Anda di halaman 1dari 13

A.

MINUMAN KERAS
A.    Pengertian Minuman Keras
Minuman keras dalam istilah agama disebut khamr. Khamr terambil dari kata khamara artinya
“menutup”. Maksudnya adalah menutupi akal. Karena itu makanan atau minuman yang dapat menutupi
akal secara bahasa juga disebut khamr.
Pada mulanya khamr adalah minuman keras yang terbuat dari kurma dan anggur. Tetapi karena
dilarangnya itu sebab memabukkan, maka minuman yang terbuat dari bahan apas aja (walaupun bukan
dari kurma atau anggur) asal itu memabukkan, maka hukumnya sama dengan khamr, yaitu haram
diminum.
Menurut sebagian ulama’ menyatakan bahwa yang disebut khamr adalah minuman yang terbuat
dari bahan anggur, kurma, gandum, dan sya’ir yang sudah keras, mendidih dan berbuih.
Menurut kebanyakan ulama’ yang dimaksud khamr adalah segala jenis minuman yang
memabukkan dan menjadikan peminumnya hilang kesadarannya. Pendapat ini didasarkan pada hadits
nabi SAW :
Artinya:  “Semua yang memabukkan itu hukumnya haram”(HR Muslim).
 Dalam hadist lain Rasulullah bersabda:
Artinya : “Apapun yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya pun haram.”(HR nasa’I dan
abu dawud)
 
Minuman Keras adalah minuman yang memabukan dan dapat membahayakan kaum remaja dan
harus dijauhi oleh remaja-remaja karena itu akan merusak masa depannya. Sebelum datangnya Islam,
masyarakat Arab sudah akrab dengan minuman beralkohol atau disebut juga minuman keras (khamar
dalam bahasa arab). Bahkan merurut Dr. Yusuf Qaradhawi dalam kosakata Arab ada lebih dari 100 kata
berbeda untuk menjelaskan minuman beralkohol. Disamping itu, hampir semua syair/puisi Arab sebelum
datangnya Islam tidak lepas dari pemujaan terhadap minuman beralkohol. Ini menyiratkan betapa
akrabnya masyarakat tersebut dengan kebiasaan mabuk minuman beralkohol. Dalam banyak kasus,
keduanya (khamer dan alkohol) identik.
 
Dari pengertian khamr dan esensinya seperti yang dikemukakan diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa makanan maupun minuman terolah atau tidak, selama mengganggu akal pikiran maka
ia adalah khamr dan haram hukumnya.
 
B.     Unsur/Ciri-Ciri Minuman Keras
Minuman keras mengandung alkohol dengan berbagai golongan terutama etanol (CH3CH2OH)
dengan kadar tertentu yang mampu membuat peminumnya menjadi mabuk atau kehilangan kesadaran
jika diminum dalam jumlah tertentu. Secara kimia alkohol adalah zat yang pada gugus fungsinya
mengandung gugus – OH. Alkohol diperoleh dari proses peragian zat yang mengandung senyawa
karbohidrat seperti gula, madu, gandum, sari buah atau umbi-umbian. Jenis serta golongan dari alkohol
yang akan dihasilkan tergantung pada bahan serta proses peragian. Dari peragian tersebut akan didapat
alkohol sampai berkadar 15% tapi melalui proses destilasi memungkinkan didapatnya alkohol dengan
kadar yang lebih tinggi bahkan sampai 100%. Ada 3 golongan minuman berakohol yaitu:
-          Golongan A; kadar etanol 1%-5% misalnya dan tuak dan bir
-          Golongan B; kadar etanol 5%-20% misalnya arak dan anggur
-          Golongan C; kadar etanol 20%-45% misalnya whiskey dan vodca.
Di Bali sendiri minuman keras dibuat dari bahan aren. Aren ini kemudian difermentasikan dengan
cara tradisional maka didapatlah  tuak, jika tuak ini diolah maka akan diperoleh minuman dengan kadar
alkohol sampai 15% yang kemudian dinamakan arak. Arak dengan kadar alkohol yang lebih tinggi sering
disebut dengan nama arak api, disebut demikian kerena jika arak ini disulut dengan api maka akan
langsung terbakar.
 
C.    Bentuk Minuman Keras
Minuman keras sering di produksi atau di pasarkan dalam bentuk minuman kaleng dan berbagai
bentuk/jenis botol. Namun karena kandungan alkoholnya, penjualan miras diatur dengan sangat ketat,
dan ada batas usia minimal bagi pembeli miras. Di Indonesia, kebanyakan toko tidak menjual minuman
beralkohol bagi orang yang berusia di bawah 21 tahun.
Minuman beralkohol biasanya dipisah menjadi tiga jenis: Bir, wine, dan spirit.
 
D.    Hukum Minuman Keras
Hukum minum minuman keras atau khamar ialah haram,dan bagi orang yang menkonsumsinya
adalah termasuk pelaku dosa besar. Sebab akan mempunyai dampak negative cukup berat sekali.
Misalnya dengan hilangnya kesadran orang akan berbuat semaunya ynag cenderung melanggar norma
agama, social masyarakat, sera merusak sel syaraf otak dan jantng peminumnya yang berakibat
membahayakan diri sendiri.
Larangan minum khamr, diturunkan secara berangsur-angsur. Sebab minum khamr itu bagi orang
Arab sudah menjadi adat kebiasaan yang mendarah daging semenjak zaman jahiliyah. Mula-mula
dikatakan bahwa dosanya lebih besar daripada manfaatnya, kemudian orang yang mabuk tidak boleh
mengerjakan shalat, dan yang terakhir dikatakan bahwa minum khamr itu adalah keji dan termasuk
perbuatan syetan. Oleh sebab itu hendaklah orang-orang yang beriman berhenti dari minum khamr.
 
Begitulah, akhirnya Allah mengharamkan minum khamr secara tegas. Adapun firman Allah yang
pertama kali turun tentang khamr adalah :
 
Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya itu terdapat
dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”.
Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafqahkan. Katakanlah, “Yang lebih dari keperluan”.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu berfikir. [QS. Al-Baqarah : 219]
 
Di dalam hadits riwayat Ahmad dari Abu Hurairah diterangkan sebab turunnya ayat tersebut
sebagai berikut : Ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah, didapatinya orang-orang minum khamr dan
berjudi (sebab hal itu sudah menjadi kebiasaan mereka sejak dari nenek moyang mereka). Lalu para
shahabat bertanya kepada Rasulullah SAW tentang hukumnya, maka turunlah ayat tersebut. Mereka
memahami dari ayat tersebut bahwa minum khamr dan berjudi itu tidak diharamkan, tetapi hanya
dikatakan bahwa pada keduanya terdapat dosa yang besar, sehingga mereka masih terus minum khamr.
Ketika waktu shalat Maghrib, tampillah seorang Muhajirin menjadi imam, lalu dalam shalat tersebut
bacaannya banyak yang salah, karena sedang mabuk setelah minum khamr. Maka turunlah firman Allah
yang lebih keras dari sebelumnya, yaitu :
 
