Dosen Pembinbing
Oleh:
Sunniyah (16310077)
FAKULTAS HUMANIORA
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan Rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam
senantisa tercurah pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Kami
mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yaitu Ustadzah Peny
Respita M.Pd, atas bimbingannya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini,
tak lupa pula kepada teman-teman yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan
agar dalam pembuatan makalah selanjutnya dapat lebih baik. Harapan kami,
semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kami pada khususnya dan reka-
rekan,pada,umumnya saya ucapakan terimakasih.,
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
PENDAHULUAN......................................................................................... iii
A. MEMPERHATIKAN ISTIHSAN........................................................... 1
Pengertian................................................................................................ 1
Macam-macam......................................................................................... 1
B. MEMPERHATIKAN MASLAHAH MURSALAH............................... 2
Pengertian................................................................................................ 2
Syarat-syarat............................................................................................ 4
C. MEMPERHATIKAN URF (Adat Istiadat)............................................. 4
Batasan Ijtihaj.......................................................................................... 7
D. MEMPERHATIKAN ILLAH ZAMAN.................................................... 9
Pengertian................................................................................................ 9
Pemilu...................................................................................................... 9
Transplantasi............................................................................................ 11
E. MEMPERHATIKAN DINAMIKA PEMBAHARUAN FIQH DAN
DAMPAK POSITIFNYA BAGI INDONESIA...................................... 15
Dinamika pembaharuan Fiqh di Indonesia.............................................. 15
Dampak positifnya bagi Indonesia........................................................... 15
PENUTUP................................................................................................ 17
A. Kesimpulan........................................................................................ 17
B. Saran.................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 19
ii
BAB
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara bahasa Fiqh berarti al-fahmu, yang berarti pemahaman atau
pengertian. Adapaun secara Istilah Fiqh adalah
”suatu ilmu untuk memahami humum-humum syara’ yang bersifat amaliyah yang
dikaji melalui dalil-dalilnya yang terperinci (zahroh, 1958: 6)1
Selain itu, sebagai sebuah disiplin keilmuan, Ilfu fiqh akan terus dan harus
berkembang sesuai tuntutan zaman. Sekalipun demikian, perubahannya dalam
sejarah merupakan dinamika. Kadang-kadang ia berubah sangat pesat, adakalanya
pula terlihat lambat. Bahkan tidak jarang tampak statis. Padahal tuntutan atas
perkembangannya merupakan konsekuensi logis dari bebab dan tuntutan
perubahan masyarakat dan umat Islam itu sendiri.
Ilmu Fiqh yang terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman yang
dalam perkembangannya tersebut memandang dari berbagai aspek, yaitu istihsan,
maslahah mursalah, urf dan Illah zaman. Adapula dinamika pembaharuan Fiqh
dan dampak positifnya bagi Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pembaharuan Fiqh di tinjau dari istihsan
2. Bagaimana pembaharuan Fiqh di tinjau dari Maslahah mursalah
3. Bagaimana pembaharuan Fiqh di tinjau dari adat Istiadat (Urf)
4. Bagaimana pembaharuan Fiqh di tinjau dari Illah Zaman
1
Kaum santri menjawab problematika social (Ahmad Munjin Nasih, S.pd, M.Ag) Hal. 15
iii
5. Bagaimana pembaharuan Fiqh di tinjau dari Dinamika pembaharuan
Fiqh dan dampak positif bagi Indonesia
C. Tujuan
6. Mengetahui pembaharuan Fiqh di tinjau dari istihsan
7. Mengetahui pembaharuan Fiqh di tinjau dari Maslahah mursalah
8. Mengetahui pembaharuan Fiqh di tinjau dari adat Istiadat (Urf)
9. Mengetahui pembaharuan Fiqh di tinjau dari Illah Zaman
10. Mengetahui pembaharuan Fiqh di tinjau dari Dinamika pembaharuan
Fiqh dan dampak positif bagi Indonesia
iv
BAB
PEMBAHASAN
A. MEMPERHATIKAN ISTIHSAN
Pengertian
Memakai qiyas khafi dan meninggalkan qiyas jali karena ada petunjuk untuk itu.
