Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TOKOH PENDIDIKAN

K. H. MUHAMMAD KHOLIL BANGKALAN MADURA

OLEH :

HAFIDUR RAHMAN

NPM : 21862061A002283

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA

SUMENEP
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan Rahmat,
Karunia, serta Taufik dan Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah tentang K.H.
KHOLIL BANGKALAN MADURA (SYAIKHONA KHOLIL) yang merupakan salah satu
tokoh pendidikan Islam di Indonesia.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
banyak kekurangan dan jauh dari apa yang Ibu/Bapak harapkan. Untuk itu, kami berharap
adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan untuk masa yang akan datang.

Semoga makalah sederhana ini dapat dimengerti bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan. Terima kasih.

Sumenep, 25 Oktober 2021

Penyusun,

Hafidur Rahman
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup K.H. Kholil Bangkalan


B. Pendidikan
C. Jasa dan Karya
D. Kisah Teladan
E. Karomah

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKA
KH. Kholil adalah Waliyullah yang sangat mempunyai pengaruh paling besar pada
saat sebelum hingga awal berdirinya Nahdlatul Ulama. Hal ini terjadi karena sebab
berguru kepadanya beliaulah, banyak santri-santri yang menjadi pengasuh pondok
pesantren besar di Indonesia dan tokoh-tokoh di NU pada awal berdirinya. Dalam catatan
sejarah, banyak tokoh-tokoh pendiri NU adalah alumni dari pondok pesantren yang diasuh
oleh beliau yang bernama lengkap Kyai Kholil bin Kyai Abdul Lathif bin Kyai Hamim bin
Kyai ‘Abdul Karim bin Kyai Muharram bin Kyai Asral Karamah bin Kyai ‘Abdullah bin
Sayyid Sulaiman yang merupakan cucu dari Sunan Gunung Jati, salah satu Walisongo.
KH. Kholil adalah seorang alim dalam Ilmu Nahwu, Ilmu Fiqh dan tarekat. Beliau
juga di kenal hafal al-Qur’an dan menguasai segala ilmunya. Termasuk seni baca Al-
qur’an tujuh macam (Qiroah sab’ah). Selain kelebihan tersebut, beliau juga mempunyai
kemampuan pada hal-hal yang tidak kasat mata (tidak dapat di lihat) dan sebab kelebihan
tersebut, umat Islam Indonesia meyakini beliau adalah Waliyullah. KH. Kholil terlahir
pada tanggal 11 Jumadil Tsani 1235H atau 27 Januari 1820M di Kampung Senenan, Desa
Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, yang terletak di ujung barat
pulau Madura, Propinsi Jawa Timur. KH. Kholil wafat pada 29 Ramadhan 1341H atau 14
Mei 1923M pada usia 106 tahun karena usia lanjut. Nasab Keturunan KH Abdul Lathif
sangat berharap agar anaknya di kemudian hari menjadi pemimpin umat, sebagaimana
nenek moyangnya. Seusai mengadzani telinga kanan dan mengiqamati telinga kiri sang
bayi, KH Abdul Lathif memohon kepada Allah agar Dia mengabulkan permohonannya.
KH. Kholil berasal dari keluarga ulama. Ayahnya, KH Abdul Lathif, mempunyai
pertalian darah dengan Sunan Gunung Jati. Ayah Abdul Lathif adalah Kyai Hamim, anak
dari Kyai Abdul Karim. Yang disebut terakhir ini adalah anak dari Kyai Muharram bin
Kyai Asror Karomah bin Kyai Abdullah bin Sayyid Sulaiman. Sayyid Sulaiman adalah
cucuSunan Gunung Jati. Maka tak salah kalau KH Abdul Lathif mendambakan anaknya
kelak bisa mengikuti jejak Sunan Gunung Jati karena memang dia masih terhitung
keturunannya.
KH. Kholil (KH Muhammad Kholil Bangkalan Al-Maduri) adalah titisan beberapa
wali yang tergabung dalam Walisongo, Yaitu Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Gunung
Jati danSunan Kudus, yang mana mereka bermarga “Azmatkhan” dan bersambung pada
Sayyid Alawi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath. Beliau juga bernasab pada
keluargaBasyaiban yang bersambung pada Al-Imam Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam
bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath Al-Alawi Al-Husaini.
KH Muhammad Kholil bin KH Abdul Lathif bin Kyai Hamim bin Kyai Abdul
Karim bin Kyai Muharram bin Kyai Asror Karomah bin Kyai Abdullah bin Sayyid
Sulaiman.
Sayid Sulaiman adalah cucu Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon.
Syarif Hidayatullah itu putera Sultan Umdatuddin Umdatullah Abdullah yang memerintah
di Cam (Campa). Ayahnya adalah Sayyid Ali Nurul Alam bin Sayyid Jamaluddin Al-
Kubra.
Berikut ini adalah silsilah nasab KH. Kholil. Terlebih dahulu saya tulis silsilah jalur
laki-laki yang bersambung pada Sunan Kudus, untuk menunjukkan hak beliau dalam
menggunakan nama belakang (marga/fam) “Azmatkhan Al-Alawi Al-Husaini”, sesuai
dengan adat dan istilah pernasaban bangsa Arab.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana riwayat hidup K.H. Kholil Bangkalan ?
2. Bagaimana riwayat pendidikan K.H. Kholil Bangkalan ?
3. Apa saja jasa dan karya beliau bagi negara dan agama?
4. Bagaimana kisah keteladanan K.H. Kholil Bangkalan?
5. Karomah seperti apa yang beliau terima?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui riwayat hidup tokoh pendidikan agama K.H. Kholil Bangkalan Madura
2. Mengetahui riwayat pendidikan K.H. Kholil Bangkalan
3. Mengetahui jasa dan karya beliau bagi negara dan agama
4. Mengetahui kisah keteladanan K.H. Kholil Bangkalan
5. Mengetahui Karomah yang beliau terima
BAB II

