Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

TELAAH KURIKULUM

“ MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

DI INDONESIA ”

Disusun Oleh :

DIANA MANDA SARI (19591048)

PGMI 5B

Dosen Pengampuh :

SITI ZULAIHA M.Pd.I

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDA’IYAH (PGMI)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) CURUP TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur pemakalah panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan
pemakalah semua kelancaran serta kekuatan dalam menyelesaikan makalah mata kuliah Telaah
Kurikulum yang berjudul “Model Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi” dapat
selesai seperti waktu yang telah kami rencanakan. Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas
dari berbagai aspek yang telah memberikan bantuan kepada kami agar dapat terbentuknya
makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung oleh karena itu kami mengucapkan
terima kasih kepada bapak . Dosen mata kuliah Telaah Kurikulum IAIN Curup.

Selain untuk menambah wawasan dan pengetahuan penyusunan makalah ini berisikan
tentang informasi mengenai Telaah Kurikulum. Pemakalah menyadari bahwa penyusunan
makalah ini tidak terlepas dari kekurangan. Kami mengharapkan berbagai kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca sebagai proses pembelajaran sehingga kami dapat menyusun
makalah yang lebih baik dan berkualitas.

Curup, November 2021

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………………………4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………...4
C. Tujuan Penelitian……………………………………………………………………4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Model Pengembangan Kurikulum berbasis kompetensi………………..8


B. Rasional pengembangan kurikulum………………………………………………....9
C. Landasan pengembangan kurikulum……………………………………………..…13
D. Elemen kurikulum…………………………………………………………………..19
E. Strategi dan metode pembelajaran…………………………………………………..24
F. Pengelolaan kelas dalam kurikulum 2013…………………………………………..33

BAB III PENUTUP


Kesimpulan ..........................................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................37

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Model–model pengembangan kurikulum memegang peranan penting dalam kegiatan
pengembangan kurikulum. Sungguh sangat naif bagi para pelaku pendidikan di lapangan
terutama guru.
Pada tahun 2013 pemerintah menerapkan pemberlakuan tentang kurikulum baru,
yang berlaku sebagai pengganti kurikulum 2006 yaitu Kurukulum 2013. Kurikulum ini
merupakan inovasi dan penyempurnaan dari kurikulum KTSP tahun 2006 dalam bidang
kurikulum pendidikan di Indonesia, karena dengan adanya kurikulum 2013, siswa menjadi
lebih aktif dan menjadi fokus pembelajaran sedangkan guru hanya sebagai fasilitator.

B. Rumusan Masalah
Berdasakan latar  belakang diatas, maka penulis rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian model pengembangan kurikulum berbasis kompetensi?
2. Bagaimana rasional pengembangan kurikulum?
3. Apa landasan pengembangan kurikulum?
4. Apa saja elemen kurikulum?
5. Strategi dan metode pembelajaran?
6. Bagaimana pengelolaan kelas dalam kurikulum 2013?

C. Tujuan
Berdasarkan masalah diatas penulis menulis makalah bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui model pengembangan kurikulum berbasis kompetensi
2. Untuk mengetahui rasional pengembangan kurikulum
3. Untuk mengetahui landasan pengembangan kurikulum
4. Untuk mengetahui elemen kurikulum
5. Untuk mengetahui strategi dan metode pembelajaran
6. Untuk mengetahui pengelolaan kelas kurikulum 2013

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Model Pengembangan Kurikulum

Menurut Good (1972) dan Travers (1973) model adalah abstraksi dunia nyata atau
representasi peristiwa kompleks atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta
lambang-lambang lainnya(Travers, 1990). Model bukanlah realitas, akan tetapi merupakan
representasi realitas yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, model pada
dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu
sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif
untuk mengambil keputusan, atau sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan.

Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar
(Abidin, 2012, p. 137). Dalam pengembangan kurikulum, model dapat merupakan ulasan
teoritis tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan
tentang salah satu bagian kurikulum. Sedangkan menurut (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
model adalah pola, contoh, acuan, ragam dari sesuatu yang akan dihasilkan. Dikaitkan
dengan model pengembangan kurikulum berarti merupakan suatu pola, contoh dari suatu
bentuk kurikulum yang akan menjadi acuan pelaksanaan pendidikan/pembelajaran.

Sedangkan pengembangan kurikulum (curriculum development) merupakan suatu


istilah yang komprehensif di dalamnya mencakup perencanaan, penerapan, dan penilaian.
Karena pengembangan kurikulum memiliki implikasi terhadap adanya perubahan dan
perbaikan maka istilah pengembangan kurikulum terkadang juga disamakan dengan istilah
perbaikan kurikulum (curriculum improvement). Meskipun pada banyak kasus sebenarnya
perbaikan itu merupakan akibat dari adanya pengembangan (Oliva, 1992, p. 26).

Untuk melakukan pengembangan kurikulum ada berbagai model pengembangan


kurikulum yang dapat dijadikan acuan atau diterapkan sepenuhnya. Secara umum,
pemilihan model pengembangan kurikulum dilakukan dengan cara menyesuaikan sistem

5
pendidikan yang dianut dan model konsep yang digunakan. Dibawah ini akan dibahas
beberapa model pengembangan kurikulum yang biasa di gunakan di Indonesia.

Model Pengembangan Kurikulum di Indonesia :

1. Kurikulum Tahun 1964

Bersifat tradisonal yaitu pendidikan dan pengajaran dimaksudkan untuk


memberi pelajaran kepada siswa dengan ciri khusus yakni :Tujuan pembelajaran
hanya memberi bekal kepada siswa agar mampu melanjutkan kejenjang selanjutnya.
Pembelajaran hanya menekankan penguasaan materi saja. Pola pembelajaran satu
arah (guru aktif siswa pasif) Organisasi kurikulumnya bervariasi Khusus untuk
sekolah kejuruan antara teori dan praktik dipisahkan. Mata pelajaran PAI masuk
kedalam pelajaran budi pekerti.

2. Kurikulum Tahun 1968

Mata pelajaran PAI yang awalnya masuk dalam pelajaran budi pekerti pada
tahun 1968 resmi menjadi mata pelajaran sendiri yakni mata pelajaran PAI karna PKI
dibubarkan, sehingga lebih mengarah kepada Pancasila sebagai dasar Negara RI.

