Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami mampu
menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Dasar-Dasar IPS.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu


dalam proses pembuatan makalah:

• Dra. RR Ponco Dewi Karyaningsih, M.M. selaku dosen mata kuliah


• Rekan – rekan mahasiswa yang telah banyak memberikan masukan untuk
makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya, Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.

Jakarta, 11 Maret 2018

Penulis

I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. I

DAFTAR ISI............................................................................................................................ II

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... III

A. Latar Belakang ............................................................................................................. III

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ IV

C. Tujuan .......................................................................................................................... IV

D. Manfaat ........................................................................................................................ IV

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................. 1

A. Model 1 ( Administratif/Line Staff ) ............................................................................. 3

B. Model 2 ( Grass Roots ) ................................................................................................ 4

C. Model 3 ( Beauchamp ) ................................................................................................ 8

D. Model 4 ( Arah Terbalik Taba/Taba’s Inverted Mode ) ............................................. 11

BAB II PENUTUP ................................................................................................................ 14

1. Kesimpulan ................................................................................................................. 14

2. Saran ........................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 15

II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Model – model pengembangan kurikulum memegang peranan penting dalam
kegiatan pengembangan kurikulum. Sungguh sangat naif bagi para pelaku pendidikan
di lapangan terutama guru, kepala sekolah, pengawas bahkan anggota komite sekolah
jika tidak memahami dengan baik keberadaan, kegunaan dan urgensi setiap model –
model pengembangan kurikulum.

Salah satu fungsi pendidikan dan kurikulum bagi masyarakat adalah


menyiapkan peserta didik untuk kehidupan di kemudian hari. Oleh karena itu ada
beberapa ciri dasar yang dapat disimpulkan atas penyelenggaraan kurikulum dan
pendidikan yaitu sadar akan tujuan, orientasi ke hari depan, dan sadar akan
penyesuaian.

Pemahaman tentang kurikulum sendiri merupakan salah satu unsur kompetensi


paedagogik yang harus dimiliki seorang guru. Kompetensi paedagogik merupakan
kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran pada peserta didik yang salah
satunya kemampuan pengembangan kurikulum.

Pada tahun 2013 pemerintah menerapkan pemberlakuan tentang kurikulum


baru, yang berlaku sebagai pengganti kurikulum 2006 yaitu Kurukulum 2013.
Kurikulum ini merupakan inovasi baru dalam bidang kurikulum pendidikan di
Indonesia, karena dengan adanya Kurikulum 2013 siswa dituntut untuk aktif dalam
kegiatan belajar guru hanya sebagai perantara siswa dalam belajar. Di dalam
Kurikulum 2013 memiliki empat aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek
keterampilan, aspek sikap, dan perilaku . Yang tentunya ini merupakan perbedaan pada
kurikulum sebelumnya yang lebih menitikberatkan pada guru dalam proses belajar-
mengajar yang siswa hanya bersikap pasif.

III
Dengan berkembangnnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang melaju cepat,
menuntut kemajuan masyarakat sebagai pelaku pendidikan juga berkembang, untuk itu
pemerintah melalui guru berusaha mewujudkan sumber daya manusia yang kompeten
sebagai produk hasil dari proses pendidikan. Maka dari itu perlu adanya pengembangan
kurikulum sebagai modal dasar agar pembelajaran dapat berjalan lancar dan dapat
mencapai tujuan yang diharapkan.

Banyak model dalam pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan dalam proses
pendidikan, untuk lebih jelasnya maka makalah ini akan membahas mengenai Model
– Model Pengembangan Kurikulum.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Model ?
2. Apa saja model-model dalam pengembangan kurikulum ?

C. Tujuan
Dengan membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat:

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan model


2. Mengetahui apa saja model-model dalam pengembangan kurikulum

D. Manfaat

IV
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengembangan kurikulum mempunyai makna yang cukup luas, menurut Nana


Syaodih Sukmadinata (200:1) pengembangan kurikulum bisa berarti penyusunan
kurikulum yang sama sekali baru (curriculum construction), bisa juga
menyempurnakan kurikulum yang telah ada (curriculum improvement). Sedangkan
model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi pristiwa kompleks atau sistem,
dalam bentuk naratif, matematis, grafis serta lambang-lambang lainnya. (Wina Sanjaya
2007:177).

