Disusun oleh :
Kelompok V
Nani Resnawati 175060011
Annisa Dwi Priatna 175060012
Belia Citra Wardhina 175060014
Alfiyyah Tsuroyya 175060022
Dina Nur Fitrianti 175060028
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Model – Model Pengembangan Kurikulum.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Model – Model
Pengembangan Kurikulum ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
iv
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui gambaran dari model pengembangan kurikulum.
2. Untuk mengetahui macam-macam model pengembangan kurikulum yang
ada.
3. Untuk mengetahui model perkembangan kurikulum yang ada di Indonesia
2
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Menurut tyler ada 4 hal yang dianggap fundamental untuk
mengembangkan kurikulum , yaitu :
a. Menetukan Tujuan
Dalam penyusunan suatu kurikulum, merumuskan tujuan merupakan
langkah pertama dan utama yang harus dikerjakan. Sebab, tujuan merupakan arah
atau sasaran pendidikan. Tyler menjelaskan bahwa sumber perumusan tujuan
dapat berasal dari siswa, studi kehidupan masa kini, disiplin ilmu, filosofis, dan
psikologi belajar. Merumuskan tujuan kurikulum, sebenarnya sangat tergantung
dari teori dan filsafat pendidikan serta model kurikulum apa yang dianut. Bagi
pengembang kurikulum subjek akademis, maka penguasaan berbagai konsep dan
teori dalam disiplin ilmu merupakan sumber tujuan utama. Kurikulum ini
dinamakan sebagai kurikulum yang bersifat “discipline oriented”. Berbeda
dengan model humanistik yang bersifat “child centered”, yaitu kurikulum yang
lebih berpusat kepada pengembangan pribadi siswa, maka menjadi sumber utama
dalam perumusan tujuan siswa itu sendiri, baik yang berhubungan dengan
pengembangan minat dan bakat serta kebutuhan untuk membekali hidupnya.
Tujuan kurikulum apa pun bentuk dan modelnya pada dasarnya harus
mempertimbangkan berbagai sumber untuk kepentingan individu dan kepentingan
masyarakat.
b. Menentukan Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar adalah segala aktivitas siswa dalam berinteraksi
dengan lingkungan. Tyler (dalam Sanjaya, 2008, hlm.84) mengemukakan: “The
term “Learning Experience” is not the same as the content with which a course
deals nor activities performed by the teacher. The term “learning experience “
refers to the interaction between the learner and the external conditions in the
envirotment to which he can react. Learning takes place through the active
behavior of the student; it is what he does that he learns not what the teacher
does.
Pengalaman belajar menunjuk kepada aktivitas siswa di dalam proses
pembelajaran. Untuk itu guru sebagai pengembang kurikulum mestinya
memahami apa minat siswa, serta bagaimana latar belakangnya. Ada beberapa
prinsip dalam menentukan pengalaman belajar siswa. Pertama, pengalaman siswa
5
harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Kedua, setiap pengalaman belajar
harus memuaskan siswa. Ketiga, setiap rancangan pengalaman siswa belajar
sebaiknya melibatkan siswa. Keempat, mungkin dalam satu pengalaman belajar
dapat mencapai tujuan yang berbeda.
c. Mengorganisasi Pengalaman Belajar
Langkah pengorganisasian ini sangatlah penting, sebab dengan
pengorganisasian yang jelas akan memberikan arah bagi pelaksanaan proses
pembelajaran sehingga menjadi pengalaman belajar yang nyata bagi siswa. Dalam
pengorganisasian pengalaman belajar ada dua jenis yaitu: pertama,
pengorganisasian secara vertikal apabila menghubungkan pengalaman belajar
dalam satu kajian yang sama dalam tingkat yang berbeda. Kedua,
pengorganisasian secara horizontal jika kita menghubungkan pengalaman belajar
dalam bidang geografi dan sejarah dalam tingkat yang sama.
Tyler (dalam Sanjaya, 2008, hlm.86) mengemukakan tiga prinsip dalam
mengorganisasi pengalaman belajar yaitu :
1. Prinsip kontinuitas ada yang bersifat vertikal dan horizontal. Kontinuitas
bersifat vertikal artinya, pengalaman belajar yang diberikan harus memiliki
kesinambungan yang diperlukan untuk pengembangan pengalaman belajar
selanjutnya.
