Anda di halaman 1dari 6

Pertemuan I : 15 Juli 2019 Mushola an-Nur BRD

Biografi Imam Nawawi ad-Dimasyqi

A. Nama dan Nasabnya

Al-Imam al-Allamah Abu Zakaria Yahya bin Syarof bin Murriy bin Hasan bin Husain bin Muhammad
bin Jum’ah bin Hizaam An-Nawawi,.al-Hizami ad-Dimasyqi atau lebih dikenal sebagai Imam Nawawi, adalah
salah seorang ulama besar mazhab Syafi'i. Ia lahir di desa Nawa, dekat kota Damaskus, pada bulan Muharam
tahun 631 H dan wafat pada tahun 24 Rajab 676 H dalam usia 45 tahun. Kedua tempat tersebut kemudian
menjadi nisbat nama dia, an-Nawawi ad-Dimasyqi.

Imam Nawawi pindah ke Damaskus pada tahun 649 H dan tinggal di distrik Rawahibiyah. Di tempat ini
dia belajar dan sanggup menghafal kitab at-Tanbih hanya dalam waktu empat setengah bulan. Kemudian dia
menghafal kitab al-Muhadzdzabb pada bulan-bulan yang tersisa dari tahun tersebut, di bawah bimbingan Syaikh
Kamal Ibnu Ahmad.

Semasa hidupnya dia selalu menyibukkan diri dengan menuntut ilmu, menulis kitab, menyebarkan ilmu,
ibadah, wirid, puasa, dzikir, sabar atas terpaan badai kehidupan. Pakaian dia adalah kain kasar, sementara serban
dia berwarna hitam dan berukuran kecil.

Ketika usia 7 tahun, nawawi kecil pernah terbangun pada malam hari lalu membangunkan ayahnya
seraya bertanya, “Ayah, cahaya apa ini yang memenuhi rumah kita?” sang ayah dan seisi rumah bangun namun
tidak melihat cahaya apapun. Setelah itu mereka baru sadar bahwa malam itu adalah malam 27 ramadhan. Kisah
di thabaqat syafi’iyah kubra

Syekh Yasin bin Yusuf al-Marakisyi 1 pernah lewat desa nawa dan melihat nawawi dipaksa untuk
bermain bersama teman-teman sebayanya yang kala itu berusia 10 tahun. Akan tetapi nawawi menolak dan
berlari meninggalkan teman-temannya. Lalu ia menyendiri di toko milik ayahnya, membaca al-qur’an sambil
menangis. Syekh Yasin pun berkata kepada Guru ngajinya nawawi, “Jagalah (nawawi), karena kalau sudah
dewasa ia akan jadi ulama hebat.”

B. PERJALANANNYA DALAM MENUNTUT ILMU

Sejarah hidup An-Nawawi termasuk di antara “ayat Allah” tentang berkahnya waktu dan umur seorang
hamba. Beliau sendiri bertestimoni bahwa memang ada “campur tangan Allah” yang membuat waktu, aktivitas
dan umurnya menjadi penuh berkah, efektif dan efisien”. Beliau berkata,

‫ وأعانين عليه‬،‫ واشتغايل‬،‫وبارك اهلل يل يف وقيت‬


“Allah memberkahi waktu dan kesibukan saya. Dia juga membantu aktivitas saya …(Tuhfatu Ath-
Tholibin, hlm 50)

Pada usianya yang ke-19 tahun, sang ayah melihat lingkungan di Nawa sudah tidak dapat lagi
mencukupi kebutuhan ilmu anaknya. Maka ia memutuskan untuk membawanya ke madrasah ar-Rawahiyyah di
pojok timur Masjid Al-Jami’ al-Umawiy di Damaskus. Ketika itu Damaskus merupakan salah satu daerah yang
menjadi pusat kajian ilmu.

1
. Yasin bin Abdullah al-Muqri’, ulama yang punya karamah, meninggal dalam usia 80 tahun (w 687 H) dan sudah berhaji
sebanyak 20 kali. Lihat kitab Bidayah wan nihayah dan Syudzurat adz-dzahab.
1
Beliau sangat tekun dalam menuntut ilmu. Selama 2 tahun di sana ia senantiasa belajar siang dan malam,
sampai-sampai ia tidak tidur kecuali karena ketiduran ketika belajar. Dan waktu-waktunya ia habiskan untuk
mendalami ilmu dan menghafal berbagai kitab.

