Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

DOSEN PENGAMPU
Sony Susandra M. Ag.

DISUSUN OLEH
Salwa Salsabila
(214110403073)

PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UIN PROF. K.H. SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO
2022

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................iii
BAB I...................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................1
BAB II..................................................................................................................2
2.1 a) Pengertian Kurikulum.......................................................................2
2.2 b) Fungsi Kurikulum.............................................................................3
2.3 c) Model-Model Pengembangan Kurikulum.........................................3
BAB III.................................................................................................................9
3.1 Kesimpulan............................................................................................9
3.2 Saran......................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................10

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan kebaikannya, sehingga dengan segala keterbatasan waktu, tenaga, pikiran
yang penulis miliki, akhirnya Makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini dibuat sebagai tugas dalam mata kuliah Pengembangan
Kurikulum, semester II (Dua) jurusan Pendidikan Bahasa Arab, Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Sebagai manusia biasa, penulis sadar bahwa
makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan karena suatu pemikiran yang sangat
terbatas. Penulis mangharapkan bahwa makalah ini dapat bermanfaat dan
diterima oleh semua pihak.
Akhirnya, segala kebenaran itu datangnya dari Allah SWT dan
kesalahan datangnya dari hambanya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran dan kritik yang dapat membangun serta bimbingannya untuk perbaikan
pada penyusunan makalah berikutnya.

Cilacap, 03 Mei 2022

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurikukulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang di
berikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisikan rancangan
pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang
pendidikan. Adanya rancangan kurikulum merupakan ciri utama pendidikan di sekolah.
Kurikulum juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan atau
pengajaran. Dapat kita bayangkan, bagaimana bentuk pelaksanaan suatu pendidikan
atau pengajaran di sekolah yang tidak memiliki kurikulum.
Perubahan kurikulum dari waktu ke waktu bukan tanpa alasan dan landasan yang
jelas, sebab perubahan ini disemangati oleh keinginan untuk terus memperbaiki,
mengembangkan, dan meningkatkan kualitas sistem pendidikan nasional. Persekolahan
sebagai ujung tombak dalam implementasi kurikulum dituntut untuk memahami dan
mengaplikasikannya secara optimal dan penuh kesungguhan, sebab mutu
penyelenggaraan proses pendidikan salah satunya dilihat dari hal tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk memudahkan pembaca memahami isi makalah, penulis mencoba
mempersempit uraian-uraian dalam makalah ini menjadi beberapa garis besar yang pada
intinya membahas :
a) Pengertian Kurikulum
b) Fungsi Kurikulum
c) Model-model Pengembangan Kurikulum

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 a) Pengertian Kurikulum


Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional (2008: 845), kurikulum dapat diartikan sebagai perangkat mata
pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan atau perangkat mata kuliah
mengenai bidang keahlian khusus. Menurut Checkley (2006: 133) kurikulum dapat
didefinisikan sebagai perencanaan untuk mendukung proses pembelajaran. Kurikulum
terdiri dari sekumpulan materi yang digunakan pada setiap level kelas, sekumpulan
panduan guru, dan penilaian kelasnya (Confrey & Stohl, 2004: 38).1
Pengertian kurikulum menurut pandangan lama adalah sejumlah mata pelajaran
yang harus ditempuh oleh peserta dididk untuk memperoleh ijazah. Adapun Implikasi :
1. Kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran. Mata pelajaran pada hakikatnya
adalah pengalama masa lampau.
2. Membentuk peseta didik menjadi manusia intelektualitis.
3. Pengajaran berarti penyampaian kebudayaan kepada generasi muda.
4. Tujuannya adalah untukmemperoleh ijazah.
5. Keharusan bagi setiap peserta didik untuk mempelajari mata pelajaran yang sama.
6. System penyampaian adalah system penuangan.
Pendapat baru (modern)
“Curriculum is interpreted to mean all of the organized cources, activities, and
experiences which pupils have under direction of the school, wheter in the classroom or
not”.
1. Kurikulum tidak hanya terdiri atas mata pelajaran tetapi meliputi semua kegiatan dan
pengalaman.
2. Tidak ada pemisahan antara intra- dan extra kurikulum.
3. Pelaksanaan kurikulum, baik di dalam maupun di luar kelas.
4. Guru perlu menggunakan berbagai kegiatan belajar mengajar secara berfariasi.
5. Tujuan pendidikan adalah membentuk pribadi dan belajar cara hidup.
Perbedaan antara kurikulum lama dan kurikulum baru :
1
Roberto Maldonado Abarca, “Kurikulum Dan Model-Model Pengembangannya,” Nuevos Sistemas de
Comunicación e Información 2, no. 1 (2021): 2013–15.

