Anda di halaman 1dari 12

METODE HUKUM ISLAM SADD ADZ DZAR’IAH DAN

SYAR’U MAN QABLANA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Ushul Fiqh


Dosen Pengampu: Ischak Suryo Nugroho S.Pd.I., M.S.I.

Disusun oleh:
1. Ahmad Fikri Fathoni (214110101058)
2. Salwa Salsabila (214110403073)
3. Muhammad Fathan Al Kubro (214110403080)

3 PBA A
PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. K.H. SAIFUDDIN ZUHRI
PURWOKERTO
2022

KATA PENGANTAR

Dengan kebesaran Allah SWT. Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Mari
kita panjatkan puji serta syukur atas hidayah-Nya yang telah melimpahkan rahmat, nikmat,
dan inayah-Nya kepada kita semua, sehinnga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Adapun makalah yang kami susun dengan judul “Metode Hukum Islam Sadd Adz
Dzar’iah dan Syar’u Man Qablana” telah kami kami usahakan dapat disusun dengan sebaik
mungkin. Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan tentumya selalu ada
kekurangan, baik dari segi kepenulisan, tata bahasa, maupun kekurangan lainnya.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususmya bagi kita semua
dan umumnya bagi para pembaca. Dan semoga pembaca dapat mengambil pelajaran dan
hikmah dari makalah ini.

Purwokerto, 25 Oktober 2022


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................2
A. Pengertian Murji’ah........................................................................................................2
B. Sejarah Munculnya Aliran Murji’ah...............................................................................2
C. Pokok-Pokok Pemikiran Murji’ah..................................................................................4
D. Sekte-Sekte Murji’ah......................................................................................................4
BAB III PENUTUP..................................................................................................................7
A. Kesimpulan.....................................................................................................................7
B. Saran................................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................8
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fiqh atau hukum Islam diramu dan disusun berdasarkan petunjuk Allah dalam Al-
Qur’an dan penjelasan yang diberikan Nabi dalam Sunnahnya.Untuk dapatnya titah Allah dan
penjelasan Nabi yang merupakan Syari’ah itu menjadi pedoman beramal yang terurai
bernama fiqh tersebut, disusun ketentuan dan aturan. Pengetahuan tentang aturan dan
ketentuan yang dapat membimbing Ulama dalam merumuskan fiqh itulah kemudian disebut
“Ushul Fiqh”.
Dalam ijtihad, para ulama mengembangkan berbagai teori, metode, dan prinsip
hukum yang sebelumnya tidak dirumuskan secara sistematis, baik dalam Al-quran maupun
as-Sunnah. Hal tersebut dilakukan berkaitan dengan tuntutan realita sosial dan persoalan baru
yang muncul yang tidak dibahas secara spesifik dalam Al-Qur’an.
Di antara metode-metode penetapan hukum yang dikembangkan para ulama adalah
syadz adz-dzari’ah dan syar’u man qablana. Metode syadz adz-dzari’ah merupakan upaya
pencegahan agar tidak terjadi sesuatu yang menimbulkan dampak negatif. Hukum Islam tidak
hanya mengatur tentang perilaku manusia yang sudah dilakukan tetapi juga yang belum
dilakukan. Hal ini karena salah satu tujuan hukum Islam adalah untuk mewujudkan
kemaslahatan dan menghindari kerusakan (mafsadah). Jika suatu perbuatan yang belum
dilakukan diduga keras akan menimbulkan kerusakan (mafsadah), maka dilaranglah hal-hal
yang mengarahkan kepada perbuatan tersebut. Metode hukum inilah yang kemudian dikenal
dengan syadz adz-dzari’ah. Kemudian ada metode hukum Syar’u Man Qablana adalah
syari’at atau ajaran-ajaran nabi-nabi sebelum islam yang berhubungan dengan hukum, seperti
syari’at Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa as. Inilah yang menjadi sumber dari fatwa-fatwa
dalam bermacam-macam masalah yang terjadi.
Makalah ini akan menguraikan tentang hakikat syadz adz dzar’iah dan syar’u man
qablana, yang mencakup pengertian, macam-macam, dan dasar hukumnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Syadz Adz Dzar’iah?