Imam Nawawi menceritakan tentang dirinya sendiri, ia berkata “Ketika usiaku telah mencapai 19 tahun,
ayahku membawaku pindah ke Damaskus pada saat beliau (ayahnya) berusia 49 tahun. Di sana aku belajar di
Madrasah Rawahiyyah. Selama kurang lebih 2 tahun di sana, aku jarang tidur nyenyak; penyebabnya, tidak lain
adalah karena aku sangat ingin mendalami semua pelajaran yang diberikan di Madrasah tersebut. Aku pun
berhasil menghafal At-Tanbih (red: at-Tanbiih fii Furuu’isy-Syaafi’iyyah, karya Abu Ishaq asy-Syirazi) kurang
lebih selama 4,5 bulan.

Selanjutnya, aku berhasil menghafal sekitar seperempat dari kitab Al-Muhadzdzab bagian ibadat di sisa
bulan berikutnya dalam tahun tersebut. Aku juga banyak memberikan komentar dan masukan kepada syaikh
kami, Ishaq Al-Maghribi. Aku juga sangat intens dalam bermulazamah dengannya. Beliaupun lalu merasa
tertarik kepadaku ketika melihatku begitu menyibukkan diri dalam semua aktifitasku dan tidak pernah
nongkrong dengan kebanyakan orang. Beliaupun sangat senang kepadaku dan akhirnya beliau mengangkatku
menjadi assisten dalam halaqahnya, mengingat jama’ahnya yang begitu banyak.”

Imam An-Nawawi memiliki wawasan ilmu dan tsaqafah yang luas. Ini dapat dilihat dari
kesungguhannya dalam menimba ilmu. Berkata salah seorang muridnya, yakni ‘Ala-uddin Ibnill ‘Aththar,
bahwa beliau setiap hari mempelajari dua belas pelajaran baik syarahnya maupun tashhihnya pada para syaikh
beliau. Dua pelajaran pengantar, satu pelajaran muhadzdzab (sopan santun), satu pelajaran gabungan dari dua
kitab shahih (Bukhari dan Muslim), satu pelajaran tentang shahih Muslim, satu pelajaran kitab Al–Lam’u oleh
Ibnu Jinni dalam pelajaran nahwu, satu pelajaran dalam lshlahul Manthiq oleh Ibnu As-Sikiit dalam pelajaran
bahasa, satu pelajaran sharaf, satu pelajaran Ushul Fiqh, dan kadang kitab Al-Lam‘u oleh Abi Ishaq dan
kadang Al-Muntakhab oleh Fakhrur Raazi; dan satu pelajaran tentang Asma’u Rijal, satu pelajaran Ushuluddin,
dan adalah beliau menulis semua hal yang bersangkutan dengan semua pelajaran ini, baik mengenai penjelasan
kemusykilannya maupun penjelasan istilah serta detail bahasanya.

Imam An-Nawawi sangat tekun dan telaten dalam mudzakarah dan belajar siang dan malam, selama
sekitar dua puluh tahun hingga mencapai puncaknya. Beliau rajin sekali dan menghafal banyak hal sehingga
mengungguli teman-temannya yang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan berkah kepadanya
dalam pemanfaatan waktu. Sehingga ia berhasil menjadikan apa yang telah disimpulkannya sebagai sebuah
karya dan menjadikan karyanya sebagai hasil maksimal dari apa yang telah disimpulkannya.

Ia Imam An-Nawawi menuliskan dalam sebuah kitabnya: “Dan aku menulis segala yang berhubungan
dengannya, baik penjelasan kalimat yang sulit maupun pemberian harakat pada kata-kata. Dan Allah
telah memberikan barakah dalam waktuku.”[Syadzaratudz Dzahab 5/355].

Pada tahun 660 H, yakni kira-kira di usia 30 tahun beliau mulai menulis sampai akhir hayatnya. Beliau
wafat pada tahun 676 H dalam usia sekitar 45 tahun. Jadi, praktis sekitar 15 tahun dari umurnya beliau habiskan
untuk menulis buku. Total seluruh karyanya 58 buah. Semuanya berkualitas tinggi. Dengan menghitung masa
belajar 11 tahun dan masa menulis sekaligus mengajarkan selama 15 tahun, berarti aktivitas ilmiah beliau kira-
kira menghabiskan waktu 26 tahun.

