Anda di halaman 1dari 26

KURIKULIM DAN PEMBELAJARAN

Model – model kurikulum dan pengembangannya

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas


mata kuliah kurikulum dan pembelajaran oleh dosen pengampu Dr. Abduloh, S.Pd,. M.Pd

Oleh
Endah Khairun Nissa 1810631070041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN REKREASI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2019
KATA PENGANTAR

Assalamualikum wr.wb. Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam
tugas kurikulum dan pembelajaran dalam pembuatan makalah mengenai metode – metode
kurikulum dan pengembangannya.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan, karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Karawang, 12 Oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

i
Kata Pengantar.....................................................................................................................i
Daftar Isi...............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.....................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah................................................................................................................1

C. Tujuan...................................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian model pengembangan kurikulum...................................................................2


B. Model-model pengembangan kurikulum.........................................................................2

BAB III PENUTUP

A. Simpulan.......................................................................................................................22
B. Saran.............................................................................................................................22

Daftar pustaka
BAB I
ii
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan dibutuhkan yang dinamakan kurikulum yang
membantu dalam mencapai tujuan pendidikan Nasional. Berbagai jenis dalam
pengembangan kurikulum dipakai oleh pemerintahan Indonesia dalam mencapai cita-
cita bangsa yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mencetak generasi penerus
bangsa yang berakhlaq serta berbudi pekerti luhur. Hal ini perlu adanya kerja sama
antara Pemerintah pusat, administrator, kepala kantor wilayah pendidikan, kebudayaan,
serta peranan guru dalam pendidikan. Banyak model yang dapat digunakan dalam
pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja
berdasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian
hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pengelolaan pendidikan
yang dianut serta konsep pendidikan yang digunakan. Model pengembangan kurikulum
dalam sistem pendidikan dan pengolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang
desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang bersifat subjek akademis
berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis dan rekonstruksi sosial.

B. Rumusan Masalah
  

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:


1. Bagaimana bentuk model-model pengembangan kurikulum dalam pendidikan?
2. Apa sajakah Jenis-jenis kurikulum dalam pendidikan dan Fungsi Model
Pengembangan Kurikulum Bagi Guru ?

C.  Tujuan
1. Untuk menegetahui Bagaimana bentuk model-model pengembangan kurikulum dalam
pendidikan.
2.  Untuk menegetahui Apa sajakah Jenis-jenis kurikulum dalam pendidikan dan Fungsi
Model Pengembangan Kurikulum Bagi Guru .
BAB II
PEMBAHASAN
1
A. Pengertian Model Pengembangan Kurikulum

Model adalah pola-pola penting yang berguna sebagai pedoman untuk


melakukan suatu tindakan. Model dapat ditemukan dalam hampir setiap
bentuk kegiatan pendidikan, seperti model pengajaran, model adtninistrasi,
model evaluasi, model supervisi dan model lainnya. Menggunakan model
pada perkembangan  kurikulum dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
Banyak sekolah/fakultas mempunyai rancangan untuk satu tahun, mereka
telah memikirkan polanya untuk memecahkan masalah pendidikan atau prosedur
yang tidak dapat dihindari, walaupun begitu mereka tidak mempunyai lebel
kegiataanya sebagai rancangan.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan kurikulum bisa berarti
penyusunan kurikulum yang sama sekali baru (curriculum construction) bisa juga
menyempurnakan kurikulum yang telah ada (curriculum improvement). Sedangkan
Model menurut Good dan Travers adalah abstraksi dunia nyata atau representasi
peristiwa kompleks atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta
lambang-lambang lainnya. Rivett (1972) menyatakan bahwa model adalah hubungan
sebuah logika secara, salah satunya kualitatif atau kuantitatif, yang memberikan
relevansi pada masa mendatang. Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengembangan Model
Kurikulum adalah suatu sistem dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta
lambang-lambang dalam penyusunan kurikulum yang baru ataupun penyempurnaan
kurikulum yang telah ada yang memberikan relevansi pada masa mendatang. Nadler
mengatakan bahwa model yang baik adalah model yang dapat menolong sipenggguna
untuk mengerti dan memahami suatu proses yang mendasar dan menyeluruh.

B.      Model-Model Pengembangan Kurikulum


Berdasarkan perkembangan para ahli kurikulum, dewasa ini telah banyak
menyajikan model-model pengembangan kurikulum. Dimana setiap model memiliki
kekhasan tertentu baik dilihat dari keluasan pengembangan kurikulumnya itu sendiri

2
maupun dilihat dari tahapan pengembangannya sesuai dengan pendekatannya. Dalam 3
makalah ini hanya beberapa model yang disajikan, dan guru dapat
mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan. Model-model pengembangan
kurikulum dari berbagai pendapat antara lain adalah:
1.       Administratif
Model adminidtratif merupakan model pengembengan kurikulum
paling lama, model ini sering disebut  “garis dan staf”  atau  “top down”  atau
“ line staff”. Munculnya model tersebut berawal dari inisatif dan gagasan
pengembangan dari para administrator pendidikan  dan menggguanakan 
prosedur adminitrasi. Pengembangan model ini  bersentral pada wewenag dari
pemerintahan pusat. Pemerintahan pusat melalui pejabat pendidikan yang
berwenang dalam semisal dirjen pendiikan membentuk komisi pengarah
pengembangan kurikulum. Anggota komisi  pengarah pengembangan
kurikulum ini terdiri dari penjabat di bawah dirjen, para ahli pendidikan, ahli
kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan.
Adapun tugas dari komisi pengarah kurikulum sebagai berikut:
1. menyiapkan rumusan falsasfah
2. merumuskan konsep-konsep dasar
3. merumuskan landasan 6
4. merumuskan kebijaksanaan
5. merumuskan strategi utama 
6. merencanakan garis-garis besar kebijaksanaan
7. memberikan garis-garis besar kebijaksanaan
8. membentuk tujuan umum pendidikan.
Setalah komisi tersebut menyelesaikan tugas kemudian membentuk dan
mengkaji secara seksama, kemudian membentuk komisi kerja penngembangan
kurikulum. Para anggota komisi ini terdiri dari para ahli kurikulum dan pendidikan,
ahli disipiln ilmu dari perguruan tinggi, guru-guru bidang studi yang senior.  Tugas
dari tim kerja pengembangan bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang
lebih operasional, dijabarkan dari konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar yangntelah
digariskan oleh tim pengarah. Tugas dari tim kerja pengembangan kurikululum ini
yaitu:
1. merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan umum
2. memilih dan menyusun sekeuens bahan pelajaran
4