Kurikulum secara umum dapat didefinisikan sebagai rencana (plan) yang


dikembangkan untuk dapat tercapainya proses belajar mengajar dengan arahan atau
bimbingan sekolah serta anggota stafnya. (H.M. Ahmad, Dkk, 1997: 59)

Pengembangan kurikulum adalah proses yang mengaitkan satu komponen


kurikulum lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik. (H.M. Ahmad,
Dkk, 1997: 62)

Menurut Good (1972) dan Travers (1973), model adalah abstraksi dunia nyata
atau representasi peristiwa kompleks atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis,
grafis, serta lambang-lambang lainnya. Model bukanlah realitas, akan tetapi
merupakan representasi realitas yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian,
model pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk
menerjemahkan sesuatu sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai
petunjuk yang bersifat perspektif untuk mengambil keputusan, atau sebagai petunjuk
perencanaan untuk kegiatan pengelolaan.

1
Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar
(Zainal Abidin (2012: 137). Dalam pengembangan kurikulum, model dapat merupakan
ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula
merupakan ulasan tentang salah satu bagian kurikulum. Sedangkan menurut (Kamus
Besar Bahasa Indonesia) model adalah pola, contoh, acuan, ragam dari sesuatu yang
akan dihasilkan. Dikaitkan dengan model pengembangan kurikulum berarti merupakan
suatu pola, contoh dari suatu bentuk kurikulum yang akan menjadi acuan pelaksanaan
pendidikan/pembelajaran.

Model pengembangan kurikulum adalah model yang digunakan untuk


mengembangkan suatu kurikulum, dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan
untuk memperbaiki atau menyempurnakan kurikulum yang dibuat untuk
dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau sekolah.

Nadler (1988) menjelaskan bahwa model yang baik adalah model yang dapat
menolong si pengguna untuk mengerti dan memahami suatu proses secara mendasar
dan menyeluruh. Selanjutnya ia menjelaskan manfaat model adalah model dapat
menjelaskan beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia, model dapat
mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil observasi dan penelitian, model dapat
menyederhanakan suatu proses yang bersifat kompleks, dan model dapat digunakan
sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan.

Jadi model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur


dalam rangka mendesain (designing), menerapkan (impelementation), dan
mengevaluasi (evaliatoon) suatu kurikulum. Oleh karena itu, model pengembangan
kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses sistem perencanaan pembelajaran
yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan.

Pengembangan kurikulum tidak dapat terlepas dari berbagai aspek yang


memengaruhinya, seperti cara berfikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik,
budaya, dan sosial), proses pengmbangan, kebutuhan peserta didik, kebutuhan

2
masyarakat maupun arah program pendidikan. Aspek-aspek tersebut akan menjadi
bahan yang perlu dipertimbangkan dalam suatu pengembangan kurikulum. Agar dapat
mengembangkan kurikulum secara baik, pengembang kurikulum semestinya
memahami berbagai jenis model pengembangan kurikulum. Yang dimaksud dengan
model pengembangan kurikulum yaitu langkah atau prosedur sistematis dalam proses
penyususnan suatu kurikulum.

Dengan memahami esensi model pengembangan kurikulum dan sejumlah


alternatif model pengembangan kurikulum, para pengembang kurikulum diharapkan
akan bisa bekerja secara lebih sistematis, sistemik dan optimal. Sehingga haarpan ideal
terwujudnya suatu kurikulum yang akomodatif dengan berbagai kepentingan, teori dan
praktik, bisa diwujudkan.

Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pengembangan


kurikulum adalah berbagai bentuk atau model yang nyata dalam penyususnan
kurikulum yang baru ataupun penyempurnaan kurikulum yang telah ada.

A. Model 1 ( Administratif/Line Staff )


Model administratif atau yang di sebut garis komando ( line – staff ) merupakan
pola pengembangan kurikulum yang paling awal. Pemberian nama ini dibuat
berdasarkan gagasan pengembangan kurikulum yang banyak muncul dari pejabat yang
berwenang ( administrator pendidikan ). Pada umumnya administrator pendidikan ini
bukan lain ialah pengawas, kepala sekolah, dan staf pengajar. Tugas administrator
tersebut adalah merumuskan konsep – konsep dasar, landasan – landasan,
kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembanagn kurikulum (Sukmadinata,
2005:162). Selanjutnya tim membentuk kelompok kerja yang menyusun tujuan khusus
pendidikan, garis besar bahan pengajaran, dan kegiatan belajar (Ahmad,1998:54).

