Anda di halaman 1dari 29

MODEL HUBUNGAN KURIKULUM PEMBELAJARAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Makalah Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum PAI I

MAKALAH

Dosen Pengampu:

Lalu Muhammad Samiuddin, M. Pd

Oleh:

Kelompok 3

ROI UMADI 221310265


ROGHIB ARKAN 221310266

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS


TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS PTIQ JAKARTA

1445 H/2023 M
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Alhamdulillah atas berkat rahmat dan hidayah Allah Swt, makalah ini dapat disusun
untuk memenuhi tugas mahasiswa sebagai bimbingan dalam penulisan karya ilmiah makalah.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW., keluarganya,
para sahabatnya, serta pengikutnya.

Ucapan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Pengembangan Kurikulum
PAI I, bapak Lalu Samiuddin, M. Pd. yang telah membimbing para mahasiswa dalam teknik
membuat karya ilmiah dalam bentuk makalah. Dengan memahami cara dan teknik membuat
makalah sehingga mahasiswa dapat membuat karya tulis yang baik dan dapat
dipertanggungjawabkan.

Penulis juga berterima kasih atas peran dan dukungan rekan-rekan yang turut
mendukung makalah ini sehingga dapat tersusun dengan diberi judul “Model Hubungan
Kurikulum Pembelajaran”. Menyadari akan banyaknya kekurangan yang terdapat dalam
tulisan ini, maka saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan, agar nantinya dapat
lebih baik lagi.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Jakarta, 09 Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
A. Pengertian Model-model Pengembangan Kurikulum .................................................. 3
B. Macam-macam Model Pengembangan Kurikulum ...................................................... 4
C. Pengertian Model-model Pembelajaran ..................................................................... 15
D. Macam-macam model pembelajaran ......................................................................... 16
E. Hubungan Kurikulum dan Pembelajaran ................................................................... 20
BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 24
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 24
B. Saran ........................................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu dewasa ini berkembang
sangat pesat, baik secara teoritis maupun praktis. Jika dahulu kurikulum tradisional lebih
banyak terfokus pada mata pelajaran dengan sistem penyampaian penuangan, maka
sekarang kurikulum lebih banyak diorientasikan pada dimensi-dimensi baru, seperti
kecakapan hidup, pengembangan diri, Pembangunan ekonomi dan industri, era globalisasi
dengan berbagai permasalahannya, politik, bahkan dalam praktiknya telah menyentuh
dimensi teknologi tertutama teknologi informasi dan komunikasi. 1

Disiplin ilmu kurikulum harus membuka diri terhadap kekuatan-kekuatan eksternal


yang dapat mempengaruhi dan menentukan arah dan intensitas proses perkembangan
kurikulum. Pada saat ini masih banyak sekali masyarakat pendidikan yang belum mengerti
dan memahami pendekatan dan model-model perkembangan kurikulum. Sebagian besar
hanya pernah mendengar tetapi belum mengerti dan memahami secara jelas. Padahal
pendekatan dan model pengembangan kurikulum ini sangat mempengaruhi pengembangan
dan pembentukan suatu kurikulum.

Kurikulum dan pembelajaran sangat erat kaitannya dan tidak dapat dipisahkan.
Pembelajaran sebagai kegiatan untuk mencapai tujuan, jenis dan prosedur kegiatannya,
membutuhkan rangkaian pemikiran yang cermat. Rangkaian pemikiran yang cermat itu,
diperlukan agar jenis dan prosedur kegiatan yang dipilih dan ditetapkan nantinya
mempunyai nilai fungsional yang tinggi sebagai alat untuk pencapaian tujuan. 2

Terlebih lagi, faktor-faktor yang ikut terlibatkan dalam kegiatan pembelajaran


sangat beranekaragam, maka kecermatan itu diperlukan, agar koherensi hubungan antar
factor tersebut, dapat sinergis dalam pencapaian tujuan. Kegiatan guru yang berkenaan
dengan penelusuran, pemilihan jenis, dan prosedur kegiatan serta lain-lain pendukung

1
Rinita Rosalinda, “Hubungan Pendekatan Model Kurikulum dan Pembelajaran” dalam
https://rinitarosalinda.blogspot.com/2016/11/hubungan-pendekatan-model-kurikulum-dan.html?m=0. Diakses
pada tanggal 05 Desember 2023.
2
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 35.

1
2

kegiatan pembelajaran tersebut, lazimnya disebut kegiatan pemilihan metode


pembelajaran.

Dengan demikian, penulis menyatakan bahwa metode dalam rangkaian sistem


pembelajaran memegang peran yang sangat penting. Keberhasilan implementasi strategi
pembelajaran sangat tergantung pada cara guru menggunakan metode pembelajaran,
karena suatu strategi pembelajaran hanya mungkin dapat diimplementasikan melalui
penggunaan penggunaan metode pembelajaran yang sangat erat kaitannya dengan
kurikulum yang digunakan.

Sedangkan untuk menjelaskan data dan fakta diperlukan konsep yang jelas dan
lengkap agar memudahkan dalam mencari jalan keluar dari permasalahan yang diteliti.
Dalam hal ini yang tidak kalah pentingnya yaitu pembahasan pada makalah, agar lebih
teratur dalam menuangkan gagasan dan pikiran di dalam penelitian karya ilmiah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah mengenai kajian penulisan karya ilmiah, maka
yang menjadi rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan model- model pengembangan kurikulum?


2. Apa saja macam-macam model pengembangan kurikulum?
3. Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran?
4. Apa saja model-model pembelajaran?
5. Bagaimana hubungan model kurikulum dengan model-model pembelajaran?