2. Prinsip kontinuitas bersifat horizontal artinya, pengalaman yang diberikan
pada siswa harus memiliki fungsi dan bermanfaat untuk memperoleh
pengalaman belajar dalam bidang lain.
3. Prinsip urutan isi, artinya setiap pengalaman belajar yang diberikan kepada
siswa harus memerhatikan tingkat perkembangan siswa.
d. Evaluasi
Proses evaluasi merupakan langkah yang sangat pentinguntuk
mendapatkan informasi tentang ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan. Ada
dua aspek yang perlu diperhatikan sehubungan dengan evaluasi.
1. Evaluasi harus menilai apakah telah terjadi perubahan tingkah laku siswa
sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan.
2. Evaluasi sebaiknya menggunakan lebih dari satu alat penilaian dalam suatu
waktu tertentu.
6
Evaluasi disini berfungsi untuk memperoleh data tentang ketercapaian
tujuan oleh peserta didik. Fungsi ini dinamakan sebagai fungsi sumatif.
Fungsi kedua, untuk melihat efektivitas proses pembelajaran. Fungsi ini
dinamakan sebagai fungsi formatif.
2. Model Taba
Berbeda dengan model yang dikembangkan Tyler, model Taba lebih
menitikberatkan kepada bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatu
proses perbaikan dan penyempurnaan. Oleh karena itu, dalam model ini
dikembangkan tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh para pengembang
kurikulum.
Pengembangan kurikulum biasanya dilakukan secara deduktif yang
dimulai dari langkah penentuan prinsip-prinsip dan kebijakan dasar, merumuskan
desain kurikulum, menyusun unit-unit kurikulum, dan mengimplementasikan
kurikulum di dalam kelas.
Hilda Taba tidak sependapat dengan langkah tersebut. Alasannya,
pengembangan kurikulum secara deduktif tidak dapat menciptakan pembaruan
kurikulum. Oleh karena itu, menurut Hilda Taba, sebaiknya kurikulum
dikembangkan secara terbalik yaitu dengan pendekatan induktif.
Ada lima langkah pengembangan kurikulum model terbalik dari Taba ini,
yaitu:
a. Menghasilkan unit-unit percobaan (pilot unit) melalui langkah-langkah:
Mendiagnosis kebutuhan. Pada langkah ini, pengembangan kurikulum
memulai dengan menentukan kebutuhan-kebutuhan siswa. Melalui diagnosis
tentang “gaps”, berbagai kekurangan (defeciencies), dan perbedaan latar
belakang siswa.
Memformulasikan tujuan. Setelah kebutuhan-kebutuhan siswa didiagnosis,
selanjutnya para pengembang kurikulum merumuskan tujuan.
Memilih isi. Pemilihan isi kurikulum sesuai dengan tujuan merupakan
langkah berikutnya. Pemilihan isi bukan saja didasarkan kepada tujuan yang
harus dicapai sesuai dengan langkah kedua, akan tetapi juga harus
mempertimbangkan segi validitas dan kebermaknaanya untuk siswa.
7
Mengorganisasi isi. Melalui penyeleksian isi, selanjutnya isi kurikulum yang
telah ditentukan itu disusun urutannya, sehingga tampak pada tingkat atau
kelas berapa sebaiknya kurikulm itu diberikan.
Memilih pengalaman belajar. Pada tahap ini, ditentukan pengalaman-
pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa untuk mencapai tujuan
kurikulum.
Mengorganisasi pengalaman belajar. Guru selanjutnya menentukan
bagaimana mengemas pengalaman-pengalaman bleajar yang telah
ditentukan itu ke dalam paket-paket kegiatan. Sebaiknya dalam menentukan
paket-paket kegiatan itu, siswa diajak serta, agar mereka memiliki tanggung
jawab dlam mlaksanakan kegiatan belajar.
Menentukan alat evaluasi serta prosedur yang harus dilakukan siswa. Pada
penentuan alat evaluasi ini guru dapat menyeleksi berbagai tenik yang dapat
dilakukan untuk menilai prestasi siswa, apakah siswa sudah dapat mencapai
tujuan atau belum.
Menguji keseimbangan isi kurikulum. Pengujian ini perlu dilakukan untuk
melihat kesesuaian antara isi, pengalaman belajar, dan tipe-tipe belajar
siswa.
b. Menguji coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka
menemukan validitas dan kelayakan penggunaannya.
c. Merevisi dan megonsolidasikan unit-unit eksperimen berdasarkan data yang
diperoleh dalam uji coba.
d. keseluruhan kerangka kurikulum.
e. Implementasi dan diseminasi kurikulum yang telah teruji. Pada tahap terakhir
ini perlu di persiapkan guru-guru melalui penataran-penataran, lokakarya dan
lain sebagainya serta mempersiapkan fasilitas dan alat-alat sesuai dengan
tuntutan kurikulum.