PEMBAHASAN

A. RIWAYAT HIDUP K.H. KHOLIL BANGKALAN


K.H Muhammad Kholil Bangkalan Madura, Lahir Hari Selasa tanggal 11 Jumadil
Tsani 1235 H atau 27 Januari 1820 M. Ayahnya adalah K.H. Abdul Lathif seorang Kyai di
Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan,
ujung Barat Pulau Madura, Jawa Timur, merasakan kegembiraan yang teramat sangat.
Karena hari itu, dari rahim istrinya lahir seorang anak laki-laki yang sehat, yang diberinya
nama Muhammad Kholil.
K.H Kholil berasal dari keluarga ulama. Ayahnya, KH. Abdul Lathif, mempunyai
pertalian darah dengan Sunan Gunung Jati. Ayah Abdul Lathif adalah Kyai Hamim, anak
dari Kyai Abdul Karim. Yang disebut terakhir ini adalah anak dari Kyai Muharram bin
Kyai Asror Karomah bin Kyai Abdullah bin Sayyid Sulaiman. Sayyid Sulaiman adalah
cucu Sunan Gunung Jati. Maka tak salah kalau KH. Abdul Lathif mendambakan anaknya
kelak bisa mengikuti jejak Sunan Gunung Jati karena memang dia masih terhitung
keturunannya.
Oleh ayahnya, ia dididik dengan sangat ketat. KH. Kholil kecil memang
menunjukkan bakat yang istimewa, kehausannya akan ilmu, terutama ilmu Fiqh dan
nahwu, sangat luar biasa. Bahkan ia sudah hafal dengan baik Nazham Alfiyah Ibnu Malik
(seribu bait ilmu Nahwu) sejak usia muda. Untuk memenuhi harapan dan juga
kehausannya mengenai ilmu Fiqh dan ilmu yang lainnya, maka orang tua Mbah Kholil
kecil mengirimnya ke berbagai pesantren untuk menimba ilmu.

B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Pendidikan Sejak kecil
Sejak kecil, beliau mendapatkan pendidikan agama langsung dari orang tua
secara ketat. Di antara keistimewaan beliau adalah kehausan akan ilmu, terutama
dalam bidang ilmu Fiqh dan ilmu Nahwu (ilmu tata bahasa Arab). Beliau sudah hafal
Matan Alfiyah Ibnu Malik (1.000 bait) mengenai ilmu nahu yang terkenal itu.
Selanjutnya beliau juga seorang hafiz al-Quran tiga puluh juz juga berkemampuan
dalam qiraah tujuh (tujuh cara membaca al-Quran).
Sekitar tahun 1850 an, KH. Kholil menuntut ilmu sebagai santri di Pondok
pesantren Langitan, Kabupaten Tuban yang di asuh oleh KH Muhammad Nur. Setelah
merasa cukup, kemudian KH. Kholil melanjutkan menuntut ilmu menjadi santri di
Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Kabupaten Pasuruan. Setelah itu kemudian, beliau
pindah ke Pondok Pesantren Kebon Candi, Kabupaten Pasuruan dan juga menjadi
santri di tempat Kiai Nur Hasan yang masih termasuk familinya di Sidogiri.