C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah, berikut tujuan pembahasan masalah:

1. Untuk mengetahui pengertian model kurikulum


2. Untuk mengetahui macam-macam model kurikulum
3. Untuk mengetahui pengertian model pembelajaran
4. Untuk mengetahui macam-macam model pembelajaran
5. Untuk mengetahui hubungan model kurikulum dengan model-model
pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Model-model Pengembangan Kurikulum


Menurut Good (1972) dan Travers (1973), model adalah abstraksi dunia nyata atau
representasi peristiwa kompleks atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta
lambang-lambang lainnya. Model bukanlah realitas, akan tetapi merupakan representasi
realitas yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, model pada dasarnya
berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu sarana
untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk
mengambil keputusan, atau sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan. 3

Selain itu, menurut pendapat Zainal Abidin, model atau konstruksi merupakan
ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Dalam pengembangan kurikulum, model dapat
merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh atau dapat
pula merupakan ulasan tentang salah satu bagian kurikulum. Sedangkan menurut (Kamus
Besar Bahasa Indonesia) model adalah pola, contoh, acuan, ragam dari sesuatu yang akan
dihasilkan. Dikaitkan dengan model pengembangan kurikulum berarti merupakan suatu
pola, contoh dari suatu bentuk kurikulum yang akan menjadi acuan pelaksanaan pendidikan
atau pembelajaran.

Dari beberapa pendapat yang telah disebutkan, penulis mengartikan model


pengembangan kurikulum adalah model yang digunakan untuk mengembangkan suatu
kurikulum, dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan untuk memperbaiki atau
menyempurnakan kurikulum yang dibuat untuk dikembangkan sendiri baik dari
pemerintah pusat, pemerintah daerah atau sekolah.

Akan tetapi, model yang dimaksud penulis dalam perkembangan kurikulum adalah
model pengembangan kurikulum yang dapat memudahkan pengguna nya untuk memahami
suatu proses secara mendasar. Maka daripada itu, Nadler mengemukakan pendapatnya,

3
Burhan Nurgiyantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah (Sebuah Pengantar Teoritis
dan Pelaksanaan). (BPFE: Jogajakarta, 1988), h. 25

3
4

bahwa model yang baik adalah model yang dapat menolong si pengguna untuk
mengerti dan memahami suatu proses secara mendasar dan menyeluruh. 4 Selanjutnya, ia
menjelaskan manfaat model adalah model dapat menjelaskan beberapa aspek perilaku dan
interaksi manusia, model dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil observasi dan
penelitian, model dapat menyederhanakan suatu proses yang bersifat kompleks, dan model
dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan.

Untuk melakukan pengembangan kurikulum ada berbagai model pengembangan


kurikulum yang dapat dijadikan acuan atau diterapkan sepenuhnya. Secara umum,
pemilihan model pengembangan kurikulum dilakukan dengan cara menyesuaikan sistem
pendidikan yang dianut dan model konsep yang digunakan.

B. Macam-macam Model Pengembangan Kurikulum


1. Model Tyler

Model Tyler adalah model yang paling dikenal bagi perkembangan kurikulum
dengan perhatian khusus pada fase perencanaan, dalam bukunya Basic Principles of
Curriculum and Instruction. The Tyler Rationale, suatu proses pemilihan tujuan
pendidikan, dikenal luas da dipraktekkan dalam lingkungan kurikulum. Walaupun Tyler
mengajukan suatu model yang komprehensif bagi perkembangan kurikulum, bagian
pertama dari model Tyler, pemilihan tujuan, mendapat banyak perhatian dari pendidik
lain. 5

4
Abdulah Idi. Pengembangan Kurikulum Teori dan Pratik. (Ar RUZZ: Jogjakarta, 2007), h. 17
5
Sri Rahayu Chandrawati. 2009. Model-Model Pengembangan Kurikulum Dan Fungsinya Bagi Guru.
http://chandrawati.wordpress.com/category/uncategorized/.Diakses pada tanggal 05 Desember 2023.
5

Tyler menyarankan perencana kurikulurn (1) mengidentifikasi tujuan umurn


dengan mengumpulkan data dari tige sumber, yaitu pelajar, kehidupan diluar sekolah
dan mata pelajaran. Setelah mengidentifikasi beberapa tujuan umurn, perencana (2)
memperbaiki tujuan-tujuan ini dengan menyaring melalui dua saringan, yaitu filsalat
pendidikan dan filsafat sosial di sekolah, dan pembelajaran psikologis. (3) tujuan
umum yang lolos saringan menjadi tujuan-tujuan pengajaran.

Sumber data yang dimaksud Tyler adalah (a) kebutuhan dan minat siswa;
dengan meneliti kebutuhan dan minat siswa, pengembang kurikulum mengidentifikasi
serangkaian tujuan yang potensial. (b) analisa kehidupan kontemporer di lingkungan
lokal dan masyarakat pada skala besar merupakan iangkah selanjutnya dalam proses
merumuskan tujuan-tujuan umurn; dari kebutuhan masyarakat mengalir banyak tujuan
pendidikan yang potensial. (c) mata pelajaran.

Dari ketiga sumber di atas diperoleh tujuan yang luas dan umum yang masih
kurang tepat, sehingga Oliva menyebutnya tujuan pengajaran.

Apabila rangkaian tujuan yang mungkin diterapkan telah ditentukan,


diperlukan proses penyaringan untuk rnenghilangkan tujuan yang tidak penting dan
bertentangan.

a. Saringan Filsafat; Tyler menyarankan guru untuk membuat garis besar nilai
yang merupakan komitmen sekolah.
b. Saringan Psikologis; untuk menerapkan saringan psikologis, guru harus
mengklarifikasi prinsip-prinsip pembelajaran yang tepat. Psikologi
pembelajaran tidak hanya mencakup temuan-temuan khusus dan jelas tetapi
juga melibatkan rumusan dari teori pembelajaran yang membantu
menggarisbawahi asal usul proses pembelajaran, bagaimana proses itu
terjadi, pada kondisi seperti apa, bagaimana mekanismenya dan sebagainya.