3. Kurikulum Tahun 1975

Adanya kurikulum yang mengajarkan bahwa pembelajran harus


memperhatikan lingkungan yang ada disekitar dimana tempat pembelajaran
dilaksanakan. Kurikulum 1975 mulai mengenal PPSI(Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional)

4. Kurikulum Tahun 1984

Pola pembelajaran dua arah yakni siswa ikut aktif dalam mempelajari mata
pelajaran tertentu. Kurikulum 1984 mengenal adanya sistem semester untuk jenjang
SMP dan SMA sedangkan SD catur wulan (cawu).

6
5. Kurikulum Tahun 1994

Adapun pengembangan kurikulum pada tahun 1994 yakni :

a. Adanya penerapan muatan local

b. Konsep link dan match (keterkaitan dan kesepadanan) antara penddikan dengan
dunia kerja

c. Peningkatan wajib belajar yang awalnya 6 tahun menjadi 9 tahun.

6. Kurikulum Tahun 1999

Karena adanya era reformasi maka Kurikulum 1999 disebut kurikulum


suplemen yaitu adanya pelajaran yang bisa tetap diajarkan dan ada yang tidak yakni
pelajaran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.

7. Kurikulum Tahun 2004, Kurikulum Berbasis Kopetensi (KBK)

Ciri khusus KBK yakni :

a. Lebih memgutamakan kemampuan

b. Menekankan bantuan alat

c. Evaluasi lebih menekankan kepada kemampuan atau percepatan masing-masing


siswa.

d. Berbasis kinerja: lebih menekankan kinerja.

8. Kurikulum Tahun 2006/2007, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

KTSP memberikan kebebasan pada masing – masing sekolah, KTSP


memberikan kebebasan atau otonomi pada tingkat sekolah. Artinya kepada sekolah
dan guru memiliki keluasan dalam mengembangkan kurikulum secara tepat dan
proporsional.

7
9. Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 mencoba mengurangi beban guru secara adminstratif yang


kemudian guru hanya akan terfokus pada proses pembelajaran. Kurikulum 2013
dirancang dengan karakteristik sebagai berikut :

a. Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial,


rasa ingin tahu, kreativitas, kerjasama dengan kemampuan intelektual dan
psikomotorik.

b. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar


terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari dissekolah ke
masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar.

c. Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan serta menerapkan dalam


berbagai situasi disekolah dan masyarakat.

d. Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih
lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran.

B. Model kurikulum berbasis kompetensi dalam kurikulum 2013

Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah konsep kurikulum yang dikembangkan


Departemen Pendidikan Nasional RI untuk menggantikan Kurikulum 1994. Kurikulum ini
dirancang sejak tahun 2000 dan diterapkan pada tahun 2004. Dalam tahap-tahap
pengembangannya kurikulum ini dikenal dengan Kurikulum KBK atau Kurikulum 2004.

Pada kurikulum berbasis kompetensi ini diarahkan untuk mengembangkan


pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik agar dapat
melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan dengan
tanggungjawab.

Kemudian KBK juga memfokuskan pada penguasaan kompetensi-kompetensi tertentu


oleh peserta didik. Oleh karena itu kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi, dan
seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapaiannya
dapat diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan sebagai suatu kriteria keberhasilan.

8
Kurikulum Berbasis Kompetensi dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang
menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugastugas dengan
standar performansi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa
penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu

Menurut Depdiknas (2002) sebagaimana dikutip Sholeh Hidayat bahwa Kurikulum


Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun


klasikal.

b) Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.

c) Penyampaian pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.

d) Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi
unsur edukatif.

e) Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi.

1. Rasional Perubahan Kurikulum 2013

Pengembangan kurikulum perlu dilakukan karena adanya berbagai tantangan


yang dihadapi, baik tantangan internal maupun tantangan eksternal. Kurikulum 2013
dikembangkan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:

a. Tantangan Internal

Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan


dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional
Pendidikan yang meliputi standar pengelolaan, standar biaya, standar sarana
prasarana, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar isi, standar proses,
standar penilaian, dan standar kompetensi lulusan. Tantangan internal lainnya terkait
dengan social akibat perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan
penduduk usia produktif.

9
.

Dalam mencapai Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, berbagai


upaya yang dilakukan antara lain adalah peningkatan kualifikasi dan sertifikasi
guru, pembayaran tunjangan sertifikasi, serta uji kompetensi dan pengukuran
kinerja guru. Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian, dan Standar
Kompetensi Lulusan adalah merupakan standar yang terkait dengan kurikulum yang
perlu secara terus menerus dikaji agar peserta didik yang melalui proses pendidikan
dapat memiliki kompetensi yang telah ditetapkan. Terkait dengan perkembangan
penduduk, saat ini jumlah penduduk Indonesia usia produktif (15-64 tahun) lebih
banyak dari usia tidak produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan orang tua berusia
65 tahun ke atas). Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya
pada tahun 2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%. Ini berarti bahwa
pada tahun 2020-2035 sumber daya manusia (SDM) Indonesia usia produktif akan
melimpah.

SDM yang melimpah ini apabila memiliki kompetensi dan keterampilan


akan menjadi modal pembangunan yang luar biasa besarnya. Namun apabila
tidak memiliki kompetensi dan keterampilan tentunya akan menjadi beban
pembangunan. Oleh sebab itu tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana
mengupayakan agar SDM usia produktif yang melimpah ini dapat
ditransformasikan menjadi SDM yang memiliki kompetensi dan keterampilan
melalui pendidikan agar tidak menjadi beban.

b. Tantangan Eksternal

Tantangan eksternal yang dihadapi dunia pendidikan antara lain berkaitan


dengan tantangan masa depan, kompetensi yang diperlukan di masa depan, persepsi
masyarakat, perkembangan pengetahuan dan pedagogi, serta berbagai fenomena
ocialt yang mengemuka. Tantangan masa depan antara lain terkait dengan arus
globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup,
kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan
perkembangan pendidikan di tingkat internasional.

10
Di era globalisasi juga akan terjadi perubahan-perubahan yang cepat.
Dunia akan semakin transparan, terasa sempit, dan seakan tanpa batas.Hubungan
komunikasi, informasi, dan transportasi menjadikan satu sama lain menjadi dekat
sebagai akibat dari revolusi industri dan hasil pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.

Arus globalisasi juga akan menggeser pola hidup masyarakat dari agraris
dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern
seperti dapat terlihat di WTO, ASEAN Community, APEC, dan AFTA. Tantangan
masa depan juga terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan
imbas teknosains, serta mutu, investasi dan transformasi pada ocial pendidikan.
Keikutsertaan Indonesia di dalam studi International TIMSS (Trends in International
Mathematics and Science Study) dan PISA (Program for International Student
Assessment) sejak tahun 1999 juga menunjukkan bahwa capaian anak-anak
Indonesia tidak menggembirakan dalam beberapa kali laporan yang dikeluarkan
TIMSS dan PISA yang hanya menduduki peringkat empat besar dari bawah.
Penyebab capaian ini antara lain adalah karena banyaknya materi uji yang
ditanyakan di TIMSS dan PISA tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia.
Kompetensi masa depan yang diperlukan dalam menghadapi arus globalisasi
antara lain berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi, kemampuan berpikir
jernih dan kritis, kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu
permasalahan, kemampuan menjadi warga negara yang bertanggungjawab,
kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang
berbeda, dan kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal.

Disamping itu generasi Indonesia juga harus memiliki minat luas dalam
kehidupan, memiliki kesiapan untuk bekerja, memiliki kecerdasan sesuai dengan
bakat/minatnya, dan memiliki rasa tanggung-jawab terhadap lingkungan. Dilihat
dari persepsi masyarakat, pendidikan di Indonesia saat ini dinilai terlalu menitik-
beratkan pada aspek kognitif dan beban siswa dianggap terlalu berat. Selain itu
pendidikan juga dinilai kurang bermuatan karakter. Penyelenggaraan pendidikan
juga perlu memperhatikan perkembangan pengetahuan yang terkait dengan

11
perkembangan neurologi dan psikologi serta perkembangan pedagogi yang terkait
dengan observation-based (discovery) learning serta collaborative learning.
Tantangan eksternal lainnya berupa fenomena ocialt yang mengemuka antara lain
terkait dengan masalah perkelahian pelajar, masalah narkoba, korupsi, ocialtiv,
kecurangan dalam ujian, dan gejolak social di masyarakat (social unrest).

c. Perubahan Mindset

Mindset atau pola pikir adalah asumsi, cara, atau notasi seseorang atau
kelompok orang dalam menghargai atau menerima sesuatu hal sehingga dengan rela
mengadopsinya atau menerimanya sebagai sesuatu pilihan. Fenomena ini kadang-
kadang disebut juga sebagai proses mental, pola pikir umum atau paradigma
sehingga menjadi dasar pengambilan keputusan (Wikipedia). Inti dari fenomena ini
ialah dapat menerima sesuatu sebagai sebuah pilihan. Mindset adalah pola pikir
yang mempengaruhi pola kerja atau dalam ungkapan lain, mindset adalah sebuah
sikap individu dimana singkronnya antara pola pikir/pengetahuan, keterampilan dan
sikap prilaku. Orang yang memiliki hal tersebut, maka ia akan memiliki
kesadaran/keikhlasan untuk menerima serta berkemauan untuk
memperjuangkannya, dalam organisasi disebut dengan istilah budaya kerja.
Dinyatakan Carol Dweck (Wikipedia) bahwa pola pikir merupakan sumber kekuatan
kemampuan seseorang. Mengenai kekuatan dibedakan dalam dua pandangan.
Pertama menyatakan bahwa pola pikir itu tetap “pixed mindset” atau
karakteristiknya dibawa sejak lahir. Pandangan kedua pola pikir dipandang sebagai
sesuatu yang tumbuh – “growth mindset”.

Berdasarkan asumsi pertama keberhasilan seseorang ditentukan dengan


kemampuannya yang dibawanya sejak lahir atau pixed mindset, sementara yang
kedua menyatakan bahwa kekuatan datang pola pikir yang tumbuh. Kecerdasannya
tumbuh karena pada dirinya berkembang pola pikir yang tumbuh – “growth
mindset”. Pertumbuhannya karena kerja keras, belajar, pelatihan serta ketabahannya.
Pola pikir melandasi tumbuhnya pola sikap seseorang. Pola sikap merupakan dasar
pengembangan pola tindak. Dalam pengembangan pola sikap bersentuhan
dengan emosi.

12
2. Landasan Pengembangan Kurikulum

Landasan pokok dalam pengembangan kurikulum dikelompokkan ke dalam empat


jenis, yaitu: landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis, dan landasan
ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).

a. Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum

Secara harfiah filsafat berarti “cinta akan kebijakan” ( love of wisdom), untuk
mengerti dan berbuat secara bijak, ia harus memiliki pengetahuan, dan pengetahuan
yang diperoleh melalui proses berpikir, yaitu berpikir secara mendalam, logis dan
sistematis. Dalam pengertian umum filsafat adalah cara berpikir secara radikal,
menyeluruh dan mendalam (Socrates) atau cara berpikir yang mengupas sesuatu
sedalam-dalamnya. Plato menyebut filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang
kebenaran.

Adapun yang dimaksud dengan landasan filosofis dalam pengembangan


kurikulum ialah asumsi-asumsi atau rumusan yang didapatkan dari hasil berpikir
secara mendalam, analitis, logis dan sistematis (filosofis) dalam merencanakan,
melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum. Penggunaan filsafat
tersebut baik dalam pengembangan kurikulum dalam bentuk program (tertulis),
maupun kurikulum dalam bentuk pelaksanaan (operasional) di sekolah.

Filsafat akan menentukan arah ke mana peserta didik akan dibawa, filsafat
merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah pencapaian
tujuan pendidikan. Oleh karena itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau
kelompok masyarakat tertentu termasuk yang dianut oleh perorangan sekalipun akan
sangat mempengaruhi tehadap pendidikan yang ingin direalisasikan, terdapat tiga
sistem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan
pada umumnya, dan pendidikan di Indonesia pada khususnya, yaitu: filsafat
Idealisme, Realisme dan filsafat Fragmatisme.

13
1. Filsafat idealism

Menurut filsafat idealisme bahwa kenyataan atau realitas pada hakikatnya


adalah bersifat spiritual daripada bersifat fisik, bersifat mental daripada material.
Dengan demikian menurut filsafat idealisme bahwa manusia adalah mahluk
spiritual, mahluk yang cerdas dan bertujuan. Pikiran manusia diberikan
kemampuan rasional sehingga dapat menentukan pilihan mana yang harus
diikutinya.

Berdasarkan pemikiran filsafat idealisme bahwa tujuan pendidikan harus


dikembangkan pada upaya pembentukan karakter, pembentukan bakat insani dan
kebajikan sosial sesuai dengan hakikat kemanusiaannya. Dengan demikian tujuan
pendidikan dari mulai tingkat pusat (ideal) sampai pada rumusan tujuan yang
lebih operasional (pembelajaran) harus merefleksikan pembentukan karakter,
pengembangan bakat dan kebajikan sosial sesuai dengan fitrah kemanusiannya.

2. Filsafat Realisme

Filsafat realisme kebalikan dari filsafat idealisme, dimana menurut filsafat


realisme memandang bahwa dunia atau realitas adalah bersifat materi. Dunia
terbentuk dari kesatuan yang nyata, substansial dan material, sementara menurut
filsafat idealisme memandang bahwa realitas atau dunia bersifat mental, spiritual.
Menurut realisme bahwa manusia pada hakikatnya terletak pada apa yang
dikerjakannya.

Mengingat segala sesuatu bersifat materi maka tujuan pendidikan


hendaknya dirumuskan terutama diarahkan untuk melakukan penyesusian diri
dalam hidup dan melaksanakan tanggung jawab sosial. Oleh karena itu kurikulum
kalau didasarkan pada filsafat realisme harus dikembangkan secara komprehensif
meliputi pengetahuan yang bersifat sains, sosial, maupun muatan nilai-nilai.

Isi kurikulum lebih efektif diorganisasikan dalam bentuk mata pelajaran


karena memiliki kecenderungan berorientasi pada mata pelakaran ( subject
centered).

14
3. Filosofis Pragmatisme

Filsafat fragmatisme memandang bahwa kenyataan tidaklah mungkin dan


tidak perlu. Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik, plural dan
berubah ( becoming). Manusia menurut fragmatisme adalah hasil evolusi biologis,
psikologis dan sosial. Manusia lahir tanpa dibekali oleh kemampuan bahasa,
keyakinan, gagasan atau norma-norma.

Nilai baik dan buruk ditentukan secara ekseperimental dalam pengalaman


hidup, jika hasilnya berguna maka tingkah laku tersebut dipandang baik. Oleh
karena itu tujuan pendidikan tidak ada batas akhirnya, sebab pendidikan adalah
pertumbuhan sepanjang hayat, proses rekonstruksi yang berlangsung secara terus
menerus. Tujuan pendidikan lebih diarahkan pada upaya untuk memperoleh
pengalaman yang berguna untuk memecahkan masalah baru dalam kehidupan
individu maupun sosial.

Implikasi terhadap pengembangan isi atau bahan dalam kurikulum ialah


harus memuat pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan
minat dan kebutuhan siswa. Warisan-warisan sosial dan masa lalu tidak mmenjadi
masalah, karena fokus pendidikan menurut faham fragmatisme adalah
menyongsong kehidupan yang lebih baik pada saat ini maupun di masa yang akan
datang. Oleh karena itu proses pendidikan dan pembelajaran secara metodologis
harus diarahkan pada upaya pemecahan masalah, penyelidikan dan penemuan.
Peran pendidik adalah memimpin dan membimbing peserta didik untuk belajar
tanpa harus terlampau jauh mendikte para siswa.

b. Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam


hubungan dengan lingkuingan, sedangkan kurikulum adalah upaya menentukan
program pendidikan untuk merubah perilaku manusia. Oleh sebab itu dalam
mengembangkan kurikulum harus dilandasi oleh psikologi sebagai acuan dalam
menentukan apa dan bagaimana perilaku peserta didik itu harus dikembangkan.

15
Landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya
pendidikan yang dilakukan dapat menyesuaikan dengan hakikat peserta didik, baik
penyesuaian dari segi materi atau bahan yang harus disampaikan, penyesuaian dari
segi proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari unsur-unsur
upaya pendidikan lainnya.

Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi


kurikulum yang diberikan kepada siswa, baik tingkat kedalaman dan keluasan materi,
tingkat kesulitan dan kelayakannya serta kebermanfaatan materi senantiasa
disesuaikan dengan tarap perkembangan peserta didik.

1. Perkembangan Peserta didik dan Kurikulum

Pemahaman tentang perkembangan peserta didik sebagaimana diuraikan di atas


berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum, antara lain:

a. Setiap peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk berkembang sesuai


dengan bakat, minat, dan kebutuhannya.

b. Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang


wajib dipelajari setiap anak di sekolah, juga perlu disediakan pelajaran pilihan
yang sesuai dengan minat anak.

c. Lembaga pendidikan hendaknya menyediakan bahan ajar baik yang bersifat


kejuruan maupun akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik
diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.

d. Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung aspek pengetahuan,


nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan pribadi yang utuh lahir
dan batin.

2. Psikologi belajar dan kurikulum

Psikologi belajar merupakan suatu studi tentang bagaimana individu


belajar. Pembahasan tentang psikologi belajar erat kaitannya dengan teori belajar.
Pemahaman tentang teori-teori belajar berdasarkan pendekatan psikologis adalah

16
upaya mengenali kondisi objektif terhadap individu anak yang sedang mengalami
proses belajar dalam rangka pertumbuhan dan perkembangan menuju
kedewasaannya.

Sedikitnya ada tiga jenis teori belajar yang berkembang dewasa ini dan
memiliki pengaruh terhadap pengembangan kurikulum di Indonesia pada
khususnya. Teori belajar tersebut adalah: (1) Teori psikologi kognitif
(kognitivisme), (2) teori psikologi humanistic, dan (3) teori psikologi
behavioristik.

1. Teori Psikologi Kognitif (Kognitivisme)

Teori psikologi kognitif dikenal dengan cognitif gestalt field. Teori


belajar ini adalah teori insight. Aliran ini bersumber dari Psikologi Gestalt
Field. Menurut mereka belajar adalah proses mengembangkan insight atau
pemahaman baru atau mengubah pemahaman lama. Pemahaman terjadi
apabila individu menemukan cara baru dalam menggunakan unsur-unsur yang
ada di lingkungan, termasuk struktur tubuhnya sendiri. Gestalt Field melihat
belajar merupakan perbuatan yang bertujuan, ekplorasi, imajinatif, dan kreatif.
Pemahaman atau insight merupakan citra dari atau perasaan tentang pola-pola
atau hubungan.

2. Teori Psikologi Behavioristik

Teori belajar behavioristik disebut juga Stimulus-Respon Theory (S-R).


Kelompok ini mencakup tiga teori yaitu S-R Bond, Conditioning, dan
Reinforcement. Kelompok teori ini berangkat dari asumsi bahwa anak atau
individu tidak memiliki/membawa potensi apa-apa dari kelahirannya.
Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari
lingkungan. Lingkunganlah yang membentuknya, apakah lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat; lingkungan manusia, alam, budaya,
maupun religi. Kelompok teori ini tidak mengakui sesuatu yang bersifat
mental. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang dapat diamati dan
menekankan pada pengaruh faktor eksternal pada diri individu.

17
3. Teori psikologi humanistic

Tokoh teori ini adalah Abraham H. Maslow dan Carl R. Roger. Teori
ini berpandangan bahwa perilaku manusia itu ditentukan oleh dirinya sendiri,
oleh faktor internal, dan bukan oleh faktor lingkungan. Karena itu teori ini
disebut juga dengan “self theory”. Manusia yang mencapai puncak
perkembangannya adalah yang mampu mengaktualisasikan dirinya, mampu
mengembangkan potensinya dan merasa dirinya itu utuh, bermakna, dan
berfungsi atau full functioning person (Y. Suyitno, 2007:103).

c Landasan Sosiologis Pengembangan Kurikulum

Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang


berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum.
Mengapa pengembangan kurikulum harus mengacu pada landasan sosiologis? Anak-
anak berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik informal, formal, maupun
non formal dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan agar mampu terjun dalam
kehidupan bermasyarakat. Karena itu kehidupan masyarakat dan budaya dengan segala
karakteristiknya harus menjadi landasan dan titik tolak dalam melaksanakan
pendidikan.

Jika dipandang dari sosiologi, pendidikan adalah proses mempersiapkan individu


agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan, pendidikan adalah proses sosialisasi,
dan berdasarkan pandangan antrofologi, pendidikan adalah “enkulturasi” atau
pembudayaan. “Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia
yang lain dan asing terhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu,
mengerti, dan mampu membangun masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun
proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan
perkembangan masyarakat tersebut”

d. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pengembangan Kurikulum

Ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara


sistematis yang dihasilkan melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah

18
aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam
kehidupan. Ilmu dan teknologi tidak bisa dipisahkan. Sejak abad pertengahan ilmu
pengetahuan telah berkembang dengan pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan pada
masa kini banyak didasari oleh penemuan dan hasil pemikiran para filsuf purba seperti
Plato, Socrates, Aristoteles, John Dewey, Archimides, dan lain-lain.

Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa ini banyak


dihasilkan temuan-temuan baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia seperti
kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik, dan kehidupan lainnya. Ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK) bukan menjadi monopoli suatu bangsa atau kelompok tertentu.
Baik secara langsung maupun tidak langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi tersebut berpengaruh pula terhadap pendidikan. Perkembangan teknologi
industri mempunyai hubungan timbal-balik dengan pendidikan. Industri dengan
teknologi maju memproduksi berbagai macam alat-alat dan bahan yang secara langsung
atau tidak langsung dibutuhkan dalam pendidikan dan sekaligus menuntut sumber daya
manusia yang handal untuk mengaplikasikannya.

3. Elemen Perubahan Kurikulum 2013

Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di


seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.Standar nasional
pendidikan terdiri atas standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pembiayaan, standar penilaian
pendidikan (UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Di dalam kerangka pengembangan kurikulum 2013, dari 8 satandar nasional


pendidikan seperti yang tertuang di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional,
hanya 4 standar yang mengalami perubahan yang signifikan, seperti yang tertuang di
dalam matriks berikut ini.

a. Standar Kompetensi Lulusan (SKL)

Untuk elemen SKL, semua jenjang pendidikan mulai dari SD sampai dengan
SMA/SMK menuntut adanya peningkatan dan keseimbangan soft skill dan hard

19
skill yang meliputi aspek kompetensi sikap (afektif, attitude), ketrampilan
(psikomotor), dan pengetahuan (kognitif). Upaya mewujudkan tujuan pendidikan
nasional diperlukan profil kualifikasi kemampuan lulusan yang dituangkan dalam
standar kompetensi lulusan. Dalam penjelasan Pasal 35 Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 disebutkan bahwa standar kompetensi lulusan merupakan
kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan peserta didik yang harus dipenuhinya atau dicapainya dari suatu
satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Standar
Kompetensi Lulusan digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi,
standar proses, standar penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar
pembiayaan.

1. Dimensi sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman,


berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan social dan alam di lingkungan
rumah, sekolah, dan tempat bermain.

2. Dimensi Pengetahuan Memiliki pengetahuan social dan konseptual


berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
dan budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan
peradaban terkait fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah, dan
tempat bermain.

3. Dimensi Keterampilan Memiliki kemampuan social dan tindak yang produktif


dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai. Kompetensi Inti merupakan
terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus
dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan
tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi
utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan
keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta
didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi
Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard

20
skills dan soft skills. Kompetensi Inti berfungsi sebagai social pengorganisasi
(ocialtiv element) kompetensi dasar. Sebagai social pengorganisasi,
Kompetensi Inti merupakan pengikat untuk organisasi sosial dan organisasi
horizontal Kompetensi Dasar. Organisasi sosial Kompetensi Dasar adalah
keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang
pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar
yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang
dipelajari siswa. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara konten
Kompetensi Dasar satu mata pelajaran dengan konten Kompetensi Dasar dari
mata pelajaran yang berbeda dalam satu pertemuan mingguan dan kelas yang
sama sehingga terjadi proses saling memperkuat.

b. Standar Isi

Untuk elemen Standar Isi, kedudukan mata pelajaran kompetensi yang


semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran
dikembangkan dari kompetensi. Untuk pendekatan yang dilakukan adalah: jenjang
SD tematik terpadu dalam semua mata pelajaran, jenjang SMP kompetensi
dikembangkan melalui mata pelajaran. Untuk elemen Standar Proses, bahwa
semua siswa (mulai SD s.d. SMA/SMK) harus memiliki kemampuan untuk
mengamati, menanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, bahkan sampai
mencipta. Belajar tidak hanya terjadi di dalam kelas, tapi juga boleh di luar kelas
seperti perpustakaan, bengkel sekolah, industri/instansi terkait, dan bahkan
masyarakat sekitar.

Guru bukan satu-satunya sumber belajar, tapi juga dapat diperoleh dari buku,
ocia, TV, radio, internet. Dan sikap (attitude) tidak diajarkan secara verbal, tetapi
siswa akan lebih banyak melihat dari apa yang dicontohkan oleh guru dengan
memberikan suri tauladan yang baik. Untuk elemen Standar Penilaian, jika
biasanya nilai diambil dari sebuah tes/ujian maka diubah menjadi penilaian yang
otentik (mengukur semua kompetensi mulai dari sikap, ketrampilan, dan pengetahuan
berdasarkan proses dan hasil kerja. Setiap siswa memiliki semua rekaman kegiatan
berupa portofolio yang dibuat oleh siswa sendiri sebagai socialtiv utama penilaian.