أو قاعدة عامة بناء على دليل خاص يقتضى ذلك،استثناء مسألة جزئية من أصل كلي
Istihsan yang pertama itu di sebut istihsan Qiyasi, sedangkan yang ke dua di
sebut istihsan Istisnaiy.
1
Contohnya, menurut kaidah umum makan disiang hari pada bulan
Ramadhan itu puasanya batal, namun ada pengecualian dalam nash hadis
Rasulullah bahwasanya, jika dikarenakan lupa maka tidak batal dan boleh
melanjutkan puasanya.
عن ابي هريرة رضي هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال إذا نسي فأكل وشرب فليتم صومه فإنما
)أطعمه هللا وسقاه (رواه البخارى ومسلم
Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW. Bersabda: “ barang siapa lupa, padahal ia
sedang puasa, kemudian ia makan dan minum, hendaklah menyelesaikan
puasanya. Hanya saja Allah yang memberinya makan dan minum”. (HR.
Bukhari dan Muslim)
2
Usul Fiqh (prof.Dr.H.Satria Effendi,M.Zein,M.A) Hal.142-145
2
B. MEMPERHATIKAN MASLAHAH MURSALAH
3
Memang menggunakan al-maslahah mursalah tanpa pesyaratan
persyaratan tertentu sangat besar kemungkinan jatuh kepada keiginan hawa
nafsu belaka. Oleh karena itu diperlukan persyratan persyaratan penggunaan
maslahat agar tetap ada nilai nilai syariah.
Hukum Islam adalah merupakan hukum yang wajib dipatuhi oleh seluruh
umat Islam di dunia. Ajaran Islam saat ini sudah menyebar ke seluruh dunia,
termasuk di Indonesia. Akan tetapi agama Islam yang lahir di daerah Timur
Tengah dengan hukum Islam yang juga berinteraksi dengan adat istiadat daerah di
sana, akankah selalu bisa diaplikasikan di negara-negara lain yang secara letak
geografi, dan kondisi iklim yang berbeda. Pertanyaan yang kerap kali muncul
dengan hadirnya pula permasalahan yang sangat kompleks yang masing-masing
daerah pastinya berbeda-beda.
4
Adat istiadat di masing-masing negara memang berbeda dengan yang
lainnya dan mempunyai ciri khas tersendiri. Perlu adanya suatu hukum yang
mudah dipahami dan yang sesuai dengan karakteristik suatu daerah, termasuk
Indonesia. Gagasan yang muncul adalah dibutuhkannya sebuah hukum yang
sesuai dengan adat masyarakat, tetapi tidak berlawanan dengan ajaran dasar umat
Islam. Akhirnya muncullah sebuah ide untuk membentuk produk hukum yang
mempunyai jiwa ke-Indonesia-an, yaitu Fikih Indonesia.
5
di masanya, yang telah menyumbangkan gagasan yang mencerahkan dan
kontroversial di kalangan umat Islam. Maka, dalam makalah ini akan dibahas
biografi singkatnya dan pemikiran pembaruannya.
العادة محكمة
5
Perkembangan metodologi Fiqh di indonesia dan kontribusinya bagi perkembangan hokum
Nasional (Agus Muh najib. Jakarta RI,2011)hal. 57
6
Kaidah-kaidah fiqh (Ahmad DJazuli,Jakarta,karisma Putra Utama,2011)hal.78
6
Adanya gagasan fikih Indonesia ini meniscayakan adanya ijtihad dengan
memperhatikan konteks masyarakat Indonesia dengan segala adat kebiasaannya.
Hasbi memang berpendapat bahwa hukum melaksanakan ijtihad adalah fardlu
kifayah dan harus dilakukan sepanjang masa, walaupun ijtihad tersebut bersifat
juz’i, yaitu ijtihad yang dilakukan hanya pada permasalahan-permasalahan
hukum tertentu7. Dalam upaya ijtihad tersebut, ‘urf menjadi pertimbangan yang
sangat penting, karena sesuatu yang ditetapkan oleh adat sama dengan yang
ditetapkan oleh nash.