2. Menuntut Ilmu di Mekah


Akhirnya, pada tahun 1859 M, saat usianya mencapai 24 tahun, KH.Kholil
memutuskan untuk pergi ke Mekah. Tetapi sebelum berangkat, KH.Kholil menikah
dahulu dengan Nyai Asyik, anak perempuan Lodra Putih.
Setelah menikah, pada 1276 Hijrah atau 1859 Masehi berangkatlah beliau ke
Mekkah. Dan memang benar, untuk ongkos pelayarannya bisa tertutupi dari hasil
tabungannya selama nyantri di Banyuwangi.
Sedangkan untuk makan selama pelayaran, konon, Mbah Cholil berpuasa. Hal
tersebut dilakukan Mbah Cholil bukan dalam rangka menghemat uang, akan tetapi
untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, agar perjalanannya selamat.
Di Mekah Kyai Muhammad Khalil al-Maduri bersahabat dengan Syeikh Nawawi
al-Bantani. Ulama-ulama dunia Melayu di Mekah yang seangkatan dengan Syeikh
Nawawi al-Bantani (lahir 1230 Hijrah/1814 Masihi), Kyai Khalil al-Manduri (lahir
1235 Hijrah/1820 Masihi), Syeikh Muhammad Zain bin Mustafa al-Fathani (lahir 1233
Hijrah/1817 Masihi), Syeikh Abdul Qadir bin Mustafa al-Fathani (lahir 1234
Hijrah/1818 Masihi), Kyai Umar bin Muhammad Saleh Semarang.
Di antara gurunya di Mekah ialah Syekh Utsman bin Hasan ad Dimyathi, Sayyid
Ahmad bin Zaini Dahlan, Syekh Mustafa bin Muhammad al-Afifi al-Makki, Syekh
Abdul Hamid bin Mahmud asy-Syarwani dan masih banyak lagi. Beberapa sanad
hadis yang musalsal diterima daripada sahabatnya Syeikh Nawawi al-Bantani dan
Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail al-Bimawi (Kota Bima, Sumbawa). Walau pun
Syeikh Ahmad al-Fathani jauh lebih muda daripadanya, yaitu seumuran anaknya,
namun karena tawadlunya, KH.Kholil pernah belajar kepada ulama yang berasal dari
Patani itu. KH.Kholil termasuk generasi pertama mengajar karya Syeikh Ahmad al-
Fathani berjudul Tashilu Nailil Amani, tentang nahwu dalam bahasa Arab, di pondok-
pesantrennya di Bangkalan. Karya Syeikh Ahmad al-Fathani yang tersebut kemudian
berpengaruh dalam pengajian ilmu nahu di Madura dan Jawa sejak itu, bahkan hingga
sekarang masih banyak pondok-pesantren tradisional di Jawa dan Madura diajarkan
kitab itu.
Mengenai ilmu thariqat, KH.Kholil belajar kepada beberapa orang ulama thariqat
yang terkenal di Mekah pada zaman itu, di antaranya daripada Syeikh Ahmad Khatib
Sambas diterimanya baiah dan tawajjuh Thariqat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah.
Thariqat Naqsyabandiyah juga diterimanya daripada Sayyid Muhammad Shalih az
Zawawi dan ulama lainnya, di antaranya termasuk kepada Syekh Utsman Dimyathi
juga.
Sewaktu berada di Mekah untuk perbelanjaannya sehari-hari, KH.Kholil bekerja
mengambil upah sebagai penyalin risalah-risalah yang diperlukan oleh para pelajar.
Diriwayatkan bahawa pada waktu itulah timbul ilham antara mereka bertiga, iaitu:
Syeikh Nawawi al-Bantani (Syeikh Nawawi al-Bantani), KH.Kholil dan Syeikh Saleh
as-Samarani (KH Muhammad Saleh Darat, Semarang) menyusun kaedah penulisan
huruf Pegon. Huruf Pegon ialah tulisan Arab yang digunakan untuk tulisan dalam
bahasa Jawa, Madura dan Sunda. Huruf Pegon tidak ubahnya tulisan Melayu / Jawa
yang digunakan untuk penulisan bahasa Melayu.

C. JASA DAN KARYA


1. Menyebarkan Ilmu ke Tanah Air
Sepulangnya dari Tanah Arab (tak ada catatan resmi mengenai tahun
kepulangannya), KH.Kholil dikenal sebagai seorang ahli Fiqh dan Tarekat. Bahkan
pada akhirnya, dia pun dikenal sebagai salah seorang Kyai yang dapat memadukan
kedua hal itu dengan serasi. Dia juga dikenal sebagai al-Hafidz (hafal Al-Qur’an 30
Juz). Hingga akhirnya, KH.Kholil dapat mendirikan sebuah pesantren di daerah
Cengkubuan, sekitar 1 Kilometer Barat Laut dari desa kelahirannya.
Dari hari ke hari, banyak santri yang berdatangan dari desa-desa sekitarnya.
Namun, setelah putrinya, Siti Khatimah dinikahkan dengan keponakannya sendiri,
yaitu Kyai Muntaha; pesantren di Desa Cengkubuan itu kemudian diserahkan kepada
menantunya. KH.Kholil sendiri mendirikan pesantren lagi di daerah Kademangan,
hampir di pusat kota; sekitar 200 meter sebelah Barat alun-alun kota Kabupaten
Bangkalan. Letak Pesantren yang baru itu, hanya selang 1 Kilometer dari Pesantren
lama dan desa kelahirannya.
Di tempat yang baru ini, KH.Kholil juga cepat memperoleh santri lagi, bukan saja
dari daerah sekitar, tetapi juga dari Tanah Seberang Pulau Jawa. Santri pertama yang
datang dari Jawa tercatat bernama Hasyim Asy’ari, dari Jombang.
Di sisi lain, KH.Kholil di samping dikenal sebagai ahli Fiqh dan ilmu Alat
(nahwu dan sharaf), beliau juga dikenal sebagai orang yang “waskita,” weruh sak
durunge winarah (tahu sebelum terjadi). Dalam hal yang terakhir ini, nama KH.Kholil
lebih dikenal.

2. Melawan Penjajah
Pada masa hidup KH.Kholil, terjadi sebuah penyebaran Ajaran Tarekat
Naqsyabandiyah di daerah Madura. KH.Kholil sendiri dikenal luas sebagai ahli
tarekat. Masa hidup KH.Kholil, tidak luput dari gejolak perlawanan terhadap penjajah.
Tetapi, dengan caranya sendiri KH.Kholil melakukan perlawanan.
Pertama, beliau melakukannya dalam bidang pendidikan. Dalam bidang ini,
Mbah Cholil mempersiapkan murid-muridnya untuk menjadi pemimpin yang berilmu,
berwawasan, tangguh dan mempunyai integritas, baik kepada agama maupun bangsa.
Ini dibuktikan dengan banyaknya pemimpin umat dan bangsa yang lahir dari
tangannya; salah satu diantaranya adalah KH Hasyim Asy’ari, Pendiri Pesantren
Tebuireng.
Kedua, beliau tidak melakukan perlawanan secara terbuka, melainkan beliau
lebih banyak berada di balik layar. Realitas ini tergambar, bahwa beliau tak segan-
segan untuk memberi suwuk (mengisi kekuatan batin, tenaga dalam) kepada pejuang.
KH.Kholil pun tidak keberatan pesantrennya dijadikan tempat persembunyian.
Ketika pihak penjajah mengetahuinya, KH.Kholil ditangkap dengan harapan para
pejuang menyerahkan diri. Tetapi, ditangkapnya KH.Kholil, malah membuat pusing
pihak Belanda, karena ada kejadian-kejadian yang tidak bisa mereka mengerti, seperti
tidak bisa dikuncinya pintu penjara, sehingga mereka harus berjaga penuh supaya para
tahanan tidak melarikan diri. Di hari-hari selanjutnya, ribuan orang datang ingin
menjenguk dan memberi makanan kepada KH.Kholil, bahkan banyak yang meminta
ikut ditahan bersamanya. Kejadian tersebut menjadikan pihak Belanda dan sekutunya
merelakan KH.Kholil untuk dibebaskan saja.
3. Kiprahnya dalam Pembentukan NU
Peran KH.Kholil dalam melahirkan NU pada dasarnya tidak dapat diragukan lagi.
Hal ini didukung dari suksesnya salah satu dari muridnya, KH Hasyim Asy’ari,
menjadi tokoh dan panutan masyarakat NU. Namun demikian, satu yang perlu digaris
bawahi bahwa KH.Kholil bukanlah tokoh sentral dari NU, karena tokoh tersebut tetap
pada KH Hasyim Asy’ari sendiri.