21
Ekstrakurikuler Pramuka akan menjadi wajib pada semua jenjang pendidikan dasar
sampai menengah.

c. Standar Proses

Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu


satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. Proses
Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menantang, memotivasisiswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas,dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat,dan
perkembangan fisikserta psikologis siswa. Untuk itu setiap satuan pendidikan
melakukan perencanaan pembelajaran,pelaksanaan proses pembelajaran serta
penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
ketercapaian kompetensi lulusan.

Karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait erat pada


Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan
memberikan kerangka konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus dicapai.
Standar Isi memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan
pembelajaran yang diturunkan dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup
materi.Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup
pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk
setiap satuan pendidikan.

Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses


psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas“ menerima, menjalankan,
menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui
aktivitas“ mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi,
mencipta. Keterampilan diperoleh melaluiaktivitas“ mengamati, menanya, mencoba,
menalar, menyaji, dan mencipta”. Karaktersitik kompetensi beserta perbedaan
lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk
memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik antarmata
pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran

22
berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/ inquiry learning). Untuk mendorong
kemampuan siswa untuk menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun
kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang
menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah(project based learning).

Secara umum pendekatan belajar yangdipilih berbasis pada teori tentang


taksonomi tujuan pendidikan yang dalam lima dasawarsa terakhir yang secara umum
sudah dikenal luas. Berdasarkan teori taksonomi tersebut capaian pembelajaran dapat
dikelompokkan dalam tiga ranah yakni: ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
Penerapan teori taksonomi dalam tujuan pendidikan di berbagai negara dilakukan
secara adaptif sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Undang-Undang Nomor
20Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengadopsi taksonomi
dalam bentuk rumusan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Proses pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga ranah


tersebut secara utuh/holistik, artinya pengembangan ranah yang satu tidak bisa
dipisahkan dengan ranah lainnya. Dengan demikian proses pembelajaran secara utuh
melahirkan kualitas pribadi yang mencerminkan keutuhan penguasaan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.

d. Standar Penilaian

Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur,


dan instrumen penilaian hasil belajar Siswa.Penilaian dalam proses pendidikan
merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dari komponen lainnya khususnya
pembelajaran. Penilaian merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi
untuk mengukur pencapaian hasil belaja rsiswa.Penilaian hasil belajar oleh pendidik
dilakukan untuk memantau proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar
siswa secara berkesinambungan. Penegasan tersebut termaktub dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penilaian hasil belajar
oleh pendidik memiliki peranantara lain untuk membantu siswa mengetahui capaian
pembelajaran (learning outcomes).

23
Berdasarkan penilaian hasil belajar oleh pendidik, pendidik dan peserta didik
dapat memperoleh informasi tentang kelemahan dan kekuatan pembelajaran dan
belajar. Dengan mengetahui kelemahan dan kekuatannya, pendidik dan siswa
memiliki arah yang jelas mengenai apa yang harus diperbaiki dan dapat melakukan
refleksi mengenai apa yang dilakukannya dalam pembelajarandan belajar. Selain itu
bagi siswa memungkinkan melakukan proses transfer cara belajar tadi untuk
mengatasi kelemahannya (transfer oflearning). Sedangkan bagi guru,hasil penilaian
hasil belajar oleh pendidik merupakan alat untuk mewujudkan akuntabilitas
profesionalnya, dan dapat juga digunakan sebagai dasar dan arah pengembangan
pembelajaran remedial atau program pengayaan bagi siswa yang membutuhkan, serta
memperbaiki rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan proses pembelajaran pada
pertemuan berikutnya.

G. Strategi dan metode

1. Strategi Pengorganisasian Pembelajaran

Metode pembelajaran ini secara khusus memanfaatkan cara pengorganisasian


pembelajaran agar lebih efektif dan berdampak pada peserta didik. Cara yang dipakai
mengacu pada suatu tindakan seperti pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, dan
format lainnya yang setingkat. Strategi pengorganisasian dibedakan menjadi dua jenis:

 Strategi Mikro berisi metode untuk pengorganisasian isi pembelajaran yang berkisar
pada satu konsep, prosedur, atau prinsip.

 Strategi Makro lebih mengacu pada metode untuk mengorganisasi isi pembelajaran
yang melibatkan lebih dari satu konsep, prosedur, atau prinsip.

2. Strategi Penyampaian Pembelajaran

Sedangkan strategi penyampaian pembelajaran merupakan metode yang berfokus


pada penyusunan strategi penyampaian pembelajaran yang biasanya menggunakan media
pembelajaran sebagai alat utama yang berfungsi menyampaikan pembelajaran kepada
siswa dengan lebih efektif dan efisien. tak hanya itu, media juga dapat merangsang

24
respons dan masukan peserta didik. Terdapat lima prinsip yang harus diperhatikan dalam
membuat media pembelajaran sebagai strategi penyampaian pembelajaran:

a) Tingkat kemampuan khusus yang dimilikinya

b) Tingkat motivasi yang dapat ditimbulkannya

c) Tingkat kecermatan dalam menggambarkan sesuatu

d) Tingkat interaksi yang mampu ditimbulkannya

e) Tingkat biaya yang diperlukan

3. Strategi Pengelolaan Pembelajaran

Jenis metode pembelajaran yang terakhir adalah strategi pengelolaan


pembelajaran. Metode ini secara khusus menata interaksi antara peserta didik dan
variabel metode pembelajaran lainnya. Selain itu, metode ini berkaitan dengan
pengambilan keputusan mengenai strategi pengorganisasian dan strategi penyampaian
mana yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Beberapa klasifikasi dalam
metode ini adalah sebagai berikut:

a) Berdasarkan pemberian informasi, contohnya metode ceramah, metode tanya jawab,


metode demonstrasi

b) Berdasarkan pemecahan masalah seperti metode brainstorming, metode diskusi


kelompok, metode rembuk sejoli, metode diskusi kelompok kecil, metode panel,
metode debat, metode seminar, dan metode symposium

c) Berdasarkan penugasan seperti metode latihan, metode penugasan, metode


permainan misal dengan role play, metode kelompok kerja, metode studi kasus, atau
metode karyawisata

25
Macam-macam Metodel Pembelajaran K13

Bila ingin menerapkan metode pembelajaran, sebaiknya pengajar mempelajari


metode pembelajaran kurikulum 2013 atau disebut K13. Ada beberapa metode
pembelajaran K13 yaitu:

1. Metode Pembelajaran Examples non Examples

Metode menginstruksikan pada para siswa menganalisis gambar secara berkelompok


lalu mendiskusikan hasilnya. Langkah-langkah dari metode ini:

 Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran

 Guru menempelkan gambar di papan tulis atau ditayangkan melalui proyektor

 Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk


memperhatikan atau menganalisa gambar

 Melalui diskusi kelompok dengan jumlah 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari
analisa gambar tersebut dicatat pada kertas

 Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya. Guru


menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai

 Penutup; guru memberikan kesimpulan

2. Metode Pembelajaran Picture and Picture

Dengan metode ini, siswa akan mengurutkan gambar berseri yang disusun
secara acak. Sembari mengurutkan siswa diminta untuk memaparkan alasan
pengurutannya. Langkah-langkahnya metode picture and picture adalah:

 Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai

 Menyajikan materi sebagai pengantar

 Guru memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi

26
 Guru menunjuk atau meminta siswa secara bergantian untuk mengurutkan
gambar-gambar menjadi urutan yang logis

 Guru menanyakan alasan atau dasar pemikiran urutan gambar yang ditentukan
oleh siswa

 Dari alasan dan urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep atau
materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.