Ijtihad hanya diberi ruang gerak terbatas yakni ketika tidak ditemukan
ketentuan hukumnya secara eksplisit dalam al-Qur'an, sunnah dan ijma’.
Sebagaimana yang dilakukan Mu’adz bin Jabal pada saat pergi ke Yaman. Nabi
bertanya kepada Mu’adz: “Apa yang akan engkau perbuat jika engkau dihadapkan
pada masalah hukum?” Mu’adz mengatakan: “Saya akan menetapkan hukum
berdasarkan Kitabullah”. Nabi bertanya: “Jika engkau tidak mendapatkan
hukumnya dalam Kitabullah?” Mu’adz menjawab: “Saya akan menetapkan
hukum dengan Sunnah Nabi”, lebih lanjut Nabi bertanya: “Jika tidak
menemukannya dalam sunnah Nabi?” Mu’adz menjawab: “Saya akan melakukan
ijtihad dengan pendapatku sendiri”. Kemudian Nabi menepuk dada Mu’adz dan
menyatakan: “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan bimbingan utusan
Nabinya”.
Batasan mengenai ijtihad, maka ruang lingkup yang harus diijtihadi adalah tidak
lebih dari:
1. Penetapan satu atau lain makna-makna yang mungkin muncul dalam suatu
kalimat yang mungkin mengandung dua atau lebih penafsiran. Contoh
7
Pengantar Ilmu Fiqh (Hasby Ash Shiddidie, Jakarta buan Bintang,1978)hal.229
8
Pengantar Ilmu Fiqh (Hasby Ash Shiddidie, Jakarta buan Bintang,1978)hal.50
7
ketika Nabi memerintahkan kaum muslimin untuk mengerjakan salat di
antara Bani Quraydzah.
2. Qiyas/analogis, berhubungan dengan suatu kasus dengan menqiyaskan
dengan kasus-kasus lain, karena adanya kemiripan dengan kasus terkait
dengan al-Qur'an atau sunnah. Contoh qiyas Ammar yang menqiyaskan
kasus tayammum ketika dalam keadaan janabah dengan mandi, kemudian
ia menggulingkan seluruh badannya dengan bermandi debu.
3. Ijtihad dengan cara melakukan sesuatu yang besar kemungkinan
mendapatkan manfaat, atau melarang melakukan suatu perbuatan yang
mungkin dapat melakukan suatu perbuatan yang mungkin dapat
menjerumuskan ke dalam perbuatan yang salah.
Kata Illah dalam metode pengqiyasan hukum dalam ilmu usul fiqh berarti
alasan logis9. Sedangkan zaman berarti waktu atau masa. Jadi bisa di ambil
9
Usul fiqh .(Dr.H.satria efendi.M,Zein.MA)hal.130
8
kesimpulan bahwa Illah zaman dalam pembahasan ini adalah suatu alasan yang
berupa zaman atau waktu tentang pembaharuan suatu hukum fiqh di Indonesia
yang hukum tersebut tidak ada teks atau nash Al Quran atau hadits sebagai
sumber hukum dalam Islam yang menetapkan suatu masalah tersebut. Contoh
dalam hal ini yaitu hukum memilih dalam Pemilihan pemimpin khususnya di
Indonesia, yang mana kalau kita kaji dan mencari hukum memilihnya tersebut
tidak ada nash baik dalam Al-Quran atau hadits yang menerangkan langsung
tentang hukum memilih pemimpin tersebut. akan tetapi melihat dari zaman atau
waktu sekarang yang tidak lagi menggunakan sistem kerajaan dalam
kepememimpinan suatu negara atau kalangan, maka memilih pemimpin dalam
pemilu itu dihukumi fardhu kifayah10, dengan syarat rakyat harus memilihnya
memang dengan hati nurani dan berlandaskan
Ayat Al-Qur’an
وشاورهم في االمر
“Bermusyawarahlah dengan mereka dalam suatu perkara”
Selanjutnya juga di kutib dalam kitab jamal ala syarh al manhaj juz V
hlm. 19 syeikh sulaiman Al-Kurdi berpendapat hukum pengangkatan Imam
a’dzom atau khalifah hukumnya fardhu kifayah.