4. Tarekat dan Fiqh


KH.Kholil adalah salah satu Kyai yang belajar lebih daripada satu madzhab
saja. Akan tetapi, di antara madzhab-madzhab yang ada, beliau lebih mendalami
madzhab Syafi’i di dalam ilmu fiqh.
Pada masa kehidupan KH.Kholil, yaitu akhir abad-19 dan awal abad-20, di
daerah Jawa, khususnya Madura, sedang terjadi perdebatan antara dua golongan pada
saat itu. Pada awal abad-20, seperti telah diungkapkan sebelumnya, di daerah Jawa
sedang terjadi penyebaran ajaran Tarekat Naqsyabandiyah, Qadiriyah wa-
Naqsyabandiyah, Naqsyabandiyah Muzhariyah dan lain-lain.
KH.Kholil pun diakui sebagai salah satu Kyai yang dapat menggabungkan
tarekat dan fiqh, Dalam penggabungan dua hal ini, Mbah Cholil mendudukkan tarekat
di bawah fiqh, sehingga ajaran-ajaran tarekat mempunyai batasan-batasan tersendiri
yaitu fiqh.

5. Jalur Pengasuhan Pesantren


Oleh sebab KH.Kholil cukup lama belajar di beberapa pondok-pesantren di
Jawa dan Mekah, maka sewaktu pulang dari Mekah, beliau terkenal sebagai ahli/pakar
nahwu, fikah, thariqat ilmu-ilmu lainnya. Untuk mengembangkan pengetahuan
keislaman yang telah diperolehnya, KH.Kholil selanjutnya mendirikan pondok-
pesantren di Desa Cengkebuan, sekitar 1 kilometer arah Barat Laut dari desa
kelahirannya. Pondok-pesantren tersebut kemudian diserahkan pimpinannya kepada
anak saudaranya, sekaligus adalah menantunya, ialah Kyai Muntaha. Kyai Muntaha ini
berkahwin dengan anak KH. Kholil bernama Siti Khatimah. Adapun beliau sendiri
(Kyai Kholil) mendirikan pondok-pesantren yang lain di Kota Bangkalan, letaknya
sebelah Barat kota tersebut dan tidak berapa jauh dari pondok-pesantrennya yang
lama.
Jejak dan langkahnya dalam mengasus para santrinya tetap menjadi monumen
pada pejuang penerus dan pengikutnya, hingga di Indonesia kini ada 6.000 lebih
pondok pesantren yang sebagian besar mempunyai hubungan budaya dengan NU.

D. KISAH TELADAN
1. Santri yang Mandiri
KH. Kholil sebenarnya berasal dari keluarga yang dari segi perekonomiannya
cukup berada. Ini bisa ditelisik dari hasil yang diperoleh ayahnya dalam bertani. Tetapi
selama nyantri di Sidogiri, KH. Kholil tinggal di Keboncandi agar bisa nyambi
menjadi buruh batik. Dari hasil menjadi buruh batik itulah dia memenuhi
kebutuhannya sehari-hari.
Sewaktu menjadi Santri KH. Kholil telah menghafal beberapa matan, seperti
Matan Alfiyah Ibnu Malik (Tata Bahasa Arab). Di samping itu beliau juga seorang
Hafidz Al-Quran. Beliau mampu membaca Al-Qur’an dalam Qira’at Sab’ah (tujuh
cara membaca Al-Quran).
Kemandirian KH. Kholil juga nampak ketika beliau berkeinginan untuk menimba
ilmu ke Mekkah. Karena pada masa itu, belajar ke Mekkah merupakan cita-cita semua
santri.

2. Membaca Yasin Berkali-kali


Pada saat beliau masih menuntut ilmu di pondok pesantren Kebon Candi dan
belajar di KH Nur Hasan harus dilakukan dengan cara tidak menetap, atau kalau dalam
dunia santri di sebut santri kalong. Jarak antara pondok pesantren Kebon Candi dan
Rumah Kiai Nur Hasan sekitar 7 km. Selama perjalanan itu, beliau sambil membaca
surat yasin sampai tamat berkali-kali.

3. Koh Bun Fat Minta Didoakan Cepat Kaya


Pada suatu waktu, KH. Kholil mempunyai tamu yang berasal dari keturunan
tionghoa yang terkenal dengan panggilan Koh Bun Fat, datang untuk meminta doa
agar cepat kaya kepada KH. Kholil. Lalu beliau memegang kepala Koh Bun Fat dan
memegangnya erat-erat sambil mengucapkan. “Saatu lisanatan, Howang-howang,
Howing-Howing. Pak uwang huwang nuwang. Tur kecetur salang kecetur, sugih..
sugih..sugih!”. Saat itu diucapkan oleh KH. Kholil, tidak ada satupun yang ada
memahami makna apa yang diucapkan oleh Kiai Kholil. Namun, dengan kata tanpa
makna itu, Koh Bun Fat justru beerubah menjadi pengusaha Tionghoa yang kaya raya.