2. Model Taba (Converter Model)

Taba menggunakan pendekatan akar rumput (grass-roots approach) bagi


perkembangan kurikulum. Taba percaya kurikulum harus dirancang oleh guru dan
bukan diberikan oleh pihak berwenang. Menurut Taba guru harus memulai proses
dengan menciptakan suatu unit belajar mengajar khusus bagi murid-murid mereka
6

disekolah dan bukan terlibat dalam rancangan suatu kurikulum umum. Karena itu Taba
menganut pendekatan induktif yang dimulai dengan hal khusus dan dibangun menjadi
suatu rancangan umum. 6

Menghindari penjelasan grafis dari modelnya, Taba mencantumkan lima


langkah urutan untuk mencapai perubahan kurikulum, sebagai berikut:

a. Producing Pilot Units (membuat unit percontohan) yang mewakili


peringkat kelas atau mata pelajaran. Taba melihat langkah ini sebagai
penghubung antara teori dan praktek. Pada bagian ini, terbagi menjadi 7
langkah, diantaranya adalah:
1) Diagnosis of needs (diagnosa kebutuhan). Pengembang kurikulum
memulai dengan menentukan kebutuhankebutuhan siswa kepada
siapa kurikulum direncanakan.
2) Formulation of objectives (merumuskan tujuan). Setelah kebutuhan
siswa didiagnosa, perencana kurikulum memerinci tujuan – tujuan
yang akan dicapai.
3) Selection of content (pemilihan isi). Bahasan yang akan dipelajari
berpangkal langsung dari tujuan-tujuan
4) Organization of content (organisasi isi). Setelah isi/bahasan dipilih,
tugas selanjutnya adalah menentukan pada tingkat dan urutan yang
mana mata pelajaran ditempatkan.

6
Recti Angralia. 2011. Model Pengembangan Kurikulum. dalam
http://www.blogger.com/profile/02486513995147437472. Diakses pada tanggal 05 Desember 2023.
7

5) Selection of learning experiences (pemilihan pengalaman belajar).


Metodologi atau strategi yang dipergunakan dalam bahasan harus
dipilih oleh perencana kurikulum.
6) Orgcmzation of learning activities (organisasi kegiatan
pembelajaran). Guru memutuskan bagaimana mengemas kegiatan-
kegiatan pembelajaran dan dalam kombinasi atau urutan seperti apa
kegiatan-kegiatan tersebut akan digunakan.
7) Determination of what to evaluate and of the ways and means of
doing it (Penentuan tentang apa yang akan dievaluasi dan cara serta
alat yang dipakai untuk melakukan evaluasi). Perencana kurikulum
harus memutuskan apakah tujuan sudah tercapai. Guru rnemilih alat
dan teknik yang tepat untuk menilai keberhasilan siswa dan untuk
menentukan apakah tujuan kurikulum sudah tercapai.
8) Checking for balance and sequence (memeriksa keseimbangan dan
urutan). Taba meminta pendapat dari pekerja kurikulurn untuk
melihat konsistensi diantara berbagai bagian dari unit belajar
mengajar, untuk melihat alur pembelajaran yang baik dan untuk
keseimbangan antara berbagai macam pembalajaran dan ekspresi.
b. Testing Experimental Units (menguji unit percobaan). Uji ini diperlukan
untuk mengecek validalitas dan apakah materi tersebut dapat diajarkan dan
untuk menetapkan batas atas dan batas bawah dari kemampuan yang
diharapkan.
c. Revising and Consolidating (revisi dan konsolidasi). Unit pembelajaran
dimodifikasi menyesuaikan dengan keragaman kebutuhan dan kemampuan
siswa, sumber daya yang tersedia dan berbagai gaya mengajar sehingga
kurikulum dapat sesuai dengan semua tipe kelas.
d. Developing a framework (pengembangan kerangka kerja). Setelah sejumlah
unit dirancang, perencana kurikulum harus memeriksa apakah ruang
lingkup sudah memadai dan urutannya sudah benar.
e. Installing and disseminating new units (memasang dan menyebarkan unit-
unit baru). Mengatur pelatihan sehingga guru-guru dapat secara efektif
mengoperasikan unit belajar mengajar di kelas mereka.
8

3. Model Wheeler

Dalam bukunya yang cukup berpengaruh, Curriculum Process


Wheeler (1976) mempunyai argumen tersendiri pengembangan kurikulum
(Curriculum Developers) dapat menggunakan suatu proses melingkar (A
Cycle Process), yang namanya setiap elemen saling berhubungan dan
bergantungan.

Pendekatan yang digunakan Wheeler dalam pengembangan


kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap langkah
kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap langkah (phase)
nya merupakan pengembangan secara logis terhadap model sebelumnya,
di mana secara umum langkah tidak dapat dilakukan sebelum langkah-
9

langkah sebelumnya telah diselesaikan. Sebagai mantan akademisi


University of Western Australia, Wheeler mengembangkan ide-ide nya
sebagaimana yang telah dilakukan oleh Tyler dan Taba. Wheeler
menawarkan lima langkah itu jika dikembangkan dengan logis temporer,
akan menghasilkan suatu kurikulum yang efektif. Dari lima langkahnya
ini, sangat tampak bahwa Wheeler mengembangkan lebih lanjut apa yang
telah dilakukan Tyler dan Taba meski hanya dipresentasikan agak berbeda.