Dengan karya sedemikan banyak dan bermutu, ada yang pernah mencoba menghitung produktivitas An-
Nawawi dikaitkan dengan umur beliau yang pendek. Setelah dihitung, dengan jumlah karya 58 buku dengan
waktu penulisan 15 tahun, maka kira-kira dalam sehari beliau menulis rata-rata sebanyak dua kurrosah (‫)الكراسة‬.
2
Definisi kurrosah menurut Al-Mu’jam Al-Wasith adalah semacam buku kecil (booklet) yang
dicontohkan terdiri dari 10 waroqoh (‫)الورقة‬. Dalam Mu’jam Ar-Ro-id, 10 waroqoh itu kalau dalam ukuran
kertas cetak sekarang kira-kira sebanyak 8 atau 16 halaman. Jadi, satu kurrosah di zaman sekarang kira-kira
adalah seukuran penulisan satu artikel/makalah dalam jurnal. Jadi An-Nawawi (jika memakai standar penulisan
di dunia kampus pada zaman sekarang) setiap hari menghasilkan kira-kira dua artikel dalam jurnal berkualitas
internasional!

Imam Nawawi hidup dalam kezuhudan, dan tidak menikah sampai akhir hayatnya dalam usia 45 tahun.
Beliau makan dan minum hanya sekali dalam sehari. Minumnya hanya waktu sahur. Banyak diantara ulama
yang hidup menjomblo karena asik dengan ilmu yang dipelajari hingga Syekh Abdul Fatah Abu Ghudah, ulama
Suriah mengarang kitab dengan judul al-ulama’ al-uzab alladzina atsarul ilma ala azzawaj. Dalam kitab ini
beliau menyebutkan puluhan ulama yang hidup menjomblo, diantaranya adalah

1. Bisyr bin Haris al-Hafi

2. Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at-thabari

3. Ibnu Taimiyah

4. Imam Nawawi

C. Kondisi Sosial Pada Masa Imam Nawawi

Pada masa itu terjadi tragedi penyerangan terhadap kota Baghdad, ibukota Dinasti Abbasiyah oleh
tentara Tatar Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan cucu dari Jengis Khan, tepatnya pada tahun 656 H/1258
M. atau pada waktu itu Imam Nawawi berusia 25 tahun. Dalam peperangan itu banyak jiwa melayang jadi
korban. Pada 4 Februari 1258, Hulagu menerima kabar bahwa pasukannya telah memasuki Baghdad.
Pertempuran sengit terjadi di dalam kota selama sepekan. Khalifah Al-Mustasim menyerah, namun pertumpahan
darah terus terjadi. Lebih dari 500.000 bahkan sampai satu juta mayat bergelimpangan di jalanan.

Kekacauan melanda Baghdad. Pembantaian, penjarahan, pemerkosaan dan pembakaran terjadi dimana-
mana. Bangsa Mongol menjarah dan menghancurkan Masjid, perpustakaan, istana, rumah sakit, dan juga banyak
bangunan bersejarah. Perpustakaan kota Baghdad yang penuh dengan buku-buku sejarah, kedokteran dan
astronomi dan lainnya dijarah dan semua bukunya dilempar ke sungai Tigris, para saksi mata mengatakan sungai
tigris berubah warnanya menjadi hitam dikarenakan saking banyaknya buku yang terendam sehingga tintanya
luntur.

Al-Mus'tasim billah, khalifah terakhir Dinasti Abbasiyah ditangkap dan disuruh melihat rakyatnya yang
sedang disembelih dijalan-jalan dan hartanya yang dirampas. Kemudian setelah itu khalifah dibunuh dengan cara
dibungkus dengan permadani dan diinjak-injak dengan kuda sampai mati. Semua anaknya dibunuh kecuali satu
yang masih kecil dijadikan budak dan dibawa ke Mongol.

Imam Nawawi terus istiqomah dalam mempelajari ilmu-ilmu agama meskipun situasi kekhilafahan
Abbasiah diruntuhkan oleh tentara tatar. Dan apa yang dilakukan Imam Nawawi sangat tepat karena beliu faham
kondisi umat waktu itu yang perlu pembenahan di berbagai bidang. Peperangan yang berkecamuk butuh para
tentara yang kuat untuk berperang. Kitab-kitab turas yang dihanyutkan ke sungai juga membutuhkan para ulama
untuk menjaga dan mengembalikannya lagi.

3
Imam Taqiyuddin as-Subki, ayah dari Imam Tajuddin as-Subki, ketika berada di Damaskus dan menjadi
mufti di sana, beliau menyempatkan diri untuk mendatangi madrasah Darul Hadis al-asyrafiyah tempat imam
Nawawi mengajar. Kisah ini diceritakan oleh Tajudin as-subki dalam kitab Thabaqat Syafi’iyah Kubra,

)‫ على بسط هَلَا أصبو وآوي‬%... ‫َويِف َدار احلَ ِديث لطيف معىن‬

(‫ ترابا َم ّسه قدم النواوي‬... ‫)لعلي أن أمس حِب ُِّر َو ْجهي‬

Di Daarul Hadits ini terdapat makna (rahasia) tersimpan, Sehingga Aku melakukan sholat
dan mencari perlindungan di sampingnya. Tidak lain tidak bukan supaya dengan seluruh
wajahku ini dapat menyentuh tanah/tempat yang pernah disentuh oleh telapak kakinya Imam
Nawawi.

D. Guru-guru Imam Nawawi

Seumur hidupnya beliau menuntut ilmu dari banyak guru, diantaranya :

Di bidang fiqih dan ushulnya

1. Ishaq bin Ahmad bin ’Utsman al-Maghribi Al-Maqdisi, wafat pada 650 H

2. Abdurrahman bin Nuh bin Muhammad al-Maqdisi, wafat pada tahun 654 H,

3. Sallar bin aI-Hasan al-Irbali al-Halabi ad-Dimasyqi, wafat pada tahun 670 H

4. Umar bin Bandar bin Umar at-Taflisi asy-Syafi’i, wafat pada tahun 672 H

5. Abdurrahman bin Ibrahim bin Dhiya’ al-Fazari yang lebih dikenal dengan al-Farkah, wafat pada
tahun 690 H.

Di bidang ilmu hadits

1. Abdurrahman bin Salim bin Yahya al-Anbari, yang wafat pada tahun 661 H,

2. Abdul ’Aziz bin Muhammad bin Abdul Muhsin al-Anshari, yang wafat pada tahun 662 H,

3. Khalid bin Yusuf an-Nablusi, yang wafat pada tahun 663 H,

4. Ibrahim bin ’Isa al-Muradi, yang wafat pada tahun 668 H,

5. Isma’il bin Abi Ishaq at-Tanukhi, yang wafat pada tahun 672 H,

6. Abdurrahman bin Abi Umar al-Maqdisi, yang wafat pada tahun 682 H.

Di bidang ilmu nahwu dan bahasa

1. Syaikh Ahmad bin Salim al-Mishri, wafat pada tahun 664 H,

2. al-’Izz al-Maliki, salah seorang ulama bahasa dari madzhab imam malik.

Salah satu gurunya imam nawawi adalah imam Jamaluddin ibnu malik pengarang alfiah ibnu malik.
Diceritakan bahwa Imam Ibnu Malik menyebut Imam Nawawi di dalam salah satu baitnya di Alfiyah, pada
bab Mubtada Khobar, tepatnya pada kaidah bolehnya mubtada menggunakan isim Nakirah.

‫ت َزيْ ٌد َع ِاذٌر َم ِن ْاعتَ َذ ْر‬ ِ


َ ‫ إ ْن ُق ْل‬¤‫ُمْبتَدأٌ َزيْ ٌد َو َعاذٌر َخَبْر‬

4
‫َسا ٍر ذَ ِان‬ ِ
َ ‫ فَاع ٌل ا ْغىَن يِف أ‬¤ ‫َوأ ََّو ٌل ُمْب ــتَ َدأ َوالْثَّـ ـ ـايِن‬

‫ َما مَلْ تُِف ْد َكعِْن َد َزيْ ٍد مَنَِر ْه‬¤ ‫َّكَر ْه‬


ِ ‫والَ جَي وز االبتِ َدا بِالْن‬
ْ ُ ُْ َ

‫ْك َـر ِام ِع ْن َدنَا‬


ِ ‫ ورجــل ِمن ال‬¤ ‫وهل َف فِي ُكم فَما ِخلٌّ لَنَا‬
َ ٌ ُ ََ َ ْ ْ ً‫َ َ ْ ىَت‬
Yang dimaksud dengan bait bercetak tebal yang artinya, seorang lelaki mulia ada bersama kita adalah
Imam Nawawi.

Murid-murid Imam Nawawi

Tidak sedikit ulama yang datang untuk belajar ke Iman Nawawi. Di antaranya:

1. al-Khatib Shadruddin Sulaiman al-Ja’fari, 

2. Syihabuddin al-Arbadi, 

3. Shihabuddin bin Ja’wan, 

4. Alauddin Abul Hasan Ali bin Ibrahim al-Athar. Ini menulis kitab tentang biografi Imam Nawawi.

Karya-karya Imam Nawawi

Imam Nawawi meninggalkan banyak karya ilmiah yang terkenal. Jumlahnya sekitar empat puluh kitab,
diantaranya:

Dalam bidang hadits:

1. Al-Arba'in An-Nawawiyah kumpulan 40 -tepatnya 42- hadits penting yang membahas kaidah-kaidah


dasar agama.

2. Riyadhus Shalihin, kumpulan hadits mengenai etika, sikap dan tingkah laku yang saat ini banyak
digunakan di dunia Islam.

3. Al-Minhaj (Syarah Shahih Muslim), penjelasan kitab Shahih Muslim bin al-Hajjaj. Kitab ini adalah
kitab syarah Shahih Muslim yang paling besar dan terkenal. Kitab ini terdiri dari 9 jilid dan termasuk
karya terakhir beliau.

4. At-Taqrib wat Taysir fi Ma’rifat Sunan Al-Basyirin Nadzir. pengantar studi hadits.

Dalam bidang fiqih:

5. Minhaj ath-Thalibin (‫)منهاج الطالبين وعمدة المفتين في فقه اإلمام الشافعي‬. Kitab ini adalah mukhtashar (ringkasan)
dari kitab Muharrar, karya Imam Rafi’ Asy-Syafi’i. Kitab ini sangat mashyur (terkenal) dan dijadikan
sebagai sandaran dalam mempelajari madzhab Syafi’i

6. Raudhatuth Thalibin, (‫ )روضة الطالبين‬Kitab ini tergolong kitab-kitab besar yang terdiri dari 12 Jilid. Di
dalamnya, beliau membahas hukum-hukum As-Syarhul Kabir (karya Imam Rafi’ asy-Syafi’i) berikut
penjelasan cabang-cabangnya secara detail dan mengumpulkan sekaligus mengoreksi berbagai cabang
permasalahan yang semula berserakan di sana sini: Sehingga kitab ini menjadi rujukan dalam taljih,
panduan dalam tash-hih, referensi para cerdik pandai dalam mengeluarkan fatwa, dan acuan para tokoh
dalam membahas berbagai persoalan kontemporer.
5
7. Al-Majmu` Syarhul Muhadzdzab (‫)المجموع شرح المهذب‬, panduan hukum Islam yang lengkap. Kitab ini
merupakan penjelasan (syarah) dari kitab Al-Muhadzdzab karya Abu Ishaq As-Syirozi. Banyak ulama
mengakui dan memuji kitab ini, namun sayangnya kitab ini belum sempat beliau selesaikan, hanya
sampai pada penjelasan kitab riba pada jilid ke 9. Namu kitab ini kemudian diteruskan oleh As-Subki
sebanyak 3 jilid dan kemudian dilengkapi oleh Sayyid Muhammad Najib Al-Muthi’i

8. Matn al-Idhah fil-Manasik (‫)متن اإليضاح في المناسك‬, membahas tentang haji.

Dalam bidang bahasa:

9. Tahdzibul Asma’ wal Lughat.

Dalam bidang akhlak:

10. At-Tibyan fi Adab Hamalah al-Quran (‫)التبيان في آداب حمل{ة الق{رآن‬. Kitab ini membahasa mengenai adab-
adab bagi penghafal Al-Qur’an.

11. Bustanul Arifin,

12. Al-Adzkar (‫)األذكار المنتخبة من كالم سيد األبرار‬, kumpulan doa Rasulullah.

Dan lain-lain:

13. Tahdzib al-Asma ({‫)تهذيب األسماء‬.

14. Ma Tamas Ilaihi Hajah al-Qari li Shahih al-Bukhari (‫)ما تمس إليه حاجة القاري لصـحيح البـخاري‬.

15. Tahrir al-Tanbih (‫)تحرير التنبيه‬.

16. Adab al-Fatwa wa al-Mufti wa al-Mustafti (‫)آداب الفتوى والمفتي والمستفتي‬.

17. At-Tarkhis bi al-Qiyam (‫)الترخيص بالقيام لذوي الفضل والمزية من أهل اإلسالم‬.

Imam Nawawi Damaskus Imam Nawawi Banten

Yahya bin Syaraf Muhammad Nawawi bin Umar

Lahir di Nawa, Damaskus Lahir di Tanara, Serang, 1230 H/1813 M 

Muharam 631 H/1234 M

wafat pada tahun 24 Rajab 676 H/1277 M Wafat di Mekkah, 1314 H/1897 M makam
ma’la

Usia 45 tahun Usia 84 tahun

Terpaut jarak kurang lebih 600 tahun

Anda mungkin juga menyukai