4. Tongkat dan Tasbih Ajaib


Berkaitan dengan cerita KH. Kholil soal tongkat ajaib, kejadian ini berkaitan
langsung dengan sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama (NU). KH. Kholil mengutus
As’ad pergi ke Jombang untuk menyampaikan pesan serta menyampaikan tongkat.
Hari berganti bulan dan bersama perjalanan waktu, organisasi yang sudah dirintis oleh
Kyai Wahab belum juga terbentuk, sehingga KH. Kholil mengutus As’ad yang kedua
kali dengan membawakan tasbih dan meminta KH Hasyim Asy’ari untuk
mengamalkan Asmaul Husna yang berbuyi “Ya-Jabbar- Ya Qohhar”. Setelah berjuang
di bantu oleh kiai-kiai lain, akhirnya nahdlatul Ulama berdiri pada tanggal 16 Rajab
1344 H/ 31 Januari 1926, atau tepat 1 tahun setelah KH Cholil wafat yang jatuh pada
tanggal 29 Romadhon 1343 H.

E. KAROMAH KEWALIAN
Ulama besar yang digelar oleh para Kyai sebagai “Syaikhuna” yakni guru kami,
karena kebanyakan Kyai-Kyai dan pengasas pondok pesantren di Jawa dan Madura pernah
belajar dan nyantri dengan beliau. Pribadi yang dimaksudkan ialah KH. Kholil. Tentunya
dari sosok seorang Ulama Besar seperti KH. Kholil mempunyai karomah.
Istilah karomah berasal dari bahasa Arab. Secara bahasa berarti mulia, Syeikh Thahir
bin Shaleh Al-Jazairi dalam kitab Jawahirul Kalamiyah mengartikan kata karomah adalah
perkara luar biasa yang tampak pada seorang wali yang tidak disertai dengan pengakuan
seorang Nabi.
Adapun karomah K.H. Kholil diantaranya:
1. Lebah Gaib
2. Membelah Diri
3. Menyembuhkan Orang Lumpuh Seketika
4. Kisah Pencuri Timun Tidak Bisa Duduk
5. Kisah Ketinggalan Kapal Laut
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sesungguhnya pendidikan yang kita laksanakan sekarang ini tidaklah terlepas dari
usaha-usaha para tokoh pendidikan yang dahulu telah merintisnya dengan perjuangan
yang sangat berat dan tidak mengenal lelah. Oleh karena itu bila kita berbicara tentang
pendidikan yang kini berlangsung tidaklah arif bila tidak membicarakan sosok dan tokoh
pendidikan tersebut, dengan hanya menerima jerih payah dan karya mereka.
Dari semua uraian di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa, pendidikan itu
sangatlah penting terutama yang pendidikan Islam. Yang mana pendidikan Islam ini
sangatlah dianjurkan bahkan diwajibkan bagi tiap-tiap muslim.
Dalam perkembangannya di seluruh dunia banyaklah terdapat tokoh-tokoh yang
terkemuka dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam. Semua mempunyai
pemikiran-pemikiran tersendiri, namun semuanya itu tetaplah mengarah dan mengacu
kepada Al-Qur’an dan Hadits.
Selain itu juga ternyata pendidikan Islam, tidak hanya mencakup masalah ke agamaan
saja tetapi semua ilmu pengetahuan terdapat di dalamnya.

B. SARAN
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini banyak ditemui kesulitan, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran agar kami dapat menyempurnakan
makalah ini.
Demikianlah Kesimpulan dan saran dalam pembuatan makalah ini. Dalam pembuatan
makalah ini banyak sekali kekurangan-kekurangan, untuk itu penulis sebagai manusia
biasa mohon maaf atas segala keurangan dan kekhilafan. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Guru ulama Jawa, Madura oleh Wan Mohd. Shaghir Abdullah

Sya’roni As-Samfuriy, Indramayu 7 Rabi’ul Awwal 1434

Manakib KH Cholil Bangkalan

Dari beberapa website lainnya.

WWW.GOOGLE.COM

Wiki Aswaja Ensiklopedia NU

Anda mungkin juga menyukai