Langkah-langkah atau (Wheeler Phases) adalah: selection of


aims, goals, and objectives (seleksi maksud, tujuan, dan sasarannya).
Selection of learning experiences to help achieve these aims, goals and
objectives (seleksi pengalaman belajar untuk membantu mencapai
maksud tujuan, dan sasaran). Diantaranya langkah-langkah tersebut
yakni:

a. Selection of content through which certain types of experiences may be offered


(Seleksi isi melalui tipe-tipe tertentu dari pengalaman yang mungking
ditawarkan)
b. Organization and intergration of learning exprinces and content with respect to
the teaching learning process (organisasi dan intergrasi pengalaman belajar dan
isi yang berkenaan dengan proses belajar dan mengajar)
c. Evalution of esch phase and the problem of goals (evaluasi setiap fase dan
masalah-masalah tujuan) Kelebihan dari model adalah:
1) Memasukan berbagi kematangan yang berhubungan dengan objectives
2) Struktur logis kurikulum yang dikembangkannya
3) Menerapkan situasiasional analisys sebagai titik permulaan. Adapun
kekurangan dari model ini, adalah:
a) Wajahnya yang bersifat logis
b) Pengimplementasinya
10

4. Model Nicholis

Dalam bukunya, developing curriculum: A Participial Guide (1978), Audrey


dan Howard Nicholls mengembangkan suatu pendekatan yang cukup tegas
mencakip elemen-elemen kurikulum dengan jelas dan ringkas. Buku tersebut sangat
popular di kalangan pendidik, khususnya di Inggirs, di mana pengembangan
kurikulum pada tingkat sekolah sudah lama ada.

Nicholas menitikberatkan pada pendekatan pengembangan kurikulum yang


rasional, khususnya kebutuhan untuk kurikulum yag munculnya dari adanya
perubahan situasi. Mereka berpendapat bahwa ” …change should be planed and
introduced on a rational and valid this according to logical process, and this has not
been the case in the vast majority of changes that have already taken place”

Audrey dan Nichllos mendifisikan kembali metodenya Tyler, Taba,


Wheeller dengan menekan pada kurikulum proses yang bersiklus atau bentuk
lingkaran, dan ini dilakuakan demi langkah awal, yaitu analisis situasi (situasional
analysis). Kedua penulis ini mengukapkan bahwa sebelum elemen-elemen tersebut
diambil atau dilakukan dengan lebih jelas, konteks dan situasi di mana keputusan
kurikulum itu harus dibuat harus diperrtimbangkan dengan secara mendetail dan
serius. Dengan demikian, analisis situasi menjadi langkah pertama (preliminary
11

stage) yang membuat para pengembang kurikulum memahami faktor-faktor yang


akan mereka kembangkan.

Terdapat lima langkah atau tahap (stage) yang diperlukan dalam proses
pengembangan secara kontinu (continue curriculum process). Langkah-langkah
terbut menurut Nicholls adalah; a. Situsional analysis (analisis situasional)

b. Selection of objectives (seleksi tujuan)


c. Selection ang organization of content (seleksi dan organisasi isi)
d. Selction and organization of methods (seleksi dan organisasi metode)
e. Evaluation (evaluasi)
Masuknya fase analisis situasi (situasioanal analysis) merupakan suatu yang
disengaja untuk memaksa para pengembang kurikulum lebih reposintif terhadap
lingkungan dan secara khusus dengan kebutuhan anak didik, kedua penulis ini
menekankan perlunya memakai pendekatan yang lebih komprehensif untuk
mendiagnosis semua faktor menyangkut semua situasi dengan diikuti penggunaan
pengetahuan dan pengertian yang berasal dari analisis tersebut dalam perencanaan
kurikulum.

5. Model Skillbek

Malkom Skilback, direktur Pusat Pengembangan Kurikulum Austalia


(Australia’s Curriculum Development Center), mengembangkan suatu interaksi
altertnatif atau model dinamis bagi suatu interaksi alternatif atau model dinamis
12

bagi model proses kurikulum. Dalam sebuah artikelnya, Skilbeck (1976)


mengajurkan suatu pendekatan dan mengembangkan kurikulum pada tingkat
sekolah. Pendapatnya mengenai sekolah di dasarkan pada pengembangan
kurikulum (SCBD), sehingga Skilbeck memberikan suatu model yang membuat
pendidik dapat mengembangkan kurikulum secara tepat dan realistic. Dalam hal ini,
Skilbeck memepertimbangkan model dynamic in nature.
Model dinamis atau interaktif (dyanamic or interactive models)
menetapakan pengembangan kurikulum harus mendahulukan sustu elemen
kurikulum dan memualianya dengan suatu dari urutan yang telah ditetntukan dan
diajurkan oleh model rasional. Skilbeck mendukung petunjuk tersebut,
menambahkan sangat penting bagi developers untuk menyadari sumber-sumber
tujuan mereka. Untuk mengetahui sumber-sumber tersebut, Skilbeck berpendapat
bahwa “a situasional analysis” harus dilakukan.
Model diatas mengklaim bahwa agar School-Based Curriculum
Development (SBCD) dapat bekerja secara efektif, lima langkah (steps) diperlukan
dalam suatu proses kurikulum. Skilbeck berkata bahwa model dapat diaplikasikan
secara bersama dalam pengemban kurikulum, observasi dan peneliaan sistem
kurikulum, dan aplikasi nilai dari model tersebut pada nilai dan model tersebut
terletak pada pilihan pertama.
Mengingat susunan model ini secara logis termasuk kategori rational by
natur, namun Skilbeck mengingatkan bahwa agar tidak terjurumus pada perangkap
(trap). Skilbeck mengingatkan bahwa pengembangan kuriulum (curriculum
development) perlu mendahulukan rencana mereka dengan memulainya dari salah
satu langakah (stage) tersebut secara bersamaan. Pengertian model di atas sangat
sangat membingungkan, karena sebenarnya model tersebutmendukung pendekang
rasional daripada pengembangan kurikulum. Namun demikian, Skilbeck berkata:
The model outlined does not presuppose a means and analysis at all, it simply
encourages teams and or groups of curriculum developers to take account different
elements and aspects of the curriculum development process, to the see the process
as an organic whole and to wrok in a moderately systematic way.
Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa alat ini tidak
mengisyaratkan suatu alat. Tujuananya adlah menganalisis secara keseluruhan;
tetapi secara simbol telah mendorong teams atau groups dari pengembang
13

kurikulum untuk lebih memperhatikan perbedaanperbedaan elemen dan aspek-


aspek proses pengembangan kurikulum, agar lebih bisa melihat proses bekerja
dengan cara sistematik dan moderat.
6. Model Saylor

Model ini membentuk curriculum planning process (proses perencanaan


kurikulum) untuk mengerti model ini, kita harus menganalisa konsep kurikulum dan
konsep rencana kurikulum mereka. Kurikulum menurut mereka adalah "a plan for
providing sets of learning opportunities for persons to be educated"; sebuah rencana
yang menyediakan kesempatan belajar bagi orang yang akan dididik. Namun,
rencana kurikulum tidak dapat dimengerti sebagai sebuah dokumen tetapi lebih
sebagai beberapa rencana yang lebih kecil untuk porsi atau bagian kurikulum
tertentu.