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendekati shalat padahal kamu sedang mabuk
sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan. [An-Nisaa' : 43]
 
Kemudian orang-orang masih tetap minum khamr, sehingga mereka mengerjakan shalat apabila
sudah sadar dari mabuknya. Kemudian diturunkan ayat yang lebih tegas lagi dari ayat yang terdahulu :
‫صابُ َو ْاالَ ْزالَ ُم ِرجْ سٌ ّم ْن َع َم ِل ال َّشيْط ِن فَاجْ تَنِبُوْ هُ لَ َعلَّ ُك ْم‬ َ ‫ياَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ا َمنُوْ آ اِنَّ َما ْالخَ ْم ُر َو ْال َمي ِْس ُر َو ْاالَ ْن‬
ِ‫ص َّد ُك ْم ع َْن ِذ ْك ِر هللا‬ ُ َ‫ضآ َء فِى ْال َخ ْم ِر َو ْال َم ْي ِس ِر َو ي‬
َ ‫َاوةَ َو ْالبَ ْغ‬
َ ‫ْطن اَ ْن يُّوْ قِ َع بَ ْينَ ُك ُم ْال َعد‬
ُ ‫ اِنَّ َما ي ُِر ْي ُد ال َّشي‬. َ‫تُ ْفلِحُوْ ن‬
91-90:‫ المائدة‬. َ‫َو ع َِن الصَّلو ِ†ة فَهَلْ اَ ْنتُ ْم ُّم ْنتَهُوْ ن‬
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaithan itu
bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) khamr
dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari
mengerjakan pekerjaan itu). [QS. Al-Maidah : 90-91]
 
Setelah turun ayat yang sangat tegas ini, mereka berkata, “Ya Tuhan kami, kami berhenti (dari
minum khamr dan berjudi)”. [HR. Ahmad]
 
Dari ayat-ayat diatas, sudah jelas bahwa Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan khamr dengan
pengharaman yang tegas. Dan bahkan peminumnya dikenai hukuman had. Rasulullah SAW menghukum
peminum khamr dengan 40 kali dera, sedangkan Khalifah Umar bin Khaththab dimasa kekhalifahannya
menetapkan hukuman dera 80 kali bagi peminum khamr, setelah bermusyawarah dengan para shahabat
lainnya, yang Isnya Allah hadits-haditsnya akan kami sampaikan di belakang nanti.

 
Adapun hadits-hadits tentang haramnya khamr diantaranya sebagai berikut :
‫ ابن ماجه‬.‫ ُم ْد ِمنُ ْال َخ ْم ِر َك َعابِ ِد َوثَ ٍن‬:‫ال َرسُوْ ُل هللاِ ص‬
َ َ‫ ق‬:‫ع َْن اَبِى هُ َر ْي َرةَ رض قَا َل‬
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Peminum khamr itu bagaikan
penyembah berhala”. [HR. Ibnu Majah]
 
1.      Segala Yang Memabukkan Hukumnya Haram

‫ احمد و البخارى و مسلم‬.‫ت َو ْالخَ ْم ُر يَوْ َمئِ ٍذ ْالبُ ْس ُر َو التَّ ْم ُر‬


ْ ‫ اِ َّن ْال َخ ْم َر ُح ِّر َم‬:‫ال‬ ٍ َ‫ع َْن اَن‬
َ َ‫س ق‬
Dari Anas, ia berkata, “Sesungguhnya khamr itu (telah) diharamkan, dan pada saat itu khamr (dibuat
dari) kurma segar dan kurma kering”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim]
Dari Ibnu ‘Umar, bahwa ‘Umar RA berkata (berkhutbah) di mimbar Nabi SAW, “Amma ba’du, hai
manusia, sesungguhnya telah turun ketetapan haramnya khamr, dan khamr itu (terdiri) dari lima
macam, yaitu dari anggur, kurma kering, madu gandum, sya’ir (gandum Belanda), dan khamr itu suatu
minuman yang menutupi akal”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim]
 
2.      Minum khamr walaupun sedikit, hukumnya tetap haram

‫ احمد و ابن ماجه و الدارقطنى و صححه‬.‫ َما اَ ْس َك َر َكثِ ْي ُرهُ فَقَلِ ْيلُهُ َح َرا ٌم‬:‫ال‬
َ َ‫ع َِن ا ْب ِن ُع َم َر رض َع ِن النَّبِ ِّي ص ق‬
Dari Ibnu Umar, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Minuman yang dalam jumlah banyak memabukkan,
maka sedikitpun juga haram”. [HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Daruquthni, dan dia menshahihkannya].
 
3.      Ada segolongan orang yang merubah nama khamr dengan nama yang lain sehingga mereka
menganggap halal dan meminumnya.

‫ احمد‬.ُ‫ لَتَ ْستَ ِحلَّ َّن طَائِفَةٌ ِم ْن اُ َّمتِى ْال َخ ْم َر بِاس ٍْم يُ َس ُّموْ نَهَا اِيَّاه‬:‫ قَا َل َرسُوْ ُل هللاِ ص‬:‫ال‬ َ َ‫ت ق‬ ِ ‫ع َْن ُعبَا َدةَ ْب ِن الصَّا ِم‬
Dari ‘Ubadah bin Shamit, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh akan ada segolongan dari
ummatku yang menghalalkan khamr dengan menggunakan nama lain”. [HR. Ahmad]
 
4.      Khamr yang telah diharamkan oleh Allah tidak boleh dijual ataupun dihadiahkan.
 Dari Ibnu ‘Abbas ia berkata : Rasulullah SAW pernah mempunyai seorang kawan dari Tsaqif dan
Daus, lalu ia menemui beliau pada hari penaklukan kota Makkah dengan membawa satu angkatan atau
seguci khamr untuk dihadiahkan kepada beliau, lalu Nabi SAW bersabda, “Ya Fulan, apakah engkau
tidak tahu bahwa Allah telah mengharamkannya ?”. Lalu orang tersebut memandang pelayannya sambil
berkata, “Pergi dan juallah khamr itu”. Lalu Rasulullah SAW pun bersabda, “Sesungguhnya minuman
yang telah diharamkan meminumnya, juga diharamkan menjualnya”. Lalu Rasulullah SAW menyuruh
(agar ia membuang)nya, lalu khamr itu pun dibuang dibathha’. [HR. Ahmad, Muslim dan Nasai]
 
5.      Khamr tidak boleh dijadikan cuka.
‫ احمد و مسلم و ابو داود و الترمذى و صححه‬.َ‫ ال‬:‫ي ص ُسئِ َل َع ِن ْالخَ ْم ِر يُتَّ َخ ُذ َخالًّ فَقَا َل‬ َّ ِ‫س اَ َّن النَّب‬
ٍ َ‫ع َْن اَن‬
Dari Anas, bahwa Nabi SAW ditanya tentang khamr yang dijadikan cuka, lalu beliau menjawab, “Tidak
boleh”. [HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi, dan ia menshahihkannya]
 