 Penutup

3. Metode Numbered Heads Together

Metode ini terdiri dari tugas diberi nomor. Tujuan metode inia dalah agar
dipelajari oleh siswa yang mendapatkan nomor tersebut dalam kelompok yang
berbeda. Setelah itu masing-masing siswa pemegang nomor akan berbagi dengan
anggota kelompok dan kelompok lainnya.

 Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok

 Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapatkan nomo

 Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya

 Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota


kelompok dapat mengerjakannya

 Guru memanggil nomor siswa dan siswa yang memiliki nomor tersebut harus
melaporkan hasil kerja sama mereka

 Tanggapan dari teman yang lain

 Penutup

27
4. Metode Cooperative Script

Metode Naskah Kooperatif mengajak peserta didik bekerja berpasangan dan


bergantian untuk menjadi pembicara dan pendengar. Langkah-langkahnya meliputi:

 Guru membagi siswa untuk berpasangan

 Guru memberikan materi kepada tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan

 Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan
siapa yang berperan sebagai pendengar

 Pembicara bertugas membacakan hasil meringkasnya dengan cara menyampaikan


ide pokok. Sementara itu, pendengar menyimak penjelasan pembicara. Jika
diperlukan, pendengar bisa membantu atau mengoreksi pembicara lalu
menghubungkan materi sebelumnya dengan materi yang dibacakan

 Pembicara dan pendengar bertukar peran dan melakukan hal sebaliknya

 Guru menyimpulkan hasil pembelajaran bersama-sama dengan siswa dan sesi


belajar pun ditutup

5. Metode Kepala Bernomor Terstruktur

 Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan setiap siswa dalam kelompok akan
mendapatkan nomor.

 Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomor yang didapatkan .


Contohnya siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua
mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan. Jika
diperlukan, guru dapat meminta siswa untuk bekerja kelompok.

 Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa
bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas

28
yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka.
Siswa melaporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain.

 Penutup

6. Metode Student Teams-Achievement Divisions (STAD)

Metode ini mengelompokkan siswa menurut prestasi, gender, suku, dan


sebagainya. Lantas kelompok siswa diminta untuk mengerjakan tugas kelompok.
Kemudian evaluasi dilakukan dalam bentuk tes atau kuis. Nah dalam tes ini,
kelompok tidak boleh saling membantu.

 Kelompok siswa dibentuk dengan jumlah empat orang berdasarkan kategori


tertentu seperti prestasi, jenis kelamin, atau suku

 Guru menyajikan materi pelajaran

 Guru memberi tugas kepada kelompok untuk tiap anggota. Anggota kelompok
yang telah memahami materi harus menjelaskannya kepada anggota lain hingga
semua anggota kelompok memahaminya

 Guru memberi pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis, siswa
tidak boleh saling membantu

 Guru memberi evaluasi

 Penutup yang berisi kesimpulan

7. Metode Pembelajaran Jigsaw (Metode Tim Ahli)

Langkah-langkah metode Jigsaw adalah sebagai berikut:

 Siswa dikelompokkan ke dalam 4 anggota ti

 Setiap anggota dalam tim diminta untuk menjadi seorang ahli

 Semua tim ahli dari tim yang berbeda berkelompok dan membentuk tim ahli
untuk berdiskusi dan mempelajari materi yang sama

29
 Masing-masing tim ahli akan kembali ke kelompok mereka untuk membagikan
keahliannya pada tim asal tersebut

 Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi

 Guru memberikan evaluasi

 Penutup

8. Metode Problem Based Introduction (PBI)

Pembelajaran berbasis masalah dilaksanakan dengan cara memberikan permasalahan


yang harus dipecahkan oleh peserta didik. Langkah-langkah metode pembelajaran ini
adalah :

 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan logistik yang dibutuhkan

 Guru memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih

 Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang


berhubungan dengan masalah tersebut

 Guru mendorong siswa agar mengumpulkan data dan informasi yang sesuai dengan
masalah.

 Siswa melaksanakan penelitian atau eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan


pemecahan masalah berdasarkan pengumpulan data dan hipotesis dari
eksperimen/penelitian.

 Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya

 Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penelitian
mereka

 Penutup

30
9. Metode Pembelajaran Artikulasi

Metode pembelajaran ini meminta siswa untuk secara berpasangan untuk


menyampaikan materi yang diterima dari guru dan mencatatnya secara bergantian.

 Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan menyajikan


materi sebagaimana biasa

 Guru membagi siswa menjadi kelompok yang terdiri dari dua orang

 Siswa meminta salah satu dari pasangan itu menceritakan materi yang baru
diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan
kecil

 Secara bergiliran siswa menyampaikan hasil wawancara dengan pasangannya

 Guru menjelaskan kembali materi yang belum dipahami siswa

 Penutup

10. Metode Mind Mapping

Pada metode ini, guru memberikan permasalahan kepada siswa. Kemudian siswa
membuat peta konsepnya dan mencari solusi atas permasalahan tersebut. Langkah-
langkah metode mind mapping, yakni:

 Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai

 Guru mengemukakan permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa

 Guru membentuk kelompok, terdiri 2-3 siswa

 Tiap kelompok mencatat alternatif jawaban hasil diskusi

 Tiap kelompok membacakan hasil diskusinya

 Guru mencatatnya di papan tulis

31
 Berdasarkan catatan yang ada di papan tulis, siswa diminta untuk membuat
kesimpulan atau guru memberikan perbandingan materi sesuai dengan konsep
yang ada

H. Evaluasi menurut Kurikulum 2013

Evaluasi pendidikan dikelompokan dalam tiga cakupan penting yaitu evaluasi


pembelajaran, evaluasi program, dan evaluasi sistem. Hal ini sesuai dengan pasal 57 ayat 2,
UURI No. 20 Tahun 2003, evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program
pendidikan pada jalur formal dan non formal untuk semua jenjang satuan dan jenis
pendidikan.