3. tegi pengajaran dan evaluasi


4. serta menyusun pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi guru.
Setelah semua tugas dari tim kerja pengembang kurikulum, hasil kerja dari
komisi ini kemudian dikaji oleh tim pengarah serta para ahli yang kompeten atau
penjabat yang kompeten. Selanjutnya diadakan pengakajian tahap selajutnya adalah
uji coba. Pelaksanaan uji coba rancangan kurikulum tersebut adalah sebuah komisi
yang ditunjuk panitia pengarah yang anggotanya sebagaian besar terdiri dari kepala
sekolah. Setelah penelitian uji coba, komisi pengarah menelaah atau mengevaluasi
sekali lagi  rancangan kurikulum tersebut baru kemudian memutuskan pelaksanaanya.
Apabila sudah diputuskan untuk memakai pengambangan kurikulum maka komisi
pengarah pengembangan akan memerintahkan sekolah-sekolah untuk melaksanakan
kurikulum tersebut.
  Pengembangan kurikulim model adminitratif tersebut menekankan
kegiatannya pada orang-orang terlibat pada yang terlibat sesuai denagan tugas dan
fungsinya masing-masing. Berhubung pengembangan kegiatan berasal dari atas ke
bawah, pada dasarnya model ini mudah dilaksanakan pada Negara yang menganut
sistem sentralisasi dan negara dengan kemampuan tenaga pengajaranya masih rendah.
Kelemahan-kelemahan model ini sebagi berikut :
a. kurang pekanya terhadap adanya perubahan masyarakat, di samping juga
karena kurikulum ini biasanya bersifat seragam secara nasional sehingga
kadang-kadang melupakan atau mengambaikan adanya kebutuhan dan
kekhususan yang ada pada tiap daerah
b. pada prinsipnya pengembangan kurikulum dengan model ini bersifat tidak
demokratis, karena prakarsa, inisiatif dan arahan dilakukan melalui garis staf
hirarkis dari atas ke bawah, bukan berdasarkan kebutuhan dan aspirasi dari
bawah ke atas;
c. pengalaman menunjukkan bahwa model ini bukan alat yang efektif dalam
perubahan kurikulum secara signifikan, karena perubahan kurikulum tidak
mengacu pada perubahan masyarakat, melainkan semata-mata melalui
manipulasi organisasi dengan pembentukkan macam-macam kepanitian .
d. kelemahan utama dari model administratif adalah diterapkannya konsep dua
fase, yakni konsep yang mengubah kurikulum lama menjadi kurikulum baru
secara uniform melalui sistem sekolah dalam dua fase sendiri-sendiri, yakni
penyiapan dokumen kurikulum baru, dan fase pelaksanaan dokumen 5
kurikulum tersebut.

2. Model Grass Roots (dari bawah)


Jika pada pemgembangan model administratif kegiatan pengembangan
kurikulum berasal dari atas, model ini inisatif justru berasal dari bawah, yaitu dari
para penganjar yang merupakan para pelaksana kurikulum di sekolah-sekolah. Model
pengembangan kurikulum administratif bersifat sentralisasi, sedangakan model grass
roots akan berkembang pada sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Model ini
mendasarkan diri pada anggapan bahwa penerapan suatu kurikulum akan lebih efektif
jika para pelaksanaanya di sekolah sudah diikutsertakan sejak mula pengembangan
kurikulum itu.
Dalam model pengmbangan yang bersifat grass roots seorang guru,
sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya
pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan
dengan suatu komponen kurikulum, satu bidang studi atau beberapa bidang studi
ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Pengembangan
model grass roots ini juga menuntut adanya kerja antara guru antara sekolah secara
baik, di samping juga harus ada juga kerja sama dengan pihak di luar sekolah
khususnya orang tua dan mayarakat.
           Pada pelaksanaanya, para administrator cukup memberikan bimbingan dan
dorangan kepada staf pengajar. Setelah menyelesaikan tahap tertentu, bisanya
diadakan lokakarya untuk membahas hasil yang telah dicapai dan sebaliknya
merencanakan kegiatan yang akan dilakuakan selanjutnya. Pengikut lokakarya di
samping para pengajar dan kepala sekolah juga melibatkan orang tua dan anggota
masyarakat lainya, serta para konsultan dan para narasumber yang lain. Apabila 
kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitasnya
biaya maupun kemampuan bahan-bahan kepustakaan, pengembangan model grass
roots akan dilaksanakan lebih baik. Orientasi yang demokratis dari rekayasa Model
Grass Roots bertanggung jawab membangkitkan apa yang menjadi dua aksioma
kemantapan sebuah kurikulum :
a. bahwa sebuah kurikulum hanya dapat diterapkan secara berhasil apabila guru-
guru dilibatkan secara intim dengan proses pembuatan (konstruksi) dan
pengembangannya
b. bukan hanya para professional, tetapi murid, orang tua, anggota masyarakat
6
lain harus dimasukkan dalam proses pengembangan kurikulum.
Hal ini didasarkan pada atas pertimbangan bahwa guru adalah peracana,
pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di sekolah. Dialah yang paling tahu
kebutuhannya di kelas , oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun
kurikulum bagi kelasnya. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip pengemnbangan
kurikulum yang dikemukakan oleh Smith, Stenley dan Shores dalam  Nana Syaodih
Sukmadinata (1999: 163).
a. The curriculum will improve only as the professional competence of teacher
improves.
b. The competence of teacher will be improved only as the teacher become
involved personally in the problems of curriculum revision
c. If teacher share in shaping the goals to be attained, in selecting, definding,
and sloving the problems tobe encountered , and in judging, and evaluating
the rusults, their involvement will be most nearly assured.
d. As people meet in face-to-face groups, the will be  able to understand one
another better and to reach a consensus on basic principles, goals  and plans.
Guru adalah sebagai kunci dalam rekayasa kurikulum yang efektif,
digambarkan pada (4) prinsip yang menjadi dasar Model Grass Roots, yaitu :
a. kurikulum akan baik apabila kemampuan profesioanl guru baik
b. kompetensi guru akan membaik apabila guru terlibat secara pribadi
dalam masalah masalah peibaikan (revisi) kurikulum
c. jika guru urun rembug dalam membentuk tujuan-tujuan yang akan
dicapai dalam memilih, mendefinisikan, memecahkan masalah yang
akan dihadapi, mempertimbangkan dan menilai hasil maka
keterlibataimya paling terjamin
d. karena orang bertemu dalam kelompok, tatap muka, mereka akan dapat
memahami satu sama lain lebih baik dan untuk mencapai suatu
konsensus berdasarkan prinsip-prinsip dasar, tujuan-tujuan dan
rencana-rencana
Secara singkat diagram kerja pengembangan model grass roots sebagai berikut:
             Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungking hanya berlaku
untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi munngking pula dapat
digunakan untuk bidang studi sejenis  pada sekolah lain, atau keseluruhan bidang
studi sekolsh atau daerah lain.  Keuntungan dari model ini adalah proses pengambilan 7
keputusan terletak pada pelaksana, mengikutsertakan pihak bawah khussnya para staff
mengajar dan memungking terjadinya kompetensi di dalam meningkatkan mutu dan
sistem pendidikan, yang pada giliranya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih
mandiri dan kreatif.

