Anda di halaman 1dari 135

 

 
 

 
 

i h g f emXW

qpon mlk j

} | { z y x wv u t s r

« ª © ¨ § ¦¥ ¤ £ ¢¡  ~

¸¶ µ ´ ³ ² ± ° ¯ ® ¬

 ÁÀ ¿ ¾ ½ ¼ » º ¹

٧٨ - ٧٧ :‫الحج‬ lÆÅÄ Ã
Bismillahirrahmanirrahim
Allah Azza wa Jalla berfirman yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’ dan sujudlah
kamu, sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan,
supaya kamu mendapat kemenangan, dan berjihadlah
pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.
Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak
menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah
menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu,
dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu
menjadi saksi atas dirimu, dan supaya kamu semua
menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada
tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah Sebaik-
baik pelindung dan sebaik-baik penolong.” [QS. Al-Hajj:
77-78]
 

 
 

KE
EMODER
RATAN
ISLAM
M DAN U
UMATNYA
DALAM BIN
NGKAI FIKIIH PERADA
ABAN

Uma
ar Bahauddin
n Al-Amiri
Wasathiyatul-Islam wa Ummatuhu fi Dhau`il-Fiqhil-Hadhari

Kemoderatan Islam dan Umatnya dalam Bingkai Fikih


Peradaban

Judul asli : Wasathiyatul-Islam wa Ummatuhu fi Dhau`il-


Fiqhil-Hadhari

Penulis : Umar Bahauddin Al-Amiri

Penerbit : International Moderation Center

Penerjemah:

Rozin Murtaqi

Penyunting:

Syarifuddin Ridwan

Desain Cover:

Amien Art.

Penata Letak:

Rozin Murtaqi

Yayasan Islah Bina Umat


Tentang Penulis
Umar Bahauddin Al-Amiri
Penyair yang memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan

• Dilahirkan di Kota Aleppo tahun 1918 M/1337 H


dalam lingkungan keluarga yang religius. Ayahnya
adalah seorang tokoh besar kota itu.
• Ketika masih kecil, jiwa sastranya sudah mulai
hidup dan bergelora. Perasaan seperti itulah yang
ia temukan dalam dirinya, lalu ia ekspresikan
dalam bentuk puisi.
• Setelah menyelesaikan pendidikan di bangku
SMA, ia lalu berangkat ke Perancis untuk
melanjutkan pendidikan di Universitas Sorbone. Di
sana ia mempelajari sastra dan bahasa. Ketika
kembali ke Suriah, ia langsung aktif dalam dunia
pendidikan, dan aktif sebagai pengacara setelah
meraih gelar Sarjana Hukum dari Universitas
Suriah.
• Umar Bahauddin Al-Amiri selanjutnya diangkat
sebagai Direktur di “Ma’had Al-‘Arabi Al-Islami”
di Damaskus, dan turut mengajar Psikologi dan
Ilmu Sosial di Universitas Suriah.
• Menjabat sebagai Duta Besar negaranya di
Pakistan pada tahun 1369 H/1950 M, lalu menjadi

v
Duta Besar di Kerajaan Saudi Arabia pada tahun
1373 H/1954 M.
• Masalah Palestina senantiasa mengganggu
pikirannya, dan itu pula yang membangkitkan jiwa
sastranya. Kita dapati emosi yang meluap-luap
dalam bait-bait puisinya tentang Palestina. Sebab
itu pula ia dapat merekam semua peristiwa dan
situasi yang terjadi di Palestina dalam bentuk
antologi puisi. Di antaranya: “Malhamatul Jihad”,
“Min Wahyi Filisthin”, “Malhamatun Nashr”,
“Az-Zahful Muqaddas”, “Hijaratun Min Sijjil”,
“Al-Aqsha wa Fahtul Qimmah” dan “Al-Hazimah
wal-Fajr.”
• Mengajar mata kuliah “Peradaban Islam” di
Fakultas Sastra Universitas Muhammad Al-
Khamis di Kota Fez. Ia juga menjadi Guru Besar
untuk mata kuliah “Islam dan Trend Pemikiran
Modern”, di Darul-Hadits Al-Hasaniyyah. Selain
itu, ia mengajar di Fakultas Studi Islam, dan
Program Pasca Sarjana di Universitas Rabat dan
Qarawain pada tahun 1386 H/1966 M.
• Menerbitkan puluhan antologi puisi. Di antaranya:
“Alwan Thaif”, “Al-Hazimah wal-Fajr”,
“Ma’allah”, “Asywaaq wa Isyraaq”, “Adzaanul
Qur’an”, “Najaai Muhammadiyah”, “Al-
Khumasiyyat”, “Syumu’ wad-Dumu’” dan
“Qalbun wa Rabbun”.
vi
• Menulis puisi yang penuh emosi dengan judul
“Abbun”. Sebuah antologi yang dipuji oleh Al-
‘Aqqad dalam sebuah seminarnya, “Kalaulah
seluruh puisi dikumpulkan dalam satu buku,
pastilah puisi ini diletakkan di awal, lalu diikuti
oleh puisi “Ummi”.
• Mempunyai banyak karya tulis dalam bidang
Peradaban Islam. Di antaranya “Al-Islam fil-
Mu’tarak Al-Hadhari”, “fil-Fiqhil-Hadhari”, “Al-
Khashaaish Al-Hadhariyyah fil-Islam”, “Al-Islam
fi Dhau`il Fiqhil Hadhari”, dan juga buku ini.
• Saat berada di Maroko, Umar Bahauddin Al-Amiri
jatuh sakit. Ia lalu dibawa ke Riyadh untuk
menjalani pengobatan. Beliau menghembuskan
nafas terakhirnya di Kota Riyadh, dan dikuburkan
di pekuburan Baqi’ pada tahun 1413 H/1993 H.
• Di antara yang menulis biografinya adalah
Muhammad Ali Al-Hasyimi dalam buku “Umar
Bahauddin Al-Amiri; Penyair Pengusung Nilai-
nilai Ayah yang Penyayang, Anak yang Berbakti,
dan Seni yang Otentik”. Zainab Biirah Jaikaly
dalam buku “Perempuan dalam Puisi Umar
Bahauddin Al-Amiri”. Abdurrahman Huthisy
dalam buku “Studi Puisi Al-Amiry dari buku
“Alwan At-Thaif”, dan lainnya.

vii
Pengantar Penulis
Kalau kita dan seluruh umat manusia tidak
melaksanakan kemoderatan Islam, maka kita akan masuk
ke dalam lubang besar kehancuran.
Demikian juga bila kita tidak menjadi seperti apa
yang Allah Ta’ala inginkan; tidak melaksanakan apa yang
Ia perintahkan; dan tidak mengusahakannya dengan benar
dan sungguh-sungguh, maka kita sejatinya sedang menyia-
nyiakan hak kita sebagai khalifah; sebagai umat yang
moderat, dan sebagai umat teladan.
Hal inilah yang sedang diupayakan oleh musuh
Allah Ta`ala, musuh kita, dan musuh diri mereka sendiri,
baik mereka sadari atau pun tidak.

J I H G F E D C B AmXW
lPON ML K
“Tapi Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan
mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru)
menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir
membencinya" [QS. At-Taubah: 32]
 

viii
Daftar Isi

Tentang Penulis ......................................................... v

Pengantar Penulis ...................................................... viii

Daftar Isi .................................................................... ix

Kata Pengantar .......................................................... xiii

Pendahuluan .............................................................. 1

Kemoderatan Islam dan Umatnya

dalam Bingkai Fikih Peradaban ........................... 9

Pengertian Peradaban ................................................ 10

Peradaban menurut Definisi Modern ........................ 14

Peradaban dalam Pandangan Modern ....................... 15

Peradaban Menurut Berbagai Aliran Pemikiran ....... 17

Manusia Islam Membangun Peradaban .................... 18

Pondasi Peradaban Menurut Pemahaman Islam ....... 19

Keistimewaan Peradaban Islam ................................ 22

Manhaj Kebangkitan ................................................. 23

Manhaj yang Mengantarkan kepada Pengetahuan .... 25


ix
Menentukan Jalur Luncur Peradaban ........................ 26

Merenungi Ayat Allah dalam Al-Qur`an dan

Alam Semesta ............................................................ 28

Makna Variatif, Tapi Tidak Berbeda ........................ 32

Menguatkan Iman dengan Bukti Nyata

Kekuasaan Allah swt. ................................................ 33

Fikih dalam Agama Adalah Fikih Peradaban ........... 42

Fikih Peradaban ...................................................... 45

Peradaban atau Permasalahan Umat Manusia ........... 45

Pilar-pilar Peradaban dalam Perspektif Islam ........... 45

Komponen Fikih Peradaban ...................................... 47

Islam dalam Bingkai Fikih Peradaban ...................... 51

Ajaran-ajaran Islam Sejak Diutusnya

Nabi Muhammad saw. .............................................. 55

Kesaksian Individu dan Umat ................................... 57

Kemoderatan Islam ................................................... 59

Kemuliaan dengan Menjalankan Tugas

dengan Sebaik-baiknya ............................................. 64

Istilah Umat dalam Al-Qur`an .................................. 64


x
Universalitas Islam sejak Diturunkan Pertama Kali

dan Capaiannya ......................................................... 67

Ayat “Kehendak Ilahi” dalam Al-Qur`an ................. 69

Manfaat yang Mendatangkan Pujian ......................... 78

Moderasi Peradaban .................................................. 81

Moderat dalam Tempat ............................................. 82

Pengaruh Kemoderatan dalam Penyebaran Islam ..... 85

Moderat dalam Zaman .............................................. 88

Persaksian adalah Tanggung Jawab Nurani

Kemanusiaan ............................................................. 91

Kemoderatan Sistem Perekonomian dalam Islam ..... 96

Kemoderatan Islam

dalam Bingkai Fikih Peradaban ............................ 101

Keterkaitan Manusia dengan Alam Semesta ............. 105

Kemoderatan Islam Mewujudkan Khalifah

dan Menyelamatkan Kemanusiaan ........................... 114

Hasil Akhirnya .......................................................... 116

xi
xii
Kata Pengantar
Sesungguhnya menetapkan sebuah pengertian, lalu
menjelaskan kandungannya, rambu-rambu dan segala
yang terkait dengannya adalah perkara sangat penting
pada zaman seperti ini, dimana nilai-nilai kebaikan sudah
goyah, standar nilai terganggu, petunjuk jalan menuju
keadilan, kebaikan dan toleransi kerap hilang.
Tidak diragukan lagi, kemoderatan Islam adalah
masalah yang sangat mendesak dan paling bersentuhan
dengan realitas umat Islam saat ini. Sehingga masalah ini
harus segera dicarikan bingkai syariat, logika, pemikiran,
wawasan, dan kerangka implementasinya. Demikianlah
seharusnya, karena kemoderatan agama dan umat Islam
adalah manhaj agama ini; yang akan mengantarkan umat
Islam menjadi umat terbaik; dan menjadi syarat
dibangunnya peradaban percontohan. Ketika kita sedang
terombang-ambing di antara dua kutub ekstrem, maka itu
menuntut kita untuk berhenti sejenak memperbaiki
kesalahan-kesalahan persepsi dan sikap kita.
Oleh karena itu, Kementerian Wakaf dan Urusan
Keislaman Kuwait sangat peduli terhadap masalah
kemoderatan ini. Baik dalam skala pemahaman, maupun
pada tataran implementasi. Hal ini menjadi prioritas utama
dalam agenda, program dan kegiatannya.

xiii
Di antara buah dari kepedulian itu adalah berdirinya
“International Moderation Centre”, sebagai mercusuar
yang menerangi jalan dalam membangun peradaban umat
ini. Capaian ini akan berperan penting dalam
mematangkan sistem kemoderatan yang meliputi definisi
terminologi, konsep, kaidah, dan standarnya. Dan
diusahakan pula melalui analisa pemikiran metodologis
yang dilakukan oleh berbagai kalangan ulama dan aktivis
dakwah.
Selain itu, lembaga ini juga berperan menyebarkan
visi akademik yang dibangun dengan tetap konsisten
terhadap aturan-aturan syariat yang baku (tidak berubah),
dan mempertimbangkan perubahan-perubahan zaman,
serta mengacu pada referensi yang memperkuat kesatuan
langkah, menghormati etika beda pendapat, memperluas
wilayah kesamaan, dan mendorong berdirinya kerja sama
antar manusia yang bersifat adil, benar, dan memenuhi
tuntutan interaksi positif dengan tetap mempertahankan
identitas masing-masing.
Buku serial “Ummat Moderat” yang diterbitkan
secara berkala ini adalah bentuk kontribusi para pemikir,
ulama’ dan da’i dalam memperkuat manhaj kemoderatan
yang “konsisten dengan syariat dan seiring sejalan dengan
perkembangan modern”. Harapan kami, buku ini dapat
menjadi pencerah yang mampu mengakurasi lurusnya
langkah-langkah dalam membangun peradaban dan

xiv
mengokohkan pondasinya. Dengan itu pula akan
terkumpul ide-ide dan gagasan variatif, sehingga
pemahaman kita kian matang dan langkah
implementasinya semakin beragam.
Buku ini juga mengajak para pembaca untuk turut
serta memberikan sumbangan pemikiran melalui dialog
berkualitas dan kontribusi berkesinambungan.
Allah Azza wa Jalla adalah tujuan dari semua ini,
dan Dia-lah yang memberikan petunjuk kepada kita
semua.

Prof. Dr. ‘Ishom Basyir


Sekretaris Jenderal International Moderation Centre

xv
 

xvi
Pendahuluan
Salah satu realita yang harus diterima oleh setiap
intelektual, yaitu bahwa terdapat interaksi dan
hubungan yang sangat erat antara Islam dan peradaban
yang dibangunnya di wilayah-wilayah umat Islam.
Sementara hal yang sama tidak bisa ditemukan pada
agama dan peradaban lain yang pernah ada sejak dulu
hingga sekarang.
Islam adalah agama yang dapat dianut oleh
seluruh manusia, dan dapat diterapkan di setiap tempat
di dunia ini. Karena itu, Islam memberi pengaruh
sangat kuat terhadap peradaban Islam. Peradaban ini
benar-benar mempunyai hubungan yang erat dan tulus
dengan Islam sebagai agama. Hanya ada satu peradaban
saja yang mempunyai hubungan erat dengan agama,
yaitu peradaban Islam; agama yang dibawa oleh
Rasulullah saw., sementara hal ini tidak ditemukan
dalam peradaban Budha, Khonghucu, Kristen, Yahudi,
atau lainnya. Tidak ada satupun dari agama dan
keyakinan tersebut yang mempunyai hubungan
menyerupai atau mendekati tingkat hubungan antara
agama Islam dan peradabannya. Meskipun agama
tersebut benar-benar ada, diikuti jutaan pemeluk, dan

1
bersanding dengan peradaban selama berabad-abad
lamanya.
Lalu apakah rahasia yang tersembunyi dalam
Islam? Kekuatan apakah yang dimilikinya sehingga
mampu melahirkan peradaban? Pertanyaan ini penting,
karena kita benar-benar mendapati Islam menjadi ruh
yang menghidupkan, memberikan daya sebar dan daya
kembang peradaban Islam.
Basis pertama Islam yang azali dan abadi, adalah
keyakinan kuat kepada Allah Ta’ala, yang Maha Benar,
Maha Pencipta, Maha Esa, dimana semua makhluk
bergantung kepada-Nya. Allah Maha Hidup, Maha
Kekal, tidak pernah berubah walau pun waktu dan
tempat selalu berubah. Ditambah dengan mengikuti
segala kaidah dan prinsip-prinsip syariat, yang menjadi
konsekuensi keyakinan tersebut.
Sebuah peradaban yang dibangun di atas prinsip
yang kokoh, disempurnakan dengan nilai-nilainya, dan
selalu diberi kebaikan-kebaikan, tentu akan mampu
mengajak dan mendorong umat manusia untuk
mengemban amanah, menjalankan risalah, dan
memakmurkan bumi.
Bila ragam peradaban produk manusia memiliki
dua dimensi, berupa “usia panjang” dan

2
“keberlimpahan”, maka peradaban Islam melampaui
semua itu. Ia mempunyai dimensi ketiga, yaitu
“kedalaman” yang disertai keunggulan sangat
mendasar, yaitu “keseimbangan” yang lahir dari akar
rabbani yang tidak akan pernah sirna. Sehingga ketika
terjadi badai dan bencana besar yang menahan gerak-
sebarnya, dan menghentikan arus derasnya, akar-akar
peradaban ini tetap menyimpan kekuatan untuk
membangun kembali dirinya. Itulah “karya” Ilahi yang
membuatnya demikian; memberikan kemampuan pada
peradaban ini untuk kembali tumbuh dan berkembang
untuk mempersembahkan kebaikan-kebaikannya.
Kita dapat mengatakan bahwa umat Islam saat ini
sedang menggeliat untuk segera bangkit. Itu terlihat
dari tanda-tandanya. Bahwa kebangkitan Islam saat ini
sedang dalam proses kelahirannya, dimana ada rasa
sakit, cemas, harapan dan perjuangan. Umat Islam dan
para ulama yang sadar meyakini bahwa umat Islam saat
ini sedang mengarungi medan perang yang sangat
krusial, karena hasilnya yang akan sangat menentukan;
perang mengembalikan jati diri dan memulai hidup
baru, diserta keyakinan penuh bahwa kemenangan akan
diraih. Karena umat Islam adalah umat yang Allah
Ta’ala siapkan untuk menyelamatkan manusia yang

3
sedang terseok-seok dalam peradaban materi, yang
menggiring mereka menuju jurang kehancuran.
Perjalanan hidup umat manusia yang Allah
Ta`ala telah tentukan, penuh dengan hikmah. Ia
mengakhiri diutusnya para rasul dengan mengutus
Muhammad saw. Allah Ta`ala menentukan bahwa
umat manusia akan kembali diuji di satu sisi, dan akan
diberi pengalaman di sisi yang lain. Allah Ta’ala
berfirman:

l k j i h g f e d c b a `m
٩ :‫ الصف‬l n m

“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa


petunjuk dan agama yang benar agar Dia
memenangkannya di atas segala agama meskipun
orang-orang musyrik membenci.” [QS. Ash-Shaff: 9]
Setiap kontribusi pemikiran, dakwah atau jihad
yang dipersembahkan dalam rangka merealisasikan
janji Allah ini, tentu berada di atas jalan agama yang
lurus, dan niscaya akan bertemu dengan saudara-
saudaranya yang sama-sama memperjuangkan janji
Allah Ta’ala. Yaitu perjuangan agar kita kembali
sebagaimana dahulu; umat yang moderat, umat teladan,
umat yang bahagia dan memberikan kebahagiaan.