Meskipun yang tertera dalam kitab jamal ala syarh al manhaj juz V hlm.
19 adalah pemilihan khalifah, akan tetapi di pandang dari esensi antara kedua
belah pihak antara khalifah dan pemimpin dimasa sekarang keduanya mempunyai
esensi yang tidak jauh beda yaitu jika khalifah di angkat untuk mewujudkan
10
Kaum santri menjawab problematika sosial (Ahmad munjin nasih. S.Pd, M.Ag) hal: 82
9
perdamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, melindungi hak-hak
masyarakat, dan menciptakan kesejahteraan sosial. maka pemilu diadakan juga
dalam rangka mengangkat seorang Presiden dan para wakil rakyat yang tugas-
tugasnya juga tidak kalah pentingnya dengan Khalifah. Semuanya dalam rangka
mewujudkan perdamaian, perllindungan akan hak-hak orang lemah, dan
menciptakan keadilan social. Dengan demikian bisa ditarik kesimpulan bahwa
antara pemilu dengan pengangkatan khalifah memiliki kasus hukum yang sama
yaitu fardhu kifayah.
Namun demikian, hukum fardhu kiifayah sebagai asal hukum pemilu ini,
suatu saat bias berubah menjadi fardhu ain bahkan haram. Persoalannya adalah
bergantung kepada keberadaan pemilu itu sendiri. Dalam kondisi normal,
mengikuti atau memilih pemimpin dalam pemilu hukumnya fardhu kifayah.
Tetapi jika misalnya pemilu dilaksanakan dalam rangka penegakan keadilan,
perwujudan kesejahteraan masyarakat, atau penggusuran anggota wakil rakyat
yang tidak amanah kepada rakyat, maka hukumnya fardhu ain. Sedangkan pemilu
yang diselenggarakan dengan cara menipulasi dalam suatu system politik yang
timpang dan hanya memberikan dukungan kepada penguasa yang dzalim atau
terpilihnya wakil rakyat yang tidak berpihak kepada rakyat maka mengikuti
pemilu seperti itu hukumnya haram.
Sebab hukum ini ada merupakan contoh dari Illah zaman yang berarti
salah satu alasan dari adanya hukum tersebut karena Illah zaman, yang jika tidak
karena masa dan tetap dengan menggunakan system kerajaan dalam menentukan
pemimpin, maka hukum ini tidak mungkin adanya.
10
Contoh selanjutnya yaitu Transpalantasi (pencangkokan anggota tubuh)
yang kasus ini merupakan salah satu temuan baru di bidang kedokteran. Ia
merupakan pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat
untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan
baik. Atau dengan kata lain transpalantasi merupakan pencangkokan organ tubuh
orang lain kepada orang lain yang dalam keadaan sakit.
“Sungguh telah kami ciptakan manusia dalam keadaan yang paling sempurna”
11
وال تلقوا بأيديكم ألى التهلكة
Demikian juga hadits nabi yang diriwayatkan oleh Imam ibnu Majah dari Ummu
Salamah
"Dosa melukai tulang orang yang sudah mati, sama halnya dengan dosa melukai
tulang orang yang masih hidup”
أما األدمي فوجوده حينئذ كالعدم كما قال الحلبي على المنهج ولو غير محترم كمرتد وحربي فيحرم الوصل
به ويجب نزعه
“ adapaun manusia (yang masih hidup) ketika itu keberadaanya sama dengan
mereka yang sudah mati, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Halabi dlam
Al-Manhaj, Meskipun mereka bukanlah orang terhormat, seperti orang murtad
dan kafir harby, maka menyambung (tulang) mereka adalah haram dan harus
melepaskannya”.
12
“ Allah tidak menurunkan penyakit kecuali Dia telah menyedikan
obatnya” (H.R Imam Bukhori)
فإن هللا لم يضع داء إال وضع له دواء غير داء واحد الغرم.تداووا عباد هللا.