3.    Beuchamp
Sesuai dengan namanya, model ini diformulasikan oleh G.A. Beauchamp
(1964) , yaitu mengemukan ada lima langkah penting dalam pengembilan keputusan
pengembangan kurikulum.  Menurut Beauchamp untuk nierancang sebuah kurikulum
harus ditempuh lima (5) langkah. Langkah Pertama, Pejabat pemerintah yang
berwenang dalam pengembangan kurikulum harus menentukan lebih dahulu lokasi
atau wilayah yang akan dijadikan pilot proyek untuk pengembangan kurikulum.
Pemilahan lokasi atau wilayah yang ditentukan sesuai dengan skala pengembangan
kurikulum yang telah direncanakan. Bila kurikulum yang ingin dikembangkan
berskala makro atau nasional, maka wilayah atau lokasi yang akan dijadikan pilot
proyek adalah propinsi, seandainya bersifat daerah atau berskala mikro maka
kabupaten dapat dijadikan lokasi pilot proyek.
Langkah Kedua, Setelah wilayah atau lokasi yang akan menjadi pilot proyek
sudah ditetapkan, maka langkah berikutnya adalah menentukan personalia yang akan
ikut terlibat di dalam pengembangan kurikulum. Beauchamp melibatkan orang-orang
dari staf ahli kurikulum, pakar kurikulum dari perguruan tinggi dan guru-guru sekolah
yang telah dipilih, pakar pendidikan, masyarakat yang dihimpun dari berbagai
kalangan yaitu dari pengarang atau penulis, penerbit, politikus, pejabat pemerintah,
pengusaha dan industriawan.
Langkah Ketiga, Bila personalia sudah disusun dengan baik maka langkah
berikutnya adalah pengorganisasian person-person tersebut dalam lima (5) tim yang
terdiri dari :
a. tim pengembang kurikulum
b. tim peneliti kurikulum yang sedang dipakai atau sedang dipergunakan
c. tim untuk mempelajari kemungkinan penyusunan kurikulum bam
d. tim perumus untuk kriteria-kriteria kurikulum yang akan disusun.
e. tim penyusun dan penulis kurikulum baru
 Sedangkan prosedur kerja yang akan dilalui adalah sebagai berikut :
a. merumuskan tujuan baik tujuan umum maupun tujuan khusus 8
b. memilih atau menseleksi materi
c. menentukan pengalaman belajar
d. menentukan kegiatan dan evaluasi
e. menentukan desain
Langkah Keempat, Pada langkah ini ditentukan implementasi kurikulum.
Pelaksanaan kurikulum mempakan pekerjaan yng cukup rumit karena membutuhkan
kesiapan dalam banyak hal, seperti guru sebagai pelaksana kurikulum dikelas,
fasilitas, siswa, dana, manajerial pimpinan sekolah atau administrator sekolah.
Langkah Kelima, Setelah semua kebutuhan untuk kepentingan pelaksanaan atau
implementasi terpenuhi dan sudah dapat dilaksanakan, maka langkah berikutnya yang
merupakan langkah terakhir dari pengembangan kurikulum model beauchamp adalah
mengevaluasi kurikulum.
Beauchamp mengemukakan hal-hal yang harus dievaluasi, yaitu :
a. Evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum oleh guru
b.    Evaluasi terhadap desain kurikulum
c. Evaluasi terhadap hasil belajar siswa
d.   Evaluasi terhadap sistem dalam kurikulum

Pengembangan kurikulum model Beauchamps memandang pengembangan


kurikulum tersebut dalam prosesnya secara menyeluruh. Keuntangan model ini adalah
adanya penegasan areana yang kiranya akan mempermudah dan memperjelas ruang
lingkup kegiatan. Kelemahan seperti halnya model administratif, adlah kurang
pekanya terhadap perubahan masyarakat dan kurang memperhatikan keadaaan daerah
yang antara satu dengan lainnya menuntutnya ada kekhususan-kekhususan tertentu.