Hasil kerja kelompok selanjutnya dikaji ulang oleh panitia pengarah yang telah
dibentuk sebelumnya dan para ahli lain dibidangnya. Model pengemabangan
kurikulum ini berdasarkan pada cara kerja atasan – bawahan (top – dwon) yang

3
dipandang paling efektif dalam pelaksanaan perubahan, termaksuk perubahan
kurikulum.

Model administratif / garis komando memiliki langkah langkahnya yaitu :

1. Administrator pendidikan / top administrative officers (pemimpin) membentuk


komisi pengarah.
2. Komisi pengarah (steering committee) bertugas merumuskan rencana umum,
mengembangkan prinsip – prinsip sebagai pedoman, dan menyiapkan suatu
pernyataan filosofi dan tujuan – tujuan untuk seluruh wilayah sekolah.
3. Membentuk komisi kerja pengembangan kurikulum yang bertugas
mengembangkan kurikulum secara operasional mencakup keseluruhan
komponen kurikulum dengan mempertimbangkan landasan dan prinsip – prinsip
pengembangan kurikulum.
2. Komisi pengarah memeriksa hasil kerja dari komisi kerja dan menyempurnakan
bagian – bagian tertentu bila dianggap perlu. Karena model pengembangan
administratif ini lebih berdasarkan kepada konsep.

Dengan cara – cara atau langkah – langkah diatas terlihat bahwa dari sisi
kebijakan model ini lebih bersifat sentralistik. Dalam pelaksanaannya, kurikulum ini
memerlukan kegiatan pantuan dan bimbingan di lapangan. Setelah berjalan dalam
kurun waktu yang ditetapkan, perlu dilakukan evaluasi untuk menentukan validitas
komponen – komponen yang ada dalam kurikulum tersebut. Hasil penelitian tersebut
merupakan umpan balik bagi semua unsur terkait, khususnya instansi pendidikam
ditingkat pusat, daerah, dan sekolah.

B. Model 2 ( Grass Roots )


Model akar rumput dikembangkan oleh Smith, Stanley & Shores pada tahun
1957. Model pengembangan kurikulum ini merupakan kebalikan dari model
administrasi, dilihat dari sumber inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum.Jika
pada model administrasi kegiatan pengembangan kurikulum berasal dari atas, pada

4
model yang kedua ini, inisiatif justru berasal dari bawah, yaitu para pengajar yang
merupakan pelaksana kurikulum di sekolah-sekolah. Model ini mendasarkan diri pada
anggapan bahwa penerapan suatu kurikulum akan lebih efektif jika para pelaksananya
sudah diikutsertakan sejak mula pada kegiatan pengembangan kurikulum itu.

Pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum model ini adalah


pengembangan kurikulum secara demokratis, yaitu bersal dari bawah. Pengembangan
kurikulum model bawah ini menuntut adanya kerja antarguru, antar sekolah secara
baik, disamping harus ada juga kerja sama antarpihak diluar sekolah khususnya orang
tua murid dan masyarakat. Pada pelaksanaannya, para administrator cukup
memberikan bimbingan dan dorongan kepada para staf pengajar setelah menyelesaikan
tahap tertentu. Biasanya diadakan lokakarya untuk membahas hasil yang telah dicapai,
dan merencanakan kegiatan yang akan dilaksanakan selanjutnya. Pengikut lokakarya
disamping para pengajar dan kepala sekolah, juga orang tua peserta didik, dan anggota
masyarakat lainnya, serta para konsultan dan para narasumber yang lain.

Bisa dikata, model administratif bersifat top-down (atasan-bawahan)


sedangkan model grass-roots adalah buttom-up (dari bawah ke atas). Lebih lanjut juga
bisa diketahui bahwa model administratif merupakan sentralisasi penuh, sedangkan
model grass-roots cenderung berlaku dalam sistem pendidikan yang kurikulumnya
bersifat desentralisasi atau memberikan peluang terjadinya desentralisasi sebagian.
Model pengembangan kurikulum grass-roots dapat mengupayakan pengembangan
sebagian komponen-komponen kurikulum dapat keseluruhan, dapat pul sebagian dari
keseluruhan komponen kurikulum atau keseluruhan dari seluruh komponen kurikulum.