Model ini menunjukkan bahwa perencana kurikulum mulai dengan


menentukan atau menetapkan tujuan sasaran pendidikan yang khusus dan utama
yang akan mereka capai. Saylor, Alexander dan Lewis, mengklasifikasi serangkaian
tujuan ke dalam empat (4) bidang kegiatan dimana pembelajaran terjadi, yaitu :
perkembangan pribadi, kompetensi social, ketrampilan yang berkelanjutan dan
spesialisasi. Setelah tujuan dan sasarn serta bidang kegiatan ditetapkan, perencana
memulai proses merancang kurikulum. Diputuskan kesempatan belajar yang tepat
bagi masing-masing bidang kegiatan dan bagaimana serta kapan kesempatan ini
akan disediakan.
14

Akhirnya perencana kurikulum dan guru terlibat dalam evaluasi. Mereka


harus memilih teknik evaluasi yang akan digunakan. Saylor dan Alexander
mengajukan suatu rancangan yang mengijinkan:

a. evaluasi dari seluruh program pendidikan sekolah, termasuk tujuan,


subtujuan, dan sasaran; keefektifan pengajaran akan pencapaian
siswa dalam bagian tertentu dari program.
b. evaluasi dari program evaluasi itu sendiri. Proses evaluasi
memungkinkan perencana kurikulum menetapkan apakah tujuan
sekolah dan tujuan pengajaran telah tercapai.

7. Model Kemmis dan Mc Taggart

Menurut model Kemmis dan Mc Taggart, alur penelitian itu terdiri dari
empat kegiatan pokok, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
Adapun model tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: 7

Model Kemmis dan Mc Taggart bila dicermati hakekatnya berupa


perangkat-perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat terdiri dari empat
komponen yaitu perencanaan, Tindakan, pengamatan dan refleksi. Untaian tersebut
dipandang sebagai suatu siklus. Oleh karena itu, pengertian siklus di sini adalah
putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi.
Banyaknya siklus dalam penelitian tindakan kelas tergantung dari permasalahan

7
https://www.academia.edu/36373608/Penelitian_Tindakan_Kelas_Model_Kemmis_dan_Taggart.
Diakses pada tanggal 05 Desember 2023.
15

yang perlu dipecahkan, semakin banyak permasalahan yang ingin dipecahkan


semakin banyak pula siklus yang akan dilalui.

C. Pengertian Model-model Pembelajaran


Konsep pembelajaran menurut Corey (Sagala, 2010:61) adalah”suatu proses
dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta
dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon
terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan”.
Lingkungan belajar hendaknya dikelola dengan baik karena pembelajaran memiliki
peranan penting dalam pendidikan. Sejalan dengan pendapat Sagala (2010: 61) bahwa
pembelajaran adalah”membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori
belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan”.8

Adapun pernyataan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41


Tahun 2007 mengenai Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,
diuraikan bahwa: “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan,
dilaksanakan, dinilai, dan diawasi. Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi
dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan
kegiatan penutup.”

Selain itu, Konsep model pembalajaran menurut Trianto, menyebutkan bahwa


model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman
dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial. Model
pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di
dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas. 9

Berdasarkan pendapat dan konsep yang telah disebutkan, penulis mengungkapkan


bahwa model pembelajaran adalah prosedur atau pola sistematis yang digunakan sebagai

8
Sumarna Supratna, Model-model Pembelajaran. (Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional, 2010), h.
15.
9
Trianto, Model – Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007),
h. 37
16

pedoman untuk mencapai tujuan pembelajaran didalamnya terdapat strategi, teknik,


metode, bahan, media dan alat penilaian pembelajaran.

D. Macam-macam model pembelajaran


1. Model Pembelajaran Langsung

Pembelajaran langsung dapat didefinisikan sebagai model pembelajaran di


mana guru mentransformasikan informasi atau keterampilan secara langsung kepada
peserta didik, pembelajaran berorientasi pada tujuan dan distrukturkan oleh guru.
Menurut Killen dalam depdiknas, pembelajaran langsung atau Direct Instruction
merujuk pada berbagai teknik pembelajaran ekspositori (pemindahan pengetahuan dari
guru kepada murid secara langsung, misalnya melalui ceramah, demonstrasi, dan tanya
jawab) yang melibatkan seluruh kelas. Pendekatan dalam model pembelajaran ini
berpusat pada guru, dalam hal ini guru menyampaikan isi materi pelajaran dalam
format yang sangat terstruktur, mengarahkan kegiatan para peserta didik, dan
mempertahankan fokus pencapaian akademik.10

2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

Istilah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) diadopsi dari istilah Inggris


Problem Based Instruction (PBI). Model pengajaran berdasarkan masalah ini telah
dikenal sejak zaman John Dewey. Dewasa ini, model pembelajaran ini mulai diangkat
sebab ditinjau secara umum pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari menyajikan
kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan
kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inquiri.11

Pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk


pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk
memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan
mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk
mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.

Menurut Arends, pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu


pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik

10
Sudrajat, A. (2011). Model Pembelajaran Langsung. [online].
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/01/27/modelpembelajaran-langsung/. Diakses pada tanggal 05
Desember 2023
11
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif – Progesif. (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 45
17

dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inquiri


dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan
percaya diri.