2
1. Kurikulum lama berorientasi kepada masa lampau, sedangkan kurikulum baru
berorientasi pada masa sekarang.
2. Kurikulum lama tidak berdasarkan suatu filsafat pendididkan yag jelas, sedangkan
kurikulum baru berdasarkan filsafat pendidikan yang jelas yang dapat diajarkan
kedalam serangkaian tindakan yang nyata.
3. Kurikulum lama berdasarkan tujuan pendidikan yang mengutamakan perkembangan
pengetahuan dan keterampilan, sedangkan kurikulum baru bretujuan untuk
mengembangkan keseluruhan pribadi peserta dididk agar mampu hidup didalam
masyarakat.
4. Kurikulum lama berpusat pada mata pelajaran, sedangkan kurikulum baru disusun
berdasarkan masalah atau topik, dimana peserta didik belajar dengan mengalami sendiri.
Kurikulum disusun dalam bentuk bidang studi yang luas atau dalam bentuk integrase
semua mata pelajaran.2
2.2 b) Fungsi Kurikulum
1. Fungsi penyesuaian. Membantu individu agar mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya secara menyeluruh.
2. Fungsi integrasi. Kurikulum berfungsi mendidik pribadi-pribadi yang terintegrasi.
3. Fungsi diferensiasi. Kurikulum perlu memberikan pelayanan terhadap perbedaan-
perbedaan perseorangan dalam masyarakat. Diferensiasi akan mendorong orang berpikir
kritis dan kreatif.
4. Fungsi persiapan. Kurikulum berfungsi mempersiapkan peserta didik agar
melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih jauh dan
mempersiapkan kemampuan untuk belajar lebih lanjut.
5. Fungsi pemilihan. Pemilihan berarti pemberian kesempatan kepada seseorang untuk
memilih apa yang diinginkannya dan menarik minatnya.
6. Fungsi diagnostik. Membantu dan mengarahkan para peserta didik agar mampu
memahami dan menerima dirinya sehingga dapat mengembangkan semua potensi yang
dimilikinya. Melalui eksplorasi dan pronosa, selanjutnya dia sendiri yang memperbaiki
kelemahan itu dan mengembangkan sendiri kekuatan yang ada.3
2.3 c) Model-Model Pengembangan Kurikulum
Berikut ada delapan model-model tersebut sebagai berikut. Pertama
dikemukanan oleh (Simanjuntak, Pd, dan Pd 2018, 62) adalah Roger’ s interpersonal
relation model. Model yang dikemukakan oleh Rogers terutama akan berguna bagi para
pengajar di sekolah ataupun di perguruan tinggi. Ada beberapa model yang
2
Andi Achruh, “Komponen Dan Model Pengembangan Kurikulum,” Jurnal Inspiratif Pendidikan 1, no. 1
(2019): 1–9, http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/Inspiratif-Pendidikan/article/view/9933.
3
Achruh.

3
dikemukakan Rogers, yaitu jumlah dari model yang paling sederhana sampai dengan
yang komplit. Ada empat model yang dikemukakan. Model I. Model I (model yang
paling sederhana) menggambarkan bahwa kegiatan pendidikan semata-mata terdiri dari
kegiatan memberikan informasi (isi pelajaran) dan ujian. Hal itu berdasarkan asumsi
bahwa pendidikan evaluasi dan evaluasi adalah pendidikan, serta pengatahuan adalah
akumulasi matri dan informasi. Model I ini sangat sederhana yang dapat memberikan
dua pertanyaan pokok, yaitu 1) mengapa saya mengajarkan mata pelajaran? dan 2)
bagaimana saya dapat mengatahui keberhasilan pembelajaran yang saya ajarkan?.
Model II Model II dilakukan dengan menyempurnakan model I yaitu tentang metode
dan organisasi bahan pelajaran. Dalam pengembangan kurikulum pada model II sudah
dipikirkan pemilihan metode yang efektif bagi berlangsungnya proses belajar. Di
samping itu bahan pelajaran juga sudah disusun secara sistematis, dari yang mudah ke
yang lebih sukar dan juga memperhatikan luas dan dalamnya bahan pelajaran. Akan
tetapi model II belum memperhatikan masalah teknologi pendidikan yang sangat
menunjang keberhasilan kegiatan pengajaran. Pertanyaan yang menjadi gambaran
pokok model ini adalah: (1) Mengapa saya mengajarkan bahan pelajaran ini dengan
metode ini? (2) Bagaimana saya harus mengorganisasikan bahan pelajaran ini?. Model
III. Model III menyempurnakan model II. Dalam model III memasukkan unsur
teknologi pendidikan. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa teknologi pendidikan
merupakan faktor yangsangat menunjang dalam keberhasilan kegiatan belajar mengajar.
Model IV, yaitu dengan memasukkan unsur tujuan ke dalamnya. Tujuan itulah yang
bersifat mengikat semua komponen yang lain, baik metode, organisasi bahan, teknologi
pengajaran, isi pelajaran maupun kegiatan penilaian yang dilakukan.
Menurut Rogers manusia berada dalam proses perubahan sesungguhnya ia
mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendirI. Pendidikan juga tidak lain
merupakan upaya guru untuk memperlancar dan mempercepat perubahan tersebut. guru
serta pendidik lainnya bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan anak,
mereka hanayalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak. Ada empat langkah
pengembangan kurikulum model Rogers yaitu, pemilihan target dari sistem pendidikan,
partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif, Pengembangan pengalaman
kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran, dan partisipasi orang tua
dalam kegiatan kelompok.
Model yang kedua adalah Emerging technical models. Adapun langkah model
perkembangan ini yaitu : Model analisis tingkah laku memulai kegiatan dengan jalan
melatih kemampuan anak mulai dari yng sederhana sampai pada yang kompleks secara
bertahap, model analisis sistem memulai kegiatannya dengan jalan menjabarkan tujuan-
tujuan secara khusus (output), kemudian menyusun alat-alat ukur untuk menilai
keberhasilannya, selanjutnya mengidentifikasi sejumlah factor yang berpengaruh
terhadap proses penyelenggaraannya, model berdasarkan komputer memulai
kegiatannya dengan jalan mengidentifikasi sejumlah unit kurikulum lengkap dengan
tujuan-tujuan pembelajaran khususnya. Setelah itu, guru dan murid diwawancarai
tentang pencapaian tujuan-tujuan tersebut dan data itu disimpan dalam komputer untuk
dimanfaatkan dalam menyusun materi pembelajaran untuk murid.