“ Hendaklah kalian mencari pengubatan wahai hamba Allah, karena
Allah tidak menciptakan suatu penyakit kecuali Dia telah menyediakan
obatnya. Kecuali penyakit yang satu ini yaitu Tua.” (H.R. Abu daud).
Manusia tidak diperbolehkan membunuh dirinya sendiri atau membiarkan
orang lain meninggal dunia. Sebagaimana firman Allah
وال تقتلوا أنفسكنم
“ janganlah kalian membunuh diri klian sendiri” (Q.S An Nisa; 29)
وال تقتلوا النفس التي حرم إال باالحق
“Dan janganlah kalian membunuh seseorang yang telah Alah haramkan
atasnya keuali dengan benar” (Q.S Al-Isro’; 33).
Oleh karena itu dalam kasus ketika tranpalantasi merupakan sesuatu yang
sangat dibutuhkan demi kesinambungan kehidupan manusia, maka hal itu menjadi
suatu yang di perbolehkan. Meskipun demikian jika transpalantasi justru akan
membawa mudharat yang lebih besar terhadap pendonor, seperti keselamatan
jiwa, maka hal itu tidak diperbolehkan. Hal ini tampak bahwa maslahah pendonor
lebih penting daripada maslahah pada diri resipien (orang yang
menerimadonor).jadi kesehatan dan keselamatan pendonor menjadi prioritas
utama dalam pelaksanaan transpalantasi, jika karena transpalantasi fungsi fisik
pendonor akan terganggu atau berakibat pada kesehatahan jiwanya maka hal itu
dilarang, sekalipun hal itu berakibbat pada kematian orang lain.
13
bukan untuk menjaga kelangsungan hidup, maka hal itu tidak dibenarkan,
meskipun tidak ada resiko apapun pada diri pendonor. Hal ini berkaitan erat
dengan kehormatan manusia sebagai makhluk yang paling mulia.
Berkaitan dengan transpalantasi ini ada beberapa hal yang yang penting yaitu
14
Dinamika atau tahapan dalam pembaharuan Fiqh khususnya di Indonesia
merupakan sesuatu yang pasti ada dalam pembaharuan tersebut, karena Fiqh
itu berkembang dan hukum tersebut di perbaharui tidak semena-mena
ditentukan dan ditetapkan, melainkan melihat dan mempertimbangkan banyak
hal. Antaranya Istihsan, Maslahah mursalah, Urf dan Illah zaman, yang dalam
semua itu tidak akan luput dari Qiyas, baik mengqiyaskan suatu hukum pada
hukum yang lain, ataupun menetapkan suatu hukum berlandasan kebiasaan
yang tidak ada Nash khusus dalam Al-Qur’an atau Hadits dan juga tidak ada
larangan dalam pelaksanaannya dari Ulama’. Seperti halnya Ijab Qobul dalam
jual beli yang belakangan ini seakan akan tidak lagi terdengar pada setiap
pembeli ataupun penjual dan itu sudah menjadi kebiasaan di halayak umum,
menanggapi hal itu para Ulama’ Fiqhiyah tidak ada yang merespon baik itu
melarang ataupun mengeluarkan pendapat, maka kesimpulan dari
pembaharuan hukum ini yang jika kita kaji dari hukum Urf yaitu pekerjaan
yang sudah menjadi kebiasaan pada suatu kalangngan dan tidak ada respon
dari para Ulama’ yang berhak menentukannya, maka diamnya para Ulama’
dianggap setuju dan dijadikan dalil sebagai ijma’ akan keberlangsungan adat
tersebut.
Adapula hukum yang pada hukum awalnya dilarang akan tetapi setelah
bergulirnya zaman dan setelah mempertimbangkan banyak aspek serta
berlandaskan dalil-dalil baik itu Al-Qur’an, Hadits ataupun kaidah-kaidah
yang ada dalam Usul fiqh maka hukum itu kadang bisa berubah tergantung
pengaplikasian pekerjaan tersebut, karena pengaplikasian tersebut yang akan
menunjukkan hukum itu sendiri, seperti hukum transplantasi yang sudah di
bahas pada bab sebelumnya.