3. Model Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia adalah suatu pendekatan


pembelajaran matematika yang mengungkapkan pengalaman dan kejadian yang dekat
dengan siswa sebagai sarana untuk memahamkan persoalan matematika. Menurut
Anwar, menyatakan bahwa PMRI adalah satu pendekatan pembelajaran matematika
yang coba menggunakan pengalaman dan lingkungan siswa sebagai alat bantu
mengajar primer.

Supinah menyatakan bahwa PMRI adalah “suatu teori pembelajaran yang telah
dikembangkan khusus untuk matematika. Konsep matematika realistik ini sejalan
dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang
didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang
matematika dan mengembangkan daya nalar”. 12

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Pendekatan PMRI adalah suatu
pendekatan pembelajaran matematika yang dekat dengan kehidupan nyata siswa
sebagai sarana untuk meningkatkan pemahaman dan daya nalar.

4. Model Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) atau CTL


merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi
pembelajaran dengan dunia kehidupan siswa secara nyata, sehingga siswa mampu
menghubungkan dan menerapkan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari. Menurut
Sanjaya mengemukakan bahwa CTL adalah suatu konsep pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan
materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata. 13

12
Supinah, Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam melaksanakan
KTSP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika,
2008), h. 15-16
13
_______ Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam melaksanakan KTSP.
Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008), h.
8
18

Johnson merumuskan bahwa CTL merupakan suatu proses pendidikan yang


bertujuan membantu siswa melihat makna/arti dalam bahan pelajaran yang mereka
pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari, yaitu
dengan konteks lingkungan pribadi, sosial, dan budayanya. Sedangkan menurut
Nurhadi CTL adalah konsep belajar dari guru yang menghadirkan dunia nyata kedalam
kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa
memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi
sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan
masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Adapun menurut Muslich
CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari.

Dari pendapat para ahli yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menghadirkan dunia nyata di
dalam kelas untuk menghubungkan antara pengetahuan yang ada untuk diterapkan
dalam kehidupan siswa. Dengan CTL memungkinkan proses belajar mengajar yang
tenang dan menyenangkan, karena pembelajarannya dilakukan secara alamiah,
sehingga memungkinkan peserta dapat mempraktekkan secara langsung materi yang
dipelajarinya. CTL mendorong peserta memahami hakekat, makna, dan manfaat
belajar, sehingga memungkinkan mereka rajin, dan termotivasi dalam belajar.

5. Model Pembelajaran Index Card Match (Mencari Pasangan)

Menurut Zaini model pembelajaran Index Card Match (mencari pasangan)


adalah model pembelajaran yang cukup menyenangkan, digunakan untuk mengulang
materi yang telah diberikan sebelumnya. Materi baru pun tetap bisa diajarkan dengan
catatan peserta didik diberi tugas mempelajari topik yang akan diajarkan terlebih
dahulu sehingga peserta didik ketika masuk ruangan kelas sudah memiliki bekal
pengetahuan.14

14
Hisyam Zaini, Strategi pembelajaran Aktif, (Yogyakarta, Pustaka Insan Maadani, 2008), h. 67.
19

Dengan model pembelajaran Index Card Macth, peserta didik dapat belajar
aktif dan berjiwa mandiri. Walaupun dilakukan dengan cara bermain, model
pembelajaran Index Card Macth dapat merangsang peserta didik untuk melakukan
aktivitas belajar secara bertanggung jawab dan disiplin sehingga tujuan pembelajaran
dapat tercapai dan prestasi belajar dapat meningkat.

6. Model Pembelajaran Kooperatif

Istilah pembelajaran kooperatif dalam pengertian bahasa asing adalah


cooperative learning. Pada hakekatnya, metode pembelajaran kooperatif merupakan
metode atau strategi pembelajaran gotong-royong yang konsepnya hampir tidak jauh
berbeda dengan metode pembelajaran kelompok. Pembelajaran kooperatif berbeda
dengan metode pembelajaran kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif
yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan.
Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan
memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Pembelajaran kooperatif
proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling
membelajarkan sesama siswa lainnya. Metode pembelajaran kelompok adalah metode
pembelajaran yang menitik beratkan pada kerjasama diantara siswa dalam
mengerjakan sesuatu pekerjaan tetapi tanpa sepenuhnya mendapatkan bimbingan dari
gurunya. Artinya, siswa diperintahkan untuk bekerja dengan beberapa siswa
lainnyadengan petunjuk dan bimbingan yang tidak begitu maksimal dari gurunya. 15

Sedangkan menurut pendapat Isjoni (2009: 5) Pada model cooperative learning


siswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan
temannya untuk mencapai tujuan pembelajaran, sementara guru bertindak sebagai
motivator dan fasilitator aktivitas siswa. Artinya dalam pembelajaran ini kegiatan aktif
dengan pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa dan mereka bertanggung jawab atas
hasil pembelajarannya. cooperative learning merupakan strategi belajar. Dengan
sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda.
Dalam menyelesaikan tugas kelompoknnya, setiap siswa anggota kelompok harus
saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam

15
Yudha M. Saputra dan Rudyanto, Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Ketrampilan Anak
TK. (Jakarta: Depdikbud, 2005), h. 49.
20

cooperative learning, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam
kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Berdasarkan pengertian kooperatif yang dikemukakan oleh ahli di atas,


menurut penulis pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah kegiatan
pembelajaran dengan cara bekerja kelompok untuk bekerjasama saling membantu.
Tiap anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang,siswa heterogen (kemampuan, gender,
karakter).

Pendapat-pendapat di atas belajar dengan model kooperatif dapat diterapkan


untuk memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat
teman, dan saling memberikan pendapat. Selain itu, dalam belajar biasanya siswa
dihadapkan pada soal-soal atau pemecahan masalah. Oleh sebab itu,cooperative
learning sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling
tolong-menolong mengatasi tugas yang dihadapinya.