4
Model ketiga adalah. The Systematic action-research model. Model kurikulum
ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan
sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa
guru, struktur sistem sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan
masyarakat. Sesuai dengan asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal itu:
hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan
profesional. Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan warga masyarakat, para
orang tua, tokoh masyarakat, penguasaha, siswa, guru dan lain-lain. Model.
Model yang keempat dikemukakan oleh (Hidayani 2018, 386) yaitu model The
Administrative (Line-Staff) Model. Model administratif diistilahkan juga model garis
staf atau topdown dari atas kebawah. Model ini menggunakan prosedur “garis-staf” atau
garis komando “dari atas ke bawah” (top-down). Maksudnya, inisiatif pengembangan
kurikulum berasal dari pejabat tinggi (Kemdiknas), kemudian secara struktural
dilaksanakan di tingkat bawah. Dalam model ini pejabat pendidikan membentuk panitia
pengarah (steering commitee) yang biasanya terdiri atas pengawas pendidikan, kepala
sekolah, dan guru-guru inti. Panitia pengarah ini bertugas merumuskan rencana umum,
prinsip-prinsip, landasan filosofis, dan tujuan umum pendidikan. Adapun langkah-
langkah model pengembangan kurikulum ini dilaksanakan melalui atasan membentuk
tim yang terdiri atas pejabat teras yang berwenang (pengawas pendidikan, Kepsek, dan
pengajar inti), tim merencanakan konsep rumusan tujuan umum dan rumusan falsafah
yang diikuti, dibentuk beberapa kelompok kerja yang anggotanya terdiri atas para
spesialis kurikulum dan staf pengajar yang bertugas untuk merumuskan tujuan khusus
kegiatan belajar. Hasil kerja dari butir 3 direvisi tim atas dasar pengalaman atau hasil
dari try out. Setelah try out yang dilakukan oleh beberapa kepala sekolah, dan telah
direvisi seperlunya, baru kurikulum tersebut diimplemantasikan.
Model kelima dikemukan oleh (Mubarok, t.t., 11) yaitu The Grass-Roots Model.
Model ini didasarkan pada dua pandangan pokok. Pertama, implementasi kurikulum
akan lebih berhasil apabila guru-guru sebagai pelaksana sudah sejak semula terlibat
secara langsung dalam pengembangan kurikulum. Kedua, pengembangan kurikulum
bukan hanya melibatkan personel yang profesional (guru) saja, tetapi juga siswa, orang
tua, dan anggota masyarakat. Dalam kegiatan pengembangan kurikulum ini, kerja sama
dengan orang tua murid dan masyarakat sangat penting dilaksanakan. Model
pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Insiatif dan upaya
pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru
atau sekolah. Dalam model pengembangan kuruikulum yang bersifat grass roots
seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru suatu sekolah mengadakan
uapaya pengembangan kurikulum. Adapun langkah model ini yaitu, Inisiatif
pengembangan datang dari bawah (para pengajar), tim pengajar dari beberapa sekolah
ditambah nara sumber lain dari orang tua siswa atau masyarakat luas yang relevan,
Pihak atasan memberikan bimbingan dan dorongan. Untuk pemantapan konsep
pengembangan yang telah dirintisnya diadakan lokakarya untuk input yang diperlukan.