6.      Boleh minum perasan kurma atau anggur selama tidak menjadi khamr  (belum rusak).
†ُ‫ ْال َم††ا َء فَنَ ْنبُ† ُذه‬ ‫َص†بُّ َعلَ ْي† ِه‬ ْ ‫ب فَن‬
ُ ‫ ثُ َّم ن‬،‫َط َر ُحهُ َم††ا‬ ٍ ‫ضةً ِم ْن زَ بِ ْي‬ َ ‫ضةً ِم ْن تَ ْم ٍر َو قَ ْب‬ َ ‫ ُكنَّا نَ ْنبُ ُ†ذ لِ َرسُوْ ِل هللاِ ص فِى َسقَا ٍء فَنَأْ ُخ ُذ قَ ْب‬:‫ت‬ْ َ‫ع َْن عَائِ َشةَ رض قَال‬
ً ْ ُ ْ َ ً ُ
‫ ابن ماجه‬.‫ُغ ْد َوةَ فَيَ ْش َربُهُ َع ِشيَّةً َو نَنبُذهُ َع ِشيَّة فيَش َربُهُ غد َوة‬
ْ
Dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Kami pernah membuatkan minuman Rasulullah SAW dalam suatu wadah,
kami mengambil segenggam kurma dan segenggam anggur lalu kami tuangkan air. Kami membuatnya
pada pagi hari kemudian diminum pada sore hari dan (jika) kami membuatnya pada sore hari lalu
diminum pada pagi hari. [HR. Ibnu Majah]
]
 
Dari hadist di atas dapat kita ambil penjelasan bahwa sungguh sangat merugilah orang-orang yang
dalam kesehariannya selalu mengkonsumsi minuman keras atau khamar.karena mereka termasuk pelaku
dosa besar dan di laknat oleh Allah SWT.
Adapun hukum orang yang menganggap minuman khamr halal adalah kafir berdasarkan
kesepakatan umat Islam. Menurut Umar .a dan Ali r.a apabila seorang non muslim menjual khamr, maka
tempat dan hasil penjualannya harus dirusak dan resikonya ditanggung sendiri oleh pemiliknya.
Apabila khamr berubah dengan sendirninya menjadi cuka maka hukumnya adalah halal menurut
ijma’ sahabat. Akan tetapi apabila berubah kembali rasa, warna, baunya seperti khmar kembali maka
hukumya menjadi haram.
 
E.     Had /Hukuman Meminum Minuman Keras
            Bagi orang yang suka meminum atau mengkonsumsi minuman keras maka akan mendapatkan
had atau hukuman yaitu di jilid atau didera sebanyak 40 sampai 80 kali seperti dalam sabda nabi SAW:
َ َّ‫ار الن‬
َ †َ‫اس فَق‬
‫†ال َع ْب† ُد‬ َ ‫ فَلَ َّما َكانَ ُع َم ُر ا ْستَ َش‬.‫ َو فَ َعلَهُ اَبُوْ بَ ْك ٍر‬:‫† قَا َل‬، َ‫ب ْال َخ ْم َر فَ ُجلِ َد بِ َج ِر ْي َدتَ ْي ِن نَحْ َو اَرْ بَ ِع ْين‬
َ ‫ي ص اُتِ َي بِ َر ُج ٍل قَ ْد َش ِر‬ َّ ِ‫س اَ َّن النَّب‬ ٍ َ‫ع َْن اَن‬
‫ احمد و مسلم و ابو داود و الترمذى و صححه‬.‫َف ال ُح ُدوْ ِد ث َمانِ ْينَ فا َم َر بِ ِه ُع َم ُر‬ َ َ َ ْ َ
ُّ ‫ اخ‬:‫ف‬ ٍ ْ‫الرَّحْ م ِن بْنُ عَو‬
Dari Anas RA, sesungguhnya Nabi SAW pernah dihadapkan kepada beliau seorang laki-laki yang telah
minum khamr. Lalu orang tersebut dipukul dengan dua pelepah kurma (pemukul) sebanyak 40 kali. Anas
berkata, “Cara seperti itu dilakukan juga oleh Abu Bakar”. Tetapi (di zaman ‘Umar) setelah ‘Umar
minta pendapat para shahabat yang lain, maka ‘Abdur Rahman bin ‘Auf berkata, “Hukuman yang
paling ringan ialah 80 kali. Lalu ‘Umar pun menyuruh supaya didera 80 kali”. [HR. Ahmad, Muslim,
Abu Dawud dan Tirmidzi. Dan Tirmidzi menshahihkannya]
‫ احمد و البخارى و مسلم‬. َ‫ َو َجلَ َد اَبُوْ بَ ْك ٍر اَرْ بَ ِع ْين‬:‫ي ص َجلَ َد فِى ْال َخ ْم ِر بِاْل َج ِر ْي ِد َو النِّ َعا ِل‬ َّ ِ‫س اَ َّن النَّب‬ٍ َ‫ع َْن اَن‬
Dari Anas, sesungguhnya Nabi SAW pernah memukul (orang) karena minum khamr dengan pelepah
kurma dan sandal. Dan Abu Bakar mendera 40 kali. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim]
،ُ‫ض † َربَه‬ ُ ‫ فَ ُك ْن‬،ُ‫ض † ِربُوْ ه‬
َ ‫ت فِ ْي َم ْن‬ ِ ‫ فَ†ا َ َم َر َر ُس†وْ ُل هللاِ ص َم ْن َك††انَ فِى ْالبَ ْي‬،‫اربًا‬
ْ َ‫ت اَ ْن ي‬ ِ ‫ان اَ ِو ا ْب ِن النُّ ْع َما ِن َش‬ ِ ‫ ِج ْي َء بِالنُّ ْع َم‬:‫ث قَا َل‬
ِ ‫ار‬ ِ ‫ع َْن ُع ْقبَةَ ْب ِن ْال َح‬
ْ
‫ احمد و البخارى‬.‫ض َر ْبنَاهُ بِالنِّ َعا ِل َو ال َج ِر ْي ِد‬ َ َ‫ف‬
Dari ‘Uqbah bin Al-Harits, ia berkata, “Nu’man atau anaknya Nu’man pernah dihadapkan (kepada
Nabi SAW) karena minum khamr, lalu Rasulullah SAW menyuruh orang-orang yang di rumah itu supaya
memukulnya, maka aku (‘Uqbah) termasuk salah seorang yang memukulnya. Kami pukul dia dengan
sandal dan pelepah kurma”. [HR. Ahmad dan Bukhari]
 