4.      Ralph Tyler


Dalam bukunya yang berjudul Basic Principles Curriculum and Instruction
(1949), Tyler mengatakan bahwa curriculum development needed to be treted
logically and systematically. Ia berupaya menjelasskan tentang pentingnya pendapat
secara rasional, menganalisis, menginterpretasi kurikulum dan program
pengajarannya dari suatu pengajaran dari suatu lembaga pendidikan. Pengembangan
kurikulum model Tyler ini mungkin yang terbaik, dengan penekanan khusus pada fase
9
perencanaan. Walaupun Tyler mengajukan model pengembangan kurikulum secara
komprehensif tetapi bagian pertama dari modelnya (seleksi tujuan) menerima
sambutan yang hangat dari para educator.
Langkah-langkah pengembangan kurikulum:
a. Langkah l: Tyler merekomendasikan, bahwa perencana kurikulum agar
mengidentifikasikan tujuan umum (tentative general objectives) dengan
mengumpulkan data dari tiga sumber, yaitu : kebutuhan peserta didik,
masyarakat (fimgsi yang diperlukan) dan subject matter.
b. Langkah 2: Setelah mengidentifikasi beberapa buah tujuan umum, perencana
merifinenya dengan cara menyaring melalui dua saringan, yaitu filosofi
pendidikan dan psikologi belajar. Hasilnya akan menjadi Tujuan pembelajaran
khusus dan meyebutkannya juga pendidikan sekolah dan filosofi masyarakat
sebagai saringan pertama untuk tujuan iniSelanjutnya perlu disusun garis-garis
besar nilai-nilai yang didapat dan mengilustrasikannya dengan memberi
tekanan pada empat tujuan demokratis. Untuk melaksanakan penyaringan,
para pendidik harus menjelaskan prinsip-prinsip belajar yang baik, dan
psikologi belajar memberikan ide mengenai jangka waktu yang diperlukan
untuk mencapai tujuan dan waktu untuk melaksanakan kegiatan secara
efesien. Tyler pun menyarankan agar pendidik memberi perhatian kepada cara
belajar yang dapat :
1. Mengembangkan kemampuan berpikir
2. Menolong dalam memperoleh informasi
3. Mengembangkan sikap masyarakat
4. Mengembangkan minat
5. Mengembangkan sikap kemasyarakatan
c. Langkah 3: Menyeleksi pengalaman belajar yang menunjang pencapaian
tujuan. Penentuan pengalaman belajar harus mempertimbangkan persepsi dan
pengalaman yang telah dimililiki oleh peserta didik.
d.   Langkah 4: Mengorganisasikan pengalaman kedalam unit-unit dan
menggambarkan berbagai prosedur evaluasi
e.  Langkah 5: Mengarahkan dan mengurutkan pengalaman-pengalaman belajar
dan mengkaitkannya dengan evaluasi terhadap keefektifan perencanaan dan
pelaksanaan.
f.  Langkah 6: Evaluasi pengalaman belajar. Evaluasi merupakan komponen
10
penting dalam pengembangan kurikulum
Sehubungan dengan hal tersebut Tyler (1949) memperingatkan agar dibedakan
antara konten (isi) pelajaran atau kegiatan-kegiatan belajar dengan pengalaman-
pengalaman belajar, karena pengalaman belajar merupakan pengalaman yang
diperoleh dan dialami anak-anak didik sebagai hasil belajar dan interaksi mereka
dengan konten (isi) dan kegiatan belajar. Untuk mengembangkan pengalaman belajar
yang mereka peroleh harus bermuara pada pemberian pengalaman para pelajar yang
dirancang dengan baik dan dilaksanakan dengan benar. Dari beberapa konsepsi
kurikulum diatas kelihatan bahwa kurikulum dapat dilihat dari segi yang sempit atau
dari segi yang luas (sebagai pengalaman yang diperoleh di sekolah atau diluar
sekolah).