5
Selanjutnya model yang keenam adalah Model Tyler. Tahapan pengembangan
kurikulum terdiri dari empat tahapan mulai dari menentukan tujuan hingga penilaian
(Fajri 2019, 43). 1) Menentukan tujuan pengembangan kurikulum, tahapan yang harus
dilakukan pertama yaitu menentukan tujuan dari pengembangan kurikulum. 2)
Pengalaman belajar (learning experiences). 3) Pengorganisasian pengalaman belajar.
Pengorganisasian ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu secara vertikal dan horizontal. Untuk
pengorganisasian secara vertikal menghubungkan pengalaman belajar suatu kajian ilmu
yang sama pada tingkatan yang berbeda. Sedangkan secara horizontal menghubungkan
pengalaman belajar beberapa bidang. 4) Penilaian tujuan belajar sebagai komponen
yang dijadikan perhatian utama. Adapun menurut (Hidayat 2012, 206) bahwa model
pegembangan tayler yaitu, Objectives (Tujuan pendidikan yang diharapkan), Selecting
Learning Experiences (Menentukan pengalaman belajar yang akan diperoleh guna
mencapai tujuan yang dimaksud), Organizing Learining Experiences (Mengorganisasi
pengalaman belajar yang akan diberikan), Evaluation (Mengevaluasi efektivitas
pengalaman belajar guna mengetahui tujuan pendidikan telah dicapai).
Model ketujuh menurut penelitian (Jimry 2020, 22) adalah Taba’s Inverted
Model. Model ini dengan cara melaksanakan eksperimen, diteorikan, kemudian
diimplementasikan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan antara teori dan praktik,
serta menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan kurikulum sebagaimana sering
terjadi apabila dilakukan tanpa kegiatan eksperimental. Taba memiliki argumen untuk
sesuatu yang rasional, sebagai pendekatan berikutnya dalam pengembangan kurikulum.
Selanjutnya, agar lebih rasional dan ilmiah dan suatu pendekatan, Taba mengklaim
bahwa keputusan –keputusan pada elemen mendasar harus dibuat berdasarkan yang
valid. Langkah-langkah dalam proses pengembangan kurikulum menurut Taba
kelompok guru terlebih dahulu menghasilkan unit-unit kurikulum untuk
dieksperimenkan, uji coba unit-unit eksperimen untuk menemukan validitas dan
kelayakan pembelajaran, merevisil uji coba, dan mengonsolidasikan unit-unit
kurikulum, mengembangkan kerangka kerja teoretis, dan pengasemblingan dan
deseminasi hasil yang telah diperoleh. Berdasarkan hal tersebut, kita dapat mengetahui
bahwa langkah- langkah yang digunakan Taba dalam mengembangkan kurikulum
adalah diagnosis kebutuhan, formulasi pokok-pokok, seleksi isi, organisasi isi, seleksi
pengalaman belajar, organisasi pengalaman belajar, dan penentuan tentang apa yang
harus dievaluasi dan cara untuk melakukannya (Ali Usmar, t.t., 60).
Model yang kedelapan adalah Beauchamp’s System Model. Tahap
perkembangan kurikulum model beauchamps’s menurut (Bisri, t.t., 109) yaitu
memutuskan arena atau lingkup wilayah pengembangan kurikulum, suatu keputusan
yang menjabarkan ruang lingkup upaya pengembangan suatu gagasan pengembangan
kurikulum yang telah dilaksanakan di kelas diperluas di sekolah-sekolah di daerah
tertentu baik bersekala regional atau nasional yang disebut arena, menetapkan
personalia atau tim para ahli kurikulum, yaitu siapa-siapa saja yang ikut terlibat dalam
pengembangan kurikulum, tim menyusun tujuan pengajaran kurikulum dan pelaksanaan
proses belajar mengajar, untuk tugas tersebut perlu dibentuk dewan kurikulum sebagai
koordinator yang bertugas juga sebagai penilai pelaksanaan kurikulum, memilih materi

