artinya, ada penerimaan. Bila karyawan menerima, ia akan
memberikan komitmen penuh untuk mencapai sasaran tersebut. Bila sebaliknya,

25
karyawan merasa sasaran itu tidak sesuai untuknya (bisa karena terlalu mudah,
terlalu sulit, atau tidak jelas manfaatnya), maka karyawan kurang termotivasi
untuk meraihnya.
- Umpan balik
Penetapan sasaran pun memerlukan umpan balik. Kita harus meninjau ulang,
apakah sasaran itu tepat untuk si karyawan. Bila tidak, tentu sebaiknya kita
melakukan penyesuaian, demi kebaikan perusahaan dan karyawan itu sendiri.
b. Penghargaan (Rewards)
Memberikan penghargaan kepada karyawan yang berprestasi atau mencapai
sasaran yang harus dituju. Misal, dengan memberikan bonus gaji kepada
karyawan tersebut.
 Pendekatan Pekerjaan dan Konteks Organisasi
Pada saat tertentu, kita harus paham juga bahwa orang akan punya peniaian dan
perasaan sejauh mana adil atau tidaknya ia diperlakukan dalam pekerjaan.
Misalnya seseorang merasa bahwa beban pekerjaannya terlalu tinggi, tidak
sebanding dengan kompensasi yang diterimanya. Maka, di sinilah manajer harus
pandai dalam menanganinya.
 Pendekatan Perbedaan Individu
Pada titik tertentu, kita harus mendalami orang perorang, dan memcoba melihat
apa masalah pribadi mereka sesungguhnya untuk mendapatkan motivasi yang
maksimal.

26

Anda mungkin juga menyukai