5.      Inverted Model Taba


Pada beberapa buku karya Hilda Taba yang paling terkenal dan besar
pengaruhnya adalah Curriculum Development: Theory and Pratice (1962). Dalam
buku ini, Hilda Taba mengungkapkan pendekatanya untuk proses pengembangan
kurikulum. Dalam pekerjaanya itu, Taba mengindetifasikan model dasar Tayler agar
lebih representatif terhadap pengembangan kurikulum di berbagai sekolah. Model
pengembangan kurikulum ini oleh Hilda Tiba ini berbeda dengan lazimnya yang
banyak diitempuh secara yang bersifat dekduktif karena caranya induktif. Oleh
Karena itu sring disebut “Model Terbalik” atau “Inverted Model” .
Pengembangan kurikulum model ini diawali dengan melakukan percobaan,
penyusunan teori, dan kemudian baru ditetapkan. Hal itu diharapkan dimaksudkan
untuk lebih mempertemukan antara teori dan pratik,  serta menghilangkan sifat
keumuman dan keabstrakan yang terjadi dalam kurikulum yang dilakukan tanpa
kegiatan percobaan. Dalam pendekatanya, Taba menganjurkanuntuk lebih
mempunyai informasi tentang masukan (input) pada proses setiap langkah proses
kurikulum, secara khusus, Taba mengajurkan untuk menggunakan pertimbangan
ganda terhadap isi (organisasi kurikulum yang logis) dan individu pelajar (psikologis
kurikulum). Untuk memperkuat pendapatanya, Taba mengkalim bahwa semua
kurikulum disusun dari elemen-elemen dasar. Suatu kurikulum bisanya berisi seleksi
dan organisasi isi; itu merupakan manisfetasi atau implikasi dari bentuk-bentuk
(patterns) belajar dan mengajar. Kemudian, suatu program evaluasi dari hasil pun 11
akan dialakukan.
Perekayasaan kurikulum secara tradisional dilakukan oleh suatu panitia yang
dipilih. Panitia ini bertugas :
a. mempelajari daerah-daerah fundasional dan mengembangkan rumusan
kesepakatan fundasional
b. merumuskan desain kurikulum secara menyeluruh berdasarkan kesepakatan
yang telah dirumuskan
c. mengkonstruksi unit-unit kurikulum sesuai dengan kerangka desain
d. melaksanakan kurikulum pada tingkat atas.
Taba percaya bahwa esensial proses deduktif ini cendemng untuk mengurangi
kemungkinan-kemungkinan inovasi kreatif, sebab membatasi kemungkinan
mengeksperimentasikan konsep-konsep baru kurikulum.Taba menyatakan bahwa :
a. bila perubahan nilai dari mendesain ulang kerangka yang menyeluruh
maka   sebelumnya harus ditetapkan lebih dahulu suatu pola yang akan
dipelajari dan diuji.
b. panitia penyusunan kurikulum yang tradisional itu dapat menduduld
rencana-rencana kurikulum yang bermanfaat, bagian dari desain itu
sendiri hanya atas dasar logika bukan empiri
c. karena mereka tidak melakukan pengujian secara empirik, kurikulum
yang dihasilkan cenderung merupakan skema / sket bagan yang sangat
umum dan abstrak dan sedikit membantu untuk melaksanakan praktek
instruksional
Ketiga masalah tersebut menunjukkan efesiensi perekayasaan kurikulum yang
tradisional dan kesenjangan antara teori dan praktek. Suatu contoh adanya disfungsi
dalam teori praktek terdapat pada core kurikulum yang dirancang untuk mengajukan
(1) Integrasi isi / materi, (2) Hubungan dengan kebutuhan siswa-Jalannya praktek core
tersebut umumnya hanya merupakan reorganisasi administratif, block of time mata
ajaran-mata ajaran yang terpisah-pisali, dan dimana masalah-masalah kehidupan
terisolasi dari materi (content) yang valid. Bentuk core yang dilaksanakan
berdasarkan rekayasa deduktif menghasilkan pemisahan teori dan praktek
Taba mengajukan pandangan yang berlawanan dengan urutan tradisional
dengan mengembangkan inverted model, yakni : langkah awal dimulai dari
perencanaan unit-unit mengajar-belajar yang spesifik oleh para guru, bukan diawali
12
aengan desain kerangka (framework) yang umum. Urut-unit tersebut diuji
/dilaksanakan dalam kelas, yang ada pada gilirannya digunakan sebagai dasar empirik
untuk menentukan desain yang menyeluruh (overall design). Keuntungan
digunakannya inverted sequence ini ialah :
a. membantu untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek karena
produksi unit-unit tadi mengkombinasikan kemampuan teoritik dan
pengalaman praktis.
b. kurikulum yang terdiri dari unit-unit mengajar-belajar yang disiapkan oleh
guru-guru lebih mudah diintroduser ke sekolah, berarti lebih mudah
dimengerti dibandingkan dengan kurikulum yang umum dan abstrak yang
dihasilkan oleh umtan tradisional
c. kurikulum yang terdiri dari kerangka umum dan unit-unit belajar-mengajar
lebih berpengaruh terhadap praktek kelas dibandingkan dengan kurikulum
yang ada
Langkah-langkah pengembangan kurikulum Hilda Taba (1962)
mengemukakan perekayasaan kurikulum terdiri atas 5 langkah berurutan, ialah :
a. Langkah Pertama, Experimental Production of Pilot Units
\ Kelompok tenaga pengajar membuat unit eksperiment sebagai
ajang untuk melakukan studi tentang hubungan teori dan praktek.
Untuk itu diperlukan (1) Perencanaan yang didasarkan atas teori yang
kuat (2) Eksperimen didalam kelas yang dapat menghasilkan data
empiris untuk menguji landasan teori yang digunakan. Hasil dari
langkah ini berupa teaching-leaming unit yang masih bersifat draft
yang siap diuji pada langkah berikutnya. Unit eksperimen ini
dirancang melalui delapan kegiatan sebagai berikut :
1) Diagnosing needs.
Tenaga pengajar mengidentifikasi masalah-masalah, kondisi,
kesulitan serta kebutuhan-kebutnhan siswa dalam suatu
proses pengajaran. Lingkup diagnosis tergantung pada latar
belakang program yang akan direvisi, termasuk didalamnya
tujuan konteks dimana program tersebut difungsikan
2) Formulating Specific Objectives
Formulasi tujuan-tujuan khusus, sebagai penjabaran dari
tujuan umum yang dimmuskan berdasarkan kebutuhan-
13
kebutuhan yang telah diidentifikasi yang menjadi titik berat
pada teaching leaming unit. Namun demikian tidak semua
tujuan khusus tersebut dapat tercapai oleh masing-masing
imit.
3) Selecting Content
Pemilihan isi (materi) berdasarkan kesepadanan dengan
tujuan khusus, dan harus mempertimbangkan tingkat validitas
dan signifikannya. Karena itu periu dilakukan seleksi
terhadap tingkatan isi (materi) yang meliputi pemilihan topik
utama, pemilihan ide-ide dasar dan pemilihan materi khusus.
4) Organizing Content.
Pengorganisasian materi dilakukan berdasarkan tingkat
kemampuan awal serta minat siswa. Pengorganisasian isi
disusun dari konkrit keabstrak dan dari mudah ke sulit
5) Selecting Learning Experiences (Avtivities).
Pengalaman belajar disusun dengan maksud terjadi interaksi
antara siswa dan materi pelajaran. Karena setiap materi
memiliki beberapa fungsi tertentu.\
6) Organizing Leaming Experiences Avtivities
Pengalaman belajar siswa disusun dan diorganisasikan
dengan sekuensi dan organisasi materi (content). Kegiatan
belajar siswa diarahkan dari induktif kegeneralisasi dan
abstraksi serta difokuskan pada pengembangan ide-ide utama,
langkah-langkah perolehan konsep dan prilaku yang baik.
7) Evaluating.
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian
tujuan unit oleh siswa. Hasil evaluasi berguna untuk
menentukan tujuan, diagnosis kesulitan belajar, serta
penilaian dalam rangka pengembangan dan revisi kurikulum.
8) Checking for Balance and Seguence
Setelah garis besar teaching leaming dirancang lengkap,
selanjutnya perlu dicek konsistensi antara semua bagian yang
berkenaan dengan keseimbangan dan urutan topik-topik yang
telah tersusun atau unsur-unsur dalam unit tersebut
14
b. Langkah Kedua, Testing of Experimental Units
Teaching-leaming units yang dihasilkan pada langkah pertama
perlu diujicobakan di kelas-kelas eksperimen pada berbagai situasi
dan kondisi belajar. Pengujian dilakukan untuk mengetahui tingkat
validitas dan keyakinan terap bagi tenaga pengajar yang berbeda-beda
gaya mengajar dan kemampuan melaksanakan pengajaran unit. Hasil
uji coba menjadi masukan bagi penyempumaan draft kurikulum.
c. Langkah Ketiga, Revising dan Consolidating
Revisi dan penyempumaan draft teaching leammg units dilakukan
berdasarkan data dan informasi yang terkumpul selama langkah
pengujian. Pada langkah ini dilakukan pula penarikan kesimpulan
(konsolidasi) tentang konsistensi teori yang digunakan. Langkah ini
dilakukan bersama oleh koordinator kurikulum dan ahli kurikulum.
Produk langkah ini berupa teaching leaming units yang telah teruji di
lapangan. Bila hasilnya sudah memadai, maka unit-unit tersebut dapat
disebarkan dalam lingkup yang lebih luas.
d. Langkah Keempat Developing a Framework
Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum dilakukan guna
menjamin :
1. Apakah ide-ide dan konsep-konsep dasar yang digunakan
telah terakomodasi? Apakah lingkup isi telah memadai?
2. Apakah isi telah tersusun berurutan secara logis?
3. Apakah aktivitas pembelajarannya memberikan peluang
untuk pengembangan keterampilan mtelektual dan
pemahaman emosi secara kumulatif.
Pengembangan ini dilakukan oleh ahli kurikulum dan para professional
kurikulum lainnya. Produk dari langkah-langkah ini adalah dokumen kurikulum yang
siap untuk diimplementasikan dan diidentifikasikan.
e. Langkah Keempat, Instalation and Desimination of The New Unit
Instalasi dan desiminasi adalah peresmian dan penyebarluasan
kurikulum hasil pengembangan, sebagai sub sistem pada sistem
sekolah secara menyeluruh. Tanggung jawab tahap ini dibebankan
pada administrator sekolah. Penerapan kurikulum merupakan tahap
yang ditempuh dalam kegiatan pengembangan kurikulum. Pada tahap
15

