Anda di halaman 1dari 4

Term Of Reference

Dunia saat ini sedang digemparkan dengan munculnya wabah pandemi yang disebabkan oleh
virus corona (Novel Coronavirus) atau yang biasa disebut sebagai Covid-19 (Corona Virus
Disease 2019). Siapa yang menyangka virus pada mulanya bersal dari salah satu pasar olahan
seafood kini telah menyebar di berbagai pelosok dunia. Berdasarkan data pada Kompas.com
(10/5/2020), jumlah kasus terinfeksi diseluruh dunia telah mencapai angka lebih dari 4,1 juta
orang dengan jumlah korban meninggal mencapai 280.431 juta jiwa. Sedangkan untuk
Indonesia sendiri hingga hari minggu (10/5/10) telah mencapai 14.032 kasus dan korban
meningga sebanyak 973 jiwa.
Covid-19 atau Coronavirus merupakan kumpulan virus yang menyerang pada sistem
pernafasan. pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernafasan ringan
seperti flu. Namun, virus ini juga dapat menyebabkan infeksi pernafasan berat, seperti infeksi
paru-paru. Gejala awal dari virus ini ditandai dengan demam, pilek, batuk kering, sakit
tenggorokan dan sakit kepala. penderita dengan gejala yang berat bisa mengalami demam
tinggi, batuk berdahak bahkan berdarah, sesak napas dan nyeri dada. gejala-gejala tersebut
muncul ketika tubuh bereaksi melawan infeksi virus corona.
Selain masalah kesehatan seperti yang disebutkan diatas, banyak permasalahan lain
yang di timbulkan dari wabah covid-19, mulai dari sektor perdangan, transpotasi, pariwisata,
bahkan tak terkecuali sektor pertanian juga mendapat imbasnya. Dari semua sektor tersebut,
sektor pertanian merupakan persoalan yang cukup serius, mengingat kebutuhan masyarakat
terhadap makanan bergizi untuk menigkatkan imunitas tubuh dalam menghadapi pandemi
Covid-19.
Selain itu sektor pertanian terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan
merupakan kebutuhan primer sekaligus hak bagi setiap individu, apalagi saat ini dalam
mengatasi penyebaran wabah Covid-19 pemerintah menerapkan aturan PSBB yang salah satu
imbasnya akan membatasi pergerakan distribusi kebutuhan pangan dari daerah penghasil
pangan ke daerah-daerah lain.
Badan Pangan Dunia (FAO) sudah mengingatkan bahwa pandemi corona telah
melumpuhkan berbagai sektor perekonomian sehingga bisa memicu terjadinya krisis
pangan di berbagai negara pada April-Mei ini. Artinya, pasar pangan dunia akan makin
ketat. Karena itu, pemerintah harus betul-betul lihai mengatur pasokan dan distribusi
pangan di dalam negeri.
Sebagai upaya untuk mengatasi krisis pangan akibat wabah pandemi Covid-19,
pemerintah dalam hal ini Presiden jokowi Dodo, telah memerintahkan kepada Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) untuk membuka lahan persawahan baru di lahan basah dan lahan
gambut yang ada di Kalimantan Tengah. Pembukaan lahan sawah baru tersebut menurut
Jokowi sebagai bentuk antisipasi apabila terjadi kekeringan dan kelangkaan panganpada
saat masa pandemi berlangsung. Pembukaan lahan tersebut di targetkan sekitar 300 ribu
hectare dan yang dikuasai BUMN sekitar 200 ribu hektar sperti yang diungkapakan oleh
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto.
Presiden Jokowi sebelumnya meminta jajarannya untuk menghitung betul
ketersediaan sembako. Sebab, beberapa daerah mulai mengalami defisit sembako. Ia
memasukkan beras sebagai salah satu daftar sembako yang defisit di tujuh provinsi. Presiden
Jokowi berharap Indonesia bisa memproduksi sekitar 5,62 juta ton beras dalam panen raya
pada April 2020. Hal tersebut berdasarkan laporan yang diterimanya.
Namun dalam pandangan dari Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) menilai bahwa
kebijakan yang diambil oleh presiden Jokowi menunjukan bahwa pemerintah tengah
keteteran dalam menghadapi krisis yang di timbulkan oleh Covid-19, yakni ketakutan krisis
pangan akibat kekurangan stok pangan. selain itu WALHI juga mengkritisi kebijakan
presiden Jokowi terkait pembukaan lahan sawah baru lantaran sebelumnya, Presiden Jokowi
beserta jajarannya telah menggusur lahan pertanian milik rakyat demi membangun
infrastruktur.
Misalnya saja pembangunan Bandara New Yogyakarta Internasional Airport (NYIA)
yang dilakukan oleh PT Angkasa Pura I yang telah menggusur sejumlah lahan warga secara
paksa lewat ekskavator dan pengerahan ratusan pasukan gabungan polisi, TNI, dan Satpol
PP. Bahkan rumah ibadah sampai rata dengan tanah. Misalnya saja pembangunan Bandara