Menurut seorang guru, evaluasi pembelajaran adalah media yang takterpisahkan dari
kegiatan mengajar, karena melalui evaluasi, seorang guru akan mendapat informasi tentang
pencapai hasil belajar. Secara garis besar, evaluasi pembelajaran dibedakan menjadi tiga
macam perluasan, yaitu pencapaian akademik, kecakapan (aptitude) dan penyesuaian
personal sosial.

Syarat dan Tujuan Evaluasi

Ada 6 tujuan evaluasi yang berkaitan dengan belajar mengajar. Keenam tujuan evaluasi
adalah sebagai berikut :

1. Menilai ketercapaian tujuan.

2. Mengukur macam-macam aspek belajar yang bervariasi.

3. Sebagai sarana (means) untuk mengetahui apa yang telah siswa ketahui.

4. Motivasi belajar siswa.

5. Menyediakan informasi untuk tujuan bimbingan dan konseling.

6. Menjadikan hasil evaluasi sebagai dasar perubahan kurikulum.

Bentuk kedua suatu evaluasi adalah alat non-tes. Alat non-tes ini digunakan untuk
mengevaluasi penampilan dan aspek-aspek belajar efektif dari siswa. Alat observasi ini

32
dapat berupa chack list, skala racing, dan beberapa kartu skor. Alat evaluasi lain yang
termasuk non-tes adalah angket atau koesioner.

Evaluasi dalam belajar mengajar

Evaluasi merupakan bagian dari proses belajar mengajar yang secara keseluruhan
tidak dapat dipisahkan dari kegiatan mengajar. Pasal 58 ayat (1) UU RI No.20 tahun 2003
tentang sisdiknas, yang menyatakan evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh
pendidik untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik
secara berkesinambungan. Ada empat pertimbangan yang perlu diperhatikan oleh seorang
guru dalam melakukan evaluasi belajar. Keempat pertimbangan tersebut yaitu :

1. Mengidentifikasi tujuan

2. Menentukan pengalaman

3. Menentukan standar

4. Mengembangkan keterampilan dan mengambil keputusan.

Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki


kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif,
inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara,dan peradaban dunia.

Pengelolaan kelas

Kurikulum 2013 berbeda dengan pengelolaan kelas kurikulum 2006. Pengelolaan kelas
kurikulum 2006 berbasis teacher centred learning, sedangkan Pengelolaan kelas kurikulum
2013 haruslah berbasis student centred learning sesuai dengan kurikulum 2013 yang berpusat
pada siswa. Pengelolaan kelas Kurikulum 2013 yang berpusat pada siswa harus mampu
menjaga proses pembelajaran berpusat pada siswa yang dinamis dan variatif agar tetap
kondusif untuk proses belajar.

Pengelolaan kelas yang sangat penting ini harus direncanakan dengan baik. Karena itu
pada posting ini saya akan membahas model pengelolaan kelas pembelajaran berpusat pada

33
siswa yang diadopsi dari pelatihan Master Trainer Pedagogy Program kerja sama Kemdikbud
Indonesia dengan pemerintah Singapore (ITE Singapore).

Pengelolaan kelas pada Pembelajaran Kurikulum 2013 juga diartikan sebagai upaya
pendidik untuk menciptakan dan mengendalikan kondisi belajar yang kondusif serta
memulihkannya apabila terjadi gangguan dan/atau penyimpangan, sehingga proses
pembelajaran dapat berlangsung secara optimal (Depdiknas, 2008).

Pengelolaan kelas seperti dinyatakan pada pengertian menurut Depdiknas, 2008 di atas
dapat diterjemahkan sebagai berikut:

1. pengelolaan kelas berisi upaya-upaya yang dilakukan guru

2. pengelolaan kelas harus punya kekuatan menciptakan ketertiban diantara komunitas

3. pengelolaan kelas harus punya kekuatan menjaga ketertiban proses belajar

4. pengelolaan kelas harus mengikat kepada anggota komunitas kelas

5. pengelolaan kelas memiliki strategi jitu untuk menjaga proses belajar yang kondusif

6. pengelolaan kelas memiliki sistem pemulihan terhadap gangguan

7. pengelolaan kelas harus punya sistem penguat yang menjaga tingginya kondusifitas
kondisi belajar

Tujuan umum pengelolaan kelas

Secara umum pengelolaan kelas bertujuan untuk menciptakan iklim belajar dan mengajar di
dalam kelas yang kondusif untuk mencapai tujuan-tujuan belajar dan tujuan pembelajaran.

Tujuan khusus pengelolaan kelas

Pengelolaan kelas harus mampu menciptakan kondisi kondusif bagi siswa untuk
secara aktif belajar membangun pengetahuan, keterampilan dan sikap yang positif dan
bermakna bagi dirinya. Bagi guru, pengelolaan kelas juga harus mampu menciptakan kondisi
yang kondusif bagi lancarnya penerapan berbagai kegiatan pembelajaran, penilaian, aktifitas

34
belajar secara umum dan penerapan teknik dan strategi pengelolaan kelas sehingga proses
pembelajaran dapat terlaksana dengan baik.

35
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah konsep kurikulum yang dikembangkan


Departemen Pendidikan Nasional RI untuk menggantikan Kurikulum 1994. Kurikulum ini
dirancang sejak tahun 2000 dan diterapkan pada tahun 2004. Dalam tahap-tahap
pengembangannya kurikulum ini dikenal dengan Kurikulum KBK atau Kurikulum 2004.

Pada kurikulum berbasis kompetensi ini diarahkan untuk mengembangkan


pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik agar dapat
melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan dengan
tanggungjawab.

36
DAFTAR PUSTAKA

Binti Maunah, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi: Implementasi pada Tingkat


Pendidikan Dasar, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 123

Nurhadi, Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban, hlm. 14, hlm. 18, hlm. 56.

Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, hlm. 11,
hlm. 12

Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: Raja Grafindo, 1996), cet ke-2,
hlm. 48

Syafrudin Nurdin, M.Pd, Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa
dalam KBK, (Ciputat: Quantum teaching, 2005), hlm. Xi

Sholeh Hidayat, Pengembangan Kurikulum Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013),


hlm. 15

E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional dalam Konteks Menyukseskan MBS dan
Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 39, hlm.
49, , hlm. 166, cet ke-3 hlm.70-72

37

Anda mungkin juga menyukai