ini harus diperhatikan berbagai masalah : seperti kesiapan tenaga


pengajar untuk melaksanakan kurikulum di kelasnya, penyediaan
fasilitas pendukung yang memadai, alat atau bahan yang diperlukan
dan biaya yang tersedia, semuanya perlu mendapat perhatian dalam
penerapan kurikulum agar tercapai hasil optimal.
6.      The demotrasion model
Model demontrasi pada dasarnya bersifat graas roots datangya dari bawah.
Model ini diprakasai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru berkerja sama
dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikana kurikulum. Model ini hanya
berskala kecil model ini hanya mencakup satu atau beberapa sekolah, suatu komponen
atau mencakup keselurahan komponen kurikulum. Karena sifatnya ingin mengubah
atau mengganti kuirkulum yang ada, mendapat tentangan dari banyak pihak.
Menurut Smith, Stanley dan Shores, model demonstrasi dilaksanakan dalam
dua bentuk, yakni :
a. Bentuk pertama, Guru-guru yang diorganisasi dalam kelompok
melaksanakan suatu proyek pengembangan eksperimental
kurikulum. Unit ini melakukan pengembangan dan riset intemal
sekolah, yang bermaksud menghasilkan segmen baru dari
kurikulum, lalu dipertunjukan kepada sekolah dengan harapan
dapat diserap oleh sekolah secara keseluruhan. Jadi model ini
dimulai dan diorganisasi oleh hirarki administratif serta
menyajikan suatu variasi model administratifperekayasaan
kurikulum.
b. Bentuk kedua, model demonstrasi disusun kurang formal
dibandingkan dengan model pertama. Beberapa orang guru yang
tidak puas terhadap kurikulum yang ada kemudian melakukan
eksperimen dalam area tertentu dalam kurikulum dengan maksud
menemukan altematif pelaksanaan kurikulum. Berdasarkan
eksperimen im diciptakan unit-unit kurikulum yang dinilai
berhasil oleh suatu regu penelitian dan pengembangan informal
dan kemudian diajukan untuk diserap oleh sekolah. Jadi bentuk
model demonstrasi ini mewakili pendekatan the Grass Roots
untuk merekayasa kurikulum.
16
Kesimpulan model ini antara lain:
a. Kurikulum yang dihasilkan melalui proses ini telah diuji dalam
situasi-situasi eksperimental, dan oleh karenanya menyediakan
altematif kurikulum yang dapat dilaksanakan dalam praktek dan
sistem sekolah
b. Perubahan dalam bentuk yang spesifik yakni segmen-segmen
kurikulum yang dapat dilaksanakan.memudahkan untuk
menghadapi hambatan yang sering terjadi bila hendak melakukan
revisi secara menyeluruh (sistem yang luas)
c. Hakekat model demonstrasi berskala kecil memudahkan
pendekataan Front terhadap inovasi kurikulum untuk
menghindarkan kesenjangan antara dokumen dan pelaksanaannya
yang ada pada model administrative
d. Model demonstrasi khususnya dalam bentuk Grass Roots
menggerakkau inisiatif dan sumber guru-guru dan
memberdayakan sumber-sumber administratif untuk memenuhi
kebutuhan dan minat guru-guru dalam upaya mengembangkan
program-program baru.
Kerugian utama model demonstrasi ialah karena model ini menciptakan
pertentangan-pertentangan dikalangan gum. Guru-guru yang tidak ikut serta dalam
proses pengembangan kurikulum cenderung menganggap guru-guru yang melakukan
eksperimen dengan keraguan dan tidak yakin. Mereka menganggap kalaulah hasil
eksperimen itu baik namun kelompok tersebut tidak terbimbing bahkan dianggap elit
yang oportunistik. Perasaan dan sikap demikian pada gilirannya menghambat
penyerapan terhadap inovasi kurikulum. Karena itu suatu komponen yang penting
pada model demonstrasi adalah perlu diadakannya komunikasi terbuka antara guru-
guru yang melakukan eksperimen dengan pihak berwenang (misalnya perguruan
tinggi yang terkait), yang bertujuan untuk mencegah rasa keraguan / rasa tidak
diikutsertakan, sebaiknya kelompok eksperimen melakukan serangkaian demonstrasi
hasil-hasil pekerjaan mereka untuk memuaskan berbagai pihak, misalnya perguruan
tinggi dan para siswa sehingga inovasi kurikulum yang telah mereka lakukan bukan
hanya eksperimental belaka melainkan dapat diserap dan dilaksanakan dalam
lingkungan sistem sekolah.
17