4
Semua itu dilakukan dalam rangka melaksanakan
perintah Allah Ta’ala. Perintah yang merupakan
kewajiban individu setiap muslim.
Setelah itu, Allah Azza wa Jalla berfirman:

٨٨ :‫ ص‬l c b a ` _ m

“Dan Sesungguhnya kamu akan mengetahui


(kebenaran) berita Al-Quran setelah beberapa waktu
lagi.” [QS. Shaad: 88]
Karena amanah, risalah dan tugas masing-masing
umat Islam terhadap fikih peradaban ini, maka saya
berusaha menyiapkan berbagai macam penelitian dan
kajian tentang hal ini. Sebuah kajian singkat karena
saya tidak mempunyai kesempatan untuk
menjabarkannya secara luas, menguatkan setiap ide
dengan dalil yang memadai, dan mengembalikan setiap
pernyataan kepada sumber aslinya. Selain itu, saat ini
saya dikepung oleh kesibukan yang sangat banyak,
kondisi tubuh yang kurang sehat, dan harus menempuh
perjalanan cukup panjang.
Sebenarnya yang saya sajikan di hadapan anda ini
adalah diktat dan materi kuliah yang saya sampaikan
kepada para mahasiswa di “Dar El-Hadits El-
Husniyah”, program Pasca Sarjana Fakultas Sastra dan
Humaniora di Universitas Muhammad El-Khamis di
5
Maroko; sebuah penelitian dengan judul “Al-Khashaish
Al-Hadhariyah Lil-Islam” (Karakteristik Peradaban
Islam). Di dalamnya saya jelaskan aspek kelebihan
peradaban Islam dalam menebarkan peradaban,
sebagaimana telah saya sebutkan di atas. Karya tersebut
sudah diterbitkan dan dibagikan kepada para
mahasiswa. Setelah dikaji oleh para pakar dan
akademisi, mereka mengusulkan agar saya
mempublikasikannya dengan segera. Namun kondisi
yang saya alami dan banyaknya kendala membuat saya
tidak bisa mewujudkan keinginan mereka.
Seperti telah saya kaji dan simpulkan,
karakteristik Islam dalam membangun peradaban
sangatlah banyak. Di antara yang paling penting adalah,
bahwa Islam sangat berperan dalam mendesain ulang
manusia dari awal lagi. Islam juga bersumber dari fitrah
manusia dan selalu memenuhi kebutuhan fitrah
tersebut. Selain itu, Islam adalah agama yang
mengajak, menawarkan, dan memberikan berita
gembira; agama yang mudah dan sederhana; agama
yang bisa menampung peradaban yang luas, terbuka
dan menerima kebaikan dari siapa saja; agama yang
sempurna, seimbang dan tidak berlebihan, berdamai
dan bekerja sama dengan siapa saja, dan mengakui
nilai-nilai kebaikan universal.

6
Di antara karakteristiknya yang terbesar juga
adalah “Kemoderatan Islam dan Umatnya”, yang
merupakan hasil aplikasi manusia terhadap keinginan
Allah Ta`ala. Saya melihat adanya kebutuhan untuk
memperluas pembahasan ini karena urgensi dan
pengaruhnya yang kuat dalam kehidupan umat Islam,
baik di dunia maupun di akhirat. Saya mengupas
kemoderatan tersebut dari sudut fikih peradaban. Ide-
ide pemikirannya sudah saya sampaikan dalam
berbagai seminar. Jika ada kesempatan, saya akan
menerbitkan dan mempublikasikannya agar tema fikih
peradaban bisa dijelaskan secara lebih luas.
Allah Ta`ala adalah tujuan dari semua ini; Dia-
lah sebaik-baik Tuan dan sebaik-baik Penolong.

Umar Bahauddin Al-Amiri


Doha, Sya’ban 1406 H

7
8
Kemoderatan Islam dan Umatnya
dalam Bingkai Fikih Peradaban

Saya akan memulai buku ini dengan pembahasan


tentang “Fikih Peradaban”, yang nantinya akan menjadi
kerangka dalam menjelaskan kemoderatan agama dan
umat Islam. Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan
tentang bagaimana Islam secara umum memandang
peradaban. Setelah itu, dilanjutkan dengan pandangan
syariat Islam tentang hal tersebut.
Selesai itu semua, kita akan masuk pada
pembahasan inti, yaitu kemoderatan Islam yang
bertolak dari firman Allah Azza wa Jalla:

b a ` _ ^ ] \ [ Zm
١٤٣ :‫ البقرة‬l e d c

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu


(umat Islam), umat yang adil dan pilihan (moderat)
agar kamu menjadi percontohan bagi manusia, dan
agar Rasul (Muhammad) menjadi percontohan bagi
kalian.” [QS. Al-Baqarah: 143].

9
Sebagai permulaan, kita renungkan sejenak dua
buah kata dalam ayat di atas, yaitu kata “kami
menjadikan” dan kata “umat”. Dengan harapan, kita
bisa memahami apa yang dimaksud dengan “karya
Ilahi” sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur`an, dan
maksud dari kata “umat” yang disebutkan dalam ayat di
atas. Dari penggabungan dua kata tersebut, kita bisa
mengambil kesimpulan bagaimana sebenarnya posisi
dan urgensi kemoderatan itu sendiri, urgensi perintah
untuk moderat, dan kemuliaan apa yang dapat diperoleh
melalui kemoderatan. Sehingga kita bisa memahami
hubungan antara kemoderatan dan kepantasan
(kelayakan) sebuah umat menjadi umat percontohan
bagi seluruh manusia hingga hari kiamat. Mengapa
kemoderatan menjadi syarat mutlak untuk menjadikan
sebuah umat sebagai percontohan.
Hasilnya akan kita dapatkan pemahaman dan
pengetahuan yang obyektif, yang ternyata sesuai
dengan realitas kehidupan kita saat ini dan harapan kita
pada masa depan.

Pengertian Peradaban
Penting kiranya di awal pembahasan ini kita
membicarakan secara singkat makna kata “peradaban”,

10
agar kita tahu definisi peradaban secara umum dan
definisi peradaban Islam secara khusus.
Arti peradaban secara etimologi (bahasa) sangat
berbeda dengan makna peradaban secara terminologi
(istilah), terutama dalam kamus-kamus modern.
Secara etimologi Arab, peradaban disebut dengan
kata “al-hadharah”. Sebelumnya, kata “al-hadhirah”
bermakna kota, lawan kata “al-badiyah” (suku atau
wilayah pedalaman). Kata “al-hadhirah” kadang juga
digunakan untuk makna ibu kota sebuah negeri.
Sedangkan kata “al-hadharah” (kata yang bermakna
peradaban) bermakna tinggal atau hidup di kota.
Sedangkan secara terminologi, beberapa orang
mendefisinikan sebagai “Fenomena kemajuan dalam
bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra dan sosial pada
wilayah yang ditinggali secara permanen.” Definisi ini
disebutkan dalam “Al-Mu`jam Al-Wasith”.
Ada pula yang mendefisinikan peradaban sebagai
“Capaian menyeluruh dalam tatanan kehidupan
madani (sipil, perkotaan) dan kebudayaan. Dengan
kata lain, peradaban merupakan paket seluruh aspek

11
kehidupan dengan bentuk dan corak material-spiritual
tertentu.”1
Ibnu Khaldun, seorang pemikir Muslim,
sejarawan dan filsuf sosial, adalah pelopor dalam
penelitian peradaban dan definisinya, sesuai dengan
situasi dan kondisi berkembang pada masanya. Ia
menjelaskan, bahwa peradaban adalah “Corak
kehidupan menetap yang berbeda dengan kehidupan
kaum pedalaman (nomaden, berpindah-pindah). Dari
corak kehidupan ini terbentuklah pedesaan dan
perkotaan. Kian lama, terbentuklah model-model cara
hidup, pekerjaan, hidup bermasyarakat, ilmu
pengetahuan, industri, administrasi bidang-bidang
kehidupan, dan sistem pemerintahan.” Ia juga
memberikan definisi bahwa, “Peradaban adalah
puncak pembangunan.” Dua kata singkat yang bisa
dikatakan sebagai definisi peradaban yang paling
singkat dan jelas.2
Masih menurut beliau, bahwa “Peradaban
adalah proses alami, atau proses alih generasi yang
terjadi secara alami dalam kehidupan komunitas

                                                            
1
Sulaiman Hazin; Muqawwimaat Al-Hadharah Al-Islamiyah.
Riset yang diajukan pada Akademi Riset Islam, Cairo.
2
Muqaddimah Ibnu Khaldun, Matba`ah Adabiyah, Birut 1900 Hal
38.

12
masyarakat yang beragam.”3 Demikian pula dengan
masyarakat nomaden, namun jauh berada di awal.
Kehidupan nomaden adalah awal mula peradaban,4 dan
peradaban adalah puncak dari kehidupan nomaden.5
Pendapat Ibnu Khaldun dalam buku “Al-
Mukaddimah” dapat disimpulkan sebagai berikut,
bahwa peradaban yang tumbuh di berbagai daerah
berasal dari peradaban negara-negara maju. Peradaban
di daerah tersebut akan semakin kokoh seiring proses
interaksi yang terjadi dan kekokohan Negara tersebut.
Beliau juga menjelaskan bahwa peradaban adalah
kondisi dimana pemenuhan kebutuhan lebih dari
sekadar adanya bangunan sebagai tempat tinggal.
Kelebihan itu berbeda antara satu peradaban dengan
peradaban yang lain sesuai tingkat kemajuannya.
Demikian pula pada perbedaan jumlah; banyak atau
sedikitnya kebutuhan itu tidak dapat dibatasi.
Perbedaan itu terkait erat dengan banyaknya kreasi
dalam jenis dan bentuk dari pekerjaan mereka.
Pemahaman dan penjelasan tentang peradaban
pada masanya, menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun
adalah pelopor dalam bidang peradaban; sesuatu yang

                                                            
3
Ibid; 120
4
Ibid; 122
5
Ibid; 371

13
kita sepakati tanpa perdebatan di dalamnya. Tapi
pemahaman tentang peradaban pada masa kita sekarang
terbentang jauh lebih luas dengan segala keragaman
makna dan warnanya, lebih dari apa yang disaksikan
Ibnu Khaldun pada masanya di tengah lingkungan
dimana ia hidup. Demikian pula ketika peradaban
mengalami migrasi sosial, politik dan masyarakat sipil,
dan dari kehidupan di gurun menuju lingkungan
perkotaan.

Peradaban Menurut Definisi Modern


Dalam pemahaman umum kontemporer, kata
peradaban mempunyai makna lebih luas daripada
makna peradaban secara bahasa dan tradisi.6
Sebagian besar peneliti terutama yang
berkebangsaan Arab, mengkhususkan aspek budaya
(kultur) sebagai fenomena kemajuan pada sisi kejiwaan
dan etika, seperti agama, akhlak, falsafah, bahasa dan
seni. Demikian pula pada aspek masyarakat sipil
dengan fenomena kemajuan dari sisi materi, seperti
penguasaan sains dan inovasi-inovasi yang terkait
dengan sarana dan fasilitas kehidupan. Dari gabungan
keduanya; budaya dan masyarakat sipil, terbentuklah
peradaban.
                                                            
6
Ibid; Sulaiman Hazin

14
Para peneliti menambahkan, bahwa meskipun ada
pembatasan ini, sebagian besar peneliti menggunakan
kata peradaban pada pengertian yang lebih luas,
mencakup seluruh fenomena kemajuan dalam
kehidupan manusia, baik spiritual maupun material
pada seluruh rentang sejarahnya.

Peradaban dalam Pandangan Modern


Dr. Muhammad Khalfullah Ahmad berkata,
bahwa,7 “Bila berbicara tentang kebudayaan Islam,
maka maksud kita adalah peninggalan-peninggalan
yang bersifat ruhiyah, sejarah, falsafat, bahasa, sastra
dan seni. Sedangkan jika kita berbicara tentang
peradaban, maka kita tidak memahaminya sebagai
sekedar sejarah Islam, walau sejarah adalah kerangka
dan wadah bagi peradaban. Kita juga tidak
memahaminya hanya sebagai budaya semata, walau
hal itu adalah instrument esensial dalam peradaban.
Kita juga tidak memaknai peradaban hanya sekedar
sistem kehidupan masyarakat, teori-teori ilmiah, atau
penemuan-penemuan, walau semua itu adalah
fenomena-fenomena penting dalam peradaban. Tapi
yang kita maksud saat membicarakan peradaban
                                                            
7
Dinyatakan dalam sebuah tema “Atsar Al-Hadharah Al-Islamiyah
fi Raqyul-Basyariah” yang diajukan pada Majma` Al-Buhuts Al-
Islamiyah Cairo pada konferensi kedua.

15
adalah “Sebuah komunitas integral yang memiliki
kepribadian unik dan istimewa di antara peradaban-
peradaban besar yang dibangun oleh manusia.”
Jika kita ingin melewati batasan bahasa, maka
kita bisa mengistilahkan masyarakat sipil (madani)
pada aspek ilmu pengetahuan, penemuan ilmiah, dan
pengaruh-pengaruhnya yang bersifat materi. Sedangkan
peradaban kita perluas maksudnya hingga mencakup
aspek spiritual dan materi secara bersamaan (berarti
kebudayaan dan masyarakat sipil dengan makna yang
sempit).
Dengan pengertian “budaya” (Tsaqafah) seperti
ini, menjadi tidak sesuai dan tidak dikenal dalam “Al-
Mu’jam Al-Wasith” yang diterbitkan oleh Akademi
Bahasa di Kairo, bahwa “Kebudayaan adalah setiap
ilmu, pengetahuan, dan seni yang membutuhkan
kecerdasan di dalamnya.”
Para ahli lainnya memaknai peradaban dengan
definisi yang beragam. Mereka melihatnya dari sudut
pandang yang berbeda-beda. Misalnya Raglan dalam
bukunya “Kaifa Jaa’atil-Hadharah?” (Bagaimana
Peradaban itu Datang?) menyatakan, bahwa peradaban
adalah kebudayaan yang tertulis. Tentu akan lebih tepat
kalau dia menyebutnya sebagai kebudayaan yang
mempunyai rupa konkrit. Ia terlihat mencampurkan

16
antara peradaban umat dan sejarahnya. Sebagaimana
juga Arnold Toynbee menyatakan bahwa peradaban
adalah unit inti dan logis dalam studi sejarah.8

Peradaban Menurut Berbagai Aliran Pemikiran


Kita tidak sedang bermaksud menyebutkan
definisi-definisi menurut para ahli humaniora dari
berbagai aliran pemikiran dan kewarga-negaraan, tanpa
menyikapinya. Kita pun hendaknya menyampaikan
definisi yang disarikan dari persepsi Islam. Menurut
pendapat saya, “Peradaban bukanlah sesuatu yang
berdiri sendiri, dibentuk dengan aturannya sendiri dan
terpisah dari manusia. Sebagaimana dikatakan oleh
Heinz Paulo dalam “Fannus-Suluk As-Siyasi” (Seni
Perilaku Politik).9 Yang terjadi adalah sebaliknya,
yaitu peradaban terbentuk karena perilaku manusia,
dan bisa diubah oleh manusia. Dengan demikian
peradaban bukanlah sesuatu yang terjadi dengan
sendirinya. Ia produk manusia dan setiap orang bebas
untuk mengubahnya.”

                                                            
8
Arnold Toynbee dalam bukunya yang dicetak di Oxford; A Study
of History jilid 1 Hal: 22-44
9
Heinz Paulo: Fannus-Suluk As-Siyasi (Seni Perilaku Politik); Dar
Al-Afaq Al-Jadidah, Birut 1963

17
Manusia Islam Membangun Peradaban
Meskipun kita tidak setuju dengan pendapat
Paulo, namun secara umum kita sepakat dengannya.
Dengan begitu kita dapat menemukan perbedaan antara
peradaban Islam dari peradaban lainnya. Karena
manusia Islam yang membangun peradaban dan
mengelolanya, bersatu-padu dengan Islam. Dia adalah
bentukan Islam, dan berusaha menegakkan Islam dalam
kehidupannya. Setiap manusia Muslim memiliki
kebebasan dalam berbuat, tapi semua perbuatannya
mengacu pada dasar-dasar Islam dan persepsi
peradabannya yang berorientasi ketuhanan (rabbani).
Berdasarkan hal tersebut, maka seorang Muslim
pakar fikih peradaban tidak dapat membatasi istilah
peradaban dengan hanya menunjukkan capaian-capaian
manusia dalam bidang materi dan industri yang
merupakan hasil riil dari keahlian dan penelitian,
bahkan dari hasil kejeniusan. Karena manusia Islam
berbeda dengan manusia yang berideologi lain. Dia
mempunyai pandangan yang khusus terhadap alam
semesta, memiliki ikatan tersendiri dengan seluruh
manusia, mempunyai misi pribadi dalam berinteraksi
dengan mereka, dan memiliki tujuan yang harus dicapai
dalam hidupnya. Semua itu membuat ruang gerak
manusia Muslim jauh lebih luas daripada manusia yang

18
memiliki keyakinan dan ideologi yang berbeda dengan
mereka.
Begitulah peradaban menurut pemahaman
seorang Muslim; adalah entitas manusia yang memiliki
kepribadian yang memiliki moral dan nurani.