Dari ‘Abdullah bin ‘Adi bin Khiyar, sesungguhnya dia pernah berkata kepada ‘Utsman, “Banyak orang
yang keberatan tentang masalah Walid itu”. Lalu ‘Utsman berkata, “Baiklah, kami akan mengambil
darinya dengan benar, insya Allah”. Kemudian ia memanggil ‘Ali seraya menyuruhnya untuk mendera
Walid, maka ‘Ali mendera Walid sebanyak 80 kali. [Diringkas dari Bukhari]. Dan dalam satu riwayat
lain oleh Bukhari juga, “Ali mendera 40 kali”. Dan dapat dikompromikan antara kedua riwayat itu
dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ja’far Muhammad bin ‘Ali, sesungguhnya ‘Ali bin Abu
Thalib mendera Walid dengan satu cemeti berujung dua. [HR. Syafi'i dalam musnadnya]
Artinya
“Nabi telah mendera (peminum khamar) empat puluh kali,abu baker menderanya 40 kali dan
umar menderanya 80 kali,dan semua ini adalah sunnah sedangkan yang paling saya senangi adalah 80
kali dara,” (HR muslim)
 
Sementara imam syafi’I dan abu dawud dan para ulama-ulama dzariyah berpendapat bahwahad
bagi peminum minuman keras ialah 40 kali pukulan dera. Tetapi imam atau hakim dapat menambah 40
kali, sehingga menjadi 80 kali pukulan dera. Karena tmbahan 40 kali merupakan tazkir hak imam. Jika
perlu bias di tambah jika tdak maka cukup 40 kali dera.
 
Alat yang digunakan untuk mendera adalah pelepah kurma, sandal, atau dengan keduanya, sekali
tempo dengan tangan. Disepakati bahwa dua orang saksi lelaki yang tidak fasik diterima sebagai saksi
dalam peristiwa pelanggaran minum khamr,  dan jarak antara persaksian mereka dan minumnya orang
tadi tidak lebih dari satu bulan.
Bila seorang saksi memberi kesaksian atas minumanya, sedangkan yang lain memberi kasaksian
bahwa ia melihatnya muntah khamr, mka dikenai had. Demikian keputusan sahabat Umar di hadapan
para sahabat. Ulama sepakat bahwa peminum khamr, bila ia mengulang-ulang minum khamr, dijatuhi
hukuman setiap kali minum tapi tidak dibunuh.
 
F.     Hikmahnya
Adapun hikmah di haramkan meminum minuman keras ialah sbb:
a.    Menjaga kesehatan badan dan mental. Karena minuman keras sangat berbahaya bagi peminumnya
mapun akibatny pada orang lain. Minuman keras juga bias merusak jaringan syaraf pada tubuh
manusia terutama syarf otak. Dan dengan di haramkannya minuman keras maka manusia akan
menghindarinya. Sehingga akan terhindar dari bahaya yang di atas.
b.    Menghindari dari lahirnya kejahatan social. Karena orang mabuk sering melakukan kejahatan. Dan
dengan menjauhi minuman keras maka kehidupan masyarakat akan tentram dan damai.
c.    Menjaga generasi penerus agar lebih baik.
d.   Melindungi kehormatan, banyak bukti akibat minum minuman keras terjadi tindakan kekerasan dan
pemerkosaan terhadap wanita

B.MENCURI

A. Pengertian Pencurian
Pencurian menurut bahasa Arab adalah (Sariqah) yang merupakan dari َ‫ خَ ز‬berarti etimologis
secara dan ‫ سشلب س‬-‫ ٌسشق‬-‫ سق‬kata mengambil ‫ش خفٍخ‬ ِ ‫نغ‬
ٍ ‫ َ أ يب‬harta milik seseorang secara sembunyi-
sembunyi dan dengan tipu daya. Sementara itu, secara terminologis pencurian (Sariqah) adalah
mengambil harta orang lain dengan sembunyi-sembunyi dari tempat penyimpanannya.
Adapun pengertian pencurian (Sariqah) menurut para ulama yaitu, sbb :
1. Menurut Ali bin Muhammad Al-Jurjani Sariqah dalam syariat Islam yang pelakunya harus diberi
hukuman potong tangan adalah mengambil sejumlah harta seniai sepuluh dirham yang masih
berlaku, disimpan ditempat penyimpanannya atau dijaga dan dilakukan oleh seorang mukallaf
secara sembunyi-sembunyi serta tidak terdapat unsur syubhat, sehingga kalau barang itu kurang
dari sepuluh dirham yang masih berlaku maka tidak dapat dikategorikan sebagai pencurian yang
pelakunya diancam hukuman potong tangan.
2. Menurut Muhammad Al-khatib Al-Syarbini (Ulama Mazhab Syafi’i), Sariqah secara bahasa
berarti mengambil harta (orang lain) secara sembunyi-sembunyi dan secara sembunyi-sembunyi
zalim, diambil dari tempat penyimpanannya yang biasa digunakan untuk menyimpan dengan
berbagai syarat.
3. Menurut Wahbah Al-Zurhaili, Sariqah ialah mengambil harta milik orang lain dari tempat
penyimpanannya yang biasa digunakan untuk menyimpan secara diam-diam dan sembunyi-
sembunyi. Termasuk dalam kategori mencuri adalah mencuri-mencuri informasi dan pandangan
jika dilakukan dengan sembunyi-sembunyi.
4. Sedangkan menurut Abdul Qadir Audah, Ada dua macam sariqah menurut syariat Islam, yaitu
sariqah yang diancam dengan had dan sariqah yang diancam dengan ta’zir. Sariqah yang diancam
dengan had dibedakan menjadi dua, yaitu pencurian kecil dan pencurian besar, pencurian kecil
ialah mengambil harta milik orang lain secara diam-diam, sementara itu pencurian besar ialah
mengambil harta milik orang lain dengan kekerasan, pencurian jenis ini juga disebut perampokan.
Menurut bahasa pencurian adalah:

‫انسشلخ ًْْ ً† اخز انًبل انً ٕتم يهك نه ٍغش فى حشص يثهّ خ ٍفخ‬
“Pencurian adalah mengambil harta orang lain yang bernilai secara diam-diam dari tempatnya yang
tersimpan”. Sedangkan menurut syara’,
pencurian adalah:
ٓ ‫انسشلخ ًْْ ً† أخز انًكهف خفٍخ لذس عششح دساْى فضشٔثخ يحشصح أٔ خبفظ ثال‬
‫شجخ‬
“Pencurian adalah mengambil harta orang lain yang oleh mukallaf secara sembunyi-sembunyi dengan
nisab 10 dirham yang dicetak, disimpan pada tempat penyimpanan yang biasa digunakan atau dijaga oleh
seorang penjaga dan tidak ada syubhat.”

B. Macam-Macam Pcncurian

Pencurian di dalam syari’at Islam dibagi menjadi dua, yaitu :


1. pencurian yang dikenai sanksi had.
2. pencurian yang dapat dikenai sanksi ta'zir.

Pencurian yang dapat dikenai sanksi had dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Pencurian kecil (Saraqah Shugra),
b. Pencurian besar (Saraqah Kubra).