7.      Roger Interpersonal Relations Model


Meskipun Rogers bukan seorang ahli pendidikan tetapi ahli psikologi tetapi
konsep-konsepnya, tetaapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi khusunya dalam
membimbing individu juga dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan bidang
pendidikan. Dia sangat terkenal dengan pendekatan "nondirectve" dan "humanistic"
dalam pengajaran dan perencanaan kurikulum. Memang ia banyak mengukapkan
konsepnya tentang perkembangan dan perubahan individu. 
Muriel Crosby dalam bukunya yang berjudul "Who changes the Curriculum
and?" dan diterbitkan oleh Allyn & Bacon Publishers pada tahun 1970
mengungkapkan : "perubahan kurikulum adalah perubahan manusia" (Curriculum
change is people change) sangat berkait erat dengan konsep yang dikemukakan Carl
Rogers melalui model pengembangan kurikulum yang berpusat pada perubahan
manusia (people change).
Menurut Rogers manusia berada dalam proses perubahan (becoming,
developing, chaging), sesungguhnya ia memepunyai kekuatan dan potensi untuk
berkembang sendir, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu  ia membutuhkan
orang untuk membantu mempelanacar atau memepercepat perubahan tersebut.
Pendidikan juga tidak lain merupakan upaya untuk membantu mempelancar atau
mempercepat perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainya bukan memberikan
informassi apalagi penentu perkembangan anaknya, mereka hanyalah pendorong dan
pemenlancar perkembangan anak.
             Rogers memperluas tentang terapi sebagai suatu model belajar untuk
pendidikan : ia percaya bahwa hubungan antar insani yang positif memungkinkan
orang tumbuh dan oleh karenanya pengajaran harus berdasarkan konsep human
relation bukan pada mata pelajaran. Guru berperan sebagai fasilitator yang memiliki
personal relationship dengan siswa dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan
mereka.
Salah satu cara untuk proses itu adalah melalui proses pendidikan, sebab
pendidikan merupakan upaya untuk memperlancar dan mempercepat perubahan pada
diri manusia, Guru serta unsur-unsur pendidik lainnya bukan sebagai pemberi
informasi atau penentu perkembangan anak, tetapi mereka hanya pendorong dan yang
memperlancar perkembangan individu yang belajar.
18

Dengan model pengembangan kurikulum interpersonal relation ini, Carl


Rogers berpendapat, bahwa kurikulum diperlakukan dalam rangka mengembangkan
individu yang terbuka, luwes dan adaptif terhadap situasi perubahan.
Kurikulum tersebut hanya dapat disusun dan diterapkan oleh unsur-unsur pendidikan
serta yang lainnya yang terbuka, luwes dan berorientasi pada proses. Untuk itu
diperiukan pengalaman kelompok dalam latihan sensitif (sensitivity traming).
Ada empat tahap dalam pengembangan kurikulum model "Rogers
Interpersonal Relation", yaitu:
a. Pemilihan suatu target sistem pendidikan
Penentuan target ini berdasarkan kriteria yang menjadi pegangan
yakni adanya kesediaan dari administrator / pejabat pendidikan
untuk turut serta dalam kegiatan kelompok intensif
Selama satu minggu para administrator / pejabat pendidikan melakukan
kegiatan kelompok dalam suasana yang rileks / tidak formal, untuk itu diperlukan suatu
tempat khusus yang agak terpisahjauh dari kehidupan kerja.Melalui kegiatan kelompok
itu, mereka akan mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut:
1. Tidak terlalu mempertahankan pendiriannya, sehingga
dapat menerima saran orang lain.
2. Lebih mudah untuk menerima ide-ide pembaharuan.
3.   Mampu mengurangi kekuasaan birokratis.
4. Komunikasinya lebih jelas serta realistis terhadap atasan,
teman sebaya dan bawahan
5. Lebih berorientasi pada sifat kemanusiaan dan
demokratis
6. Lebih terbuka untuk menyelesaikan perselisihan antar
sesama anggota kelompok.
7. Lebih mampu untuk menerima saran dan kritik demi
perbaikan.
b. Pengalaman kelompok yang intensif bagi guru
Pertemuan selama seminggu atau pertemuan yang
diadakan dalam minggu akhir yang panjang perlu diadakan untuk
saling mengenal antar sesama peserta. Dalam pertemuan tersebut
diharapkan terjadi pertukaran informasi. Demikian pula guru yang
skeptis dan menentang mungkin akan melihat pembaharuan dari
19

sisi lain, sehingga kemungkinan besar terjadi perubahan sikap


menerima.
Keikutsertaan guru dalam kelompok sebaiknya bersifat
sukarela. Efek yang akan diterima guru-guru sama dengan para
administrator pendidikan, dengan beberapa tambahan sebagai
berikut:
a. Lebih mampu untuk mendengarkan keluhan siswa.
b. Mau menerima pembaharuan melalu peritiwa "siswa menggangu"
kelas oleh siswa tertentu dari pada siswa yang pendiam.
c. Sangat perhatian terhadap hubungannya dengan para siswa, begitu
juga yang dilakukannya terhadap isi mata pelajaran.
d. Masalah yang timbul dipecahkan bersama dengan para siswa dan
tidak melalui tindakan hukuman.
e. Mampu mengembangkan suasana kesamaan hak dan kewajiban
sehingga timbul suasana demokratis di dalam kelas.
f. Pengembangan pengalaman kelompok vanp intensif bagi kelas
Caranya mengikutsertakan satu unit kelas dalam
pertemuan lima hari. Selama lima hari penuh siswa ikut serta
dalam kelompok secara aktif, den^an fasilitator para guru,
administrator pendidikan, dan administrator dari luar. Dengan
kegiatan itu diharapkan menumbuhkan suasana hubungan yang
baik antara siswa yang satu dengan yang lain. Perubahan yang
terjadi pada diri siswa:
1. Merasa bebas mengemukakan pendapatnya didalam kelas
2. Semangat untuk belajar bertambah, karenanya timbul
persaingan yang sehat untuk pandai.
3. Memiliki tenggang rasa dalam hubungan antar siswa di
dalam pergaulan sehari- hari.
4. Tidak mempunyai rasa tertekan karena tidak mengenal
istilah hukuman yang bersifat fisik.
5.   Dia hormat dan patuh pada guru maupun admistrator
karena adanya wibawa.
6. Mempunyai anggapan bahwa dengan belajar akan
mampu menghadapi kehidupan masa depan.
20