New Yogyakarta Internasional Airport (NYIA) yang dilakukan oleh PT Angkasa Pura I yang
telah menggusur sejumlah lahan warga secara paksa lewat ekskavator dan pengerahan ratusan
pasukan gabungan polisi, TNI, dan Satpol PP. Bahkan rumah ibadah sampai rata dengan
tanah.
Dalam ungkapan Dandhy Laksosno, saat ini 200 ribu hektare lahan pertanian hilang
setiap tahunnya, selain itu. dalam 10 tahun terdapat 5 juta kepala keluarga petani yang
kemudian beralih profesi, belum lagi 1.171 kasus terkait persoalan tanah dan juga
penggusuran petani ditambah lagi menurutnya saat ini kita telah kehilangan 1,7 ton beras
akibat batubara. Semua ini tentu saja sangat tidak konsisten dengan wacana pemerintah yang
ingin mengatasi potensi krisis pangan yang akan terjadi.
Selain itu, pembukaan lahan sawah baru pada daerah lahan gambut justru
mengakibatkan eksploitasi terhadap lahan gambut mengingat akan fungsi esensial yang
dimiliki pada lahan gambut. Hal tersebut dilatarbelakangi ketidakpahaman pemerintah akan
ekosistem gambut. Ketidakpedulian dan ketidakpahaman akan ekosistem rawa gambut, tentu
akan menyebabkan bencana ekologis yang makin meningkat. Rusaknya ekosistem gambut
juga menjadi biang dari Kebakaran Hutan dan Lahan (KARHUTLA). Dalam catatan olah
data WALHI sepanjang 2019, sebanyak 36.952 hotspot terekam berada pada Kesatuan
Hidrologi Gambut (KHG).
Menurut Pandangan pakar Ilmu Tanah dari Institut Pertanian Bogor Basuki
Sumawinata menjelaskan secara teknis bagaimana pelaksanaan cetak sawah.
Menurutnya, ekosistem sawah baru dapat stabil paling cepat 3-5 tahun apabila dilakukan
secara tepat.  Menurutnya, pembukaan sawah di lahan gambut sulit dilakukan karena
ketinggian air harus dipertahankan sekitar 5-10 cm di atas permukaan tanah gambut yang
bersifat porous (berpori). Sifatnya yang porous menyebabkan air akan hilang apabila tidak
ada air yang masuk. Selain itu, permukaannya tak selalu datar karena adanya kubah gambut
dan kedalaman gambut yang bervariasi. 
Tambahan lagi Menurutnya, beberapa regulasi menghambat pengembangan budidaya
padi di lahan gambut. Pertama, Peraturan Pemerintah No.57 Tahun 2016 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Ekosistem Gambut. Mengacu pada peraturan tersebut, banyak lahan ditetapkan sebagai
kawasan hidrologis gambut yang sebagian areanya memiliki fungsi kawasan lindung. Lahan
yang masuk kategori ini adalah sebagian besar lahan gambut eks PLG satu juta hektare.
Kedua, Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2011 tentang Sungai dan Peraturan
Menteri PUPR No. 28 Tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Danau.
Kedua peraturan tersebut tidak menyebut sawah secara eksplisit sebagai kegiatan yang
diperbolehkan di sempadan sungai maupun danau. Padahal, lahan di pinggir sungai dan
danau relatif lebih subur.
Disatu sisi, seperti yang diungkapkan oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo
pada Media Indonesia Rabu (15/4/2020) menegaskan ketersediaan pangan dan komoditas
pokok dalam kondisi aman dan mencukupi hingga Agustus 2020. Menurut pak Mentan
sendiri, stok pangan dipastikan cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama
pandemi covid-19 berlangsung. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Sekretaris
Perusahan Umum Badan Urusan Logistik, Awaluddin Iqbal, juga menuturkan cadangan beras
pemerintah (CBP) saat ini masih dalam kondisi yang aman dan relatif besar. Itu disebabkan
pada saat ini tengah terjadi musim puncak panen di beberapa wilayah. Menurut Awaluddin
sendiri, cadangan beras pemerintah saat ini kurang lebih 1,4 juta ton
Berdasrakan penjelasan diatas, maka akan memunculkan suatu pertanyaan, apakah
benar alasan pembukaan lahan baru pertanian murni sekedar untuk menghadapai potensi
ancaman krisis pangan di masa pandemi yang sedang berlangsung?. untuk menjawab
pertanyaan tersebut maka kami dari BEM KEMA FAPERTA UNHAS akan mengadakan
diskusi dengan tema “Percetakan Lahan Sawah Baru: Apakah Menjawab Fenomena
Krisis Pangan Ditengah Pandemi?” untuk menganalisis apakah wacana percetakan lahan
sawah baru merupakan suatu jawab untuk mengatasi potensi krisis pangan yang akan terjadi
dan juga apa motif utama dibalik wacana Presiden Jokowi terkaitu percetakan lahan sawah
baru yang akan mengorbankan lahan gambut di Kalimantan Tengah,.

Anda mungkin juga menyukai