6
pelajaran baru, menentukan berbagai kriteria untuk memilih kurikulum mana yang akan
dipakai dan menulis secara menyeluruh mengenai kurikulum yang akan dikembangkan,
implementasi kurikulum, yakni kegiatan untuk menerapkan kurikulum seperti yang
sudah diputuskan dalam ruang lingkup pengembangan kurikulum, dan evaluasi
kurikulum.4
Model kesembilan yaitu pengembangan kurilum Oliva merupakan model
pengembangan kurikulum deduktif yang menawarkan sebuah proses pengembangan
kurikulum sekolah secara lengkap. Oliva menyusun suatu kurikulum yang memenuhi
tiga kriteria : sederhana, komprehensif, dam sistematik.5
Model kesepuluh D.K Whelet dalam bukunya yang cukup berpengaruh,
curriculum process, Wheler (1967) mempunyai argument tersendiri agar pengembang
kurikulum (curriculum developers) dapat menggunakan suatu proses melingkar (a cycle
process), yang mana setiap elemen saling berhubungan dan saling bergantung.
Pendekatan yang digunakan Wheeler dalam pengembangan kurikulum pada dasrnya
memiliki bentuk rasional.Setiap langkahnya merupakan pengembangan secara logis
terhadap model sebelumnya, di mana secara umum suatu langkah tidak dapat dilakukan
sebelum langkah-langkah sebelumnya telah diselesaikan.6
Model kesebelas Malkom Skilback, direktur Pusat Pengembangan Kurikulum
Austalia ( Australia’s Curriculum Development Center), mengembangkan suatu
interaksi altertnatif atau model dinamis bagi suatu interaksi alternatif atau model
dinamis bagi model proses kurikulum. Dalam sebuah artikelnya, Skilbeck (1976)
mengajurkan suatu pendekatan dan mengembangkan kurikulum pada tingkat sekolah.
Pendapatnya mengenai sekolah di dasarkan pada pengembangan kurikulum (SCBD),
sehingga Skilbeck memberikan suatu model yang membuat pendidik dapat
mengembangkan kurikulum secara tepat dan realistic. Dalam hal ini, Skilbeck
memepertimbangkan model dynamic in nature.
Model dinamis atau interaktif (dyanamic or interactive models) menetapakan
pengembangan kurikulum harus mendahulukan sustu elemen kurikulum dan
memualianya dengan suatu dari urutan yang telah ditetntukan dan diajurkan oleh model
rasional. Skilbeck mendukung petunjuk tersebut, menambahkan sangat penting
bagidevelopers untuk menyadari sumber-sumber tujuan mereka. Untuk mengetahui
sumber-sumber tersebut, Skilbeck berpendapat bahwa “a situasional analysis” harus
dilakukan. Untuk lebih mudah memahami model yang ditawarkan Skilbeck, gamabr ini
mungking bisa membantu:
Model ditas mengkalim bahwa agar School-Based Curriculum Development
(SBCD) dapat bekerja secara efektif, lima langkah (steps) diperlukan dalam suatu
4
Apriliyanti Muzayanati and Yani Pratiwi, “EDUKATIF : JURNAL ILMU PENDIDIKAN Model-Model
Pengembangan Kurikulum Di Sekolah” 4, no. 1 (2022): 467–73.
5
Bobi Guntarto, “Tantangan Dalam Kegiatan Literasi Media Di Indonesia,” Ultimacomm: Jurnal Ilmu
Komunikasi 8, no. 1 (2016): 1–36, https://doi.org/10.31937/ultimacomm.v8i1.944.
6
Achruh, “Komponen Dan Model Pengembangan Kurikulum.”

7
proses kurikulum. Skilbeck berkata bahwa model dapat diaplikasikan secara bersama
dalam pengemban kurikulum, observasi dan peneliaan sistem kurikulum, dan aplikasi
nilai dari model tersebut pada nilai dan model tersebut terletak pada pilihan pertama.
Mengingat susunan model ini secara logis termasuk kategori rational by natur,
namun Skilbeck mengingatkan bahwa agar tidak terjurumus pada perangkap (trap).
Skilbeck mengingatkan bahwa pengembangan kuriulum (curriculum development)
perlu mendahulukan rencana mereka dengan memulainya dari salah satu langakah
(stage) tersebut secara bersamaan. Pengertian model di atas sangat sangat
membingungkan, karena sebenarnya model tersebutmendukung pendekang rasional
daripada pengembangan kurikulum. Namun demikian, Skilbeck berkata: The model
outlined does not presuppose a means and analysis at all, it simply encourages teams
and or groups of curriculum developers to take account different elements and aspects
of the curriculum development process, to the see the process as an organic whole and
to wrok in a moderately systematic way.
Satu hal yang perlu digaris bawahi adalah bahwa alat ini tidak mengisyaratkan
suatu alat. Tujuananya adlah menganalisis secara keseluruhan; tetapi secara simbol telah
mendorong teams atau groups dari pengembang kurikulum untuk lebih memperhatikan
perbedaan- perbedaan elemen dan aspek-aspek proses pengembangan kurikulum, agar
lebih bisa melihat proses bekerja dengan cara sistematik dan moderat.7

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

7
Masrifah Hidayani, “Model Pengembangan Kurikulum,” At-Ta’lim : Media Informasi Pendidikan Islam
16, no. 2 (2018): 375, https://doi.org/10.29300/attalim.v16i2.845.