Pondasi Peradaban Menurut Pemahaman Islam


Banyak yang menjadi instrumen pembentuk
berdirinya peradaban Islam. Di antaranya adalah hal-
hal yang diwariskan oleh syariat Islam yang datang
silih-berganti melalui agama-agama samawi terdahulu.
Selain itu, terbentuk juga oleh kehidupan yang sedang
dijalani, yang selalu memimpikan masa depan yang
penuh kejayaan. Dan yang tak kalah penting adalah,
bahwa peradaban Islam terbentuk oleh harapan yang
merambah jauh ke depan, dipenuhi oleh motivasi-
motivasi positif dan konstruktif (harapan untuk
mendapatkan masa depan yang selalu lebih baik
daripada masa sebelumnya). Harapan dan perjuangan
itu bukan hanya untuk kebaikan golongan yang
memperjuangkannya, tapi juga bagi seluruh manusia.
Karena dengan hal tersebut umat Islam layak untuk
menjadi khalifah di atas bumi ini. Semua itu dilakukan
untuk mendapatkan ridha Allah Azza wa Jalla.

19
Berdasarkan semua itu, maka definisi peradaban
yang menurut kami paling ideal adalah:
“Merealisasikan tujuan diciptakannya manusia, yaitu
untuk memakmurkan bumi seraya mengharap
keridhaan Allah swt., sesuai dengan sunnatullah di
alam semesta, dilakukan dengan penuh kesungguhan
yang menjadi bukti kelayakan manusia sebagai
khalifah.”
Sedangkan menurut saya, definisi peradaban
Islam adalah: “Entitas umum manusia yang dibangun
oleh umat Islam, tetap berada dalam petunjuk agama
Islam, mulai dari dasar kehadirannya hingga masa
perkembangannya.” Definisi ini kandungannya sesuai
dengan definisi-definisi yang diberikan oleh para
peneliti lain, meski terdapat perbedaan dalam
redaksinya.
Misalnya, Dr. Sulaiman Hazin yang
mendefinisikan peradaban Islam dengan mengatakan,
bahwa10, “Peradaban Islam adalah hasil dari sejarah
kehidupan kaum Muslimin di atas negeri-negeri mereka
yang terletak pada bagian tengah bumi, diapit wilayah
dingin yang dihuni sebagian besar pemeluk agama
Kristen, dan wilayah khatulistiwa yang dihuni sebagian

                                                            
10
Muqaddimah Ibnu Khaldun, Matba`ah Adabiyah, Birut 1900 Hal
38.

20
besar penganut animisme dan pemeluk agama
lainnya.”
Terlihat jelas dalam definisi di atas, bahwa secara
khusus beliau menitikberatkan definisi peradaban pada
aspek sejarahnya, dan memandang lembaran-lembaran
peradaban Islam dalam ruang lingkup historis dan
geografis.
Sedangkan Dr. Muhammad Khalfullah Ahmad
mendefinisikan peradaban Islam11 dengan mengatakan,
“Peradaban yang dibangun dengan dasar agama
Islam, pokok ajarannya yang utama diambil dari Al-
Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw.”
Beliau menjelaskan bahwa, karena Islam adalah
agama yang mempunyai karakteristik dalam
membangun peradaban, maka realitas peradaban Islam
menunjukkan bahwa pilar-pilar dasar dan utamanya
diambil dari Islam, bukan dari yang lain. Kemunculan
Islam di semenanjung Arab dan sekitarnya sudah
didahului peradaban yang lebih tua. Di negara-negara
yang dicapai dakwah Islam pun sebelumnya sudah
terdapat peradaban yang bersifat lokal. Walau pun
demikian, Islam mampu memberikan corak dan warna

                                                            
11
“Atsar Al-Hadharah Al-Islamiyah fi Raqyul-Basyariah”
penelitian yang diajukan pada Majma` Al-Buhuts Al-Islamiyah
Cairo pada konferensi kedua .

21
yang sama pada semua wilayah tersebut, baik dalam hal
pemikiran agama, kehidupan, interaksi sosial, politik
dan sebagainya. Sehingga terdapat sisi kesamaan di
antara seluruh umat Islam di wilayah-wilayah yang
berbeda diberbagai penjuru dunia.

Keistimewaan Peradaban Islam


Menjadi jelas bagi kita melalui keterangan di
atas, bahwa peradaban Islam –sebagaimana kaum
Muslimin telah memperlihatkan contoh riil tentang
sebuah peradaban- memiliki perangkat dan komponen
yang sama dengan peradaban lainnya. Namun
komponen-komponen tersebut mendapatkan porsi dan
prioritas yang berbeda, agar sesuai dengan identitas
peradaban Islam. Selain itu, kita juga mengetahui
bahwa peradaban Islam bisa melangsungkan
kehidupannya sepanjang kehidupan manusia masih ada.
Faktor-faktor yang membuat peradaban Islam
bisa berumur panjang adalah karena sesuai dengan
fitrah manusia; menyediakan semua hal yang
dibutuhkan fitrah manusia; dan bisa terus berkembang
sesuai perkembangan fitrah manusia yang selalu
menginginkan idealisme. Dengan kata lain, di samping
mempunyai kemampuan untuk berkembang, menyebar,
dan memberikan kontribusi, peradaban Islam juga

22
selalu menjaga keremajaannya. Dengan sifat
keremajaan inilah, peradaban Islam bisa terus bertahan
dalam kehidupan yang selalu memunculkan hal-hal
baru pada setiap zamannya.
Adapun ketika mengalami stagnasi yang
disebabkan kondisi dan faktor-faktor yang tidak bisa
dikendalikan, peradaban ini tetap mempunyai
kehidupan pada akarnya. Akar inilah yang selalu
bergelora menanti, bahkan berusaha untuk menciptakan
kesempatan untuk tumbuh kembali. Kebangkitan Islam
yang sering kita sebut tidak lain adalah gejolak dan
loncatan peradaban yang berusaha untuk
mengembalikan umat Islam pada alur peradabannya
sebagai Risalah Rabbani. Hanya saja, masa
kebangkitan itu hanya akan menjadi harapan dan cita-
cita belaka bila tidak ada upaya dan amal untuk
merealisasikan serta menghadirkannya dalam
kehidupan sesuai manhaj fikih peradaban.

Manhaj Kebangkitan
Sekarang kita sampai pada pembahasan fikih
peradaban yang akan kita jadikan sebagai ruang
lingkup pembahasan kita tentang kemoderatan Islam.
Perlu diingat bahwa:

23
a. Istilah fikih peradaban adalah hal baru dalam
metode penelitian, ilmu, pemahaman, dan
perilaku.
b. Fikih peradaban memberikan jaminan untuk
mendapatkan kebenaran yang nyata, dan dalam
menjalankan kehidupan dengan baik.
Mengetahui kebenaran adalah hal yang bisa
menunjukkan kepada kita rahasia kehidupan;
bagaimana menjalankannya, apa yang
ditargetkan, dan tujuan yang harus dicapai.
Mengetahui kebenaran juga akan menunjukkan
kepada kita kedudukan manusia dalam kehidupan
dunia; bagaimana kemuliaan dan kelayakannya,
seberapa besar kekuasaannya, apa kewajiban dan
tanggung-jawabnya, bagaimana menjalankan
kewajibannya, bagaimana memanfaatkan dan
menikmati kekuasaannya.
Karena itulah, mengetahui kebenaran adalah hal
yang sangat urgen dan wajib adanya. Bahkan
pengetahuan ini berhubungan dengan eksistensi
kehidupan itu sendiri tanpa dapat dipisahkan; tak
terpisah dari hakikat dan kemanfaatannya.
Pengetahuan ini penting untuk menguak
kehidupan yang eksistensinya dapat menunjukkan
keberadaan Allah swt.; dan juga penting untuk

24
mengetahui sunah-sunah Allah swt. dalam
kehidupan.

Manhaj yang Mengantarkan kepada Pengetahuan


Manhaj yang paling ideal dan paling mampu
mengantarkan manusia kepada pengetahuan ini sudah
selayaknya kita gali dan dalami. Setelah itu, manhaj ini
harus diikuti dengan penuh keseriusan. Karena manhaj
ini tidak bisa dipisahkan dari pengetahuan itu sendiri,
baik dalam menemukan kaidah-kaidahnya maupun
dalam membahas masalah-masalahnya.
Setiap studi tentang suatu peradaban, baik yang
membahasnya secara global atau pada satu masalah
yang terdapat di dalamnya, tidak akan berhasil tanpa
pengetahuan, pemahaman, dan penguasaan yang
memadai. Karena semua itu akan membantunya dalam
memahami apa yang sedang dikaji, dan
membandingkannya dengan yang lain. Pengetahuan,
pemahaman dan penguasaan itu juga akan
membantunya melihat dengan baik, dalam dan detail.
Pengkaji akan bisa membedakan antara kaidah umum
dan hukum pada masalah yang bersifat khusus, perkara
yang sudah ada sebelumnya atau yang baru muncul.
Dia akan dapat mengetahui dengan benar bagaimana
peristiwa itu terjadi dan faktor-faktor penyebabnya

25
sesuai dengan konteks tempat, waktu, dan manusianya.
Dia akan merenungkan hal-hal yang butuh perenungan,
sehingga ia pun tahu kejadian tersebut serta efek yang
ditimbulkannya, serta berbagai peristiwa dan faktor
penyebabnya. Sehingga ketika menyimpulkan, hasilnya
akan benar dan jelas. Sehingga dia pun akan
mendapatkan orientasi yang benar.
Seorang pakar peradaban yang bijak tidak akan
menjadikan penelitiannya berhenti hanya sebagai
penelitian belaka. Karena dalam kehidupan ini manusia
adalah poros yang hidup, dinamis, pembangun dan
kontributif. Demikian pula alam semesta yang Allah
Azza wa Jalla tundukkan untuk kemashlahatan mereka.
Semua itu digunakannya untuk menjalani kehidupan
mereka sebagai manusia yang mendapatkan amanah,
bertanggung jawab, inovatif, bertumbuh, dan memberi
ke jalan yang lurus.

Menentukan Jalur Luncur Peradaban


Seorang pakar peradaban yang bijak harus
menjadikan tujuan penelitiannya sebagai kontribusi
bagi kehidupan manusia, yang mengajarkan pada
mereka bagaimana berakhlak yang benar. Itu menjadi
sumbangan baru yang bermanfaat. Begitulah
seharusnya hasil dari sebuah penelitian, sekaligus

26
menjadi pelajaran yang diambil dari berbagai
pengalaman peradaban-peradaban sebelumnya. Hal
tersebut akan membantunya dalam menentukan jalur
luncur paling ideal menuju peradaban gemilang di masa
yang akan datang.
Segala yang telah saya lalui dalam kehidupan ini
kemudian melahirkan dalam diriku keinginan sangat
kuat untuk terus menguak manhaj yang benar dan jelas,
yang dapat kujadikan sebagai pegangan, baik dalam
menjalankan studi, penelitian, mau pun dalam bersikap.
Keinginan itu semakin besar ketika jalan hidupku
beralih dari perjuangan di jalur politik ke dunia
akademik di salah satu universitas di Maroko. Saat itu
saya diundang kesana pada tahun 1386 H, lalu ditunjuk
sebagai guru besar untuk mata kuliah “Islam dan Trend
Pemikiran Modern” di Darul Hadits Al-Hasaniyah
(program pasca sarjana di Universitas Al-Qarawain) di
Rabat.
Beberapa waktu kemudian, saya juga diminta
untuk mengajar Peradaban Islam selama dua tahun di
Fakultas Sastra dan Humaniora di Fez. Saya berusaha
mengambil materi mata kuliah ini dari Al-Qur`an dan
ilmu-ilmu Islam yang otentik. Itulah yang membuatku
kian bersemangat mendalami hal ini.

27
Merenungi Ayat Allah dalam Al-Qur’an dan Alam
Semesta
Biasanya saya menuliskan penelitianku di pagi
hari yang cerah kala udara masih sejuk. Pada saat-saat
seperti itu saya banyak merenungi ayat-ayat Allah, baik
yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun yang ada di
alam semesta. Dan betapa jiwaku merasakan
ketenangan dan kelapangan saat kusenandungkan
firman Allah Ta’ala:

l ´ ³ ² ± ° ¯m
“Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-
tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka
memahami(nya)".12
Saya coba mengkaji dan merenungkan secara
mendalam kata dalam Al-Qur’an yang terbentuk dari
huruf (fa-qa-ha). Saya berusaha mencari hubungan
antara ayat-ayat tersebut, lalu menarik kesimpulan:

l s r q pm
“… tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih
mereka…”13

                                                            
12
QS. Al-An`aam: 65
13
QS. Al-Isra`: 44

28
l j i h g f e dm
“Mereka berkata: "Hai Syu'aib, kami tidak banyak
mengerti tentang apa yang kamu katakan itu …”14

l º ¹ ¸ ¶ µ ´ ³ ²m
“Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya
mereka mengerti perkataanku.”15

l Õ Ô Ó Ò Ñ Ð Ïm
“Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik)
hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit
pun?”16

l d c b a `m
“Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda
kebesaran Kami kepada orang-orang yang
17
mengetahui.”

l M L K J Im

                                                            
14
QS. Huud: 91
15
QS. Thaha: 27-28
16
QS. An-Nisa`: 78
17
QS. Al-An`aam: 98

29
“Mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)
…”18.

l j i h g f e d c bm
“Niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari
pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu
kaum yang tidak mengerti.”19

l y x w vu t s r q m X W
“Katakanlah: "Api neraka Jahannam itu lebih sangat
panas(nya) jika mereka mengetahui.”20.

l K J I H G Fm
“Dan hati mereka telah dikunci mati, maka mereka
tidak mengetahui (kebahagiaan beriman dan
berjihad.”21

l z y x w v u tm

                                                            
18
QS. Al-A`raaf: 179
19
QS. Al-Anfaal: 65
20
QS. At-Taubah: 81
21
QS. At-Taubah: 87

30
“Allah telah memalingkan hati mereka disebabkan
mereka adalah kaum yang tidak mengerti.”22

l ³ ² ± ° ¯ ® ¬ «m
“Dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum
yang hampir tidak mengerti pembicaraan.”23

l Û Ú Ù Ø × Ö ÕÔ Ó Ò m
“Mereka akan mengatakan: "Sebenarnya kamu dengki
kepada kami". bahkan mereka tidak mengerti
melainkan sedikit sekali.”24

l t s r q pm
“Yang demikian itu karena mereka adalah kaum yang
tidak mengerti.”25

l ® ¬ « ª © ¨ § ¦ ¥ ¤ £ ¢m
“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya
mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi)
lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak
dapat mengerti.”26

                                                            
22
QS. At-Taubah: 127
23
QS. Al-Kahfi: 93
24
QS. Al-Fath: 15
25
QS. Al-Hasyr: 13
26
QS. Al-Munaafiquun: 3

31
l x w v um
“Tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami.”27

l ¿ ¾ ½ ¼ » ºm
“Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan
(bacaan)mu, padahal Kami telah letakkan tutupan di
atas hati mereka (sehingga mereka tidak)
memahaminya, dan (kami letakkan) sumbatan di
telinganya. ….”28

Makna Variatif, Tapi Tidak Berbeda


Kata “Al-Fiqhu” pada ayat-ayat di atas
mengandung banyak makna. Ini adalah hal yang wajar
dalam bahasa Arab; satu kata mempunyai banyak
makna. Tetapi kata yang beragam itu menunjukkan arti
yang masih berdekatan. Yang perlu kita perhatikan
disini adalah kata “al-fiqhu” yang menunjukkan makna
kesadaran yang dalam, sempurna, bersumber dari hati
dan apa yang dilambangkan dengannya, yaitu hati.
Inilah yang disebut mudhghah, jika ia baik maka
seluruh tubuh akan baik; jika ia buruk maka seluruh
tubuh pun akan jadi buruk.

                                                            
27
QS. Al-Munafiquun: 7
28
QS. Al-An`aam: 25, Al-israa: 46 dan Al-Kahfi: 57

32
Menguatkan Iman dengan Bukti Nyata Kekuasaan
Allah swt.
Saya berhenti sejenak merenungkan firman Allah
Azza wa Jalla dalam surat Al-An’am: 59-65, yang
bertujuan menguatkan keimanan kepada Allah swt.
berlandaskan pada bukti-bukti nyata, mata hati yang
kuat, akal yang mampu melihat kekuasaan dan ilmu
Allah swt. yang agung dan tidak terbatas, serta
mengetahui bagaimana Allah swt. mengatur kehidupan,
bijaksana dan penuh kasih sayang. Firman Allah
Ta’ala:

Ë Ê É È Ç Æ ÅÄ Ã Â Á À ¿ ¾ ½ m
×ÖÕÔ ÓÒÑÐÏÎÍÌ
DCBA ßÞ ÝÜÛÚ ÙØ
P ON M L K J I H G F E
[ ZYXW VUTS RQ
g f e d c b a ` _ ^ ]\
v u t s rq p o n m l k j i h
ba`_~ }|{zyxw
onmlkjih gfedc

33
}|{zyxwvuts r qp
« ª©¨§¦¥¤£¢¡ ~
l µ ´ ³ ² ± ° ¯ ®¬
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang
ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia
sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan
di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur
melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh
sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak
sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz). Dan
Dia-lah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia
mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari,
kemudian Dia membangunkanmu pada siang hari
untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan,
kemudian kepada Allah-lah kamu kembali. Lalu Dia
memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu
kerjakan. Dan Dia-lah yang mempunyai kekuasaan
tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya
kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga
apabila datang kematian kepada salah seorang di
antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat
Kami, dan malaikat-Malaikat Kami itu tidak
melalaikan kewajibannya. Kemudian mereka (hamba

34
Allah) dikembalikan kepada Allah, Penguasa mereka
yang sebenarnya. Ketahuilah bahwa segala hukum
(pada hari itu) kepunyaan-Nya, dan Dia-lah Pembuat
perhitungan yang paling cepat. Katakanlah, "Siapakah
yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat
dan di laut, yang kamu berdoa kepada-Nya dengan
rendah diri dengan suara yang lembut (dengan
mengatakan, "Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan
kami dari (bencana) ini, tentulah Kami menjadi orang-
orang yang bersyukur." Katakanlah, "Allah
menyelamatkan kamu dari bencana itu dan dari segala
macam kesusahan, kemudian kamu kembali
mempersekutukan-Nya." Katakanlah, "Dia-lah yang
berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas
kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan
kamu dalam golongan-golongan (yang saling
bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu
keganasan sebagian yang lain. Perhatikanlah, betapa
Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih
berganti agar mereka memahami(nya)."29
Saya terus menelusuri ayat-ayat ini yang berisi
peringatan, ketetapan, ancaman, pelurusan,
pengungkapan bukti, penjabaran peristiwa sejarah,
penyimpulan kebenaran, memetik pelajaran dengan
                                                            