Pencurian kecil adalah mengambil harta orang lain secara samar-samar atau secara sembunyi-
sembunyi, Sedangkan pencurian besar adalah pengambilan harta orang lain secara terang-terangan atau
dengan kekerasan. Pencurian jenis kedua ini disebut juga Hirabah. Perbedaan antara pencurian biasa
(pencurian kecil) dengan hirabah, antara lain bahwa dalam pencurian biasa (pencurian kecil) ada dua
syarat yang harus di penuhi, mengambil harta tanpa sepengetahuan pemiliknya dan pengambilannya
tanpa kerelaan pemiliknya. Sedangkan unsur pokok dalam pembegalan (hirabah) adalah terang-terangan
atau dengan kekerasan, sekalipun tidak mengambil harta.

Pencurian yang dapat dikenai sanksi ta'zir juga ada dua macam;
a. Pencurian yang diancam dengan had, namun tidak memenuhi syarat untuk dilaksanakan had
lantaran syubhat (seperti mengambil harta milik sendiri atau harta bersama)
b. Mengambil harta dengan sepengetahuan pemiliknya, namun tidak atas dasar kerelaan pemiliknya,
juga tidak menggunakan kekerasan (misalnya mengambil jam tangan yang berada di tangan
pemiliknya dengan sepengetahuan pemiliknya dan membawanya lari atau menggelapkan uang
titipan).
Perbedaan antara pencurian dengan penggelapan, antara lain :
a. Hukuman Pencurian adalah had, sedangkan hukum penggelapan adalah ta'zir.
b. Unsur material dalam pencurian adalah mengambil harta secara diamdiam, sedangkan unsur
material dalam penggelapan adalah mengambil harta dengan tidak diam-diam.
c. Disyaratkan dalam pencurian adalah bahwa harta yang dicuri itu tersimpan pada tempat
penyimpanan yang layak, sedangkan dalam penggelapan tidak disyaratkan demikian.
d. Disyaratkan dalam pencurian harta yang di curi itu telah mencapai nishab, sedangkan dalam
penggelapan tidak disyaratkan demikian.
C. Syarat dan Rukun Hukum Pencurian

Dalam pelaksanaan hukuman pencurian harus di perhatikan hal-hal berikut, yaitu unsur-unsur
pencurian, situasi, dan kondisi sosial masyarakat. Pencurian sebagaimana di sebutkan dalam pengertian
maupun dalam syarat-syarat yang telah di bahas sebelumnya terdiri dari tiga unsur, yaitu pencuri, barang
yang di curi, dan mengambil secara sembunyi-sembunyi.
Bagi setiap unsur yang telah di sebutkan mempunyai syarat-syarat sebagai berikut.
1. Pencurian
Pencurian hendaklah seorang mukallaf (dewasa dan waras), fuqaha sepakat menetapkan bahwa
tangan pencuri tidak di potong, kecuali bila ia seorang yang dewasa dan waras.
Pendapat fuqaha tersebut di dasarkan kepada hadis Rasulullah SAW, dari Ibnu Abbas; ٔ

‫ٔع انص ًج حتى‬ ٍ ‫ ٌفٍك‬. ‫ع انً ٌ†ُ ٌُٕٕج انًغ ٕهة عهى عمهّ حتى‬
ٍ ‫ٔع انُبئى حتى ٌستٍمظ‬ ٍ ‫ع ثالثخ‬ ٕ ٌ‫أ‬
ٍ ‫سسل هلال صهى هلال عهٍّ ٔ سهى لبل " سفع انمهى‬
‫ٌحتهى‬

“Bahwa Rasulullah SAW, bersabda : “ di maafkan kesalahan dari tiga orang dan orang gila yang
hilang kesadarannya, dari anak di bawah umur (anak kecil) hingga ia dewasa dan dari orang yang
tidur hingga ia bangun.” (HR Abu Daud)

Dalam hadis tersebut jelas di sebutkan bahwa semua kewajiban agama, baik berupa perintah
yang harus di kerjakan maupun perintah yang harus di tinggalkan, di maafkan dari setiap orang gila,
anak kecil sampai ia dewasa, dan orang tidur sampai ia bangun. Tidak di hisab mereka karena
melakukan perbuatan yang menimbulkan dosa dan tidak di hukum mereka karena melakukan tindak
pidana, baik di dunia maupun di akhirat.
2. Barang Curian
Di antara syarat-syarat yang paling penting dari barang curian harus mencapai nishab menurut
jumhur ulama, kecuali Al Hasan Al Bashori, Daud Azh Zhahiry, Khawarij dan sebagian fuqaha
Muttakalimin mengatakan tidak harus mencapai nishab, pencuri harus di potong tangan nya bila
mencuri, baik yang di curi itu banyak maupun sedikit jumlahnya a tau nilainya. Dari dua pendapat
tadi, nampaknya pendapat yang kuat adalah pendapat jumhur bahwa barang curian yang
mengharuskan potong tangan itu harus cukup satu nishab, karena pendapat inilah yang sesuai dengan
syubhat yang harus di hindari bila menjalankan atau menetapkan hukuman.
Kemudian jumhur ulama yang sepakat mengatakan bahwa barang curian yang mengharuskan
potong tangan itu harus mencapai nishab, mereka berbeda pendapat pula dalam menetapkan berapa
kadar nishab yang mengharuskan potong tangan itu. Khulafa’ur Ar Rasyidin dan sebagian
fuqaha’Tabi’in berpendapat bahwa nishab barang curian yang mengharuskan potong tangan adalah
tiga dirham dari uang perak atau ½ dinar dari uang emas. Pendapat ini di pegang oleh imam Syafi’i,
sedangkan ulama Hanafiah, Mazhab Al Itrah (mazhab ahlu al bait) dan seluruh fuqaha iraq
berpendapat bahwa barang curian yang mengharuskan hukuman potong tangan adalah sepuluh
dirham.
Kedua macam pendapat tersebut, semuanya berdasarkan hadis Nabi SAW, tentang harga perisai
yang di curi yang di jatuhkan hukuman potong tangan sedangkala di sebutkan harganya tiga dirham
atau ¼ dinar dan terkadang pula di sebutkan harganya sepuluh dirham. 31 Karena alasan kedua
pendapat tersebut saling bertentangan maka, Ibnu Hajar mengkompromikan hadis-hadis yang mereka
jadikan dasar dalam menetapkan nisab barang curian itu, bahwa Nabi memotong tangan pencuri
seharga perisai yang harganya berbeda karena berbeda waktu pelaksanaan hukuman. Satu kali
Rasulullah menjatuhkan hukuman potong tangan seharga perisai yang harganya 3 dirham atau ¼
dinar dan satu kali beliau menyatakan hukuman potong tangan seharga perisai yang harganya 10
dirham, atau harga perisai itu berbeda karena perbedaan kualitasnya. Perbedaan itu membawa kepada
syubhat yang menggugurkan hukuman potong tangan sebagaimana disebutkan dalam hadis-hadis
tersebut.
3. Barang Curian Itu Diambil Secara Sembunyi-sembunyi Dari Tempat Penyimpanan.
Unsur ini didasarkan hadis riwayat Amr bin al- Ash berikut;