8
3. Model Oliva
Menurut Oliva, suatu model kurikulum harus bersifat simpel, koperhensif
dan sistematik. Oliva menggambarkan bahwa dalam pengembangan suatu
kurikulum, ada 12 komponen yang satu sama lain saling berkaitan, seperti yang
terlihat dalam gambar berikut.
9
Komponen kesepuluh, mengimplementasikan strategi kurikulum, setelah
strategi diimplementasikan, pengembangan kurikulum kembali ke komponen
sembilan atau komponen sembilan plan B, untuk menyempurnakan alat atau
teknik penilaian.
Komponen ke sebelas dan duabelas, dilakukan evaluasi terhadap pembelajaran
dan evaluasi kurikulum.
4. Model Beauchamp
Model ini dikembangakan oleh George A. Beuchamp, seorang ahli
kurikulum. Menurut Beauchamp (dalam Sanjaya, 2008, hlm.91) proses
pengembangan kurikulum meliputi lima tahap yaitu:
a. Menentukan area atau wilayah akan dicakup oleh kurikulum. Penentuan tahap
ini ditentukan pemegang wewenang yang dimiliki pengambil kebijakan
dibidang kurikulum.
b. Menetapkan personalia. Tahap ini menentukan siapa saja orang yang akan
terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang
sebaiknya dilibatkan, yaitu: para ahli pendidikan atau kurikulum yang ada
pada pusat pengembangan kurikulum dan ahli bidang studi; para ahli
pendididkan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih; para
professional dalam bidang pendidikan; professional lain dan tokoh
masyarakat.
c. Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini berkenaan
dengan prosedur dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus,
memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, juga dalam
menentukan desain kurikulum secara keseluruhan.
d. Implementasi kurikulum. Tahap ini yaitu pelaksanaan kurikulum yang telah
dikembangkan oleh tim pengembang. Dalam pelaksanaan kurikulum
dibutuhkan kesiapan guru, siswa, fasilitas, biaya, manajerial dan
kepemimpinan sekolah.
e. Evaluasi kurikulum. Hal-hal penting yang dievaluasi yaitu: pelaksanaan
kurikulum oleh guru-guru, desain kurikulumnya, hasil belajar siswa,
keseluruhan dari sistem kurikulum.
10
5. Model Wheeler
Menurut Wheeler, pengembangan kurikulum merupakan suatu proses
yang membentuk lingkaran. Dalam bukunya yang cukup berpengaruh, Curriculum
Process, Wheeler (1967) mempunyai argumen tersendiri pengembangan
kurikulum (curriculum developers) dapat menggunakan suatu proses melingkar (a
cycle process), yang namanya setiap elemen saling berhubungan dan
bergantungan.
Proses pengembangan kurikulum terjadi secara terus – menerus.
Pendekatan yang digunakan Wheeler dalam pengembangan kurikulum pada
dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap langkahnya merupakan pengembangan
secara logis terhadap model sebelumnya. Wheeler mengembangkan lebih lanjut
apa yang dilakukan Tyler dan Taba, meskipun hanya dipresentasikan agak
berbeda.
Wheeler berpendapat proses pengembangan kurikulum terdiri dari lima
fase (tahap). Setiap tahap merupakan pekerjaan yang berlangsung secara
sistematis atau berurut. Artinya, kita tidak mungkin dapat menyelesaikan tahapan
kedua, manakala tahapan pertama belum terselesaikan. Namun demikian,
manakala setiap tahap sudah selesai dikerjakan, kita akan kembali pada tahap
awal. Demikian proses pengembangan sebuah kurikulum berlangsung tanpa
ujung.
Proses pengembangan kurikulum dan komponen-komponen dalam setiap
tahap pengembangan dapat dilihat pada gambar berikut ini.