29
QS. Al-An`aam: 59-65

35
menggunakan manhaj yang benar, dan pemikiran yang
sehat.
Kemudian saya berhenti cukup lama mengkaji
kata dan maksud “ayat” (tanda-tanda kekuasaan) yang
Allah swt. datangkan kepada hamba-hamba-Nya guna
menggerakkan:

• “Hati mereka”; tempat berkumpulnya perasaan


dan emosi, yang mengendalikan perilaku mereka
dalam kehidupan ini.
• “Akal mereka” dan segala yang terkait dengannya
berupa kemampuan-kemampuannya; yang dapat
memilah dan memilih jalan kalau terdapat
perbedaan perasaan, dan menentukan sikap kalau
terdapat pertentangan emosi.
• “Iman mereka” yang kuat dan lurus; bersumber
dari fitrah yang jernih, emosi yang menggelora,
dan bukti yang jelas.
Surat Al-An’am ayat 95-99 membicarakan
tentang makhluk (ciptaan) Allah swt., kehidupan dan
kematian, tugas-tugas makhluk, karakteristik pribadi
dan spontanitasnya, dan bagaimana manusia
memanfaatkan potensi tersebut.
Ayat ini juga berbicara tentang keajaiban luar
biasa, dimana manusia berasal dari satu jiwa, tentang

36
makanan yang dikonsumsinya, dan tumbuh-
kembangnya yang dihasilkan dari kebaikan-kebaikan
alam yang berasal dari langit dan bumi. Semua itu
berlangsung dengan sistem yang akurat, tetap dan
berkesinambungan.
Semua makhluk tersebut ditundukkan Allah swt.
untuk manusia –sang khalifah- yang diwajibkan atas
mereka untuk mengetahui keagungan berbagai nikmat
tersebut, mensyukuri dan memanfaatkannya dengan
baik sebagai realisasi kehendak penciptanya; Allah
Azza wa Jalla. Itu adalah bentuk pengakuan terhadap
ke-Esaan-Nya, sebagai ibadah kepada-Nya dengan
mentaati segala perintah-Nya dan mengikuti petunjuk-
Nya, memakmurkan bumi dan mengemban amanah
Manusia –sang khalifah- melaksanakan semua itu
dengan perasaan tulus dan hati yang rela karena mereka
ingin menjadi seperti apa yang dikehendaki Allah swt.;
sebagai orang-orang yang mengetahui, pandai dan
beriman. Allah Azza wa Jalla berfirman:

N M L K J I H GF E D C B A m
[ Z Y X W V U T SR Q PO
f e d c b a ` _^ ] \
s r q po n m l k j i h g
37
_~ } | { z y x w v u t
ji hgfedcba`
vuts rqp onmlk
¡~}| {zyxw
¯® ¬ « ª © ¨ §¦ ¥ ¤ £ ¢
l¶µ´³ ²±°
“Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir
tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia
mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan
mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (yang
memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, Maka
mengapa kamu masih berpaling? Dia menyingsingkan
pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan
(menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan.
Itulah ketentuan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha
mengetahui. Dan Dia-lah yang menjadikan bintang-
bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk
dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya
Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami)
kepada orang-orang yang mengetahui. Dan Dia-lah
yang menciptakan kamu dari seorang diri, maka
(bagimu) ada tempat tetap dan tempat penyimpanan.
Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda
38
kebesaran Kami kepada orang-orang yang mengetahui.
Dan Dia-lah yang menurunkan air hujan dari langit,
lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam
tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari tumbuh-
tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami
keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang
banyak; dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai
yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (kami
keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan
yang tidak serupa, perhatikanlah buahnya di waktu
pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah)
kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang
yang beriman.”30
Seluruh ayat ini mengajak kita untuk tafakkur,
tadabur, mengkaji, memetik pelajaran dan
menghubungkannya dengan keimanan kepada Allah
Ta`ala, rasa takut kepada-Nya dan mengikuti petunjuk-
Nya sebagai hasil yang harus dicapai. Firman-Nya:

zy x w v u t s r q p o n m m
¥¤£ ¢¡~}|{

                                                            
30
QS. Al-An`aam: 95-99

39
° ¯ ®¬ « ª © ¨ § ¦
l » º ¹ ¸ ¶ µ´ ³ ² ±
“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah
menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan
dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam
jenisnya, dan di antara gunung-gunung itu ada garis-
garis putih dan merah yang beraneka macam
warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan
demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang
melata dan binatang-binatang ternak ada yang
bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya hanya ulama. Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”31
Ayat yang kami renungkan dengan sangat dalam
adalah:

 Á À ¿ ¾½ ¼ » º ¹ m X W
ÌËÊÉ ÈÇÆÅÄÃ
l ÐÏ Î Í
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya
(ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
                                                            
31
QS. Faathir: 27-28

40
golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu
dapat menjaga dirinya.”32 dan kami hubungkan dengan
sabda Rasulullah saw. yang artinya, “Barang siapa
yang Allah Ta`ala inginkan kebaikan padanya, maka Ia
akan (memberinya) pemahaman pada agama.”33
Fokus kajian kami pada kata “Tafaqquh”
(memperdalam pemahaman) pada ayat tersebut dan
berusaha menghubungkannya dengan kata “hadzar”
(peringatan) yang berada di akhir ayat sebagai hasil dari
upaya pemerdalaman ilmu.
“Al-Hadzar” (peringatan) secara bahasa berfungsi
untuk menjauhkan, memperingatkan, menakut-nakuti,
mengancam dan menyadarkan. Ia merupakan aktivitas
akal yang bersumber dari manusia yang lurus dalam
berbagai kondisi yang dihadapinya. Atau juga bisa
berasal dari upaya kehati-hatian, upaya dalam
menghadapi kejadian yang berlangsung atau persiapan
dalam menghadapi sesuatu yang akan muncul.

                                                            
32
QS. At-Taubah: 122.
33
HR. Bukhari dalam Kitab Al-Ilm Bab: Man Yuridillah bihi
Khairan Yufaqqihhu fid-Din

41
Kemudian berdasarkan pada pemahaman –
bahkan keyakinanku, bahwa kata “Ad-Din” yang
terdapat dalam kamus bahasa Arab dan pada ayat
tersebut bukanlah sebagaimana yang diungkapkan
dalam bahasa asing “Religion”. Tapi kata “ad-Diin”
jauh lebih luas, lengkap dan sempurna dari semua itu.
Ia merupakan undang-undang sebagaimana dalam
istilah kontemporer. Firman Allah Azza Wa Jalla:

ll k j i h m
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah
hanyalah Islam….”34 Ia adalah konstitusi bagi
eksistensi kemanusiaan.35

Fikih dalam Agama Adalah Fikih Peradaban


Yang dimaksud “Al-Fiqhu fid-Din” dalam ayat
dan hadits di atas bukanlah fikih tentang akidah, hukum
dan muamalah. Namun ia lebih besar dan lebih luas
dari semua itu. Karena ia adalah fikih kehidupan;
seluruh kehidupan. Itulah fikih peradaban.
Hakikat besar itu merasuk kuat dalam akal dan
sanubariku. Saya lalu membagi “fikih” dalam poin-

                                                            
34
QS. Al-Imraan: 19
35
Ad-Diin fil-Islam. Dustuur Laa Thaquus lil-Amiri. Kitab Al-
Musthahalahat Al-Arba`ah dan Risalatud-Din, Al-Maududi.

42
poin yang saling berhubungan, dan berupaya
menerapkannya pada semua penelitian yang ingin saya
selesaikan, sekaligus sebagai arahan dalam kehidupan
dengan segala pernak-perniknya. Saya pun
berkomitmen menjadikannya sebagai pencerah hingga
menjadi budaya berfikir, dan menyatu secara
spontanitas dalam kehidupanku.
Sejak mengetahui kandungan akan hal itu dan
melaksanakan tuntutannya, saya pun merasakan
urgensinya. Hingga membuatku merasa bahwa saya
harus berusaha mengajarkan dan menyebarkannya
sebagai pemenuhan atas hak Allah Ta`ala, kebenaran
dan makhluk ciptaan-Nya.
Demikianlah akhirnya, bahwa fikih peradaban
bagi saya –sebagaimana yang telah saya katakan
sebelumnya-, adalah istilah baru untuk sebuah metode
yang tepat dalam penelitian, ilmu, pemahaman dan
perilaku; memberikan bahan-bahan yang diperlukan
untuk mengetahui hakikat yang terang benderang, dan
dalam menjalani kehidupan yang lurus.

43
44
Fikih Peradaban
Pemikiran manusia yang kian terbuka terhadap
bidang kesadaran hidup memberi hasil akan pentingnya
peradaban dan pengkajiannya yang juga harus
dihubungkan dengan semua ilmu, khususnya ilmu-ilmu
humaniora.

Peradaban atau Permasalahan Umat Manusia


Realitas menyatakan bahwa peradaban dengan
berbagai definisi yang disebutkan melalui teori atau
implementasi dalam kehidupan nyata, pada masa
sekarang ini adalah pokok dari berbagai masalah
manusia di muka bumi; menyatu pada seluruh aspek
kehidupan mereka. Karena peradabanlah yang
menunaikan tujuan keberadaan manusia dalam
memakmurkan bumi, sehingga terwujudlah
kemanusiaan mereka sebagai manusia sebagaimana
unsur pembentukannya yang berasal dari tanah dan ruh.

Pilar-pilar Peradaban dalam Perspektif Islam


Peradaban dalam kerangka ini adalah sesuatu
yang keinginannya bertolak dari tanah; ada kesadaran
dan usaha untuk memakmurkan, mengatur dan

45
memperbaiki. Sementara hatinya –sesuai makna al-
Qur’an- berseri-seri seraya naik ke atas langit;
merenung, berfikir, dan mengkaji dengan ilmu dan
amal. Sehingga pijakan menuju Allah Ta`ala sesuai
dengan hukum-hukum-Nya, sebagai realisasi dari
kehendak Allah Ta’ala, menjadi khalifah di muka
bumi.
Penelitian pada fikih peradaban membutuhkan
buku khusus, dan saya sendiri telah mempersiapkan
proyek ini, sembari menanti situasi dan kondisi yang
tepat untuk menerbitkannya dengan tetap berharap pada
pertolongan Allah Azza wa Jalla.
Maksud dari penjelasan di atas yang telah saya
sampaikan secara ringkas, adalah paparan tentang
suasana yang kemudian melahirkan ide dalam
pikiranku, mengilhamiku (secara istilah) dan
menjadikannya sebagai metode dalam penelitian,
pemahaman, ilmu dan perilaku. Lalu
mengembangkannya dari apa yang telah saya
sampaikan dalam ceramah saya “Al-Islam wa Azmatul-
Hadharah Al-Insaniyah Al-Mu`ashirah.. fi Dhau’ al-
Fiqh al-Hadhari” (Islam dan Krisis Peradaban Manusia
Modern; dalam Bingkai Fikih Peradaban)36, sebagai

                                                            
36
Diterbitkan oleh Mu`assasah Asy-Syarq lin-Nasyr wat-Tarjamah
pada Muharram 1404/Oktober 1983

46
bahan diskusi bagi para pembaca, dan agar saya
memiliki usaha lebih maksimal untuk mendalami dan
memperjelas tema ini.
Siapa yang menyangka, bahwa setelah itu akan
terbentuk sebuah ilmu atau cabang ilmu tentang kajian
tematis dan aplikatif. Dan pada sisi lain saya dapat
mengupas tema Moderasi Islam setelah mengetahui
setiap hakikat yang terkait dengannya.

Komponen Fikih Peradaban


Menurut saya, komponen fikih peradaban ada
empat, yang akan saya jelaskan secara ringkas agar
tidak menyimpang dari tema utamanya. Seraya
memohon kepada Allah Azza wa Jalla semoga Ia
limpahkan taufik-Nya agar dapat menerbitkan sebuah
penelitian yang secara khusus terkait tema ini dalam
waktu dekat ini.

Pertama: Pemahaman Peradaban:


Sifat dari pengkajian peradaban secara umum
apakah deskriptif atau historis; kemudian
permasalahan, nilai-nilai dan ide-ide yang dilontarkan
dalam pembahasan dan pengkajian dari semua aspek
dari sisi asal, ciri, cabang dan semua lini yang
berhubungan dengannya dari dekat atau jauh. Semua ini

47
agar pengkajiannya utuh, dapat membuat perencanaan
yang benar sesegera mungkin, dan mampu melakukan
finishing dengan baik. Aspek ini sangat penting dan
bersifat umum untuk memahami peradaban.

Kedua: Teori Peradaban:


Kita dapat menganggapnya lebih bersifat spesifik
daripada pemahaman peradaban; karena sifatnya yang
detail, rinci dan menyatukan antara universalitas
dengan ketelitian yang bertujuan untuk memberikan
jaminan kebenaran pada kajian teoritis. Dan agar dapat
memberikan keputusan dalam melaksanakan sesuatu
yang mungkin untuk dijalankan, dan memberikan
penilaian yang lebih akurat terhadap berbagai tuntutan
permasalahan yang implementatif.

Ketiga: Kesadaran Peradaban:


Ia merupakan hasil dari dua kompenen di atas;
pemahaman dan teori; dengan jalan menempatkan suatu
permasalahan pada tempatnya yang benar dan posisinya
yang tepat; dalam hal urgensitas, kedudukan,
kepentingan dan kemungkinannya untuk diaplikasikan.
Dengan demikian kesadaran peradaban adalah untuk
mengetahui kedudukan pertanyaan dan jawabannya,
permasalahan dan solusinya, membedakan antara yang

48
pokok dan cabang, global dan parsial, dan
kesesuaiannya dengan ruang, waktu dan pelakunya.
Itulah kesadaran peradaban yang pada intinya
dibutuhkan; sebagai keistimewaan, kelayakan dan
kemampuan manusiawi. Sebagaimana juga untuk
memahami problematika peradaban melalui penelitian
yang benar dan memberi hasil yang bermanfaat.

Keempat: Perilaku Peradaban:


Ia merupakan buah fikih peradaban dari hasil olah
penelitian teoritis serta pembentukan kemampuan dan
pengalaman suatu individu menuju tahap manfaat
aplikatif; sebagai individu dan kelompok, lalu
mengimplementasikannya dalam kehidupan. Setelah itu
menempatkan metodologi pergerakan peradaban bagi
perilaku individu, kelompok dan bangsa yang
bersumber dari data berbagai percobaan, pelajaran
masa lalu, permasalan masa kini yang diadaptasikan ke
dalam realitas kekinian, dan peristiwa yang sedang
terjadi. Semua itu dilakukan demi membentuk masa
depan yang lebih baik dan bertolak dengannya melalui
landasan yang benar di atas jalan yang lurus.
Dengan begitu, perilaku peradaban berada pada
jalur dan pemikiran yang benar, serta amal yang tepat
dan bermanfaat.

49
Dalam bidang pemikiran, perilaku manusia yang
berperadaban dalam menjalankan kehidupan ini sesuai
dengan fitrahnya yang lurus dan sesuai dengan nilai-
nilai yang hakiki. Dalam hal pemikiran digunakan
untuk membedakan antara asal yang tetap dan cabang
yang senantiasa berubah, memilah-milah ide, kejadian
dan nilai-nilai baru, lalu mengarahkannya pada yang
benar dan memutuskannya apakah layak untuk
dilaksanakan atau ditinggalkan.
Pada tataran aplikasi, secara teori, perilaku
peradaban adalah menciptakan metode aplikatif yang
jauh dari pengaruh negatif dan kerancuan pemikiran,
disertai perhatian terhadap percobaan masa lalu,
kepentingan saat ini dan keinginan di masa depan tanpa
lalai, tergesa-gesa, lamban, atau menyepelekan.
Secara aplikatif, perilaku peradaban adalah
menjadikan seluruh perilaku dan perbuatan manusia
terpuji dan lurus, serta mempunyai reaksi yang tepat.
Sehingga usaha individu dapat menyatu dalam usaha
kelompok, keinginan rakyat berjalan seiring dengan
keinginan pemimpin. Dengan demikian terbentuk umat
berperadaban yang berasal dari sumber aslinya, dan
mengambil manfaat dari kontribusi umat manusia
berupa kebijakan dan pengetahuan, demi kebaikan
dirinya dan seluruh manusia.

50
Islam dalam Bingkai Fikih Peradaban
Setelah memiliki pengetahuan tentang fikih
peradaban, kini kita beranjak menuju “Islam” sebagai
agama haq yang diridhai Allah Ta`ala bagi seluruh
makhluk, pedoman hidup bagi umat manusia semenjak
mereka diciptakan; sebagai agama dan nilai-nilai luhur.

l l k j i hmXW
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah
hanyalah Islam….”37

l f e d c b a ` _m X W
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam,
Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya.”38

§ ¦ ¥ ¤ £ ¢ ¡  ~ }mXW
l ©¨
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan
selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama
yang tidak diizinkan Allah?”39

                                                            
37
QS. Al-Imraan: 19
38
QS. Al-Imraan: 85
39
QS. Asy-Syuraa: 21

51
l l k j i h g f e d c bmXW
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang
mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang Dia
diajak kepada Islam?”40
Allah Azza wa Jalla menyempurnakan nikmat-
Nya bagi seluruh hamba-Nya dengan mengutus Nabi
Muhammad saw. sebagai penutup para Nabi dan Rasul,
dan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Allah Ta’ala
berfirman:

r q p o n m l kmXW
l uts
“… pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-
Ku, dan telah Ku-ridhai Islam jadi agama
bagimu….”41
Kami akan berusaha mempersingkat pembahasan
tentang Islam; terbatas pada hal-hal yang berhubungan
dengan tema bahasan kami; dalam bingkai fikih
peradaban; pemahaman, teori dan kesadaran sebagai
pedoman kehidupan manusia yang sadar dan terarah.