2. Apa dasar hukum dari Syadz Adz Dzar’iah?
3. Apa saja pembagian dari Syadz Adz Dzar’iah?
4. Apa pengertian dari Syar’u Man Qablana?
5. Apa dasar hukum dari Syar’u Man Qablana?
6. Apa saja pembagian dari Sayar’u Man Qablana?
C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian dari Syadz Adz Dzar’iah dan Syar’u Man Qablana
2. Mengetahui pembagian dari Syadz Adz Dzar’iah dan Syar’u Man Qablana
3. Memahami dasar hukum dari Syadz Adz Dzar’iah dan Syar’u Man Qablana
PEMBAHASAN

A. Pengertian Syadz Adz Dzar’iah

Secara etimologi saddudz dzari’ah (‫ )سد الذريعة‬terdiri dari dua kata yaitu saddu
(‫ )سد‬dan dzari’ah (‫)الذريعة‬. Saddu (‫ )سد‬bermakna penghalang atau sumbatan. Sementara
dzari’ah (‫ )الذربعة‬maknanya alasan, permohonan, berpura- pura, dan mengantarkan,
sarana, wasilah. Sehingga sadd adz-dzari’ah maksudnya menghambat atau
menyumbat atau menghalangi semua jalan yang menuju kerusakan atau maksiat.1

B. Sejarah Munculnya Aliran Murji’ah

Aliran Murji’ah merupakan aliran kedua yang muncul setelah Khawarij.


Aliran ini muncul sebagai anti tesa dari Khawarij yang berbicara masalah seorang
mukmin yang melakukan dosa besar.
Dalam masalah politik, Murji’ah juga bersikap netral. Mereka tidak memihak
kepada salah satu pihak yang bertikai, antara ‘Ali bin Abi Talib dan Mu’awiyah bin
Abi Sufyan. Tetapi menurut beberapa sumber, Murji’ah merupakan aliran bayangan
dari dinasti Amawiyah. Aliran Khawarij yang mengkafirkan Mu’awiyah bin Abi
Sufyan mendapat tantangan dari Murji’ah yang tidak menganggap Mu’awiyah
sebagai kafir. Aliran Khawarij yang menganggap Mu’awiyah melakukan dosa besar
dan menjadi kafir, sehingga ia merupakan ahli neraka ditentang oleh Murji’ah yang
menganggap Mu’awiyah tetap mukmin dan ia tidak bisa divonis sebagai ahli neraka,
sebab semua ketentuan dan ketetapan seseorang masuk surga atau neraka berada
sepenuhnya di tangan Tuhan. Hanya Dia yang menentukan segalanya, nanti setelah
manusia sudah menjalani hari perhitungan di akhirat. Manusia tidak mempunyai
wewenang apapun menentukan seseorang masuk surga atau neraka seperti yang
diklaim Khawarij.
Menurut Harun Nasution, bahwa timbulnya kaum Murji’ah itu sebagaimana
halnya dengan kaum Khawarij, pada mulanya juga ditimbulkan karena persoalan
politik, tegasnya persoalan khilafah, yang kemudian membawa perpecahan di
kalangan umat Islam setelah terbunuhnya Utsman bin Affan.
Kaum Khawarij yang pada mulanya adalah penyokong Ali, tetapi kemudian
hari berbalik menjadi musuhnya. Karena adanya perlawanan dari golongan Khawarij
ini, maka penyokong- penyokong yang tetap setia kepada Ali bertambah keras dan
1
Agus Miswanto, MA, USHUL FIQH Jilid 2: METODE, Ushul Fiqh: Metode Ijtihad Hukum Islam, 2019.
fanatik dalam membela Ali, sehingga akhirnya muncullah golongan pendukung Ali
yang dikenal dengan nama golongan Syi’ah. Kefanatikan golongan ini terhadap Ali
bertambah keras, terutama setelah Ali dibunuh oleh Ibn Muljam dari golongan
Khawarij.
Kaum Khawarij dan Syi'ah, walaupun merupakan dua golongan yang
bermusuhan, namun mereka sama-sama menen-tang kekuasaan Bani Umayah,
walaupun motifnya berlainan. Kalau golongan Khawarij menentang kekuasaan Bani
Umayyah, karena mereka menganggap bahwa Bani Umayah telah menyeleweng dari
ajaran Islam, maka golongan Syi'ah menentang Bani Umayah karena mereka
menganggap Bani Umayah telah merampas kekuasaan dari tangan Ali dan
keturunannya.
Dalam suasana pertentangan inilah maka timbul suatu golongan baru yang
ingin bersikap netral, tidak mau turut dalam praktik kafir mengafirkan, seperti yang
dilakukan oleh kaum Khawarij dan Syi'ah. Golongan inilah yang kemudian dikenal
dengan nama golongan Murji’ah. Bagi mereka sahabat-sahabat yang terlibat dalam
pertentangan karena peristiwa tahkim itu tetap mereka anggap sebagai sahabat-
sahabat Nabi yang dapat dipercaya keimanannya. Oleh karena itu mereka tidak
menyatakan siapa yang sebenarnya salah, tetapi mereka lebih baik menunda persoalan
tersebut, dan menyerahkannya kepada Tuhan pada hari perhitungan di hari kiamat
nanti, apakah mereka menjadi kafir atau tidak.