َّ
ٍ ‫ي‬ ٍ " ‫ع انثًش انًعهك فمبل‬ ٍ ‫سسل هلال صهى هلال عهٍّ ٔ سهى أ سئم‬ ٕ ‫ع‬ٍ :‫ث انعبص‬ ٍ ‫ًش‬
ٔ ‫ثع‬ ٍ ‫ع ج ِذ عجذ هلال‬ ٍّ ‫ع‬
ٍ ‫أث‬ ٍ ‫ث ش ٍعت‬ ٍ ‫ًش‬
ٔ ‫ع‬
ٍ ٌ‫انجش‬ Á
‫ٔؤ‬ٌّٔ
† ٌ ٌ ‫أ‬ ‫ثعذ‬ ‫ئب‬ ‫ش‬
ٍ ُّ‫ي‬ ‫سشق‬ ‫ٔي‬ ‫ثخ‬ ‫م‬
ٕ ‫ٔانع‬ ٍّ ‫ه‬ ‫يث‬ ‫غشايخ‬ ٍّ ‫ه‬ ‫فع‬ ُّ‫ي‬ ‫ثشىء‬ ‫خشج‬ ‫ٔي‬ ٍّ ‫ه‬ ‫ع‬ ‫شىء‬ ‫فال‬ ‫ُخ‬
‫ج‬ ‫خ‬ ‫يتخز‬ ‫ش‬ ‫غ‬
ٍ ‫حبجخ‬ ‫ري‬ ‫ي‬ ٍّ‫ثف‬ ‫أصبة‬
ٍ ٍ ٍ
‫ج فعهٍّ انمطع‬ ٍ ً ‫ فجهغ‬.
ٍ ً‫ث ان‬

. “Dari Amr bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya yaitu Amr bin al- Ash; Dari Rasulullah saw,
sesungguhnya Rasulullah saw. ditanya tentang buah yang tergantung diatas pohon, lalu beliau
bersabda; barangsiapa yang mengambil barang orang lain karena terpaksa untuk menghilangkan
lapar dan tidak terusmenerus, maka tidak dijatuhkan hukuman kepadanya. Dan barangsiapa
mengambil sesuatu barang, sedang ia tidak membutuhkannya dan tidak untuk menghilangkan lapar,
maka wajib atasnya mengganti barang tersebut dengan 32 yang serupa dan diberikan hukuman ta’zir.
Dan barangsiapa mengambil sesuatu barang sedangkan ia tidak dalam keadaan membutuhkan,
dengan sembunyisembunyi setelah diletaknya di tempat penyimpanannya atau dijaga oleh penjaga,
kemudian nilainya seharga perisai maka wajib atasnya dihukum potong tangan. (HR. Abu Daud)”.

Hadis tersebut jelas menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan hukum potong tangan itu, adalah
pencuri mengambil harta dengan cara sembunyisembunyi dari tempat yang biasa digunakan untuk
menyimpan harta tersebut atau ada orang yang menjaganya dan telah senisab. Demikianlah tiga
unsur pencurian yang harus di penuhi dalam pelaksanaan hukum potong tangan terhadap pencuri.
Selain unsur-unsur pencurian yang telah disebutkan harus diperhatikan dalam menjatuhkan hukum
potong tangan juga harus diperhatikan situasi dan kondisi sosial masyarakat tempat tinggal si
pencuri.
Tanpa memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat maka hal itu dianggap syubhat dalam
pelaksanaan hukum potong tangan, karena dalam pelaksanaan hukum tesebut tidak boleh ada
syubhat, sebagaimana disebutkan dalam hadis Rasulullah SAW .
‫ي أٌ ٌخطئ فً انع ٕمثخ‬
ٍ ‫انعف ٍخش‬
ٕ ً‫كبٌ ّن يخشج فخ ٕها س ٍجهّ فإ ٌ اإليبو أٌ ٌخطئ ف‬
“Tangguhkan hudud (hukuman) terhadap orang-orang islam sesuai dengan kemampuanmu. Jika ada
jalan keluar maka biarkanlah mereka menempuh jalan itu. Sesungguhnya penguasa tersalah dalam
memaafkan, lebih baik dari tersalah dalam pelaksanaan hukuman. (HR. Al- Tirmidzi)”

Atas dasar ini, sebelum hukuman-hukuman diterapkan atau dijatuhkan pada si pelanggar,
terlebih dahulu harus diciptakan kondisi sosial ekonomi yang adil di dalam masyarakat di mana
orang yang melanggar hukum hudud itu hidup. Jika belum tercipta kondisi seperti itu, hukuman
tersebut tidak boleh dilaksanakan karena pelaksanaannya merupakan kezaliman.

Rukun-rukun pencurian yang harus dipenuhi ada tiga, yaitu :


1. Sariq (pelaku pencurian)
2. Masruq (barang yang dicuri)
3. Saraqah (pencurian )
Ketiga rukun tcrsebut memiliki syarat sendiri-sendiri, yang nantinya akan dijelaskan satu per
satu.
1. Sariq (pelaku pencurian)
Bagi pelaku pencurian disyaratkan adanya kelayakan untuk mendapatkan hukuman potong
tangan. seorang pencuri yang layak dihukum potong tangan adalah manakala ia berakal dan
baligh. Oleh karena itu, anak kecil dan orang gila yang mencuri tidak bisa dikenai hukuman
potong tangan. Juga karena potong tangan adalah hukuman yang disebabkan adanya tindak
pidana Oinayah), sementara perbuatan anak kecil dan orang gila tidak bisa disebut sebagai
tindak pidana.
Apabila anak kecil dan orang gila ikut serta dalam pencurian beserta sekclompok orang, maim
seluruhnya tidak dapat dikenai potong tangan menurut Abu Hanifah dan Zufar Rahima Huma Allah
Ta'ala. Alasan Abu Hanifah dan Zufar adalah, karena pencurian itu adalah satu, sementara pelakunya
adalah orang yang bi.sa dikenai potong tangan dan orang yang tidak bisa dikenai potong tangan.
Oleh karena itu semuanya tidak bisa dikenai hukuman potong tangan, seperti halnya orang yang
sengaja dan orang yang lupa, yang bekerja sama dalrun sebuah jarimah.
Ulama Syafi'iyah serta Hanabilah mensyaratkan adanya pelaku pencurian harus Mukhtar
(normal/melakukan pencurian secara sadar, tidak karena paksaan) dan juga harus tetap berada dalrun
huku:m-hukum Islam. Oleh sebab itu Had tidak wajib bagi orang yang di paksa dan juga tidak wajib
bagi kafir harbi karena mereka tidak tetap berada dalam hukumhukum Islam. Pelaku pencurian
disyaratkan tidak adanya paksaan dan hams tetap berada dalam hukum-hukum Islam, ini juga
disampaikan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya, Raudhah at Thalibin, yaitu bahwa, potong tangan
tidak dapat dijatuhkan mana kala yang mencuri adalah orang yang dipaksa atau seorang kafir harbi.

2. Masruq (barang yang dicuri)


Syarat-syarat masruq adalah sebagai berikut :
a. Barang yang dicuri berupa harta yang dimulyakan
Seorang pencuri yang mencuri alat-alat permainan atau barangbarang yang diharamkan,
maka tidak dapat dipotong tangannya, karena barang barang tersebut adalah barang-barang yang
tidak dimulyakan, seperti halnya khamr, babi atau kulit bangkai.
b. Bukan milik pelaku pencurian.
Disyaratkan dalam pidana pencurian bahwa sesuatu yang dicuri itu milik orang lain. Yang
dimaksud dengan "milik orang lain" adalah bahwa harta itu ketika waktu terjadinya penc:urian
merupakan milik orang lain, dan yang dimaksud dengan "waktu terjadinya pencurian" adalah waktu
pencuri memindahkan harta dari tempat penyimpanannya. Atas dasar ini, maka tidak ada hukuman
had dalam pencurian terhadap harta yang status kepemilikannya bersifat syubhat. Dalam kasus ini,
pencuri diancam dengan hukuman ta'zir. Misalnya orang tua mencuri harta anaknya atau seseorang
mencuri harta milik sekelompok yang mana ia termasuk anggotanya sebagai mana menurut Imam
Abu Hanifah, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad
Menurut Imam Abu Hanifah, barang yang dicuri itu tidak sengaja ditinggalkan oleh pemiliknya
untuk kemudian hancur. Sedangkan Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad tidak sependapat
dengan teori ini. Menurut mereka, setiap harta yang dapat diperjual belikan adalah harta yang
berharga dan pencurinya dapat dijatuhi hukuman had. Contohnya, kain kafan.
Menurut Abu Hanifah, pencuri kain kafan tidak dapat dijatuhi hukuman hadd.Barang-barang
yang pada asalnya tidak ada pemiliknya boleh diambil. Akan tetapi, jika sudah ada dalam
penguasaan seseorang atau Ulul Amri, maka dianggap telah ada pemiliknya. Sedangkan harta yang
sengaja ditinggalkan atau dibuang oleh pemiliknya adalah sama dengan harta yang tidak ada
pemiliknya.
c. Barang yang dicuri harus tersimpan,
artinya memiliki tempat penyimpanan yang layak. Dalam Fiqh, "tempat penyimpanan
harta" diistilahkan dengan hirz. Hirz itu ada dua macam, "hirz bi al makan" dan "hirz bi an naft".
Yang dimaksud dengan hirz bi al ma/am adalah tempat yang disedikan khusus untuk menyimpan
barang dan tidak setiap orang diperbolehkan masuk tanpa pemiliknya. Menurut Imam Syafi'I dan
Imam Ahmad, tempat itu harus terkunci dan khusus disediakan untuk menyimpan barang. Yang
dimaksud dengan hirz bi an nafs atau hirz bi al hift adalah barang yang berada dalam penjagaan.
Kadang-kadang suatu barang memiliki kedua jenis hirz ini.
d. Mencapai Nishab.
Fuqaha Hanafiah menentukan nishab barang curian yang apabila seorang pencuri rnencuri
dengan kadar tersebut maka akan di potong tangannya sebagai hukuman hadd, karena perbuatan
mencurinya dengan sepuluh dirham. Oleh karena itu tidak ada potong tangan bagi pencurian
barang yang kadarnya lebih sedikit dari sepuluh dirham.
Sepuluh dirham nilainya adalah sama seperti satu dinar, sebagaimana yang dikatakan oleh
Dr. Wahbah Zuhaili. Beliau mengatakan, bahwa satu dinm· menurut ulama1 Hanafiah adalah
sama dengan sepuluh dirham. Sedangkan para ulama Malikiah berpendapat bahwa nishab atau
kadar barang curian adalah tiga dirham yang di cetak dan murni. Imam Syafi'I dan Imam
Ahamad bin Hanbal berpendapat bahwa nishab barang curian yang menyebabkan seorang
pencuri dikenai hadd adalah seperempat dinar keatas, jika kurang dari itu maka tidak dipotong
tangannya.
e. Kepemilikan harta haruslah benar-benar sempurna.
Dalam hal ini ada beberapa permasalahan, di antaranya adalah sebagai berikut :
1) Apabila ada dua orang bekerja sama atau melakukan syirkah,
kemudian salah seorang di antara mereka mencuri harta mereka sendiri, apakah harus
dipotong tangannya? Dalam hal ini ada dua pendapat. Pendapat yang pertama menyatakan tidak,
karena ia memiliki bagian walaupun sedikit sehingga menimbulkan syubhat. Sedangkan
pendapat yang kedua menyatakan tetap harus dipotong tangannya, karena dia tidak memiliki hak
di dalam bagian harta yang lain.
2) Apabila ada yang mencuri harta dari bait al-mal (Kas Negara),
maka ada beberapa ketentuan. Apabila seorang pencuri mencuri harta yang dipisahkan
untuk kelompok terrtentu dan dia bukan termasuk bagian dari kelompok tersebut, maka harus
dipotong tangannya. Dan apabila dia mencuri harta yang tidak dipisahkan untuk kelompok
tertentu, maka di sini juga ada beberapa pendapat. Salah satunya adalah pendapat yang
disampaikan oleh Ulamaulama Iraq, yaitu tidak dapat dipotong tangannya, baik ia orang kaya
atau orang fakir, maupun ia mencuri harta shadaqoh atau harta untuk kemaslahatan-kemaslahatan
masyarakat. sedangkan pendapat yang lain menyatakan bahwa ia harus tetap di potong
tangannya.
f. Tidak ada unsur syubhat bagi pencuri.
Kalau barang yang dicuri terdapat unsur syubhat bagi pencuri, maka ia tidak dapat
dikenai had. Oleh karena itu, seseorang yang mencuri harta orang tuanya atau anaknya tidak
dapat di potong tangannya, karena harta mereka menyatu. Begitu juga jika ia mencuri harta
tuannya (kalau dia seorang budak ), karena adanya syubhat , kepemilikan disebabkan tuannya
tadi wajib memberikan nafkah kepadanya.

Di samping syarat-syarat yang telah disebutkan di dalam kitabkitab fiqh, baik klasik
maupun kontemporer. Namun, itu semua tidak dapat dicantumkan semua disini secara
keseluruhan karena syarat-syarat yang telah disebutkan di atas sudah dianggap cukup dan
mewakili.