E. Hubungan Kurikulum dan Pembelajaran


Dalam kamus besar bahasa Indonesia edisi ketiga pengertian dari Kaitan adalah
hubungan (sangkutan): mungkin hal itu ada. Kurikulum adalah perangkat mata
pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan, perangkat mata kuliah mengenai
bidang keahlian khusus Pelaksanaan kurikulum tidak akan pernah terlepas dari kegiatan
pembelajaran karena kurikulum merupakan usaha untuk mensukseskan tujuan
pendidikan. Diperlukan pengelolaan, penataan, dan pengaturan ataupun kegiatan yang
sejenis yang masih berkaitan dengan pendidikan guna mengembangkan sumber daya
manusia agar dapat memenuhi tujuan pendidikan seoptimal mungkin. Artinya,
pembelajaran tanpa kurikulum sebagai rencana tidak akan efektif, atau bahkan bisa
keluar dari tujuan yang telah dirumuskan. Kurikulum tanpa pembelajaran, maka
kurikulum tersebut tidak akan berguna.16

Kurikulum merupakan rencana tertulis yang berisi tentang ide-ide dan gagasan-
gagasan yang dirumuskan oleh pengembang kurikulum. Rencana tertulis itu kemudian
menjadi dokumen kurikulum yang membentuk suatu sistem kurikulum yang terdiri dari
komponen-komponen yang saling mempengaruhi satu sama lain, seperti misalnya
komponen tujuan yang menjadi arah tujuan dan komponen evaluasi. Komponen-

16
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), h.617.
21

komponen yang membentuk sistem kurikulum selanjutnya melahirkan sistem


pembelajaran, dan sistem pembelajaran itulah yang menjadi pedoman guru dalam
pengelolaan proses belajar mengajar di dalam kelas. Dengan demikian maka dapat
dikatakan sistem pembelajaran merupakan pengembangan dari sistem kurikulum yang
digunakan.17

Dalam kegiatan proses pembelajaran, kurikulum sangat dibutuhkan sebagai


pedoman untuk menyusun target dalam proses belajar mengajar. Namun, dalam
memahami hakikat kurikulum sering terjadi perbedaan persepsi dan pemahaman.
Kurikulum dipandang sebagai suatu bahan tertulis yang berisi uraian tentang program
pendidikan suatu sekolah yang harus dilaksanakan dari tahun ke tahun. Oleh karena itu
maka dapat juga dikatakan bahwa tindakan-tindakan itu pada dasarnya implementasi
dari kurikulum, yang selanjutnya implementasi itu akan memberikan masukan dalam
proses perbaikan kurikulum. Demikian terus menerus, sehingga proses pengembangan
kurikulum membentuk siklus yang tanpa ujung. 18

Hubungan kurikulum dan pembelajaran dalam tercapainya tujuan pendidikan,


dilukiskan dengan kurikulum sebagai program pendidikan yang direncanakan dan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang mencakup seluruh pengalaman belajar yang
diorganisasikan dan dikembangkan dengan baik serta disiapkan bagi murid untuk
mengatasi situasi kehidupan yang sebenarnya. Sedangkan pengertian lainnya
ditafsirkan secara sempit yang hanya menekankan kepada kemanfaatannya dalam
merencanakan tujuan pembelajaran, pengalamanpengalaman belajar dan pembelajaran,
alat-alat pelajaran dan cara-cara penilaian yang direncanakan dan digunakan dalam
kegiatan belajar dan pembelajaran. 19

Sedangkan menurut pendapat yang diungkapkan Saylor (1981), Kurikulum dan


pembelajaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan walaupun keduanya
memiliki posisi yang berbeda. Kurikulum berfungsi sebagai pedoman uang
memberikan arah dan tujuan pendidikan, serta isi yang harus dipelajari, sedangkan

17
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2008), h. 16
18
________ Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h.
17.
19
Sholeh Hidayat, Pengembangan Kurikulum Baru. (Serang: Remaja Rosdakarya, 2013), h. 24.
22

pembelajaran adalah proses yang terjadi dalam interaksi belajar dan mengajar antara
guru dan murid.

Walaupun antara kurikulum dan pembelajaran merupakan dua sisi yang tidak
dapat dipisahkan, namun dalam proses pembelajaran dapat terjadi berbagai
kemungkinan hubungan anatara keduanya. Peter F. Oliva (1992) menggambarkan
kemungkinan hubungan antara kurikulum dengan pengajaran dalam beberapa model
sebagai berikut:20

1. Model Dualistis (The Dualistic Model). Pada model ini kurikulum dan
pembelajaran terpisah.
Kurikulum Pembelajaran

Keduanya tidak
bertemu. Kurikulum yang seharusnya menjadi imput dalam menata sistem
pengajaran tidak tampak. Demikian juga pembelajaran yang semestinya
memberikan balikan dalam proses penyempurnaan kurikulum tidak terjadi,
karena kurikulum dan pembelajaran berjalan sendiri. Model ini digambarkan
sebagai berikut:

2. Model Berkaitan (The Interlocking Model). Dalam model ini kurikulum dan
pembelajaran dianggap sebagai suatu sistem yang keduanya memiliki hubungan.
Kurikulum dan pembelajaran maupun sebaliknya pembelajaran dan kurikulum
ada bagian yang berkaitan, sehingga keduanya memiliki hubungan. Digambarkan
sebagai berikut:

Kurikulum Pembelajaran

3. Model Konsentris (The Concentric Model). Pada model ini kurikulum dan
pembelajaran memiliki hubungan dengan kemungkinan kurikulum bagian dari
pembelajaran atau pembelajaran bagian dari kurikulum. Di sini ada

20
Aldo Redho Syam, “Posisi Manajemen Kurikulum Dan Pembelajaran Dalam Pendidikan”, Jurnal
Muaddib, Vol. 07, No. 01 tahun 2017, h. 41.
23

ketergantungan satu dengan yang lain. Model konsentris ini digambarkan sebagai
berikut:
A B