8
Dari berbagai model yang telah diuraikan di atas terdapat perbedaan dan
persamaan. Taba dan Tyler melukiskan langkah-langkah, Saylor, Alexander dan Lewis
melukiskan proses. sedangkan Oliva melukiskan komponen-komponen pengembangan
kurikulum. Tidak ada model yang yang sempurna, demikian juga tidak dapat dikatakan
suatu model lebuh baik dari yang lain. Untuk menilai suatu model terdapat beberapa
kriteria yang harus kita pergunanakan. Suatu model harus mengandung kriteria berikut :
1. beberapa komponen pokok. Misalnya : fase perencanaan, pelaksanaan, penilaian
2. biasanya terdapat titik awal dan akhir
3. melukiskan hubungan kurikulum dan pengajaran
4. perbedaan tujuan umum dan tujuan khusus
5. hubungan timval balik antara berbagai komponen
6. bersifat siklus, tidak hanya linear
7. garis umpan balik
8. kemungkinan mulai dari titik mana saja dalam siklus
9. mempunyai konsistensi internal dan logik
10. cukup sederhana, mudah dimengerti, dan mudah dilaksanakan
11. komponen dimasukkan dalam sebuah diagram/chart
Model pengembangan kurikulum menyarankan suatu sistem yang perlu diikuti
oleh para pembina kurikulum dan merupakan kerangka penjelasan fase-fase
pengembangan kurikulum. Setiap orang dapat menerapkan dan mengembangkan suatu
model yang terbaik baginya.
3.2 Saran
Makalah ini berisikan tentang Model-Model Pengembangan Kurikulum. Semoga
dengan isi makalah, pembaca lebih memahami tentang pengembangan kurikulum di
sekolah. Makalah ini tentunya jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis dengan segala
kerendahan hati meminta masukan dan kritikan yang dapat membangun dan bermanfaat
untuk mengembangkan isi dari makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abarca, Roberto Maldonado. “Kurikulum Dan Model-Model Pengembangannya.”


Nuevos Sistemas de Comunicación e Información 2, no. 1 (2021): 2013–15.

9
Achruh, Andi. “Komponen Dan Model Pengembangan Kurikulum.” Jurnal Inspiratif
Pendidikan 1, no. 1 (2019): 1–9.
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/Inspiratif-Pendidikan/article/view/9933.
Guntarto, Bobi. “Tantangan Dalam Kegiatan Literasi Media Di Indonesia.”
Ultimacomm: Jurnal Ilmu Komunikasi 8, no. 1 (2016): 1–36.
https://doi.org/10.31937/ultimacomm.v8i1.944.
Hidayani, Masrifah. “Model Pengembangan Kurikulum.” At-Ta’lim : Media Informasi
Pendidikan Islam 16, no. 2 (2018): 375.
https://doi.org/10.29300/attalim.v16i2.845.
Khamdani, Puji. “Model Pengembangan Kurikulum Dan Strategi Pembelajaran
Berbasis Sosiologi Kritis, Kreativitas, Dan Mentalitas.” Madaniyah Edisi VII VII,
no. 2 (2014): 259–76.
Muzayanati, Apriliyanti, and Yani Pratiwi. “EDUKATIF : JURNAL ILMU
PENDIDIKAN Model-Model Pengembangan Kurikulum Di Sekolah” 4, no. 1
(2022): 467–73.

10

Anda mungkin juga menyukai