c. Keterlibatan orang tua dalam pengalaman kelompok yang intensif


Kegiatan ini dapat dikordinasi oleh persatuan orang tua
pada masing-masing sekolah. Kegiatan kelompok berlangsung
selama tiga jam tiap sore selama satu minggu atau dua puluh satu
jam selama tiga hari terus menerus. Jika kemungkinan, pertemuan
demikian agar berbarengan dengan pertemuan unit kelas. Tujuan
utama kegiatan ini adalah supaya orangtua, staf pengajar dan
pimpinan sekolah atau administrator pendidikan lainnya dapat
saling mengenal secara pribadi sehingga memudahkan
pemecahan-pemecahan persoalan-persoalan yang dihadapi dunia
pendidikan, khususnya persekolahan. Carl Rogers juga
menyarankan, kalau mungkin ada pengalaman kegiatan kelompok
yang bersifat campuran kulminasi dari model interpersonal adalah
diselenggarakannya kelompok-kelompok vertical ("vertical
groups") yang diikuti oleh partisipan. Perubahan kurikulum yang
berhasil dapat dicapai bila ada hubungan efektifsecara horizontal
dan across status-role lines.
Saran Carl Rogers tersebut adalah perlunya diadakan
pertemnan vertical yang mendobrak hierarki birokrasi dan status
sosial. Peserta kegiatan tersebut terdiri dari dua orang
administrator, dua orang pimpinan sekolah, dua orang
stafpengajar dan dua orang siswa.
Model pengembangan kurikulum ini mengutamakan
hubungan antar pribadi yaitu penciptaan suasana akrab antar
unsur-unsur pendidikan yang terlibat didalam pengembangan
kurikulum, yaitu : adnunistrator, pimpinan sekolah, guru-guru
serta para siswa, kebaikkannya antara lain :
a) Sedikit kemungkinan terjadinya tekanan hierarld yang
bersifat menghambat, sehingga diharapkan dapat
menerapkan kurikulum yang lebih besar.
b) Masing-masing unsur pendidikan khususnya yang terlibat
langsung dalam pelaksanaan kurikulum, yaitu para guru
tidak ragu mengemukakan pendapat dan gagasannya
dalam pengembangan kurikulum
21

c) Tidak timbul adanya dominasi kuat dari pihak "pusat/atas"


untuk memaksakan kehendak politik di bidang pendidikan
khususnya pengembangan kurikulum.
Ada tampaknya hal yang dapat dianggap sebagai
tanda-tanda kelemahan / kekurangan pada model "Rogers
Interpersonal Relation " dalam pengembangan kurikulum
antara lain:
a) Tampaknya tidak ada batas hubungan antara siswa
dengan guru atau unsur pendidik lainnya, sehingga
dikhawatirkan luntumya rasa hormat pada diri siswa.
b) Memerlukan waktu yang lama dan sulit ditargetkan
untuk penyelesaian secara tuntas dalam penyusunan
kurikulum baru sebagai hasil dari pengembangan
kurikulum.
c) Memerlukan biaya yang tidak sedikit, mengingat
banyaknya unsur yang terlibat sertajenis kegiatan yang
dilakukan.
d) Keterlibatan berbagai unsur pendidikan dalam proses
pengembangan kurikulum tersebut, kemungkinan besar
mengakibatkan kesulitan dalam pengorganisasiannya
BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
1. Keberadaan model-model pengembangan kurikulum memegang peranan penting
dalam kegiatan pengembangan kurikulum dan dengan mempelajari model-model
pengembangan kurikulum dapat memudahkan dalam melakukan pengembangan
kurikulum.
2. Pada saat ini banyak para ahli yang mengemukakan tentang model-model
pengembangan kurikulum, tetapi setiap model pengembangan tersebut memiliki
karakteristik yang berbeda-beda, juga memiliki kelebihan dan kelemahan masing-
masing, dan masing-masing model arahan pengembangannya berbeda-beda ada yang
menitikberatkan pada pengambil kebijaksanaan, pada perumusan tujuan, perumusan
isi pelajaran, pelaksanaan kurikulum itu sendiri dan evaluasi kurikulum.
3. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum sebaiknya perlu disesuaikan dengan
sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut dan
mempertimbangkan model pengembangan kurikulum yang sesuai dengan yang
diharapkan.
4. Model-model kurikulum akan berkembang terus seperti kurikulum yang terus
berkembang sesuai dengan kebutuhan.
B. Saran
Dari uraian yang kami sajikan di atas kemungkinan besar masih terdapat
banyak kekeliruan, Nmun dalam hal ini kami belajar untuk memperbaiki diri dalam
proses belajar. Dan apabila terdapat banyak kesalahan kami mohon maaf, dan kami
angat berharap agar Pembina mengoreksi dengan baik, agar menjadi perbaikan yang
sifatnya positif dan membangun bagi kami.
Kemudian mengenai model penembangan kurikulum ini saya sarankan agar di revisi
dan di tingkatkan model-modelnya guna menjalankan proses belajar mengajar yang
baik sesuai kebutuhan peserta didik dalam pendidikan .

22
DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. (2009). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja


RosdaKarya.
Hamalik, Oemar. (2008). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja
RosdaKarya.
Henson, K.T. (1995). Curriculum Development for Education Reform. New York: Longman.
Sanjaya, Wina. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktik Pengembangan
KTSP.  Jakarta: Kencana.
Sukmadinata, N.S. (2009). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja
RosdaKarya.
Print, Murray. (1993). Curriculum Development and Design. Sydney: Allen & Unwin.
Oliva, Peter. (1992). Developing Curriculum. New York: Harper & Publishers.
Abdulah Idi. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Pratik. Ar RUZZ: Jogjakarta

Burhan Nurgiyantoro. 1988.  Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah (Sebuah Pengantar


Teoritis dan Pelaksanaan). BPFE : Jogajakarta

Nana Syodih Sukmadinata. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Pratek. Remaja Rosdakarya:


Bandung

Oliva, Petter F. 1982. Developing The Curriculum. Little, Brown and Company: Boston.

Sri Rahayu Chandrawati. 2009. Model-Model Pengembangan Kurikulum Dan Fungsinya

Recti Angralia. 2011. Model Pengembangan Kurikulum .

23

Anda mungkin juga menyukai