Dalam pengembangan kurikulum model grass-roots perlu di ingat 4 (empat)


prinsip berikut yang dikemukakan oleh Smith, Stanley dan Shores (1957: 429);

1. The curriculum will improve only as the professional competence of teachers


improves (Kurikulum hanya akan bertambah baik hanya kalau kompetensi
profesional guru bertambah baik)

5
2. The competence of teachers will be improved only as the teachers become
involved personally in the prolems of curriculum revision (kompetensi guru akan
menjadi bertambah baik hanya kalau guru-guru menjadi personil-personil yang
dilibatkan dalam masalah-masalah perbaikan (revisi) kurikulum).
3. If teachers share in shaping the goals to be attained, in selecting, defining, and
solving the problems to be encoutered, and in judging and evaluating the results,
their involvement will be most nearly assured (jika para guru bersama
menanggung bentuk-bentuk yang menjadi tujuan yang dicapai, dalam memilih,
mendefinisikan, dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, serta dalam
memutuskan dan menilai hasil, keterlibatan mereka akan lebih terjamin).
4. As people meet in face to face groups, they will be able to understand one another
better and to reach a consensus on basic principles, goals, and plans(sebagai
orang yang bertemu dalam kelompok-kelompok tatap muka, mereka akan
mampu mengerti satu dengan yang lain dengan lebih baik dan membantu adanya
konsensus dalam prinsip-prinsip dasar, tujuan-tujuan, dan perencanaan).

Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku


untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan
untuk bidang studi sejenis pada sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi pada
sekolah atau daerah lain, pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi dengan
model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan
mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia
yang lebih mandiri dan kreatif.

Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat digunakan dalam


pendekatan Grass Roots ini, yaitu:

1. Menyadari adanya masalah


Pendekatan grass roots biasanya diawali dari keresahan guru tentangkurikulum
yang berlaku. Misalnya dirasakan ketidakcocokan penggunaan strategi

6
pembelajaran, atau kegiatan evaluasi seperti yang diharapkan, atau masalah
kurangnya motivasi belajar siswa sehingga kita merasa terganggu, dan lain
sebaginya. Pemahaman dan kesadaran guru akan adanya suatu masalah
merupakan kunci dalam grass roots. Tanpa adanya kesadaran masalah tidak
mungkin grass roots dapat berlangsung.
2. Mengadakan refleksi
Kalau kita merasakan adanya masalah, maka selanjutnya kita berusaha mencari
penyebab munculnya masalah tersebut. Refleksi dilakukan dengan mengkaji
literatur yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian
yang relevan dengan latar belakangnya. Dengan pemahaman tersebut, akan
memudahkan bagi guru dalam mendesain lingkungan yang dapat mengaktifkan
siswa memperoleh pengalaman belajar.
3. Mengajukan hipotesis atau jawaban sementara
4. Menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai
dengan situasi dan kondisi lapangan.
5. Mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus-menerus
hingga terpecahkan masalah yang dihadapi.

Pendekatan pengembangan KTSP mengkombinasikan pendekatan sentralisasi


(administratif) dan desentralisasi (grass roots). Hal ini tercermin dari peranan
pemerintah yang hanya mencantumkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar
Kompetensi Mata Pelajaran (SKMP) dan Kompetensi Dasar (KD), dan merupakan
kewajiban satuan pendidikan untuk merumuskan indikator dan meteri pokok serta
pengembangan silabus sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan dan lingkungan
sekitarnya.

Dalam model pengembangan yang bersifat grass roots seorang guru,


sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya
pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan
dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh

7
bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah
memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas biaya maupun bahan-
bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass root tampaknya akan
lebih baik. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana,
pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu
kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum
bagi kelasnya. Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya
berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat
digunakan untuk seluruh bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan
kurikulum yang bersifat desentralistik dengan model grass roots-nya, memungkinkan
terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada
gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif. Terkait
dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih
cenderung dilakukan dengan menggunakan pendekatanthe grass-root model. Kendati
demikian, agar pengembangan kurikulum dapat berjalan efektif tentunya harus
ditopang oleh kesiapan sumber daya, terutama sumber daya manusia yang tersedia di
sekolah

C. Model 3 ( Beauchamp )
Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan tidak terlepas dari desain kurikulum
karena kurikulum itu sendiri sebagai patokan/acuan dalam menjalankan program
pendidikan.kemajuan pendidikan saat ini justru bermula dari desain kurikulum model
lama yang pernah dikembangkan di Indonesia, seperti: kurikulum 1974, 1984, dan
1994. Perkembangan terus menerus berubah karena sejalan pemikiran yang maju dan
menginginkan peserta didik bisa memperoleh life skill untuk memudahkannya
mengahadapi dunia kerja.

Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik


pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya.

8
Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus
disampaikan guru atau dipelajari siswa.Anggapan ini telah ada sejak zaman Yunani
Kuno, namun dalam lingkungan dan hubungan tertentu pandangan ini masih dipakai
sampai sekarang. Banyak orangtua bahkan juga para guru, kalau ditanya tentang
kurikulum akan memberikan jawaban sekitar mata pelajaran. Lebih khusus mungkin
kurikulum diartikan hanya sebagai isi pelajaran.

George A.Beauchamp (1968) lebih memberikan tekanan bahwa kurikulum


adalah suatu rencana pendidikan atau pengajaran, sedangkan pelaksanaan rencana itu
sudah masuk pengajaran. Beauchamp mengatakan A curriculum is a written document
which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of
pupils during their enrollment in given school. Selanjutnya Beauchamp (1976)
mendefinisikan teori kurikulum sebagai “a set of related statements that gives meaning
to a schools’s curriculum by pointing up the relationships among its elements and by
directing its development, its use, and its evaluation” .1

Bidang cakupan teori atau bidang studi kurikulum meliputi:

1. Konsep kurikulum,
2. Penentuan kurikulum,
3. Pengembangan kurikulum
4. Desain kurikulum,
5. Implementasi dan evaluasi kurikulum

Selain sebagai bidang studi, menurut Beauchamp, kurikulum juga sebagai


rencana pengajaran dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan
bagian dari sistem persekolahan. Sebagai suatu rencana pengajaran, kurikulum berisi
tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan disajikan, kegiatan pengajaran, alat-alat
pengajaran, dan jadwal waktu pengajaran. Sebagai suatu sistem, kurikulum merupakan

1
Sholeh Hidayat . 2013. Pengembangan Kurikulum Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya

9
bagian atau subsistem dari keseluruhan kerangka organisasi sekolah atau sistem
sekolah.

Pengembangan kurikulum dengan menggunakan model Beauchamp memiliki


liba bagian pembuatan keputusan. Lima tahap pembuatan keputusan tersebut adalah :

5. Memutuskan pengembangan arena pengembangan kurikulum, suatu keputusan


yang menjabarkan ruang lingkup upaya pengembangan.
6. Memilih dan melibatkan personalia pengembangan kurikulum, suatu keputusan
yang menetapkan personalia upaya pengembangan kurikulum. Ada 4 (empat)
kategori personalia yang diibatkan, yakni :
(a) personalia ahli, misal ajli kurukulum atau ahli bidang studi (disipin ilmu);
(b) kelompok terpilih yang terdiri dari ahli pendididkan dan guru-guru terpilih;
(c) semua personil professional dalam sistem persekolahan;
(d) personil profesional dan tkoh-tokoh masyarakat yang terpilih.
7. Pengorganisasian dan prosedur pengembangan kurikulum, dengan kegiatan
sebagai berikut :
(a) membentuk tim pengembangan awal kurikulum;
(b) menilai kurikulum yang sedang berlaku;
(c) studi awal tentang isi kurikulum baru dan alternatifnya;
(d) memutuskan kriteria untuk memutuskan hal-hal yang dapat masuk dalam
kurikulum baru;
(e) tim pengembang menyusun dan menulis kurikulum.
3. Implementasi kurikulum, yakni kegiatan untuk menerapkan kurikulum seperti
yang sudah diputuskan dalam ruang lingkup pengembangan kurikulum.
4. Evaluasi kurikulum, yakni kegiatan yang memiliki 4 (empat) dimensi yang terdiri
dari:
(a) evaluasi guru-guru yang menggunakan kurikulum;
(b) membantu adanya consensus dalam prinsip-prinsip dasar, tujuan-tujuan, dan
percepat.