11
Menurut Wheeler (dalam Sanjaya, 2008, hlm.94-95) pengembangan
kurikulum terdiri atas 5 tahap yakni:
a. Menentukan tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum bisa merupakan
tujuan yang bersifat normatif yang mengandung tujuan filosofis atau tujuan
pembelajaran umum yang bersifat praktis. Sedangkan tujuan khusus adalah
tujuan yang bersifat spesifik dan objective yakni tujuan yang mudah diukur
ketercapaiannya.
b. Menentukan pengalaman belajar yang mungkin dapat dilakukan oleh siswa untuk
mencapai tujuan yang dirumuskan dalam langkah pertama.
c. Menentukan isi atau materi pembelajaran sesuai dengan pengalaman belajar.
d. Mengorganisasikan atau menyatukan pengalaman belajar dengan isi atau materi
belajar.
e. Melakukan evaluasi setiap fase pengembangan dan pencapaian tujuan.
Dari langkah-langkah pengembangan kurikulum yang dikemukakan
Wheeler, maka tampak bahwa pengembangan kurikulum membentuk sebuah
siklus (lingkaran). Lima langkah itu jika dikembangkan dengan logis dan
temporer akan menghasilkan suatu kuriukulum yang efektif.
6. Model Nicholls
Nicholls menitikberatkan pada pendekatan pengembangan kurikulum yang
rasional khususnya kebutuhan untuk kurikulum yang munculnya dari adanya
perubahan situasi. Nicholls mendefinisikan kembali metodenya Tyler, Taba, dan
Wheeler dengan menekan pada kurikulum proses yang bersiklus atau bentuk
lingkaran, dan ini dilakukan demi langkah awal yaitu analisis situas. Ada lima
langkah pengembangan kurikulum menurut Nicholls, yaitu :
a. Analisis situasi
b. Menentukan tujuan khusus
c. Menentukan dan mengorganisasi isi pelajaran
d. Menentukan mengorganisasi metode
e. Evaluasi
12
Analisis Situasi
Menentuka
n Tujuan Evaluasi
Khusus
Menetukan
Menentukan dan
dan
Mengorganisasikan
Mengorganis
isi pelajaran
asi Metode
13
Model dinamis atau interaktif (dyanamic or interactive models)
menetapakan pengembangan kurikulum harus mendahulukan sustu elemen
kurikulum dan memulainya dengan suatu dari urutan yang telah ditentukan dan
diajurkan oleh model rasional. Skilbeck mendukung petunjuk tersebut,
menambahkan sangat penting bagi developers untuk menyadari sumber-sumber
tujuan mereka. Untuk mengetahui sumber-sumber tersebut, Skilbeck berpendapat
bahwa “a situasional analysis” harus dilakukan. Untuk lebih mudah memahami
model yang ditawarkan Skilbeck, gambar ini mungkin bisa membantu.
Menganalisis Situasi
Memformulasikan Tujuan
Menyusun Program
14
Tujuananya adalah untuk menganalisis secara keseluruhan; tetapi secara simbol
telah mendorong teams atau groups dari pengembang kurikulum untuk lebih
memperhatikan perbedaan-perbedaan elemen dan aspek-aspek proses
pengembangan kurikulum, agar lebih bisa melihat proses bekerja dengan cara
sistematik.
15
dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional. Untuk tercapaianya tujuan
tersebut ditetapkanlah pokok-pokok materi dan prosedur pembelajaran.
Model kurikulum yang berorientasi pada tujuan memiliki beberapa
kebaikan, antara lain : (a) tujuan yang dicapai jelas bagi penyusun kurikulum, (b)
memberikan arah yang jelas dalam menetapkan materi pelajaran, metode, jenis
kegiatan dan alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan, (c) mampu membuat
penilaian terhadap proses dan hasil yang dicapai, (d) hasil evaluasi membantu
pengembangan kurikulum dalam melakukan perbaikan yang diperlukan.
Kompetensi merupakan integritas antara pengetahuan, keterampilan, nilai
dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kompetensi
dalam konteks pendidikan dan pembelajaran dapat diartikan sebagai (1)
kemampuan umum yang harus dimiliki lulusan, (2) modal untuk mengahadapi
persaingan dalam era global, (3) pengalaman belajar yang dikaitkan dengan bahan
ajar secara kontekstual, dan (4) indikator yang dapat diamati dan diukur dari
sejumlah hasil belajar..
