Kiai Kholil pun menikah dengan seorang putri dari Raden Ludrapati setelah kembali
dari Makkah. Dan beliau akhirnya menghembuskan nafas pada tahun 1925. Selama hidup,
beliau telah menuliskan beberapa kitab yaitu al-Matn asy-Syarīf, al- Silāh fī Bayān al-Nikāh,
Sa’ādah ad-Dāraini fi as-Shalāti ‘Ala an-Nabiyyi ats- Tsaqolaini dan beberapa karya lainnya.
Kiai Kholil ialah seorang yang selalu berusaha dan tidak mudah menyerah pada
keadaan. Hal ini terbukti saat di Jawa, Kholil tak pernah membebani orang tua atau
pengasuhnya, Nyai Maryam. Beliau bekerja menjadi buruh tani ketika belajar di kota
Pasuruan. Beliau juga bekerja menjadi pemanjat pohon kelapa ketika belajar di kota
Banyuwangi. Dan beliau menjadi penyalin naskah kitab Alfiyah Ibn Malik untuk
diperjual belikan ketika belajar di Makkah. Setengah dari hasil penjualannya
diamalkan kepada guru-gurunya.
Setelah pulang dari Makkah, Kiai Kholil bekerja menjadi penjaga malam di
kantor pejabat Adipati Bangkalan. Beliau selalu menyempatkan membaca kitab- kitab
dan mengulangi ilmu yang telah didalaminya selama belasan tahun.
Beliau pun menikahi putri seorang kerabat Adipati, Raden Ludrapati yang
pernah tertarik menjadikannya menantu. Setelah itu, beliau pun berdakwah dan
berhasil membangun beberapa masjid, pesantren dan kapal Sarimuna yang kelak
diwariskan pada anak-cucunya. Pembangunan masjid, pesantren dan kapal tersebut
memiliki pesan simbolik bahwa kegiatan dakwah harus beriringan dengan ekonomi
yang baik.
Ketika ada sepasang suami-istri yang ingin berkunjung menemui Kiai Kholil,
tetapi mereka hanya memiliki “Bentol”, ubi-ubian talas untuk dibawa sebagai oleh-
oleh. Akhirnya keduanya pun sepakat untuk berangkat. Setelah tiba di kediaman pak
kiai, Kiai Kholil menyambut keduanya dengan hangat. Mereka kemudian
menghaturkan bawaannya dan Kiai Kholil menerima dengan wajah berseri-seri dan
berkata, “Wah, kebetulan saya sangat ingin makan bentol”. Lantas Kiai Kholil
meminta “Kawula”, pembantu dalam bahasa jawa untuk memasaknya. Kiai Kholil
pun memakan dengan lahap di hadapan suami-istri yang belum diizinkan pulang
tersebut. Pasangan suami-istri itu pun senang melihat Kholil menikmati oleh-oleh
sederhana yang dibawanya.
Dalam kedua kejadian ini, Kiai Kholil menyadari bahwa pasangan suami- istri
berkunjung pertama kali dengan ketulusan ingin memulyakan ilmu dan ulama.
Sedangkan dalam kunjungan kedua, mereka datang untuk memuaskan kiai dan ingin
mendapat perhatian dan pujian dari Kiai Kholil.