10
Dalam uraian di atas tersebut dijelaskan bahwa untuk dapat menjadi
pengembang jurikulum yang andal, guru dituntut untuk memiliki sejumlah
kemampuan. Dalam rangka memberikan dan/atau membentuk kompetensi guru, maka
guru haruslah diberikan kesempatan untuk terlibat secara langsung menghadapi dan
memecahkan masalah-masalah kurikulum.

Implementasi kurikulum model Beuchamp. Keberhasilan suatu inovasi


pendidikan, khususnya inovasi dalam pengenalan pelaksanaan Kurikulum Berbasis
Kompetensi sangat bergantung pada seberapa jauh dimensi koordinasi dapat dilakukan
secara efektif dan komunikatif antar stakeholder yang terkait.

Prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam koordinasi adalah kesamaan visi
dan kesamaan langkah dalam memberikan bantuan pada sekolah (guru dan kepala
sekolah) sehingga sekolah tidak kebingungan ketika akan memulai untuk menerapkan
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dalam kondisi ini, sekolah (guru dan Kepala
Sekolah) harus berada pada titik pusat network yang simpul-simpulnya menyertakan
stakeholder lain yang berkepentingan dengan sekolah baik kepentingan pembinaan
maupun kepentingan pemanfaatannya.

D. Model 4 ( Arah Terbalik Taba/Taba’s Inverted Mode )


Sesuai dengan namanya, model pengembangan kurikulum ini terbalik dari
lazim yang dilaksanakan, yakni dari biasanya dilakukan secara deduktif dibalik
menjadi induktif. Oleh karena itu, dinamakan model terbalik. Pengembangan model ini
diawali dengan percobaan dan penyusuanan teori serta diikuti dengan tahap
implementasi. Hal ini dilakukan guna mempertemukan teori dan praktek. Menurut
model Taba, pengembangan kurikulum dilaksanakan dalam 5 langkah:

a. Membuat unit – unit percobaan (producing pilots units), yakni suatu kegiatan
membuat eksperimen unit – unit percobaan melalui kelompok guru yang dijadikan
contoh melalui penyajian dalam tingkat/kelas tertentu dan pokok bahasa tertentu
dengan pengamatan yang saksama. Langkah awal ini merupakan jalinan awal

11
antara teori dan praktek. Penyusunan unit diawali dengan mendiagnosis kebutuhan
serta dilanjut dengan merumuskan tujuan. Kegiatan ini juga mempertimbangkan
keseimbangan antara kedalaman serta keluasan materi pelajaran yang akan
disusun.
b. Menguji unit – unit eksperimen (testing producing units), yakni kegiatan untuk
menguji ulang unit – unit yang telah digunakan oleh guru yang membuatnya di
kelas guru itu sendiri, di kelas lain atau kelas yang berbeda. Uji-ulang ini perlu
dilakukan dalam kondisi yang bervariasi. Uji-ulang ini akan memberikan saran –
saran untuk modifikasi, alternative pilihan isi dan pengalaman belajar serta bahan
yang digunakan untuk diakomodasi oleh pebelajar yang berlainan. Setelah unit –
unit dibuat, langkah selanjutnya adalah mengujicobakan unit tersebut. Tujuan dari
uji coba unit untuk melihat kelayakan serta validitas unit – unit dalam pengajaran.
Dari hasil ini dapat diketahui layak atau tidak suatu unit diimplementasikan.
c. Merevisi dan mengkonsolidasi, yakni kegiatan lanjut uji-coba. Merevisi berarti
mengadakan perbaikan dan penyempurnaan pada unit yang dicobakan sehingga
dapat disajikan suatu kurikulum umum untuk semua jenis kelas. Mengkonsolidasi
berarti mengadakan penyimpulan tentang hasil percobaan yang memungkinkan
digunakannya unit – unit tersebut dalam lingkup yang lebih luas. Langkah ini
dilakukan jika hasil pada langkah kedua menunjukkan perlunya perbaikan dan
penyempurnaan unit – unit yang telah disusun.
d. Mengembangkan jaringan kerja, yakni kegiatan yang dilakukan untuk lebih
meyakinkan apakah unit – unit yang telah direvisi dan dikonsolidasi dapat
digunakan lebih luas atau tidak. Unit itu perlu dilakukan uji penilaian mengenai
sekuensi dan lingkupnya oleh orang yang berkompeten dalam pengembangan
kurikulum, dalam hal ini adalah ahli kurikulum. Apabila proses penyempurnaan
telah dialkukan secara menyeluruh maka langkah berikutnya mengkaji kerangka
kurikulum yang dilakukan oleh para ahli kurikulum dan professional lain nya.
e. Memasang dan mendesiminasi unit – unit baru, yakni kegiatan untuk menerapkan
dan menyebarluaskan unit – unit baru yang dihasilkan. Agar dapat digunakan dan