Kurikulum Pe mbelajaran

Pembelajaran Kurikulum

4. Model Siklus (The Ciclical Model). Model ini menggambarkan hubungan timbal
balik antara kurikulum dan pembelajaran. Keduanya dianggap saling
mempengaruhi. Segala yang ditentukan dalam kurikulum akan menjadi dasar
dalam proses pelaksanaan pembelajaran. Sebaliknya yang terjadi dalam
pengajaran dapat memengaruhi keputusan kurikulum selanjutnya. Dalam model
ini hubungan keduanya sangat erat meski kedudukannya terpisah yang berarti
dalam analisis juga terpisah. Digambarkan sebagai berikut:

Kurikulum Pembelajaran

Dari beberapa penjelasan diatas, maka dapat dipahami bahwa kurikulum


dan pembelajaran memiliki hubungan yang sangat erat, dengan kurikulum
sebagai bahan tertulis atau program pendidikan dengan lebih menekankan pada
operasional proses pembelajaran. Kurikulum berhubungan dengan isi ataupun
materi yang harus dipelajari sedangkan pembelajaran berkaitan dengan
bagaimana cara mempelajarinya. Tanpa kurikulum sebagai rencana, maka
pembelajaran tidak akan efektif, demikian juga sebaliknya tanpa pembelajaran
sebagai implementasi sebuah rencana, maka kurikulum tidak akan memiliki arti
apa-apa.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dan uraian yang telah disebutkan, penulis menyampaikan
beberapa kesimpulan terkait dari pembahasan yang sudah dijelaskan, beberapa kesimpulan
tersebut, diantaranya adalah:

1. Kurikulum memiliki kaitannya yang sangat erat dengan pembelajaran, hal ini
dikarenakan kurikulum adalah program didikan yang disediakan oleh Lembaga
pendidikan bagi siswa. Berdasarkan program pendidikan tersebut siswa
melakukan proses pembelajaran, sehingga mendorong perkembangan dan
pertumbuhannya sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
2. Selain itu, kurikulum berhubungan dengan isi ataupun materi yang harus
dipelajari sedangkan pembelajaran berkaitan dengan bagaimana cara
mempelajarinya. Tanpa kurikulum sebagai rencana, maka pembelajaran tidak
akan efektif, demikian juga sebaliknya tanpa pembelajaran sebagai implementasi
sebuah rencana, maka kurikulum tidak akan memiliki arti apa-apa.
3. Dengan demikian, kurikulum dan pembelajaran adalah syarat mutlak dalam
rangkaian kegiatan aktivitas lembaga pendidikan. Dalam hal ini terlihat bahwa
kedudukan kurikulum dan pembelajaran sangat sentral dalam terlaksananya
tujuan pendidikan, sehingga apabila tidak ada kurikulum maka pembelajaran
tidak akan mencapai tujuan dengan baik, dikarenakan di dalam kurikulum berisi
rencana pendidikan sebagai pedoman dan juga sumber pedoman dalam
pelaksanaan pembelajaran bidang studi bagi lembaga pendidikan.

B. Saran
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, namun
kiranya makalah ini dapat dijadikan salah satu referensi dalam mata kuliah Pengembangan
Kurikulum PAI terutama pada pembahasan yang berkaitan dengan Konsep kurikulum,
hubungan antara kurikulum dan pembelajaran.

24
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad, Sudrajat. (2011). Model Pembelajaran Langsung. [online].
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/01/27/modelpembelajaran-langsung/. Diakses
pada tanggal 05 Desember 2023

Angralia, Recti. 2011. Model Pengembangan Kurikulum. dalam


http://www.blogger.com/profile/02486513995147437472. Diakses pada tanggal 05 Desember
2023.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. (Jakarta:
Balai Pustaka, 2005).

Hamalik, Oemar. Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008).


Hidayat, Sholeh. Pengembangan Kurikulum Baru. (Serang: Remaja Rosdakarya, 2013).

https://www.academia.edu/36373608/Penelitian_Tindakan_Kelas_Model_Kemmis_dan_Tagg
art. Diakses pada tanggal 05 Desember 2023.

Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum Teori dan Pratik. (Ar RUZZ: Jogjakarta, 2007).

M. Saputra dan Rudyanto, Yudha. Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Ketrampilan


Anak TK. (Jakarta: Depdikbud, 2005).

Nurgiyantoro, Burhan. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah (Sebuah Pengantar


Teoritis dan Pelaksanaan). (BPFE: Jogajakarta, 1988).
Rahayu Chandrawati, Sri. 2009. Model-Model Pengembangan Kurikulum Dan Fungsinya Bagi
Guru. http://chandrawati.wordpress.com/category/uncategorized/.Diakses pada tanggal 05
Desember 2023.

Redho Syam, Aldo. “Posisi Manajemen Kurikulum Dan Pembelajaran Dalam Pendidikan”,
Jurnal Muaddib, Vol. 07, No. 01 tahun 2017.

Rosalinda, Rinita. “Hubungan Pendekatan Model Kurikulum dan Pembelajaran” dalam


https://rinitarosalinda.blogspot.com/2016/11/hubungan-pendekatan-model-kurikulum-
dan.html?m=0. Diakses pada tanggal 05 Desember 2023.

Sanjaya, Wina. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2008).

25
26

Sanjaya, Wina. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2008).

Supinah, Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam melaksanakan


KTSP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Matematika, 2008).

Supinah, Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam melaksanakan


KTSP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Matematika, 2008).

Supratna, Sumarna. Model-model Pembelajaran. (Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional,


2010).

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif – Progesif. (Jakarta: Bumi Aksara, 2010).

Zaini, Hasyim. Strategi pembelajaran Aktif, (Yogyakarta, Pustaka Insan Maadani, 2008).

Anda mungkin juga menyukai