Model kedua, kurikulum berbasis kompetensi merupakan konsep
kurikulum yang berorientasi pada pengembangan kemampuan melaksanakan
tugas dengan standar tertentu, sehingga peserta didik dapat menggunakan
kemampuannya untuk mencapai hasil belajar. Implementasi kurikulum berbasis
kompetensi yaitu, dapat menumbuhkan sikap mandiri, tanggung jawab, dan
partisipasi aktif peserta didik dalam belajar di sekolah maupun memberanikan diri
tampil di masyarakat
Terdapat beberapa kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia, yaitu :
1. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien
dan efektif. Kurikulum ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana
pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk
umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran,
kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
16
2. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan
pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering
disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai
subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan,
hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau
Student Active Leaming (SAL). Konsep CBSA yang secara teoritis dan bagus
hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak kendala saat
diterapkan secara nasional. Namun, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan
CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa
berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi
mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
3. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-
kurikulum sebelumnya. Tetapi, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil
karena beban belajar siswa dinilai terlalu berat dari muatan nasional hingga lokal.
Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing,
misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai
kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu
tertentu masuk dalam kurikulum. Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum
super padat.
4. Kurikulum 2004
Menurut Rustam (2015, hlm.40) Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
yang kemudian dikenal dengan Kurikulum 2004, merupakan suatu model
kurikulum yang berlaku di Indonesia sebagai konsekuensi diberlakukannya
peraturan perundang-undangan tentang desentralisasi yang mengatur pemerintah
pusat dan daerah. Sejak tahun 2004 Indonesia menggunakan model kurikulum
berbasis kompetensi. Sesuatu yang ingin dicapai dalam model kurikulum yang
berorientasi pada tujuan menjadi sesuatu yang harus dikuasai dalam kurikulum
berbasis kompetensi.
17
Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menekankan pada pengembangan
dan penguasaan kompetensi bagi peserta didik melalui berbagai kegiatan dan
pengalaman yang sesuai dengan standar nasional pendidik sehingga hasilnya
dapat dirasakan oleh peserta didik, orangtua dan masyrakat.
5. Kurikulum 2006
Di dalam kurikulum berbasis kompetensi ada dua wewenang dalam
pengembangannya, yaitu wewenang pusat (Diknas) dalam hal menentukan
standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator hasil belajar, dan materi pokok
(pada kurikulum 2004); sedangkan pada kurikulum 2006 yang ditentukan oleh
pusat adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar. Hal-hal lainnya seperti
materi pokok dan uraian materi, indikator dan penentuan soal ujian ditentukan
oleh wewenang lembaga atau daerah.
6. Kurikulum 2013
Kurikulum yang saat ini digunakan di Indonesia yaitu kurikulum 2013.
Kurikukulum 2013 ini lebih ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran
kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Ciri kurikulum 2013
yang paling mendasar ialah menuntut kemampuan guru dalam berpengetahuan
dan mencari tahu pengetahuan sebanyak-banyaknya karena siswa zaman sekarang
telah mudah mencari informasi dengan bebas melalui perkembangan teknologi
dan informasi.
Siswa lebih didorong untuk memiliki tanggung jawab kepada lingkungan,
kemampuan interpersonal, antarpersonal, maupun memiliki kemampuan berpikir
kritis. Tujuannya adalah terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan afektif.
18
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Model pengembangan kurikulum adalah sistem atau konsep mengenai
usaha perencanaan yang berisi seperangkat tujuan, isi dan bahan pembelajaran
yang dijadikan sebagai pedoman dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan. Model pengembangan kurikulum terdiri dari model Tyler,
model Taba, model Oliva, model Beauchamp, model Wheeler, model Nicholls,
dan model Dunamic Skilbeck.
Model pengembangan kurikulum yang telah ditempuh di Indonesia, yaitu
model yang berorientasi pada tujuan (goal-oriented curriculum) dan model
kurikulum berbasis kompetensi (competency- based curriculum).
Melihat model-model perkembangan kurikulum yang sudah dijelaskan
pada bagian pembahasan, terdapat beberapa kurikulum yang pernah berlaku di
Indonesia yaitu :
1. Kurikulum 1975
2. Kurikulum 1984
3. Kurikulum 1994
4. Kurikulum 2004
5. Kurikulum 2006
6. Kurikulum 2013
3.2 Saran
Setelah mempelajari makalah ini, pembaca dapat mengetahui tentang
model – model pengembangan kurikulum. Makalah kami ini masih jauh dari kata
sempurna untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari
para pembaca sekalian demi tercapainnya kesempurnaan dari makalah kami ini
kedepannya.
20
DAFTAR PUSTAKA