                                                            
40
QS. As-Shaf: 7
41
QS. Al-Ma`idah: 3

52
Allah Azza wa Jalla berfirman:

l H G F E D C B Am
“Siapa saja yang Allah kehendaki akan memberikan
kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan
dadanya untuk (memeluk agama) Islam….)42.
Islam secara mutlak adalah agama Allah Ta`ala,
syariat seluruh Nabi dan Rasul, serta hidayah bagi
seluruh umat manusia.
Dalam “Lisanul-Arab” dinyatakan, bahwa setiap
Nabi diutus dengan Islam, meskipun terdapat
perbedaan dalam syariat-syariatnya.
Islam –secara khusus- adalah agama yang dibawa
oleh Nabi Muhammad saw. bagi seluruh umat manusia,
sebagai penutup para Nabi dan Rasul dibekali kitab dan
berpegang teguh padanya.
Sir Thomas Arnold dalam bukunya “Ad-Da`wah
ilal-Islam” (Dakwah menuju Islam) berkata, “Islam
adalah agama samawi yang dipilihkan untuk seluruh
umat manusia, kemudian diwahyukan dalam formasi
baru kepada Nabi Muhammad saw. sebagaimana
diwahyukan kepada para Nabi terdahulu.”

                                                            
42
QS. Al-An`aam: 125

53
Perasaan butuh akan agama yang ada dalam diri
manusia adalah sumber utama yang jadi petunjuk
baginya, untuk gagasan-gagasan moralnya, persepsinya
tentang manusia dan peradabannya. Agama bukanlah
hasil dari capaian akal manusia yang demikian polos
dan sederhana lalu berkembang dan mengalami
kemajuan secara bertahap, seperti karakter manusia
yang hidup pada masa awal –ini adalah klaim sejumlah
aliran materialis kontemporer-, dimana manusia pada
masa sekarang mampu mencabut agama itu dari nurani
dan jiwanya, atau menjauhkannya dari gerak
kehidupannya. Padahal agama adalah jawaban satu-
satunya bagi kebutuhan paling esensial dan mendasar
dari kebutuhan manusia normal, yang akan selalu lekat
bersamanya di sepanjang masa kehidupannya, dan
dalam berbagai situasi dan kondisi. Itulah insting
spiritual yang ditanamkan sebagai fitrah dalam diri
manusia.
Sesungguhnya kesempurnaan amalan manusia
tidak akan terwujud kecuali dengan mengikuti
petunjuk penciptanya; mengikuti perintah-Nya,
senantiasa taat dan patuh kepada-Nya. Ketaatan adalah
penyerahan tali kekang kepada orang lain dengan
penuh kepasrahan dan kerelaan.

54
Dengan demikian, Islam adalah pengadaptasian
perilaku manusia terhadap hukum-hukum dan aturan
kehidupan, sebagaimana disyariatkan Allah Ta`ala dan
dibawa oleh para Rasul. Mereka mengokohkan akidah
tauhid secara berkesinambungan, menggambarkan
rambu-rambu yang permanen untuk kebaikan dan
keburukan secara stabil dan terpahami, menjawab
kebutuhan manusia normal dengan jawaban yang bersih
dari sangkaan palsu, nafsu, penyimpangan dan
penyelewengan.

Ajaran-ajaran Islam Sejak Diutusnya Nabi


Muhammad saw.
Rambu-rambu Islam semakin jelas sejak
diutusnya Nabi Muhammad saw. bagi seluruh umat
manusia. Sang Nabi yang mempunyai kepribadian unik
sehingga dijadikan simbol bagi agamanya yang
universal, pedoman umum yang integral, sistim rabbani
yang sarat petunjuk dan mencakup seluruh aspek
kehidupan manusia. Itulah Islam:

• Akidah dan semboyannya adalah ke-esaan.


• Nabi, Rasul dan Imamnya adalah Muhammad saw.
• Wahyu dan perkataannya berasal dari wahyu Allah
Azza wa Jalla.
• Kitab pedomannya adalah Al-Qur`an yang mulia.

55
• Generasi penyebar pertamanya adalah para
mukmin Arab.
• Bangsa dan pengikutnya adalah seluruh kaum
mukminin.
• Medan dakwahnya adalah seluruh alam.
• Keyakinan akidahnya adalah kebenaran terhadap
seluruh agama-agama samawi.
• Tujuan utamanya adalah Allah Ta`ala.
• Kiblatnya adalah Ka`bah Al-Musyarrofah di
Masjid Al-Haram.
• Ucapan selamatnya adalah salam.
• Fitrah utamanya adalah kemuliaan manusia.
• Timbangan kemuliaannya adalah ketakwaan.
• Akhlaknya adalah keadilan dan kemuliaan
terhadap seluruh makhluk.
• Slogannya adalah: Allahu Akbar, Alhamdulillah
dan Al-`Izzatu lillah (kemualiaan hanya untuk
Allah Ta’ala)
Islam memiliki asas, titik tolak, persepsi dan
metode dalam administrasi, ekonomi, filsafat dan
seluruh bidang pemikiran, serta memiliki aturan sosial,
politik dan kenegaraan serta pembanunan fisik sebagai
sarana kehidupan. Agama ini juga memiliki peradaban
yang unggul dengan segala kontribusi yang

56
dipersembahkannya, disertai karakterisitik dan
keunikannya yang istimewa43.

Kesaksian Individu dan Umat


Allah Azza wa Jalla berfirman:

b a ` _ ^ ] \ [ Zm
l edc
“dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu
(umat Islam), umat yang adil dan pilihan, agar kamu
menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan)
kamu.”44
Bila kesaksian dalam suatu perkara sederhana
saja dianggap tidak sah kecuali dilakukan oleh orang
yang adil dan terpenuhinya syarat-syarat sah dalam hal
akal, ilmu, kejujuran dan kemuliaan akhlak, lalu
bagaimanakah jika saksi itu akan memberikan
kesaksiannya kepada manusia seluruhnya?
Seperti itulah umat Islam “Umat Moderat”;
pertengahan dalam segala hal; kemuliaan, kebajikan,

                                                            
43
Al-Islam wa Azmatul-Hadharah Al-Insaniyah Al-Mu`ashirah;
Umar Baha`ud-Din Al-Amiri, Dar Asy-Syarq, 1404 Hal: 35-37
44
QS. Al-Baqarah: 143

57
keseimbangan, keadilan, tujuan, akidah, aturan, syariat,
pedoman, iklim, sejarah dan letak geografis.
Sayyid Quthub dalam tafsir “Fi Zilalil-Qur`an”
berkata, “Ia adalah umat moderat yang akan menjadi
saksi bagi seluruh umat manusia, sehingga
terbangunlah keadilan dan keseimbangan,
terlaksanalah keseimbangan dan nilai-nilai luhur,
terungkaplah pendapatnya sebagai pendapat yang
diakui, demikian pula nilai-nilai, persepsi, keyakinan
dan syiar-syiarnya menjadi pembeda dengan yang
lainnya.”
Umat ini akan menjadi saksi bagi seluruh umat
manusia, dan Rasul akan menjadi saksi bagi mereka;
menetapkan timbangan mereka serta nilainya,
memutuskan hukum atas amalan dan keyakinan
mereka, menakar apa yang keluar dari mereka, lalu ia
sampaikan kalimatnya yang terakhir.
Dengan begitu maka terlihatlah hakikat dan tugas
umat ini; agar Anda tahu dan dapat merasakan
kebesarannya, menilai perannya dengan baik,
menghormati hak-haknya dengan sebaik-baik
penghormatan, dan agar Anda senantiasa siap untuk
melaksanakan tugas secara layak.

58
Kemoderatan Islam
Pilar-pilar setiap agama terdiri dari: akidah,
syariat dan perilaku. Kemoderatan Islam terlihat
pertama kali pada akidahnya; tidak terlantar akibat
ruhiyah yang menenggelamkan, dan juga tidak
terbebani oleh materialisme berlebihan yang
membuatnya kehilangan makna.
Manusia terdiri dari aspek fisik dan ruh. Adapun
akidahnya (Islam) berasal dari fitrah yang mengajaknya
dengan sebaik-baik ajakan, disertai komprehensifitas,
keterpaduan dan keseimbangan. Akidah kemudian
mewarnai syariat Islam, dan keduanya (akidah dan
syariat) kemudian mewarnai perilaku pengikutnya,
sehingga keseimbangan itu mencakup seluruh unsur-
unsur pembangun agama, yaitu perilaku yang diikuti
seluruh pemeluk agama ini. Sehingga umat Islam
menjadi umat yang moderat dalam segala hal; dalam
tampilan, isi, materi dan makna.
Umat Islam moderat dalam moral individunya
tidak pernah keras terhadap manusia dalam kehidupan
pribadinya; sehingga tidak mengharamkan dirinya dari
hal-hal baik dan dihalalkan. Allah Azza wa Jalla
berfirman:

59
Ä Ã Â Á À¿ ¾ ½ ¼ » º m
l Ë Ê É È Ç ÆÅ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu.”45 Dan firman-Nya:

l ^] \ [ Z Y X W V U T S m
“Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan
perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk
hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezki yang baik?"46.
Kemoderatan Islam juga terlihat dalam moral
sosial; tidak memberi kesempatan terbuka bebas untuk
berinteraksi dengan umat manusia, tidak keras dan
menutup diri dalam berinteraksi dengan umat lainnya.
Ia jadikan keadilan sebagai tingkatan paling rendah
dalam proses interaksi dengan sesama manusia.
Adapun keutamaan, maka itu tidak memiliki batasan
apapun.
                                                            
45
QS. Al-Qashash: 77
46
QS. Al-A`raaf: 32

60
Orang bijak berkata, “Jadikanlah keadilan
sebagai penengah antara dirimu dan musuhmu, dan
jadikanlah keridhaan sebagai penengah antara dirimu
dan temanmu.”
Allah Ta`ala berfirman:

¬ « ª ©¨ § ¦ ¥ ¤ £ ¢ m

“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap
suatu kaum mendorongmu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa.”47
Ketakwaaan adalah standar kemuliaan di antara
anak Adam, sebagaimana Allah Ta’ala muliakan
mereka sejak mula penciptaannya, atau saat Ia tiupkan
ruh-Nya ke dalam tubuh mereka. Firman-Nya:

po n m l k j i h g f e m
l { z y x w vu t s r q
“Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku

                                                            
47
QS. Al-Ma`idah: 8

61
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.”48
Allah Ta`ala juga memerintahkan untuk berlaku
tegas dalam membela kebenaran dan keras terhadap
orang-orang yang menolak kebenaran. Allah Ta’ala
berfirman:

l K J I H G F E DC B A m
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang
yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama
mereka.”49 Ada nuansa “keras” dalam ayat ini. Tapi itu
untuk kebenaran dan kepada mereka yang menolak
kebenaran. Namun pada intinya terkandung hikmah,
dan pada tujuannya tersimpan kenikmatan.
Jika kemulian itu milik Allah Azza wa Jalla,
Rasulullah saw. dan kaum Mukminin, maka itu tidak
disertai keangkuhan, ketidak-adilan, kepuasan pribadi,
juga tidak karena kebablasan. Sebab seorang Muslim
itu mengasihi dan dikasihi. Dan tidak ada kebaikan bagi
                                                            
48
QS. Al-Hujuraat: 13
49
QS. Al-Fath: 29

62
seseorang yang tidak mengasihi dan dikasihi; sehingga
manusia yang paling dekat kedudukannya dengan
Rasulullah saw. pada hari kiamat adalah yang paling
ramah dan penyayang.
Sungguh besar kebijaksanaan Allah Ta`ala yang
memerintahkan kaum Muslimin agar memberi maaf
dan ampun, bahkan terhadap orang-orang yang tidak
takut kepada hari-hari Allah, agar menyeru mereka
untuk kembali ke jalan Allah dengan hikmah dan
nasehat yang baik. Dan Allah Ta’ala berfirman:

l i h g f e dc b a ` _ m
“Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih
baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka
sifatkan.”50
Jika kedengkian, kejahatan dan kezaliman
semakin gencar, maka semua itu niscaya akan kembali
kepada diri mereka sendiri. Karena seorang Muslim
sesungguhnya tidak menganiaya, tidak berbuat jahat
dan tidak menindas. Semuanya beramal sesuai petunjuk
agamanya dengan peran mereka masing-masing.

                                                            
50
QS. Al-Mu`minuun: 96

63
Kemuliaan Dengan Menjalankan Tugas dengan
Sebaik-baiknya
Islam menolak dengan keras adanya pengakuan
terhadap bangsa terpilih. Tapi mengaitkan kemuliaan
dengan baiknya pelaksanaan tugas dan tanggung jawab.
Maka setiap manusia sesungguhnya adalah keluarga
Allah, dan yang paling dicintainya adalah yang paling
bermanfaat bagi keluarganya.
Seorang Muslim membiasakan dirinya dengan
perilaku mulia terhadap semua makhluk Allah swt.;
bahkan terhadap benda mati, tumbuh-tumbuhan dan
hewan. Menyingkirkan duri di jalan adalah bagian dari
iman. Merawat tumbuh-tumbuhan, atau menanam
benih walau kiamat di depan mata adalah pahala.
Demikian pula kebaikan yang diberikan kepada setiap
makhluk, ada pahalanya.
Jikalau umat Islam adalah umat terbaik yang
dikeluarkan bagi seluruh manusia, maka melaui amar
ma`ruf, nahi mungkar dan beriman kepada Allah swt.
menjadikan mereka umat moderat.

Istilah Umat dalam Al-Qur`an


Seruan Allah Azza wa Jalla yang ditujukan
kepada umat Islam memiliki beberapa makna yang

64
sangat penting; bahwa umat Islam adalah sebuah entitas
yang tetap ada dan hidup secara berkelanjutan. Setiap
lembaga atau organisasi yang berdiri di bawah
tanggung jawab umat ini, terdapat pribadi-pribadi
dengan moral istimewa, seiring kehadiran materi yang
senantiasa tumbuh dan berubah bagi pribadi tersebut.
Maka karakter itu tidak hanya terbatas pada umat Islam
di zaman tertentu atau pada wilayah tertentu. Tapi
mencakup seluruh umat Islam di setiap masa dan
tempat.
Bila penggunaan kata “umat" dalam Al-Qur`an
terdapat dalam berbagai momentum disertai kandungan
makna yang beragam51; maka secara umum dan yang

                                                            
51
) Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala yang artinya:
‐ “Setiap suatu umat masuk (ke dalam neraka), Dia mengutuk
kawannya (yang menyesatkannya.” (QS. Al-A`raaf: 38)
‐ “Dan Sesungguhnya jika Kami undurkan azab dari mereka
sampai kepada suatu waktu yang ditentukan, niscaya mereka
akan berkata: "Apakah yang menghalanginya?" (QS. Huud: 8)
‐ “Dan berkatalah orang yang selamat di antara mereka berdua
dan teringat (kepada Yusuf) sesudah beberapa waktu lamanya:
"Aku akan memberitakan kepadamu tentang (orang yang
pandai) menta'birkan mimpi itu, maka utuslah aku (kepadanya)."
(QS. Yusuf: 45)
‐ “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat
dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif.” (QS. An-
Nahl: 120)
‐ “Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan, ia
menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan
(ternaknya).” (QS. Al-Qashash: 23)

65
dimaksud pada ayat ini adalah umat Islam.
Sebagaimana diwajibkan atasnya menganut akidahnya
(akidah Islam) beramal sesuai syariatnya,
menyelaraskan perilakunya sesuai petunjuknya, bangkit
melaksanakan perintahnya, membangun seluruh
kehidupan di atas jalan Islam, dan menyeru manusia
untuk kembali kepadanya.
Apa yang disampaikan Al-Qur`an menegaskan
akan makna umat sebagai umat Islam, sehingga dalam
strukturnya menjadi suatu istilah baku yang maknanya
tidak akan keluar dari arti sebenarnya, sebagaimana
yang biasa digunakan bangsa Arab.
Istilah umat Islam dalam Al-Qur`an, secara
ilmiah maksudnya berbeda dengan umat yang
digunakan untuk mengungkapkan suatu kaum, bahkan
dalam istilah yang digunakan oleh para pakar sosial.
Karena istilah umat Islam sangat luas melampaui
batasan ras tertentu yang sempit. Karena umat Islam
sesungguhnya adalah istilah agama, bila kita dapat
memahami maksud dari agama dalam firman Allah
Ta`ala:
                                                                                                               
‐ “Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan
burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan
umat (juga) seperti kamu.” (QS. Al-An`aam: 38)
Kalau kita melakukan kajian terhadap huruf (Alif, mim, mim)
dalam Al-Mu`jam Al-Mufahras Li alfazhil-Qur`an Al-Karim akan
terlihat penggunaan kata umat dalam berbagai makna.

66
l l k j i hm
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah
hanyalah Islam.”52 Yang berarti bahwa aturan umum
bagi manusia menurut Allah Ta`ala adalah Islam secara
mutlak, bukan hanya sifatnya sebagai agama yang
dibawa Nabi Muhammad saw. saja.
Benar, terdapat perbedaan syariat Islam yang
dibawa Nabi Muhammad saw. dengan syariat-syariat
samawi terdahulu; karena Islam diturunkan sebagai
agama universal bagi seluruh umat manusia dan rahmat
bagi semesta alam. Para Nabi terdahulu hanya diutus
untuk kaumnya sendiri, pada zamannya sendiri dan
pada wilayahnya sendiri. Sedangkan Nabi Muhammad
saw. diutus Allah Ta`ala dengan membawa Islam yang
sempurna untuk seluruh zaman, tempat dan umat.

Universalitas Islam sejak Diturunkan Pertama Kali


dan Capaiannya
Sangat lazim kalau umat Islam adalah umat
universal dan global, tidak hanya sebatas umat pada
zaman diturunkannya Islam, atau pada umat dimana
wahyu itu diturunkan. Tapi umat itu ada di sepanjang
masa kehidupan; umat universal dan resmi dijadikan
                                                            
52
QS. Al-Imraan: 19

67
sebagai penanggung jawab; sebagaimana firman-Nya
“(kami jadikan kalian) dituntut untuk (menjadi saksi
bagi umat manusia) dan dihisab dengan (kesaksian
Rasulullah saw.”
Jika Agama Islam sejak diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw. adalah agama universal, maka sudah
seharusnya bila Rasul yang membawanya diutus untuk
seluruh umat manusia. Sebagaimana yang difirmankan
Allah Ta`ala:

T S R Q P O N M L Km
lYXW VU
“Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi
saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi
peringatan, dan menjadi penyeru kepada agama Allah
dengan izin-Nya, serta untuk menjadi cahaya yang
menerangi.”53 Dan umat yang mengikutinya adalah
umat universal. Jelas sekali bahwa yang dimaksud
adalah umat yang harus menjadi sebagaimana yang
diharapkan Allah Ta`ala, bukan umat realita yang
kondisinya senantiasa berubah-ubah.