3. Saraqah (Pencurian).
Dalam rukun yang ke tiga ini merupakan rukun yang berkaitan dengan pencurian itu
sendiri (Nafs as-Saraqah), yang mana pengertiannya sudah dijelaskan pada pembahasan awal.
Namun tidak ada salalmya mana kala ditegaskan di sini bahwa, pencurian yang dimaksud adalah
mengambil harta dengan sembunyi-sembunyi, oleh karena itu tidak ada potong tangan bagi
orang yang mengambil harta seeara terang-terangan, seperti mukhtalis dan muntahib; mukhtalis
adalah orang yang mengambil harta lalu di bawa lari, sementara muntahib adalah orang yang
mengambil harta dengan kekuatan dan paksaan.
C.MENYAMUN DAN MERAMPOK
1.Pengertian Penyamun, Perampok, Perompak.
Dalam istilah syara’ merampok di sebut qhat’utthariq yang artinya “memotong jalan” atau
“menjegal” atau di sebut hirabah yang artinya “peperangan”. Adapun secara istilah adalah mengambil
harta orang lain dengan cara paksa, kekerasan, ancaman senjata, penganiayaan bahkan kadang kala
dengan membunuh pemilik barang.
Penyamun/ perampok/ perompak adalah orang yang mengambil harta orang muslim atau non
muslim (mu’ahad : non muslim yang terkait perjanjian dengan kaum muslimin) tanpa alasan yang benar,
dengan cara paksa, atau menggagahi pemiliknya di suatu padang pasir atau tempat yang lain.
Ketiga istilah yaitu menyamun, merampok, membajak esensinya mempunyai arti sama yakni
mengambil barang orang lain secara terang-terangan ( si pemilik barang tahu), membawa senjata (kayu,
batu, pisau, senjata api yang dapat di gunkan berkelahi). Bedanya hanya pada tempat dan suasana. Kalau
nyamun di lakukan di tempat yang sunyi, tidak ada banyak orang. Kalau merampok di lakukan di tempat
yang ramai. Misalnya di pasar, di rumah, mool, dan lain lain. Kalau membajak sasarannya adalah
kendaraan besar. Misalnya di kapal terbang, di kapal laut dan sebagainya.
2.Dasar hukum Penyamun, Perampok, dan Perompak.
Hukum penyamun/ perampok/ perompak adalah dosa besar. Allah menganggap perbuatan tersebut
termasuk memerangi Allah dan rosul-Nya. Penyamun, Perampok dan Perompak merupakan bentuk
kriminal yang biasanya memiliki jaringan terorganisir (mavia) dengan rapi, kompak dan kuat, daerah
oprasinya cukup luas, korbannya cukup banyak, baik korban materi ataupun jiwa. Oleh karena itu cukup
rasional jika sanksi hukum yang di terima cukup barat, baik sanksi hukum duniawi ataupun akhirat.
Firman Allah SWT. Dalam Qs.Al Maidah:33

“Dan akhirat mereka (para penyamun) beroleh siksaan yang besar”(Al-Maidah:33)

Hukuman perampok/ penyamun/ pembajak antara lain sebagai berikut:


a) Jika si pelaku merampas dan membunuh si korabn, hadnya di hukum mati.
b) Jika hanya merampas harta korban, hadnya di potong tangan dan kaki secara silang. Tangan kanan
dengan kaki kiri, atau tangan kiri dengan kaki kanan, jika kedua tangan dan kedua kakinya utuh tidak
cacat. Apabila kakinya buntung, maka yang di potong tangan kanannya saja, tidak yang lain. Tidak boleh
memotong kedua tangan dan kedua kaki sekaligus.
c) Jika hanya membunuh korban tanpa mengambil hartanya, hadnya di hukum mati seperti hukum
qishas.
d) Jika belum sempat merampas harta atau membunuh korban, hadnya dihukum penjara atau di buang
di suatu tempat asing (diasingkan), sampi ia insaf.
Hukuman wanita dalam harabah sama dengan hukuman orang laki-laki. Hadnya hamba sahaya dan
budak wanita dalam hirabah sama saja dengan had orang merdeka. Dan barang siapa menghalalkan
harabah menurut ijtima’ ulama’ di hukumi kafir, dan tidak ada khilaf dalm penetapan hukum ini.
3. Hukum Penyamun , Perampok , Perompak yang bertaubat.
Telah menjadi ijma’ ulama atas gugurnya had harabah jika perampok penyamun/penyamun/pembajak
tersebut bertaubat sebelum mereka tertangkap, sebab jika taubatnya setelah tertangkap maka tidak dapat
merubah sedikitpun ketentuan sangsi hukum terhadapnya. Hukum-hukum yang menjadi hak Allah
menjadi gugur, yaitu potong tangan dan kaki sebab taubat. Akan tetapi yang berkaitan dengan hak adami
berupa jiwa, harta tidak bias gugur begitu saja.

Firman Allah dalam Q.S. Al-Maidah [5]:34

“kecuali orang-orang yang bertaubat sebelum kamu dapat menguasai mereka, maka ketahuilah bahwa
Allah maha pengampun, maha penyayang” (Q.S Al-Maidah [5]:34)

Adapun had-had dan hukuman lain yang merupakan hak hamba, tidak dapat gugur dengan taubat
sebelum tertangkap, oleh sebab itu terhadap penyamun/perampok/pembajak sesuai dengan berat ringanya
perbuatan mereka, antara lain:
a. Qishash, jika ia/mereka membunuh atau melukai korbanya
b. Mengembalikan harta yang diambilnya, jika harta itu masih ada.
c. Menangung kewajiban pengambilan harta yang dirusak atau habis dipergunakanya.
Hukum-hukum tersebut adalah hukuman yang berupa hak hamba, yaitu hak pihak yang menjadi korban.
Oleh sebab itu mereka mempunyai hak untuk memaafkan atau membebaskan tanggungan harta, seperti
oada tindak kejahatan selain menyamun. Jika ini dilakukan maka gugurlah hukuman tersebut dari diri
pelaku kejahatan menyamun yang taubat sebelum tertangkap.

4.Shiyal dan Upaya membela diri.


Secara bahasa shiyal artinya “serangan”, atau “serbuan”. Menurut istilah syara’ ialah serangan atau
serbuan yang dilancarkan oleh seseorang terhadap jiwa, harta, keluarga dan kehormatan orang lain.
Sikap membela diri dari shiyal agar jiwa, harta keluarga, dan kehormatan sesorang atau masyarakat
terselamatkan hkumnya wajib, baik disaat peristiwa terjadi maupun setelah peristiwa terjadi. Diingat kan
oleh Allah dalam Q.S. Al-Baqarah [2] : 195

“dan janganlah kamu jatuhkan diri sendiri kedalam kebinasaan dengan tangan sendiri,” (Q.S. Al-
Baqarah [2]: 195)

Barang siapa membunuh seseorang atau hewan demi membela diri atau orang lain , harta, keluarga,
kehormatan maka tidak berdosa baginya serta tidak terkena sanksi hukum apapun.
Bentuk pembelaaan diri dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
a) Lari atau bersembunyi, lalu mencari pertolongan orang lain (bagi yang lemah).
b) Menegur dengan kata-kata, berteriak minta tolong (bagi yang mempunyai sedikit keberaniaan).
c) Melawan secara fisik, melukai penyerang (bagi yang kemampuannya seimbang).
d) Membunuh pelaku penyerangan, jika di pandang jalan yang terbaik, tiada jalan lain kecuali jalan itu
(bagi yang mempunyai kelebihan kekuatan di banding musuh).

Anda mungkin juga menyukai