C. Pokok-Pokok Pemikiran Murji’ah

Pokok teologi ajaran murjī'ah menurut Harun Nasution dikolompokkan


menjadi tiga yaitu:
1. Menunda hukuan atas orang-orang yang berseteru yang terlibat dalam peristiwa
tahkīm ('Ali, Mu'āwiyah, 'Amr Ibn 'Ăş dan Abu Mūsā al-'Asy'arī) dan
menyerahkan kepada Allah dihari akhirat.
2. Meletakkan pentingnya iman daripada amal
3. Orang yang melakukan dosa besar tetap mukmin, dan memberikan harapan akan
adanya ampunan dan memperoleh rahmat dari Allah.
Sementara itu, Rosihan Anwar mengutip dari Abu Ya'lā Al-Maudūdi bahwa
pokok ajaran Murji'ah ada dua yaitu:
1. Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasulnya saja. Adapun amal dan perbuatan
tidak merupaka suatu keharusan bagi adanya iman, dalam hal ini seseorang masih
tetap dianggap beriman walaupun meninggalkan hal-hal yang difardukan dan
melakukan dosa besar.
2. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman dihati, setiap
maksiyat tidak dapat mendatangkan madarat ataupun gangguan atas seseorang.
Untuk mendapatkan pengampunan, manusia cukup hanya menjauhkan diri dari
syirik dan mati dalam keadaan bertauhid.