                                                            
53
QS. Al-Ahzab: 45-46

68
Ayat “Kehendak Ilahi” dalam Al-Qur`an
Seorang pakar peradaban mengkaji kalimat
(“Kami jadikan kalian”) dalam Al-Qur`an dan mencari
kata yang tersusun dari huruf (jim, `ain dan lam), dan
menemukan pada 349 ayat. Sebagian besar dari ayat
tersebut turun dalam rangka mengungkapkan kaidah-
kaidah pokok, landasan yang kokoh, dan pilar-pilar
permanen yang dengannya Allah swt. mengatur langit
dan bumi dengan aturan yang seimbang, saling
bersinergi dalam zat, memiliki keterkaitan, tugas dan
tujuan.
Sebagian lagi berhubungan dengan permulaan
penciptaan manusia, akhlak, perilaku, aturan
kehidupannya, aktivitasnya, akal dan sifat-sifatnya
yang luar biasa, pertumbuhan ilmu dan amalannya,
interaksi, ketundukan dan ketakwaannya, sehingga
dapat menghasilkan sesuatu sesuai dengan yang
ditentukan sebelumnya. Kesemuanya itu berjalan sesuai
dengan sunnatullah –sang Pencipta yang Maha
Bijaksana lagi Maha Mengetahui- terhadap makhluk-
Nya dengan aturan yang teratur dan seimbang, yang
tidak terdapat perubahan dan pergantian yang dapat
membuat penelitian yang kita lakukan jadi sempit.
Pakar peradaban tersebut memaknai firman Allah
Ta`ala, “Kami jadikan kalian umat pilihan dan

69
pertengahan”, sebagai kedudukan penting dan
istimewa di antara ruang dan tempat. Itulah
“Kehendak Ilahi” yang menciptakan alam semesta
dan ditangan-Nya terdapat kendali segala sesuatu,
dukungan dan penguatan bagi siapa saja yang
dikehendaki bangkit melaksanakan urusan tersebut, dan
menciptakan dalam dirinya keyakinan akan
kemampuan dirinya dan kemenangan yang bakal diraih.
Kehendak Ilahi itu adalah awal dari sebuah
kepercayaan yang diembankan kepada umat ini,
sebagai persiapan dan dorongan untuk membawa misi
misi besar dan penting. Bila kita menyatukan seluruh
yang telah kita pahami itu dari maksud ayat yang
menyebutkan tentang “umat”, dengan apa yang telah
kami jelaskan di atas, maka tampak jelas bagi kita nilai
kemoderatan dalam hal hakikat, kewajiban, pemuliaan
dan spesifikasi yang berhak bersamanya –sebagaimana
telah kami jelaskan sebelumnya-; persaksian atas
seluruh manusia, sehingga Allah Azza wa Jalla
mewariskan bumi ini dan segala yang ada padanya.
Fikih peradaban mengarahkan kami untuk
memahami dan menguasai ayat-ayat yang kami kaji,
kami kupas kandungan dan maksudnya. Kami juga
harus melihat kedudukan ayat tersebut dalam Al-
Qur`an dan hubungannya dengan zaman ini; yang

70
berarti kami juga harus mengkaji surat, sejarah dan
sebab turunnya.
Kalimat tersebut terdapat pada baris pertama dari
ayat ke 143 dalam surat Al-Baqarah. Dari Sahl bin
Sa`ad ra. berkata, “Rasulullah saw. bersabda yang
artinya, “sesungguhnya pada setiap hal terdapat
puncaknya, dan puncak Al-Qur`an adalah surat Al-
Baqarah.” 54
Dahulu juga disebut dengan “Az-Zahra`” yang
artinya bersinar; sebagaimana yang diriwayatkan Imam
Ahmad dan Imam Muslim dari Abu Umamah Al-Bahili
ra., ia mendengar Rasulullah saw. bersabda yang
artinya, “Bacalah surat Al-Baqarah, karena siapa saja
yang melakukannya akan mendapatkan keberkahan
dan yang meninggalkannya akan mendapatkan
kerugian, dan penyihir tidak dapat menjangkaunya.”55
Yang menjadikan kedudukan surat Al-Baqarah
sangat mulia adalah penjelasannya tentang akidah Islam
dalam syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.,
hubungannya dengan agama Nabi Ibrahim as,
keimanan terhadap semua Nabi dan Rasul Allah,
perbedaannya dengan Nashrani dan Yahudi, khususnya

                                                            
54
HR. Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibu Mardawaih
55
Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, Ash-Shabuni, cet. ke 7, Dar Al-
Qur`an Al-Karim, Beirut: 1402 H, Hal: 26

71
dengan kedua agama tersebut yang telah mengalami
penyimpangan. Adapun ayat yang disebutkan
sebelumnya adalah:

N ML K J I H GF E D C B A m
[ZYXW VUTSR QP O
dcba` _^] \
qponmlkjih gfe
` _ ~ } | {z y x w v u t s r
m lk j i h g f ed c ba
l v u t s rq p o n
“Dan mereka berkata, "Hendaklah kamu menjadi
penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu
mendapat petunjuk." Katakanlah, "Tidak, melainkan
(kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan dia
(Ibrahim) bukanlah dari golongan orang musyrik."
Katakanlah (hai orang-orang mukmin), "Kami beriman
kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami,
dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il,
Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang
diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang
diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak
membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan
72
kami hanya tunduk patuh kepada-Nya." Maka jika
mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman
kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk;
dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka
berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah
akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia-lah yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Celupan
(Shibghah) Allah, dan siapakah yang lebih baik
shibghahnya dari pada Allah? dan hanya kepada-Nya
kami menyembah.”56
Kemudian ayat selanjutnya terkait dengan bukti-
bukti umum bagi kaum Yahudi dan Nashrani, lalu
dilanjutkan dengan tema perdebatan tentang pengalihan
kiblat. Allah Ta’ala berfirman:

O N ML K J I H G F E D C B A m
l Y X W V U T S RQ P
“Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia
akan berkata, "Apakah yang memalingkan mereka
(umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang
dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?"
Katakanlah, "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat;

                                                            
56
QS. Al-Baqarah: 135-138

73
Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-
Nya ke jalan yang lurus.”57

b a ` _ ^ ] \ [ Zm
o n m l k j i h g fe d c
| { z y x w vu t s r q p
j i h g f ed c b a ` _~ }
lk
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu
(umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu
menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan)
kamu, dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi
kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui
(supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa
yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu
terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah
diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan
menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.”58
Kemudian ayat berikutnya menyatakan:

                                                            
57
QS. Al-Baqarah: 142
58
QS. Al-Baqarah: 143

74
w v u t s rq p o n m l m
¤£ ¢ ¡  ~ } |{ z y x
³ ² ± ° ¯® ¬ « ª © ¨ § ¦ ¥
lµ´
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah
ke langit, maka sungguh Kami akan palingkan kamu ke
kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah
Masjidil Haram, dan dimana saja kamu berada,
Palingkanlah mukamu ke arahnya, dan sesungguhnya
orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab
(Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa
berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari
Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa
yang mereka kerjakan.”59
Para penafsir sudah memberikan penjelasan yang
mamadai terkait ayat tersebut, baik penjelasan yang
dinukil dari sabda Rasulullah saw. shahabat dan tabi`in,
lalu diolah dengan seksama yang dengannya dapat
menegaskan kelebihan umat Nabi Muhammad saw.
dengan kemoderatannya; kebaikan, keunggulan,
keadilan dan keutamaan atas apa yang dikhususkan
bagi mereka tentang syariat yang paling sempurna,
                                                            
59
QS. Al-Baqarah: 144

75
ajaran yang paling lurus dan mazhab yang paling jelas60
dan kelebihan-kelebihan lainnya.
Allah Ta’ala berfirman:

} | { z y x wv u t s r m
¬ « ª © ¨ § ¦¥ ¤ £ ¢¡  ~
¹ ¸¶ µ ´ ³ ² ± ° ¯ ®
Ä Ã Â ÁÀ ¿ ¾ ½ ¼ » º
lÆÅ
“Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak
menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim.
Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang
Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-
Qur`an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu
dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap
manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat
dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah
Pelindungmu, maka Dia-lah sebaik-baik pelindung dan
sebaik-baik penolong.”61

                                                            
60
Mukhtashar Ibnu Katsir, Hal: 136
61
QS. Al-Hajj: 78

76
Di antara kemuliaan yang diberikan Allah Ta`ala
kepada umat yang moderat ini adalah, kiblat yang
dipilihkan-Nya setelah peristiwa hijrah; setelah kaum
muslimin mendapatkan kemapanan di Madinah Al-
Munawwarah, setelah berdirinya negara Islam,
terbentuknya pemerintahan dan dijadikannya kota
tersebut sebagai batu pijakan penyebaran Islam.
Dalam “Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir”
dikatakan, bahwa dahulu Rasulullah saw. diperintahkan
untuk menghadap Ash-Shakhrah di Baitul-Maqdis, dan
waktu itu beliau sholat di Makkah di antara dua rukun
di sekitar Ka`bah dengan tetap menghadap Ash-
Shakhrah di Baitul-Maqdis. Namun setelah hijrahnya
kaum Muslimin ke Madinah, mereka tidak dapat lagi
melakukan kedua hal tersebut, sehingga Rasulullah
saw. memerintahkan mereka untuk menghadap ke
Baitul-Maqdis (pendapat Ibnu Abbas dan Jumhur
Ulama`). Kondisi seperti ini berlangsung selama
belasan bulan sehingga beliau saw. memperbanyak doa
dan permohonan agar diarahkan ke Ka`bah yang
merupakan kiblatnya Nabi Ibrahim as. Doa beliau pun
dikabulkan, dan diperintahkanlah ia untuk menghadap
ke Ka`bah62.

                                                            
62
Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, Hal: 135

77
Manfaat yang mendatangkan Pujian
Yang harus menjadi perhatian kita adalah, ujian
yang diberikan Allah Ta`ala kepada umat Islam; umat
yang moderat adalah suatu pemuliaan dan pemilihan
dari Allah swt. dari satu sisi, dan pembangunan pribadi
unggul yang menjadi ciri dan keistimewaan umat ini
pada sisi lainnya. Allah Azza wa Jalla berfirman:

l Ç Æ Å Ä Ãm
“Allah lebih mengetahui dimana Dia menempatkan
tugas kerasulan. "63
Dan Firman-Nya:

V U T S R Q P O Nm
l ZY X W
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah
dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. ....” 64
Maka Rahmat Allah Ta`ala yang mencakup
segala sesuatu berdasar pada asas, ditujukan secara
khusus kepada mereka yang memiliki kelayakan dan
sifat-sifat istimewa. Mereka sungguh berhak
                                                            
63
QS. Al-An`aam: 124
64
QS. Ali Imraan: 110

78
mendapatkan kemuliaan dan pujian. Allah Azza wa
Jalla berfirman:

ML K J I H G F E D C B A m
YX W V U TS R Q P O N
a`_^ ]\ [Z
jihgf edcb
rqponm lk
z yxwvuts
d c ba ` _ ~ } | {
o n ml k j i h g f e
yxwvuts rqp
¨ §¦ ¥ ¤ £ ¢ ¡ ~ } | { z
²± °¯®¬«ª©
l µ´³
“Dan tetapkanlah untuk Kami kebajikan di dunia ini
dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat)
kepada Engkau. Allah berfirman, "Siksa-Ku akan
Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki, dan
rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku

79
tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa,
yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman
kepada ayat-ayat kami, (yaitu) orang-orang yang
mengikuti Rasul, Nabi yang Ummi yang (namanya)
mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang
ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka
mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari
mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi
mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka
beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada
mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya,
memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya
yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran),
mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Katakanlah, "Hai manusia sesungguhnya aku adalah
utusan Allah kepadamu semua, Yaitu Allah yang
mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) selain Dia, yang
menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu
kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi yang
beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya
(kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu
mendapat petunjuk.” 65

                                                            
65
QS. Al-A`raaf: 156-158

80
Kemoderatan serta kesaksian dan segala yang
terkait dengannya mencakup seluruh kehidupan; dunia
dan akhirat. Karena ia merupakan kemoderatan di dunia
yang berlanjut sampai di kehidupan akhirat.
Dari Nabi saw. bersabda, yang artinya “Aku dan
umatku pada hari kiamat akan berada di atas puncak
terlihat mulia atas semua makhluk; tidak ada satu
orang pun dari golongan manusia yang akan merasa
senang kalau ia bisa menjadi golongan kami, dan tidak
ada satu pun Nabi yang didustai kaumnya kecuali kami
akan bersaksi bahwa dia telah menyampaikan risalah
Tuhannya azza wa jalla.” 66
Disamping itu, kesaksian tersebut harus dimulai
di dunia sehingga tercipta untuk umat ini kualitas dan
manfaat terbaik sebagaimana ia diciptakan. Demikian
pula dengan akhlak mulia yang menjadi sifatnya
merupakan sifat umat pilihan yang tidak dimiliki umat
lainnya; dengan begitu maka tidaklah masuk akal kalau
kedudukan saksi lebih rendah dari yang disaksikan.

Moderasi Peradaban
Demikianlah kemoderatan Islam yang diawali
kemoderatan peradaban dan kesaksian umatnya
                                                            
66
HR. Ibnu Mardawaih dan Ibnu Abi Hatim dari Jabir ra. secara
Marfu`

81
terhadap seluruh manusia di dunia sebelum menginjak
ke kehidupan akhirat. Hal ini karena keutamaan
manhajnya dalam kehidupan; pengetahuan, pemahaman
dan perilaku. Disertai kemoderatannya yang adil antara
akal dan perasaan; kelayakannya yang seimbang antara
rohani dan jasmani, individu dan kelompok, paksaan
dan pilihan, kebebasan dan tekanan. Ia merupakan
contoh yang patut ditiru oleh seluruh umat manusia,
diseru padanya namun mereka tidak dipaksakan.
Firman Allah Ta’ala:

l Ú Ù Ø × Ö ÕÔ Ó Ò Ñ m
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada
jalan yang sesat.”67

Moderat dalam Tempat


Di antara rekayasa Allah Ta`ala yang Maha
Bijaksana lagi Maha Mengetahui terhadap umat ini
adalah dengan menjadikan kemoderatannya pada
berbagai macam aspek kehidupan; berada di tempat
risalah tersebut diturunkan untuk pertama kalinya,
dalam lingkungan yang peradabannya semakin maju
dan berkembang dalam cuaca yang stabil dan suhu
                                                            
67
QS. Al-Baqarah: 256

82
yang normal; tidak berada di daerah merapi yang sering
terjadi gempa, tidak landai dan lurus, serta tidak
stagnan yang menjadikan manusia malas untuk
bergerak, beraktifitas dan memakmurkan peradaban.
Umat ini berada pada posisi geografi yang
pertengahan dan penting; tempat turunnya wahyu,
tanah Islam dan tempat menetapnya umat Islam
generasi pertama, tempat bertemunya semua tujuan dan
pertemuan seluruh benua. Berada pada daerah kering
yang mungkin untuk dilalui oleh berbagai sarana
transportasi air menuju seluruh dunia. Ia berada di
tengah-tengah antara utara dan selatan, timur dan barat.
Ia merupakan titik pusat pertemuan antara Afrika
dengan Asia dan bagian ujungnya memanjang sampai
ke benua Eropa; yang merupakan jalur darat yang
menghubungkan jalur laut.
Tidak terhubungnya antara belahan bumi bagian
utara dengan belahan bumi bagian selatan dalam jalur
laut menjadi sebab terjadinya perubahan sarana
transportasi di semenanjung Arab. Dalam perannya
sebagai penghubung yang telah ditentukan kepada
bangsa Arab untuk dijalankan. Bahkan perannya
terhadap risalah abadi yang diwajibkan oleh Allah
Ta`ala untuk disampaikan, karena turunnya Islam di

83
negara mereka melalui Sang Rasul yang berasal dari
golongan mereka. Allah Ta’ala berfirman:

lÇ Æ Å Ä Ã m
“Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan
tugas kerasulan.”68
Dan realitanya, sebagaimana dikatakan Dr.
Sulaiman Hazin, bahwa di antara hikmah dari turunnya
Islam di bumi pertengahan tidak mungkin dapat
disamai kecuali dengan hikmah amanah yang
diembankan Allah swt. kepada umat yang moderat69.
Jalur transportasi dimulai dari Laut Tengah yang
menghubungkan Samudra Pasifik bagian Selatan, dari
Laut Merah dan sekitar Teluk Arab jalur transportasi
terhubung dengan Samudra Pasifik Bagian Selatan.
Dengan demikian Semenanjung Arab berada di tengah
secara geografis; wilayah yang disiapkan bagi umat
Islam –tanah Arab yang merupakan pusat bumi dan
mutiara hati bangsanya disepanjang masa kehidupan-,
membangun dan memperkuat interaksi, transaksi dan
menjalin hubungan dengan berbagai bangsa di seluruh
penjuru dunia. Letaknya yang strategis itu adalah

                                                            
68
QS. Al-An`aam: 124
69
Dicatat dalam Muktamar ke-2 Majma` Al-Buhuts Al-Islamiyah,
Cairo Hal: 328

84
keistimewaan tanah Arab di jantung dunia Islam, dan
bagi alam semesta di antara seluruh penjuru dunia.

Pengaruh Kemoderatan dalam Penyebaran Islam


Dari lingkungan yang pertengahan inilah Islam
tersebar ke timur, barat, utara dan selatan melalui darat
maupun laut. Mungkin kita dapat melihat faktor paling
signifikan dari sejumlah faktor penyebaran Islam,
karena letaknya di Semenanjung Arab yang
memungkinkannya dengan mudah berhubungan dengan
daerah sekitarnya melalui jalur darat maupun laut.
Letak geografis yang sangat strategis ini tidak
hanya menjadi pilar dan faktor utama dalam
penyebaran Islam dalam kehidupan, namun ia juga
merupakan aspek yang dapat menghubungkan seluruh
penjuru dunia Islam; dimana seluruh komunitas Muslim
hingga yang berada di daerah-daerah pelosok seperti di
Asia Tenggara, tidak terpisahkan dari kehidupannya,
budayanya dan sejarahnya dari daerah asal Islam; baik
melalui perdagangan, haji, hijrah dan hubungan
silaturahim.
Dengan begitu maka kohesi (hubungan tarik-
menarik) dinamis budaya masyarakat antara kaum
muslimin di berbagai wilayah pada setiap masa
senantiasa terjalin, meskipun sebelumnya tidak ada

85
hubungan politik atau ekonomi. Bahkan dengan begitu
interaksi antar kaum muslimin sudah menjadi pilar
pokok dalam bangunan peradaban Islam diberbagai
masa.70
Kita perlu berhenti sejenak untuk memperhatikan
apa saja yang telah berhasil diungkap oleh sejumlah
ulama Islam masa kini, setelah melakukan pengkajian,
penelitian dan pengamatan, bahwa Makkah Al-
Mukarramah –yang ditengah-tengahnya terdapat
Baitul-Haram- adalah pusat bola dunia. Temuan ini
adalah isyarat, pelajaran sekaligus petunjuk bagi orang-
orang yang berakal.71
Sejak kemunculan umat Islam sebagai umat
pertengahan dalam sejarah, berkembanglah
kemanusiaan meskipun melalui masa yang panjang
menuju kesempurnaan, meskipun dengan tertatih-tatih;
setelah melalui pengalaman hidup kaumnya, silih
bergantinya Nabi dan Rasul; dimana generasi-generasi
terdahulu memberikan warisan kepada yang baru;
warisan manusia yang sedang berkembang, dimana
generasi baru mengambil dari generasi terdahulu, lalu

                                                            
70
Ibid; 379
71
Dalam hal ini telah diterbitkan satu buku yang dibagikan pada
Muktamar Islam dalam bidang Sains dan Tekhnologi oleh
Universitas Malik Su`ud.

86
mengembangkannya untuk kemudian mewariskannya
kepada generasi berikutnya.
Adapun kenabian dan risalah yang ada pada masa
itu sarat petunjuk, hidayah dan kebaikan, kebenaran
dan kesempurnaan, hingga diutusnya Nabi Muhammad
saw. dengan puncak Islam yang merupakan tujuan
tertinggi. Namun jangan sampai tujuan akhir tersebut
membuat kaum Muslimin stagnan, berhenti dan
beristirahat. Tapi tujuan akhir itu seharusnya
mendorong mereka untuk melakukan perjuangan
panjang demi menggapai tujuan manusia yang
berperadaban.
Islam datang untuk meluruskan agama-agama
samawi terdahulu yang telah diselewengkan,
memperbaikinya dari kerusakan, menjauhkannya dari
segala yang mengotori kecemerlangannya,
mengembalikan keasliannya dan mensucikannya dari
kezaliman pengikutnya yang menyimpang. Karena
semua agama samawi tersebut adalah milik Allah yang
hanya berlaku bagi kaum tertentu, dan pada masa dan
tempat tertentu. Maka perlu diketahui hakikat agama-
agama tersebut guna meluruskan setiap perkara yang
terkait dengan agama Nabi Muhammad saw., dimana
beliau diutus untuk membenarkan agama-agama
terdahulu dan meluruskannya.

87
Seperti itulah umat Nabi Muhammad saw.; umat
moderat yang bertanggung jawab untuk menampakkan
risalah-risalah samawi terdahulu dalam bentuk yang
sebenarnya, sebagai penolong bagi para Rasul, saksi
dalam pengadilan sejarah yang dijadikan Allah Ta`ala
sebagai aspek terpenting dari amanah terbesar yang
dibebankan kepada Nabi saw.

Moderat dalam Zaman


Puncak Islam tidak hadir pada akhir usia bumi,
atau di akhir zaman, sehingga titik tolak peradaban
menjadi sangat pendek dan terbatas. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Dr. Mushthafa Abdul Wahid,
“Sesungguhnya masa yang tersisa dalam kehidupan
manusia –sejak datangnya Islam- adalah adalah masa
yang menunjukkan peran masyarakat dalam kehidupan
manusia. Pada masa itu manusia mulai keluar dari
lingkungan kabilah menuju lingkungan masyarakat dan
negara. Masyarakat –dengan segenap aturan, metode
dan hubungannya sebagai ruang yang menunggu
hidayah dari langit, sebagai suatu komunitas yang
membutuhkan kalimat haq yang memberikan cahaya

88
terang yang menjauhkan mereka dari kehancuran dan
kerusakan.”72
Islam juga tidak mengabaikan akidah risalah
terdahulu, bahkan menjelaskan hakikat yang
sebenarnya, lalu menyandarkannya pada satu hakikat
besar, yaitu keesaan. Agama ini juga kemudian
mengokohkan hakikat tersebut di atas asas Ilahi yang
permanen, serta menyandarkannya pada undang-
undang Sang Khalik yang berlaku bagi makhluk-Nya,
yaitu Islam, yang kemudian mengikutinya setelah
merangkul dan menguasai versi sebelumnya. Allah
Azza wa Jalla kemudian menyempurnakannya bagi
Penutup para Nabi-Nya; Rasul terakhir yang diutus
bagi seluruh manusia, membawa akidah yang kokoh,
syariat yang fleksibel, dan kehidupan yang moderen.
Sedangkan dalam masalah cabang, Islam
merupakan agama yang mampu beradaptasi dengan
perkembangan manusia, bersumber dari mata air yang
akan senantiasa memberi sekaligus membersihkan dan
mensucikan. Zaman kian menua, namun tidak demikian
dengan Islam. Berbagai aliran bisa keruh, pemahaman
berubah-ubah, hari datang silih berganti bagi manusia;

                                                            
72
Al-Mujtama` Al-Islami, Ahdafuhu wa Da`aimuhu wa Audha`uhu
wa Khashaisuhu fi Dhau`il-Kitab was Sunnah, Maktabah Al-
Amal, Kuwait, Hal: 22-23

89
namun Al-Qur`an yang suci tetap terjaga di lauhul
mahfudz, diturunkan oleh Zat yang Maha Bijaksana lagi
Maha Mengetahui, Dia-lah Allah Azza wa Jalla,
Penjaga yang Kuat baginya.
Adapun kemoderatan Islam yang tetap permanen
pada tujuannya disertai keistimewaan peradabannya
yang unik, adalah faktor terbesar yang memberinya
kemampuan untuk itu, sekaligus mengusung tanggung
jawab konfrontasi terhadap para pelaku penyimpangan
agama-agama langit dan penganut ideologi dan aliran
paganisme masa lalu, kini dan esok.
Inilah yang menciptakan energi dan kekuatan
yang senantiasa bergerak, dinamis, hidup, dan
bertumbuh secara positif dalam pemikiran Islam yang
senantiasa berkembang. Ini pula yang menjadi rahasia
paling penting dibalik berbagai rahasia keistimewaan
peradaban Islam pada realitas masa kini. Bahwa
kemoderatan Islam adalah sebuah peradaban yang
selalu berkembang maju dari hari ke hari, tetap kokoh
dalam situasi yang sulit, sambil menanti saat yang tepat
menuju kebangkitannya kembali.

90
Persaksian adalah Tanggung Jawab Nurani
Kemanusiaan
Kemoderatan Islam terlihat diberbagai aspek
kehidupan; dalam konsepsi dan keyakinan, perasaan
dan pemikiran, struktur dan konsolidasi, hubungan dan
interaksi, tempat, waktu dan lain sebagainya. Beginilah
Allah Ta`ala membangun tanggung jawab bagi seluruh
umat Islam, risalah dan peradabannya yang bertolak
dari seluruh makna moderasi. Allah Ta’ala berfirman:

l a ` _ ^m
“Agar menjadi saksi bagi seluruh umat manusia.”73
Pada hakikatnya, persaksian adalah tanggung
jawab seluruh umat manusia, karena persaksian adalah
salah satu perwujudan dari amar ma`ruf nahi mungkar
yang menjadi kewajiban bagi seluruh masyarakat yang
berperadaban lurus, agar secara spontanitas bangkit
melaksanakan kewajiban tersebut melalui dorongan
dari hatinya yang sadar dan nuraninya yang hidup.
Islam menjadikan persaksian ini sebagai
tanggung jawab nurani yang di dalamnya terkandung
makna pembebanan sekaligus penghormatan. Dimana
upaya menghadirkan kebahagian bagi manusia menjadi

                                                            
73
QS. Al-Baqarah: 143

91
awal dari titik tolak tersebut, yang selanjutnya
menciptakan motivasi kemanusiaan untuk senantiasa
mawas diri, menguasai berbagai kecenderungan positif
dan negatif yang ada dalam dirinya, lalu menunjukkan
padanya akibat dari setiap kecenderungan itu agar sisi
kebaikan pada dirinya dapat mengalahkan sisi
keburukan dengan segala konsekwensinya, yang
selanjutnya memotivasi tekad dan kehendaknya menuju
ketinggian dan kesuksesan pada setiap urusannya.
Allah Azza wa Jalla berfirman:

c b a ` _ ^ ] \ [ Z Y Xm
lihgfed
“Dan demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa, dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”74
Allah Azza wa Jalla kemudian menjadikan umat
manusia yang dikaruniai akal, hati dan perasaan sebagai
hakim (pengambil keputusan) di “medan perang” ini.
Firman-Nya:

                                                            
74
Asy-Syams: 7-10

92
l É È Ç Æ Å Ä Ã Â Á Àm
“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya
sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-
alasannya.”75
Namun Allah Ta’ala juga menegaskan bahwa
pada akhirnya semua amalan yang dilakukannya akan
dihitung dan semuanya tercatat dalam buku catatan
amal. Firman-Nya:

_ ~ } | { z y x w vm
l`
"Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak
meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar,
melainkan ia mencatat semuanya.”76
Sehingga pada hari pembalasan akan diberikan
balasan atas kebaikan dan keburukan yang
dilakukannya. Firman-Nya:

l ¥ ¤ £ ¢ ¡  ~ }m

                                                            
75
QS. Al-Qiyamah: 14-15
76
QS. Al-Kahfi: 49

93
"Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu
ini sebagai penghisab terhadapmu.”77
Walau pada dasarnya persaksian bukan tanggung
jawab yang diwajibkan, ditekankan atau dipaksakan,
namun ia merupakan tanggung jawab, pembebanan
yang lurus, sebuah pilihan positif sekaligus sebagai
penghormatan. Persaksian juga bukan tanggung jawab
yang diberikan secara serampangan, tapi itu akan
dievaluasi dan kelak dipertanggungjawabkan dihadapan
Allah Azza wa Jalla. Firman-Nya:

l e d c b a ` _ ^m
“Agar menjadi saksi bagi umat manusia dan
Rasulullah saw. akan menjadi saksi bagi kalian.”78
Dan yang lebih tinggi dari semua itu adalah senantiasa
berada dalam pengawasan Allah Ta’ala. Firman-Nya:

l Æ Å Ä Ã Â Á Àm
“Sesungguhnya Allah swt. menjadi saksi atas segala
sesuatu.”79
Begitulah persaksian berlangsung secara
berkelanjutan; menuntut adanya junjungan tinggi

                                                            
77
QS. Al-Israa`: 14
78
QS. Al-Baqarah: 143
79
QS. An-Nisaa`: 33

94
terhadap kebenaran. Dimulai dari hati nurani dan
berlalu di tengah masyarakat, lalu diputuskan sendiri
oleh Rasulullah saw. semasa hidupnya menjadi
ketetapan yang membahagiakan atau menyedihkan bagi
umat itu. Dan setelah beliau kembali ke sisi Tuhannya,
persaksian itu bersandar pada Kitabullah dan sunnah
Rasulullah saw., lalu berakhir dengan balasan berupa
pahala atau dosa di alam barzah –pada kehidupan kedua
di akhirat- setelah hukum-hukum Allah Ta’ala telah
menjalankan takdirnya. Adapun hasil awal yang akan
dirasakan adalah kesuksesan atau kegagalan,
kebahagiaan atau penderitaan dalam kehidupan dunia.
Adapun tuntutan dari kemoderatan dan persaksian
ini adalah, bahwa Islam –dengan syariatnya- harus
mampu menjadi perekat di antara umat manusia, antara
umat terdahulu dengan umat yang akan datang pada
satu sisi, dan sebagai penghubung di antara seluruh
perbedaan yang terjadi di tengah umat pada masa yang
sama; walau terdapat perbedaan yang sangat beragam
keinginan dan tempat yang saling berjauhan pada sisi
lain.
Sistim ekonomi dalam Islam hendaknya juga
lekat dengan kehidupan sehari-hari yang mengajarkan
usaha mencari rizki sebagai tuntutan yang tidak dapat
ditinggalkan, dan berdiri di atas landasan yang menyatu

95
dengan karakter dan tujuannya sebagai penghubung dan
perekat antara sesama manusia, materi dan makna
kehidupan.

Kemoderatan Sistem Perekonomian dalam Islam


Kemoderatan Islam juga masuk ke dalam sistem
perekonomiannya, dan membangunnya di atas prinsip
kemanusiaan yang ideal; antara ilmu dan amal, mencari
dan berusaha, kompetisi dalam kebaikan dan saling
tolong-menolong merealisasikannya, disertai kejujuran,
toleransi, kasih sayang dalam berinteraksi dan
bertransaksi.
Sistem ekonomi Islam bertolak dari sumber yang
membentuk dan membangun Islam. Yaitu rabbani;
artinya bersumber dari sumber ketuhanan yang
menghadirkan muraqabah dan pengawasan Allah
Ta’ala atas segala sesuatu. Dalam kaca mata Islam,
harta adalah materi untuk mendapatkan sesuatu yang
lebih mulia lebih dari materi itu sendiri, dan sebagai
sarana untuk menggapai tujuan yang lebih tinggi dari
tujuan dunia belaka.
Dalam sistem ekonomi Islam juga terdapat
penghormatan atas kepemilikan pribadi dengan syarat
didapatkan dengan cara yang baik dan disyariatkan;
tidak merampas hak orang lain dan tidak bertentangan

96
dengan kemaslahatan bersama, serta dianjurkan pada
setiap situasi dan kondisi untuk berbagi dengan sesama
manusia dan dipersembahkan untuk Allah Ta’ala.
Harta dalam Islam memiliki kedudukan yang
normal dan alami, sehingga diposisikan sebagai sumber
daya, dan menginfakkannya (untuk peran sosial)
dianggap sebagai pembiasaan perilaku yang lurus untuk
menyingkirkan kemadharatan dan mendatangkan
kemaslahatan, serta pemanfaatan kebaikan.
Dalam sistem ekonomi Islam juga terdapat celaan
dan ancaman kepada orang yang menumpuk harta
benda dan tidak mau menjalankan kewajibannya
dengan benar dengan sebuah ungkapan: “Orang yang
membagi hartanya diberi rizki, dan yang menumpuk
terlaknat”, dan menjadikan pada harta tersebut hak
baitul mal berupa zakat, dimana penguasa berhak untuk
mengambil dan memanfaatkannya saat rakyat berada
dalam kesulitan ekonomi, atau takkala ada bahaya yang
mengancam umat atau dalam kondisi darurat, harta
tersebut dapat dimanfaatkan tapi dengan syarat: adil,
logis dan sesuai kebutuhan.
Islam mengakui adanya perdagangan bebas
asalkan tidak mengandung unsur madharat (bahaya)
dan haram di dalamnya. Mendorong umatnya untuk
berdagang dan menganggapnya sebagai pilar utama

97
perekonomian setelah meluruskan dan mewarnainya
dengan celupan kemanusiaan yang berakhlak.
Perdagangan pada dasarnya adalah usaha
masyarakat peradaban –lebih dari sekedar sarana
mencari rizki pribadi-. Di dalamnya terjadi proses
interaksi dan transaksi, saling berhubungan dan
berkomunikasi secara terus menerus antara individu
dengan masyarakat, antara negara dengan suatu
wilayah atau bangsa. Selain tukar menukar antara
produk, potensi, hasil karya dan spesialisasi.
Secara otomatis perdagangan mewujudkan
peradaban yang mulia, karena ia merupakan sarana
untuk saling mengenal, sarana untuk saling tukar-
menukar ide dan informasi. Jika semua itu dilakukan
dalam bingkai moral dan objektif demi kemoderatan
Islam, maka –selain perannya secara ekonomi- itu akan
berdampak sangat besar terhadap dakwah, tabligh dan
pengenalan Islam melalui cara tidak langsung pada saat
tertentu, dan dengan cara yang baik, bijaksana dan
ucapan yang lembut pada saat yang lain. Dan dalam
banyak kesempatan dilakukan dengan keteladanan dan
uswah hasanah.
Hati manusia sesungguhnya tertarik kepada Islam
–secara sadar maupun tidak- agar terang benderang
hakikatnya dan memutuskan atas dasar kelayakannya.

98
Maka perdagangan adalah sarana yang tepat untuk
membuka jiwa dan mengembalikan fitrah mereka
kepadanya. Apalagi bila mereka melihat agama Islam
berusaha membersihkan perdagangan dari segala
bentuk monopoli, penipuan, ketamakan, dan tindakan
sewenang-wenang terhadap hajat hidup manusia di
tengah kondisi mereka yang memprihatinkan.
Islam menolak transaksi riba secara totalitas, dan
mendorong adanya spirit tolong-menolong sesuai
aturan main yang berlaku dalam perusahaan pertanian,
perkebunan, industri dan lain sebagainya, serta
mendorong pada pinjaman lunak. Maka perdagangan
adalah sarana terbesar yang menghubungkan rasa cinta
kasih antara kaum Muslimin; dalam satu wilayah atau
antar Negara, atau antara kaum Muslimin dengan
komunitas lain yang berinteraksi dengan mereka
dimana saja. Perekonomian dalam Islam juga
memberikan gambaran yang indah akan peradaban
Islam sekaligus menyempurnakan karakter yang sama
pada generasi dan bangsanya.