12
disebarluaskan secara tepat maka perlu dilakukan penyiapan guru – guru melalui
pelatihan dalam jabatan. Langkah ini merupakan langkah terakhir yang berarti
kurikulum telah siap pakai untuk wilayah yang lebih luas. 2(Taba, 1962 : 457 –
459; Zais, 1976 : 454 – 458; Nana Sy Sukdimanata 1988 183 – 184)

Menurut Taba sebagaimana yang telah dikutip Abdullah Idi bahwa


mendiagnosis kebutuhan anak didik merupakan hal pertama yang sangat penting.
Informasi ini berguna dalam menentukan langkah keduanya yaitu formulasi yang jelas
dan tujuan – tujuan yang komprehensif untuk membentuk dasar pengembangan elemen
– elemen berikutnya. Dan hakikat tujuan akan menentukan jenis pelajaran yang perlu
diikuti. Adapun beberapa area yang perlu diperhatikan dalam merumuskan tujuan
adalah sebagai berikut:

a. Konsep atau ide yang akan dipelajari


b. Sikap, sensitivitas, dan perasaan yang akan dibangun
c. Pola pikir yang akan ditekankan, dikuatkan, atau dirumuskan
d. Kebiasaan dan kemampuan yang akan dikuasai.

Model ini sangat cocok digunakan di Indonesia karena dalam pengembangan


Model Hilda Taba realitas dengan pelaksanaan nya, yaitu melalui pengujian terlebih
dahulu oleh staf pengajar profesional. Dengan demikian, model ini benar – benar
memadukan antara teori dan praktek.

Hilda Taba mengembangkan model atas dasar data induktif sehingga dikenal
dengan model terbalik. Dikatakan model terbalik karena pengembangan kurikulum nya
tidak didahului konsep – konsep yang datang nya secara deduktif. Dalam kurikulum
Hilda Taba sebelum melaksanakan langkah – langkah lebih lanjut, terlebih dahulu
mencari data dari lapangan dengan cara mengadakan percobaan yang kemudian
disusun teori atas dasar hasil nyata, baru diadakan pelaksanaan.

2
Taba, 1962 : 457 - 459

13
BAB II
PENUTUP
1. Kesimpulan
Peranan kurikulum dalam pembelajaran meliputi peranan konservatif,
peranan kritis atau evaluatif, serta peranan kreatif. Peranan konservatif yaitu
peranan pewarisan budaya dari generasi tua ke generasi yang lebih muda. Peranan
kritis atau evaluatif yaitu memilah kebudayaan dan mempertahankan yang baik,
serta mempertimbangkan kembali kebudayaan yang sudah dirasa tidak sesuai
dengan perkembangan zaman. Sedangkan peranan kreatif berkenaan dengan kreasi
manusia menciptakan sesuatu secara dinamis yang terus berkembang selama
peradaban dan pendidikan masih ada.

Model pengembangan kurikulum yang dapat digunakan meliputi model


administrasi, model grass root, model demonstrasi, model Beauchamp, serta model
Inverted dari Taba. Model administrasi rencananya berasal dari pejabat, model
grass root serta demonstrasi memiliki kemiripan dengan rencana yang berasal dari
pendidik, model Beauchamp menelaah erdasarkan langkah-langkah tertentu, dan
model Inverted dari Taba menekankan pada kesederhanaan prosedur.

2. Saran

14
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Soleh. 2013. Pengembangan Kurikulum Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek.


Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Hamalik, Oemar. 2009. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT.


Remaja RosdaKarya.

Idi, Abdullah. 2010. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Yogyakarta, Ar-
Ruzz Media.

Usmar, Ali. 2017. Model-Model Pengembangan Kurikulum dalam Proses Kegiatan


Belajar. Jambi: Jurnal An-Nahdhah, Vol. 11 No. 2 Juli – Desember 2017

15

Anda mungkin juga menyukai