15
Arab, dan pasti hasil Ijtihad mereka menyesuaikan dengan apa yang ada di sekitar
mereka dulu tampa melihat adat dan cara hidup kita yang berbeda dengan mereka.
Akan tetapi setelah adanya pembaharuan tersebut di negara kita, kita sebagai
Muslim bisa dengan lega dan santai beraktifitas tanpa adanya kejanggalan dalam
hukum pekerjaan yang kita lakukan, karena kebanyakan para Ulama’-Ulama’
Fiqh di Indonesia sudah memberikan arahan pada kita untuk kebutuha kita dalam
Ibadah amaliyah.
16
BAB
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pembaharuan Fiqh di Indonesia di lihat dari Istihsan tidak akan jauh dari
peng qiyasan suatu hukum asal pada hukum kedua dengan
mempertimbangkan beberapa aspek sesuai kebutuhan. Antaranya Istihsan bin
Nash, Istihsan bil Ijma’ dll.
2. Pembaharuan Fiqh di Indonesia di lihat dari Maslahah Mursalah merupakan
penetapan suatu kasus yang tidak terdapat nash khusus dalam Al- Qur’an
ataupun hadits sehingga penetapan kasus ini sesuai dengan kemaslahatan
bersama, dengan syarat tidak ada yang merasa di rugikan dan memang karena
kebutuhan dan kemaslahatan bersama.
3. Pembaharuan Fiqh di Indonesia di lihat dari adat Isti’adat merupakan
penetapan suatu kasus yang sering terjadi di suatu kalangan yang pada hukum
awalnya merupakan syarat atas sahnya suatu pekerjaan, akan tetapi melihat
kebiasaan penduduk yang seakan akan menghapus salah satu syarat tersebut
juga tidak ada larangan dari Ulama’ akan berlangsungnya kasus tersebut.
Sehingga disimpulkan bahwa diamnya para Ulama’ atas kausu ini merupakan
persetujuan mereka.
4. Pembaharuan Fiqh di Indonesia di lihat dari Illah zaman merupakan
penetapan suatu kasus yang sebelumnya tidak ada keterangan khusus dalam
pedoman Islam khususnya Fiqh akan tetapi sesuai berkembangnnya masa
sehingga pembahaan dan penentuan hukum tesebut sangantlah dipandang
urgent. Jadi penetapan kasus disini tidak akan jauh dari peng qiyasan,
Istihsan, maslahah mursalah dll dengan berlandasan dalil-dalil yang bisa
menarik dan menyimpulkan kasus tersebut sesuai kesepakatan Ulama’ dan
pandangan Fiqh.
5. Pembaharuan Fiqh di Indonesia di lihat dari dinamika pembaharuan dan
dampak positifnya bagi Indonesia merupakan suatu komponen untuk menuju
ketetapan suatu kasus dimana di dalamnya telah tertera beberapa
17
petrimbangan dari berbagai aspek, adapaun dampaknya bagi Indonesia
khususnya penduduk Indonesia merupakan kebahagiaan yang bisa
mengantarkan penduduknya pada kemudahan beraktifitas serta tidak usah
risau lagi mengenai pandangan fiqh terhadap aktiftas tersebut karena Ulama’
sudah menetapkan dan menghasilkan hasil Ijtihad yang sangat positif bagi
Indonesia khusunya, melihat kebiasaan mujtahid mujtahid terdahulu yang
kebanyakan lahir di kalangan arab serta kebiasaan dan hasil ijtihadnya pun
kadang berbeda dengan kebiasaan dan kebutuhan kita untuk menentukan
suatu masalah.
B. SARAN
Setelah menyelasaikan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami menyarankan untuk
pemakalah selanjutnya yang ingin membsahas tentang pembaharuan fiqh di
Indonesia khususnya agar lebih banyak lagi mengkaji dan mengambil dari
berbagai sumber, agar makalah yang akan di tulis lebih komplit dan detail
serta tidak ada kesalah fahaman bagi para pembaca.
18
DAFTAR PUSTAKA
Kaum santri menjawab problematika sosial (Ahmad munjin nasih. S.Pd, M.Ag)
19