99
100
Kemoderatan Islam
dalam Bingkai Fikih Peradaban
Adapun intisari pembicaraan kita tentang
kemoderatan Islam dalam bingkai fikih peradaban
adalah, bahwa ketika kita memahami masalah ini
dengan baik sesuai makna peradaban yang
komprehnesif, lalu melihat setiap bagiannya dan
mempelajarinya, maka kita akan menemukan bahwa
kemoderatan Islam meliputi seluruh aspek kehidupan
dan akan meninggalkan jejak kebaikan dalam diri
setiap Muslim, hingga membuatnya senantiasa merasa
mulia karena Allah Ta`ala pada satu sisi, lalu
merendahkan diri kepada-Nya dan kepada hamba-
hamba-Nya serta merasakan tanggung jawab
dihadapan-Nya pada sisi yang lain.
Dengan demikian kemoderatan Islam juga akan
meninggalkan jejak kebaikan bagi seluruh umat Islam;
meraih keluhuran dan kemuliaannya, serta kerelaan
mengemban amanah hingga memungkinkan bagi
peradabannya kian menyebar dan bersinar gemilang.
Selain bahwa segala yang berhasil dibentuk oleh
kemoderatan bagi umat Islam yang mencakup seluruh

101
tahapan kehidupan umat manusia, kemoderatan juga
berhasil menyatukan berbagai potensi, bakat dan
pengalaman, lalu membalasnya dengan balasan terbaik,
serta mendistribusikannya sebagai manfaat bagi seluruh
umat manusia. Beginilah kemoderatan Islam meraih
keunggulan kelayakannya sebagai suatu kepastian
baginya. Ia muncul sebagai pelopor dalam kehidupan
manusia sekaligus bertanggung jawab memimpin
kemanusiaan, memberi kontribusi berupa hidayah dan
pengetahuan, serta nikmat dan rahmat bagi alam
semesta.
Semua ini berada pada ruang lingkup kehidupan
dunia dan efektivitas manusia berperadaban di alam
“persaksian” di muka bumi. Dimana manusia yang
menjadi “Umat Pertengahan” harus mampu, bahkan
wajib memahami sunnah-sunnah kauniyah (alam
semesta), dan melihat pada aturan-aturan yang bersifat
khusus dengan setiap sarana kehidupan yang
menyertainya, dan berbagai cabang ilmu pengetahuan
yang menjadi kualifikasinya. Sehingga dengan itu
semua dapat diketahui intisari hikmahnya, seberapa
besar kekuatannya dan bagaimana memanfaatkannya
dengan benar agar dapat berjalan di atas jalan yang
lurus. Disertai harapan semoga diperoleh hasil dan
manfaat terbaik yang mampu mengantarkan pada

102
keridhaan Allah swt. dan pada kedudukan yang mulia
di hari ditunaikannya persaksian.
Dalam dunia ghaib juga terdapat bukti adanya
persaksian umat moderat bagi para Nabi dan Rasul;
sebagaimana yang terdapat pada riwayat shahih dari
Rasulullah saw. yang kita imani dan kita ridhai dengan
penuh kepatuhan.
Yang tersisa adalah kalimat-kalimat terakhir
terkait kemoderatan Islam dan apa yang menjadi
kewajiban kita, serta bekal yang mesti kita siapkan
yang dapat membantu kita dalam memahami fikih
peradaban sebagai tanggung jawab pada diri kita, pada
umat dan keluarga kita.
Dunia saat ini menghadapi krisis peradaban
materialis kontemporer yang sangat berbahaya. Dan
kita yang hidup pada era sekarang menjadi target
sasaran itu; menyerang kita dari sisi kiri dan kanan
hingga berusaha menyimpangkan kita dari kemoderatan
yang lurus kepada kebinasaan, sebagaimana hilangnya
peradaban Amazon. Dan kini, umat manusia dengan
kemajuan peradaban industrinya yang saling bersaing
sampai menyerang bintang-bintang dan planet bumi
dengan misil-misilnya, berada diambang kehilangan
peradaban kemanusiaan sebagaimana peradaban
Amazon. Kondisi mereka yang semakin memburuk dan

103
lebih rendah daripada binatang; karena binatang
dikuasai oleh ketentuan nalurinya, dimana ia tidak
dapat melampaui batasan itu dan melepaskan diri dari
ikatan yang mengekangnya; binatang juga hanya
berkreasi sesuai akal dan perilakunya yang buruk dalam
menggunakan berbagai macam sarana untuk
menguasai, melakukan kekerasan, teror dan
menciptakan kehancuran bagi umat manusia. Sehingga
penderitaan kian bertambah dan kejahatan semakin
merajalela.
Manusia yang berada diambang kehilangan
peradaban itu juga tenggelam dalam buaian syahwat,
menuju kehancuran sebab tidak memfungsikan
kesadarannya, dan menghilangkan nurani
kemanusiaannya karena narkoba dan semacamnya,
hingga membuatnya kehilangan hakikat kemanusiaan.
Perilaku peradaban –bagi manusia secara mutlak
dan dalam kondisi normal- merupakan tanggung jawab
sosial, kelayakan bagi sosok berkepribadian positif
yang selalui ingin mengembangkan dirinya. Adapun
bagi manusia Muslim dan umat yang moderat, maka
pembebanan itu merupakan tanggung jawab dan jihad
yang harus ditunaikan. Tidak akan ada kemulian,
kepeloporan, persaksian, bahkan tak ada keselamatan
tanpa pelaksanaan tanggung jawab itu.

104
Adapun perilaku peradaban dalam kondisi krisis,
kritis dan berat yang dapat mengancam kehidupan umat
manusia secara umum –dimana umat Islam adalah
bagian darinya, sehingga akan turut terpengaruh atas
apa yang menimpanya-, maka tanggung jawab itu
semakin besar, bahkan menjadi kewajiban yang harus
dilaksanakan demi keberlangsungan kehidupan
manusia melalui perlindunan terhadap individu dan
menguatkan pilar-pilar bangunan umat, menyelamatkan
kehidupan dan arti kemanusiaan bagi seluruh manusia.
Jika hal ini merupakan kewajiban bagi manusia
secara umum –karena keberadaannya sebagai makhluk
hidup- maka bagi manusia Muslim hal ini merupakan
amanah dari Allah Ta’ala yang merupakan tugas suci
yang dibebankan kepadanya.

Keterkaitan Manusia dengan Alam Semesta


Kemoderatan umat Islam sebagai “Kehendak
Ilahi” sesuai dengan keseimbangan alam semesta dalam
landasan asasinya, dan pilar-pilarnya yang kokoh
sebagaimana Allah swt. bebankan kepada langit dan
bumi. Bahkan secara keseluruhan itu merupakan
komponen utama manusia; karena Allah Ta`ala
menciptakan semua yang ada di alam semesta ini dan
menundukkannya bagi manusia yang dijadikan Allah

105
Ta`ala sebagai khalifah. Jika ia tidak melaksanakan
haknya sebagai khalifah dan tidak bangkit menunaikan
perintah tersebut sesuai aturan yang digariskan Allah
Ta`ala, maka yang akan terjadi adalah kekacauan.
Firman-Nya:

ä ã â á àß Þ Ý Ü Û Ú Ù Ø × Ö m
l çæå
“Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di
langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai
rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.”80
Berfikir dengan apa? Bukti-bukti nyata untuk
menjawab pertanyaan ini sangatlah banyak. Namun
cukuplah bagi kita untuk menyimak apa yang terdapat
dalam surat Al-Jaatsiyah dari awal sampai akhir dari
dalil yang kita ambil di atas. Dengan begitu kita pasti
akan menjumpai keterkaitan manusia dengan alam
semesta kemudian hubungan kemoderatan manusia
yang akan menjadi saksi bagi seluruh umat manusia di
dunia dan di akhirat dengan keseimbangan alam
semesta. Dan apa yang menjadi tuntutan bagi kaum

                                                            
80
QS. Al-Jaatsiyah: 13

106
yang mau berfikir atas hubungan itu; berupa interaksi
aktif dalam memakmurkan bumi dan membangun
peradaban yang ideal di dalamnya. Dan bila tidak,
maka kecelakaan bagi kaum tersebut. Firman Allah
Ta’ala:

l k j i h g f e d c b a ` _ ~m
l r q p o nm
“Kecelakaan besarlah bagi tiap-tiap orang yang
banyak berdusta lagi banyak berdosa. Dia mendengar
ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya kemudian Dia
tetap menyombongkan diri seakan-akan Dia tidak
mendengarnya. Maka beri kabar gembiralah Dia
dengan azab yang pedih.”81
Sesungguhnya balasan baginya adalah siksa yang
pedih dan menyakitkan; di belakangnya ada neraka
jahannam; pengetahuan teknologi, berbagai penemuan
baru yang dihasilkannya, dan kekuatan militer yang
dimiliki tidak akan mampu menyelamatkannya, karena
telah menyimpang dari manhaj Ilahi yang menyatukan
antara hidayah keimanan dengan sunah-sunah
keagamaan, kontribusi akal dengan kerja manusia. Ia
menjual dunia dan akhiratnya dengan penderitaan tiada

                                                            
81
QS. Al-Jaatsiyah: 7-8

107
tara, dan siksa pedih perih tak terbayang. Firman Allah
Ta’ala:

N M L K J I G F E D C B Am
[ZY X WVUTS RQPO
jihgfedc ba`_^]\
x w vu t s r q p o n m l k
fe dcb a`_~}|{z y
u t s r q p o nm l k j i h g
¥ ¤£ ¢ ¡  ~ } | { zy x w v
¶ µ ´ ³² ± ° ¯ ® ¬ « ª © ¨ § ¦
Æ Å Ä Ã Â Á À ¿ ¾ ½ ¼ »º ¹ ¸
ÓÒ Ñ ÐÏ ÎÍÌËÊ ÉÈÇ
ã â á àß Þ Ý Ü Û Ú Ù Ø × Ö Õ Ô
l çæåä
“Haa Miim. Kitab (ini) diturunkan dari Allah yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya
pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-
tanda (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang
beriman. Dan pada penciptakan kamu dan pada

108
binatang-binatang melata yang bertebaran (di muka
bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk
kaum yang meyakini. Dan pada pergantian malam dan
siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu
dihidupkan-Nya dengan air hujan itu bumi sesudah
matinya; dan pada perkisaran angin terdapat tanda-
tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal.
Itulah ayat-ayat Allah yang Kami membacakannya
kepadamu dengan sebenarnya; maka dengan perkataan
manakah lagi mereka akan beriman sesudah (kalam)
Allah dan keterangan-keterangan-Nya. kecelakaan
besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta
lagi banyak berdosa, dia mendengar ayat-ayat Allah
dibacakan kepadanya kemudian dia tetap
menyombongkan diri seakan-akan dia tidak
mendengarnya. Maka beri kabar gembiralah dia
dengan azab yang pedih. Dan apabila dia mengetahui
barang sedikit tentang ayat-ayat Kami, maka ayat-ayat
itu dijadikan olok-olok. Merekalah yang memperoleh
azab yang menghinakan di hadapan mereka neraka
Jahannam dan tidak akan berguna bagi mereka sedikit
pun apa yang telah mereka kerjakan, dan tidak pula
berguna apa yang mereka jadikan sebagai sembahan-
sembahan (mereka) dari selain Allah, dan bagi mereka
azab yang besar. Ini (Al Quran) adalah petunjuk. dan
orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Tuhannya

109
bagi mereka azab yaitu siksaan yang sangat pedih.
Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya
kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya
dan supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan
mudah-mudahan kamu bersyukur. Dan Dia telah
menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa
yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-
Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
kaum yang berfikir.”82
Setelah Allah Ta’ala menyampaikan ayat yang
mulia ini bagi orang-orang yang berakal, Ia yang Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana kemudian
mengarahkan kita untuk mengembangkan kepribadian
kita dalam rangka merekonstruksi kembali “Peradaban
Moderat” yang lurus guna menyelamatkan manusia dari
petaka bangsa-bangsa tiran yang melampaui batas,
yang menguasai hamba-hamba Allah di muka bumi;
padahal mereka bukanlah umat yang tiran dan
pendendam. Tapi mereka adalah umat yang
menjalankan peran mereka dengan adil dan kelak
menjadi saksi di hadapan Allah Ta’ala. Firman-Nya:

l ¸ ¶ µ ´ ³m
                                                            
82
QS. Al-Jaatsiyah: 1-13

110
“Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut
keadaannya masing-masing."83
Dan Allah Ta’ala membalas atas apa yang
mereka perbuat melalui firman-Nya:

l ç æ å äã â á à m
“Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh,
maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan
barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat.”84
Kemudian akhir dari tempat persinggahan kita
adalah di sisi Allah Ta’ala di akhirat kelak.
Maka medan pertama dan pilar mendasar
sebagai saksi bagi seluruh umat manusia bersumber
dari implementasi kemoderatan dalam kehidupan;
menganut dan melaksanakannya sekaligus sebagai
undang-undang Allah Ta’ala dalam dirinya dan di alam
semesta. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda
yang artinya, “Kalian adalah saksi Allah Ta’ala di
muka bumi.” Hal ini terlihat semakin jelas dalam
firman Allah Ta’ala:

                                                            
83
QS. Al-Israa`: 84
84
QS. Fushillat: 46

111
Q P O N Mm
^]\[Z Y X W VU TSR
k j i h g f e d c b a `_
w v u t s r q p o n ml
c b a ` _ ~ } | {z y x
ld
“(yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang
tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah),
dan yang memohon ampun di waktu sahur. Allah
menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan
Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan
keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang
berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada
Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya
agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.
tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab
kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka,
karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.
Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah,
maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.)85.

                                                            
85
QS. Ali Imraan: 17-19

112
Sesungguhnya kemanusiaan pada saat ini –setelah
terjadinya perang dunia dan perang saudara yang
dampaknya tidak pernah berakhir- menghadapi kondisi
yang sangat sulit antara ketiadaan dan keabadian di
bawah kekuasaan peradaban senjata nuklir yang
membinasakan, dan diapit oleh paham kapitalis dan
komunis; setiap korbannya akan jatuh berguguran,
tersiksa dan kebinasaan. Sedangkan generasi yang
tersisa hidup dalam derita, gelisah dan cerai-berai.
Dampak dari semua itu membuat banyak orang yang
menyimpang dari jati dirinya, menolak kehidupan
dengan melakukan bunuh diri atau mengkonsumsi
narkotika yang membinasakan. Betapa banyak manusia
hidup dalam kemelaratan dan kehampaan, beralih
kepada kehidupan barbarisme, kebiadaban, kekejian
dan berbagai hal buruk lainnya. Dan betapa dosa,
kejahatan dan kemungkaran terjadi setiap hari dan kian
membesar.
Setiap manusia –siapa pun dia- tidak dapat hidup
dengan netral (tidak berpihak) dan statis menghadapi
realitas kehidupan yang sangat pahit ini. Lalu
bagaimana dengan manusia Muslim moderat yang
dituntut untuk senantiasa mengingat tanggung jawab
besarnya di hadapan Allah Ta`ala, dan agar ia tidak
melupakan tanggung jawab itu pada dirinya, umatnya

113
dan kemanusiaan, dan hendaknya memiliki gelora jiwa
yang senantiasa membara, memiliki kekuatan yang
selalu terpancar untuk menghadapi berbagai
marabahaya guna menyelamatkan manusia sebelum
mereka di telan badai taufan peradaban jahiliyah yang
membinasakan.

Kemoderatan Islam Mewujudkan Khalifah dan


Menyelamatkan Kemanusiaan
Bila kita tidak berupaya mengimplementasikan
kemoderatan ini, sementara kita dan kemanusiaan
berada di tengah gelora api yang membakar, atau kita
tidak dapat mengetahui apa yang diinginkan Allah
Ta’ala kepada kita, atau bila kita tidak memiliki
kesadaran yang dalam, kejujuran yang kokoh, lalu tidak
bangkit untuk mewujudkan semua itu dengan usaha
keras dan keteguhan, maka kita sesungguhnya telah
telah menyia-nyiakan fungsi “Kekhalifahan” kita,
menghancurkan “Kelayakan” kita, menghilangkan
“Kemoderatan” kita, dan itu berarti bahwa telah
diharamkan “Persaksian” kita. Dan inilah
sesungguhnya yang diharapkan dan diusahakan oleh
musuh-musuh Allah dan musuh-musuh kita, bahkan
musuh mereka sendiri secara sadar atau pun tidak.
Namun Allah Ta’ala berfirman:

114
L K I H G F E D C B Am
lPON M
“Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan
mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru)
menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang
kafir membencinya."86
Dan firman-Nya:

Z Y X W V U T S R Qm
l_^]\[
“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan
membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar
untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun
orang-orang musyrikin tidak menyukai.”87
Dan Allah Ta`ala melalui firman-Nya juga telah
menunjukkan jalan keselamatan;

¨ § ¦ ¥¤ £ ¢ ¡  ~ } | { m
l ¬« ª ©

                                                            
86
QS. At-Taubah: 32
87
QS. At-Taubah: 33

115
“(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu.
Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.”88

Hasil Akhirnya
Allah Ta’ala berfirman:

l Í Ì Ë ÊÉ È Ç Æ Å ÄÃ Â m
“Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai
(yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang
dekat (waktunya). dan sampaikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang beriman.”89
Dan Firman-Nya:

Ú Ù Ø × Ö Õ Ô Ó Ò Ñ Ð Ï Îm
é è ç æ å äã â á à ß Þ Ý Ü Û
l ô ó ò ñ ð ï î í ìë ê
“(Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu
penolong (agama) Allah sebagaimana Isa Ibnu
Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya
yang setia, "Siapakah yang akan menjadi penolong-
                                                            
88
QS. Ash-Shaf: 11
89
QS. As-Shaf: 13

116
penolong-Ku (untuk menegakkan agama) Allah?"
Pengikut-pengikut yang setia itu berkata, "Kami-lah
penolong-penolong agama Allah", lalu segolongan dari
Bani Israil beriman dan segolongan lain kafir; maka
Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang
beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka
menjadi orang-orang yang menang.”90
Serta firman Allah Ta’ala:

b a ` _ ^ ] \ [ Zm
l fe d c
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu
(umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu
menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan)
kamu.”91
 

                                                            
90
QS. Ash-Shaf: 14
91
QS. Al-Baqarah: 143

117

Anda mungkin juga menyukai