3 Abdul Rozak dkk, Ilmu Kalam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), hlm.97.
Tuhan.Tuhan akan bersifat tidak adil kalau Ia memberi beban yang terlalu berat
kepada manusia.
b) Kewajiban Mengirinkan Rasul
Bagi Aliran Mu’tazilah, dengan kepercayaan bahwa akal dapat mengetahui hal-hal
gaib, pengiriman rasul tidaklah begitu penting. Namun, mereka memasukkan
pengiriman rasul kepada umat manusia menjadi salah satu kewajiban Tuhan.
c) Kewajiban Menepati Janji dan Ancaman
Janji dan ancaman merupakan salah satu dari lima dasar kepercayaan aliran
Mu’tazilah. Hal ini erat hubungannyadenga dasar keduanya, yaitu keadilan. Tuhan
akan bersifat tidak adil jika tidak menepati janji untuk memberi pahala kepada orang
yang berbuat baik, dan menjalankan ancaman bagi orang yang berbuat jahat.
Selanjutnya keadaan tidak menepati janji dan tidak menjalankan ancaman
bertentangan dengan maslahat dan kepentingan manusia. Oleh karena itu, menepati
jajni dan menjalankan ancaman adalah wajib bagi Tuhan.
2. Aliran Asy’ariyah
Menurut aliran Asy’ariyah, faham kewajiban Tuhan berbuat baik dan terbaik bagi
manusia. Aliran Asy’ariyah tidak menerima faham Tuhan mempunyai kewajiban. Tuhan
dapat berbuat sekehendak hati-Nya terhadap makhluk. Sebagaimana dikatakan Al-Ghazali,
perbuatan-perbuatan Tuhan bersifat tidak wajib (jaiz) dan tidak satu pun darinya yang
mempunyai sifat wajib .
Karena percaya pada kekuasaan mutlak Tuhan dan berpendapat bahwa Tuhan tak
mempunyai kewajiban apa-apa, aliran Asy’ariyah menerima faham pemberian beban di luar
kemampuan manusia. Al-Asy’ari sendiri, dengan tegas mengatakan dalam Al-Luma, bahwa
Tuhan dapat meletakkan beban yang dapat dipikul pada manusia.
3. Aliran Maturidiyah
Mengenai perbuatan Allah ini, terdapat perbedaan pandangan antara Maturidiyah
Samarkand dan Maturidiyah Bukhara. Aliaran Maturidiyah Samarkand, yang juga
memberikan batas pada kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, berpendapat bahwa
perbuatan Tuhan perbuatan Tuhan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja. Dengan
demikian, Tuhan mempunyai kewajiban melakukan yang baik bagi manusia. Demikian juga
pengiriman rasul dipandang Maturidiyah Samarkand sebagai kewajiban Tuhan.
Adapun Maturidiyah Bukhara memiliki pandangan yang sama denagan Asy’ariyah
mengenai faham bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban, Namun, sebaigaimana dijelaskan
oleh Badzawi, Tuhan pasti menepati janji-Nya, seperti memberi upah kepada orang yang
berbuat baik, walaupun Tuhan mungkin saja membatalkan ancaman bagi orang yang berdosa
besa. Adapun pandanagn Maturidiyah Bukhara tentang pengiriman rasul, sesuai dengan
faham mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, tdaklah bersifat wajib dan
hanya bersifat mungkin saja.
B. Perbuatan Manusia
Masalah perbuatan manusia bermula dari pembahasan sederhana yang dilakukan oleh
kelompok Jabariyah dan kelompok Qadariyah, yang kemudian dilanjutkan dengan
pembahasan yang lebih mendalam oleh aliran Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah.
Akar dari masalah perbuatan manusia adalah keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta
alam semesta, teermasuk di dalamnya manusia sendiri. Tuhan bersifat Mahakuasadan
mempunyai kehendak yang bersifat mutlak. Dari sini timbulah pertanyaan, sampai di
manakah manusia sebagai ciptaan Tuhan bergantung pada kehendak dan kekuasaan Tuhan
dalam mengatur hidupnya oleh Tuhan, atau apakah manusia terikat seluruhnya pada
kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan.
1. Aliran Jabariyah
Ada perbedaan pandangan antara jabariyah ekstrim dan jabariyah moderat dalam masalah
perbuatan manusia. Jabariyah ekstrim berpendapat bahwa segala perbuatan manusia bukan
merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang
dipaksakan atas dirinya. Adapun jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan menciptakan
perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyi
peranan di dalamnya.
2. Aliran Qadariyah
. Aliran Qadariyah mengtakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas
kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala
perbuatannya atas kehendaknya sendiri, bagi berbuat baik maupun berbuat jahat. Karena itu,
ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula
memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Dalam kaitan ini, bila seseorang
diberi ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akhiat, semua itu berdasarkan pilihan
pribainya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Sungguh tidak pantas, manusia meneerima
siksaan atau tindakan salah yang dilakukan bukann atas keinginan dan kemampuannya
sendiri. Aliran Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat menyadarkan segala
perbuatan manusia kepada perbuatan Tuhan. Doktrin-doktrin ini mempunyai tempat pijakan
dalam doktrin Islam sendiri.
3. Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah memandang manusia mempunyai daya yang besar dan bebas. Manusia
sendirilah yang berbuat baik dan buruk. Kepatuhan dan ketaatan seseorang kepada Tuhan
adalah atas kehendak dan kemauannya sendiri. Perbuatan manusia bukanlah diciptakan
Tuhan pada diri manusia, tetapi manusia sendirilah yang mewujudkan perbuatannya.
Mu’tazilah denagn tegas menyatakan bahwa daya juga berasal dari manusia. Daya yang
terdapat pada diri manusia adalah tempat terciptanya perbuatan. Jadi, Tuhan tidak dilibatkan
dalam perbutan manusia. Aliran Mu’tazilah mengecam keras faham yang mengatakan bahwa
Tuhanlah yang menciptakan perbuatan.
Semua perbuatan manusia bukanlah perbuatan Tuhan adalah baik. Denagn demikian,
perbuatan manusia bukanlah perbuatan Tuhan, karena diantara perbuatan manusia terdapat
perbuatan jahat. Dalil ini dikemukakan untuk mempertegas bahwa manusia akan mendapat
balasan atas perbuatnnya. Sekiranya perbuatan manusia adalah perbuatan Tuhan, balasan dari
Tuhan tidak akan ada artinya.
4. Aliran Asy’ariyah
Dalam faham Asy’ari, manusia ditempatkan pada posisi yang lemah. Ia ibaratkan anak
kecil yang tida memiliki pilihan dalam hidupnya. Oleh karena itu, aliran ini lebih dekat
denagn faham jabariyah dariada dengan faham Mu’tazilah. Untuk menjelaskan dasar
pijakannya, Asy’ari memakai teori al-kasb. Teori al-kasb Asy’ari dapat dijelaskan sebagai
berikut. Segala sesuatu terjadi dengan perantara daya yang diciptakan, sehingga menjadi
perolehan bagi muktasib yang memperoleh kasab untuk melakukan perbuatan. Sebagai
konsekuensinya teori ini, manusia kehilangan keaktifan, sehingga manusia bersikap pasif
dalam perbuatannya.
5. Aliran Maturidiyah
Ada perbedaan antara Maturidiyyah Samarkand dan Maturidyah Bikhara mengenai
perbuatan manusia. Kelompok pertama lebih dekat dengan faham mu’tazilah, sedangkan
kelompok kedua lebih dekat dengan faham Asy’ariyah. Kehendak dan daya berbuat pada diri
manusia, menurut Maturidiyah Samarkand, adalah kehendak dan daya manusia dalam arti
sebenarnya, dan bukan dalam arti kiasan. . Perbedaan dengan Mu’tazilah adalah bahwa daya
untuk bebuat tidak diciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama dengan perbuatannya. Oleh
karena itu, manusia dalam faham Al-Maturidi, tidaklah sebebas manusia dalam mu’tazilah.
Maturidiyah Bukhara dalam banyak hal seperdapat dengan Maturidiyah Samarkand.
Hanya saja golongan ini membeerikan tambahan dalam masalah daya. Menurutnya, untuk
perbuatan perbuatan, perlu ada dua daya. Manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan
perbuatan, hanya Tuuhanlah yang dapat mencipta, dan manusia hanya dapat melakukan
perbuatan yang telah diciptakan Tuhan baginya.
4 Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam:Pemikiran Kalam, (Jakarta: Perkasa, 1990), hlm.80.
Kehendak mutlak menurut Maturadiyah Samarkand, dibatasi oleh keadilan Tuhan. Tuhan
adil mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu untuk
berbuat buruk serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiba-Nya tehadap manusia. Oleh
karena itu, Tuhan tidak akan meberi beban yang terlalu berat kepada manusia dan tidak
sewenwng-wenang dalam memberikan hukum karena Tuhan tidak brbuat dzalim. Tuhan akn
meberikan upah atau hukuman kepada manusia sesuai dengan perbuatannya.
Maturidiyah Bukhara berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kekuasan mutlak. Tuhan
berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya dan menetukan segala-galanya. Tidak ada yang dapat
menetang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan. Lebih jauh lagi,
Maturidiyah Bukhara berpendat bahwa ketidakadilan Tuhan haruslah difahami dalam konteks
kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Secara jelas, Al-Bazdawi mengatakan bahwa Tuhan
tidak mempunyai tujuan dan tidak mempunyai unsur pendorong untuk menciptakan kosmos,
Tuhan berbuat sekehendak-Nya sendiri. Ini berarti, bahwa alam tidak diciptakan Tuhan untuk
kepentingan manusia atau dengan kata lain, konsep keadilan Tuhan bukan diletakkan untuk
kepentingan manusia, tetapi pada Tuhan sebagai pemilik mutlak.
7 Muhammad al-Razi Fakhr al-Din ibn al-Allamah Dliya’ al-Din, Mafatih al-Ghaib, (Beirut: Dar al-Fikr, 1990),
hlm.85.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah dibahas di atas dapat diketahui terdapat beberapa aliran
yang ada dalam Islam. Tentu aliran-aliran tersebut memiliki pandangan berbeda dan
mempunyai dalil-dalil tersendiri. Sehingga mereka memiliki pendapat masing-masing dan
mempunyai keyakinan untuk mempertahankan aliran-aliran mereka hingga kini.
3.2. Saran
Demikian makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan manaat bagi penyusun
khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah kami.