D. Sekte-Sekte Murji’ah

Menurut Al-Asy'arīy sekte-sekte Murji'ah secara keseluruhan ada dua belas yaitu:
1. Al-Jahamiyah (pengikut Jahm Ibn Şafwan), mereka berpendapat bahwa iman itu
adalah mengenal Allah dan Rasulnya dan semua apa yang datang dari Allah saja,
dan selain dari mengenal Allah, seperti pengakuan dengan lidah, tunduk, cinta
Allah dan Rasul, mengagungkan dan takut kepadanya serta beramal bukanlah
termasuk iman.Mereka mengira bahwa kekufuran itu adalah tidak mengenal
Allah. Mereka berkata pula jika seseorang mengenal Allah dengan hati, lalu
mengingkari dengan lidahnya, maka dia tidak kafir karena keimanan dan
kekafiran itu tempatnya dihati, bukan pada lidah atau anggota badan yang lain.
2. Al-Şālihiyah (Abu Al-Hasan Al-Şalihi) mereka beranggapan bahwa iman itu
adalah mengenal Allah saja, sementara kekufuran adalah tidak mengenalnya,
maka tidak ada keimanan tanpa mengenalnya dan tidak ada kekufuran kecuali
tidak mengenalnya.
3. Al-Yūnusiyah (Yūnus Al-Samariy) mereka berpendapat bahwa iman itu adalah
mengenal dan tunduk kepada Allah yaitu tidak takabbur kepadanya dan
mencintainya, maka barangsiapa yang tidak takabbur dan mencintainya maka dia
adalah mu'min. Mereka juga termasuk golongan syī'ah yang ekstrim, diyakini
bahwa Allah yang disembah itu diatas 'Arasy dibawa oleh para malaikat. Hal yang
sama juga secara sepintas dikutip oleh Al-Sam'ānī dalam kitabnya: Al- Yūnusiyah
mengira bahwa, iblis itu adalah orang yang beriman kepada Allah hanyaa saja dia
kafir karena takabbur.
4. Al-Syamariyah (Abu Syamr dan Yunus) mereka mengira bahwa iman itu adalah
mengenal Allah dan tunduk kepadanya, mencintainya dengan hati serta
mengikrarkan dengan hati bahwa Allah itu Esa dan tidak ada yang serupa
dengannya.
5. Al-Şaubāniyyah (Abu Śaubān) mereka berpendapat bahwa iman itu adalah
mengakui Allah dan Rasul-Rasulnyanya.
6. Al-Najjāriyyah (pengikut Al-Husain Ibn Muhammad Al-Najjār), Kelompok ini
berpendapat bahwa Iman itu adalah mengenal Allah, Rasul-rasulnya dan
kewajiban-kewajiban serta tunduk melaksanakannya, maka orang yang tidak
mengetahui hal-hal tersebut atau mengetahui tapi tidak mengikrarkannya dia kafir.
Seluruh kewajiban adalah iman maka melaksanakan sebahagian dari itu bukan
ketaatan / iman, namun mereka tidak kafir. Menurut mereka bahwa iman itu
bertambah dan tidak berkurang
7. Al-Gailāniyah (pengikut Abu Marwān Al-Gailān Ibn Marwān Al-Dimasyqī),
mereka beranggapan bahwa Iman kepada Allah persoalan ke dua karena mau
tidak mau tiap orang pasti mengenal Allah, jadi mengenal nabi dan apa-apa yang
datang dari Allah serta apa yang disepakati oleh ummat Islam itulah yang disebut
iman.
8. Syabībiyah (pengikut Muhammad Ibn Syabīb). Iman adalah iqrār dan mengetahui
bahwa Allah itu Esa tidak ada sesuatu apapun yang serupa dengannya, serta iqrār
kepada semua Nabi dan Rasul dan ajaran yang dibawanya seperti shalat dan
puasa. Tunduk kepada Allah adalah tidak takbur, mereka yakin bahwa Iblis itu
orang yang beriman hanya saja dia kafir karena takabbur, seandainya tidak
takabbuar dia tidak kafir.
9. Al-Hanafiyah (pengikut Abu Hanīfah Al-Nu'mān) Menurutnya Iman itu adalah
mengenal Allah dan mengEsakannya serta mengenal rasul serta apa yang
dibawanya dari Allah secar keseluruhan. Iman tidak terbagi-bagi, tidak berkurang,
tidak bertambah dan tidak ada yang lebih imannya diantara manusia. Sementara
Gassān dan mayoritas pengikut Abu Hanīfah; Iman adalah Ikrar, cinta,
mengagungkan, dan takut kepada Allah serta tidak meremehkan-Nya.
10. Al-Mu'āżiyah (pengikut Abu Mu'āż al-Taumī) Kelompok ini berpendapat bahwa
iman itu adalah yang bebas dari kekufuran. Perintah fardu yang tidak dilaksanakan
oleh seseorang yang diyakini kenarannya diangap seperti orang fasiq namun tidak
boleh dipanggil fasiq, namun jika meninggalkan fardu seperti shalat, zakat, puasa
karena mengingkarinya maka dianggap kekufuran.
11. Al-Murīsiyah (pengikut Basyr Al-Murīsī) Perkataan mereka bahwa iman itu
adalah membenarkan karena iman menurut bahasa membenarkan maka selain dari
itu bukanlah kategori iman. Iman itu terletak pada hati dan lidah, sementara
kekafiran adalah pengingkaran.
12. Al-Karāmiyah (pengikut Muhammad Ibn Karām) Keyakinan mereka bahwa iman
itu adalah iqrār dan pembenaran lidah bukan hati, mereka mengingkari hati
sumber iman. Mengatakan pula bahwa orang-orang munafik pada masa
Rasulullah mukmin sejati, kekufuran adalah pengingkaran dengan lidah.
Itulah sekte-sekte murji'ah, secara umum semua sekte tersebut sependapat
bahwa: tidak ada iman kepada Allah bagi seorangpun dari kuffār. Ada pula
mengatakan: Ahlu Al-Qiblah tidak boleh dikatakan orang fāsiq meski telah jelas
kefasakannya namun ada juga mengatakan fasak kalau memang perbuatannya
terbukti.
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai