Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MACAM-MACAM MODEL KONSEP KURIKULUM

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Telaah & Pengembangan
Kurikulum

Dosen Pengampu : Lalan Sahlani, M.Ag

Disusun Oleh:

Nisa Maris Mardiah 20.03.2709

Riski Yulia Safitri 20.03.2609

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM PERSIS BANDUNG

BANDUNG – CIGANITRI
ii

1444 H/2023 M

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Macam-
Macam Model Konsep Kurikulum”.

Tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Semoga dengan adanya malakah ini
dapat memberikan manfaat bagi para pembaca

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan
pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Bandung, 12 Maret 2023

Penulis
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
BAB l PENDAHULUAN...............................................................................................1
A Latar Belakang Masalah..........................................................................................1
B Rumusan Masalah....................................................................................................2
C Tujuan......................................................................................................................2
BAB ll PEMBAHASAN.................................................................................................3
A Kurikulum subjek akademis....................................................................................3
B Kurikulum Humanistik............................................................................................6
C Kurikulum Rekonstruksi Sosial...............................................................................9
D Kurikulum Teknologi dan Kurikulum...................................................................11
BAB lll PENUTUP.......................................................................................................14
A Kesimpulan............................................................................................................14
B Saran......................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................15
iv

BAB l
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Model konsep muncul sebagai implikasi dari adanya berbagai aliran dalam
pendidikan. Model konsep kurikulum sangat berkaitan dengan aliran pendidikan
yang dianut. Aliran pendidikan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:

1. Pendidikan klasik, yang menggunakan model konsep kurikulum subjek


akademis,
2. Pendidikan pribadi, yang menggunakan model konsep kurikulum
humanistik,
3. Teknologi pendidikan, yang menggunakan kurukulum teknologi, dan
4. Pendidikan interaksionis, yang menggunakan model konsep kurikulum
rekonstruksi sosial.

Setiap aliran pendidikan bertitik tolak dari asumsi yang berbeda, seperti
tujuan, isi, proses, dan evaluasi. Perbedaan aliran pendidikan ini juga berdampak
terhadap kedudukan pendidik (guru), peran peserta didik, dan proses pendidikan.

Model konsep kurikulum tidak terlepas dari apa yang dikemukakan Hilda
Taba dalam bukunya Curriculum Developmen: Theory and Practice bahwa
terdapat tiga fungsi kurikulum, yaitu (1) sebagai transmisi, yaitu mewariskan nilai-
nilai kebudayaan, (2) sebagai transformasi, yaitu melakukan perubahan atau
rekonstruksi sosial, dan (3) sebagai pengembangan individu. Fungsi pertama dapat
direalisasikan melalui konsep kurikulum subjek akademis, fungsi kedua dapat
diwujudkan melalui konsep kurikulum rekonstruksi sosial, dan fungsi ketiga dapat
direfleksikan melalui konsep kurikulum humanistik (aktualisasi diri).1

Sampai saat ini banyak model kurikulum yang telah dikembangkan oleh
para ahli. Pada makalah ini akan dikaji empat macam model konsep kurikulum

1
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur,
Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, (Cet. IV; Bandung; PT Remaja Rosdakarya
Offset, 2014), hlm. 127.
v

berdasarkan pada urutan kajian paling tradisional sampai pada kajian yang
dianggap cukup modern.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan model kurikulum subjek akademis?
2. Apa yang dimaksud dengan model kurikulum humanistik?
3. Apa yang dimaksud dengan model kurikulum rekonstruksi sosial?
4. Apa yang dimaksud dengan model kurikulum teknologi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kurikulum subjek akademis.
2. Untuk mengetahui kurikulum humanistik
3. Untuk mengetahui Kurikulum rekonstruksi sosial.
4. Untuk mengetahui Kurikulum teknologi.
vi

BAB ll
PEMBAHASAN

A. Kurikulum Subjek Akademis


Kurikulum subjek akademis merupakan salah satu model kurikulum yang
paling tua sejak sekolah yang pertama berdiri, kurikulumnya mirip dengan tipe ini.
Sampai sekarang, walaupun telah berkembang tipe-tipe lain, umumnya sekolah
tidak dapat melepaskan tipe ini. Mengapa demikian? karena kurikulum ini sangat
praktis, mudah disusun, mudah digabungkan dengan tipe lainnya.2

Kurikulum subjek akademis berisi tentang pengetahuan. Pengetahuan


merupakan warisan budaya pada masa lampau dan akan tetap diwariskan kepada
generasi yang akan datang. Pengetahuan itu telah disusun oleh para ahli secara
sistematis, logis, dan solid dalam bentuk mata pelajaran. Mata pelajaran tersebut
diberikan di setiap sekolah. Peserta didik yang berada di sekolah harus
mempelajari semua mata pelajaran. Tujuannya adalah agar peserta didik
menguasai pengetahuan. Dengan demikian, pendidikan lebih bersifat
pengembangan intelektual.3

Menurut S. Nasution (1991), konsep kurikulum subjek akademis bertujuan


untuk “menghasilkan ilmuan yang bermutu tinggi dengan mengajarkan
pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip fundamental disiplin ilmu,
menganjurkan proses penelitian dan penemuan, dan memberikan kurikulum yang
didasarkan atas disiplin ilmu yang tersendiri karena tiap disiplin mempunyai
metode penelitian yang khusus”.

Pakar pendidikan terus menerus menciptakan berbagai kurikulum yang


mampu membekali peserta didik sehingga mampu memasuki dunia pendidikan
selanjutnya menggunakan berbagai konsep dan metode pendidikan dengan
memperhatikan hubungan antar sesama, analisis, dan terakhir adalah menarik
kesimpulan. Dalam pengembangan kurikulum dengan menggunakan pendekatan
subjek akademis ini pengembangan dilaksanakan dengan pertama-tama

2
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Cet. XVIII; Bandung; PT
Remaja Rosdakarya Offset, 2015), hlm. 81.
3
Arifin, Op.Cit, hlm. 128.
vii

menentukan mata pelajaran yang diharuskan untuk dipelajari oleh peserta didik,
hal ini diharapkan mampu membekali pengembangan ilmu pengetahuan bagi
peserta didik (Nurhalimah, 2020).

Sekurang-kurangnya ada tiga pendekatan dalam perkembangan kurikulum


subjek akademis, yaitu:

1. Melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan. Peseta didik belajar bagaimana


memperoleh dan menguji fakta-fakta dan bukan sekadar mengingat-ingatnya.
2. Studi yang bersifat integratif. Pendekatan ini merupakan respon terhadap
perkembangan masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan yang
lebih komprehensif-terpadu. Pelajaran tersusun atas satuan-satuan pelajaran,
dalam satuan-satuan pelajaran tersebut batas-batas ilmu menjadi hilang.
Pengorganisasian tema-tema pengajaran didasarkan atas fenomena-fenomena
alam, proses kerja ilmiah dan problem-problem yang ada.
3. Pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamental. Mereka
tetap mengajar berdasarkan mata pelajaran dengan menekankan membaca,
menulis dan memecahkan masalah-masalah sistematis. Pelajaran-pelajaran lain
seperti ilmu kealaman, ilmu sosial, dan lain-lain dipelajari tanpa dihubungkan
dengan kebutuhan praktis pemecahan masalah dalam kehidupan.4

Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep kurikulum subjek


akademis, memiliki karakeristik tertentu, antara lain:

1. Tujuan, yaitu mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui


penguasaan disiplin ilmu.
2. Isi/materi, yaitu mengambil dari beberapa disiplin ilmu yang telah disusun
oleh para ahli, kemudian direorganisasi sesuai kebutuhan pendidikan.
Organisasi materi yang digunakan adalah unified atau concentrated,
integrated, correlated, dan problem solving.
3. Metode, yaitu menggunakan metode ekspositori, inkuiri-diskoveri, dan
pemecahan masalah.

4
Sukmadinata, Op.Cit, hlm. 83-84.
viii

4. Evaluasi, yaitu menggunakan jenis dan bentuk evaluasi yang bervariasi,


seperti formatif dan sumatif, tes dan nontes. Evaluasi lebih mengutamakan
hasil sesuai dengan kriteria pencapaian.5

Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek


akademis. Pola-pola organisasi yang terpenting diantaranya:

1. Correlated currikulum. Kurikulum ini menekankan pentingnya hubungan


antara organisasi materi atau konsep yang dipelajari dari satu pelajaran
dengan pelajaran yang lain, tanpa menghilangkan perbedaan esensia dari
setiap mata pelajaran.
2. Unified atau Concentrated Currikulum. Sesuai dengan namanya,
kurikulum jenis ini sangat kental dengan disiplin ilmu. Setiap disiplin ilmu
dibangun dari berbagai tema pelajaran. Pola organisasi bahan dalam suatu
pelajaran disusun dalam tema-tema dalam pelajaran tertentu. Salah satu
aplikasi kurikulum saat ini terdapat pada pembelajaran yang sifatnya
tematik. Dari satu tema yang diajukan misalnya ”lingkungan“ selanjutnya
dikaji dari berbagai disiplin ilmu misalnya, sains, matematika, sosial dan
bahasa.
3. Integrated Currikulum. Pola organisasi kurikulum ini memperhatikan
warna disiplin ilmu. Bahan ajar diintegrasikan menjadi satu keseluruhan
yang disajikan dalam bentuk satuan unit. Dalam satu unit terdapat
hubungan antara pelajaran serta berbagai kegiatan siswa. Dengan
keterpaduan bahan pelajaran tersebut diharapkan siswa mempunyai
pemahaman materi secara utuh. Oleh karena itu, inti yang diajarkan kepada
siswa harus memenuhi kebutuhan hidup dilingkungan masyarakat.
4. Problem Solving Currikulum. Hal ini berisi tentang pemecahan masalah
yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan
pengetahuan serta keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Pada
kurikulum model ini guru cenderung dimaknai sebagai seseorang yang
harus “digugu” dan “ditiru”.6

5
Arifin, Op.Cit, hlm. 129.
6
Sukmadinata, Op.Cit, hlm. 84-85.
ix

Berdasarkan uraian tersebut tujuan dan sifat mata pelajaran merupakan dua
hal yang mempengaruhi model evaluasi kurikulum subjek akademis. Ilmu yang
termasuk kategori ilmu-ilmu alam mempunyai model evaluasi yang berbeda
dengan ilmu-ilmu sosial. Kurikulum ini bersumber pada pendidikan klasik.
Konsep pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa seluruh warisan budaya yaitu,
pengetahuan, ide-ide, atau nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir terdahulu.

Pendidikan berfungsi untuk memelihara, mengawetkan dan meneruskan


budaya tersebut kepada genersi berikutnya, sehingga kurikulum ini lebih
mengutamakan isi pendidikan. Oleh karenanya kurikulum ini lebih bersifat
intelektual.

B. Kurikulum Humanistik
Kurikulum humanistik lebih mengedepankan sifat humanisme dalam
pembelajaran. Hal ini dilakukan sebagai reaksi terhadap kurikulum yang terlalu
mengedepankan intelektualitas. Pendekatan ini bertumpu pada filsafat belajar
humanisme yang memandang bahwa belajar tidak terbatas pada pengembangan
ranah kognitif saja, melainkan melibatkan seluruh domain (kognitif, afektif dan
psikomotorik) sehingga semua aspek mendapatkan perhatian (Afifah 2011).

Kurikulum humanistik didasarkan pada aliran pendidikan humanisme atau


pribadi. Aliran pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa peserta didik adalah
yang pertama dan utama dalam pendidikan. Peserta didik adalah subjek yang
menjadi pusat kegiatan pendidikan, yang mempunyai potensi, kemampuan, dan
kekuatan untuk berkembang.7

Tugas individu yang berkaitan dengan konsep ini adalah membantu


individu dalam upaya mencapai perwujudan diri, melalui pengembangan potensi
yang dimiliki. Dalam hal ini, pendidikan bukan hanya sekedar memberi, tetapi
menumbuhkan keberanian kepada siswa untuk berbuat atau melakukan sesuatu.8

Dengan demikian, prioritas pendekatan ini adalah pengalaman belajar yang


diarahkan terhadap tanggapan minat, kebutuhan, dan kemampuan siswa.
Pendekatan ini berpusat pada siswa dan mengutamakan perkembangan unsur
7
Arifin, Op.Cit, hlm. 132.
8
Mohammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Cet. II; Bandung; CV Penerbit Sinar Baru,
1992), hlm. 11.
x

efeksi. Pendidikan ini diarahkan kepada pembina manusia yang utuh, bukan saja
segi fisik dan intelektual, tetapi juga segi sosial dan afeksi (emosi, sikap, perasaan,
nilai, dan lain-lain).

Hal ini mendatangakan bahwa pendekatan ini berpegang pada prinsip


peserta didik merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan lebih
menekankan bagaimana mengajar siswa (mendorong siswa), dan bagaimana
merasakan atau bersikap terhadap sesuatu. Penganut model kurikulum ini
beranggapan bahwa siswa merupakan subjek utama yang mempunyai potensi,
kemampuan dan kekuatan yang dikembangkan. Hal ini sejalan dengan teori Gestalt
yang mengatakan bahwa individu atau anak merupakan satu kesatuan yang
menyeluruh. Pendidikan yang menggunakan kurikulum ini selalu mengedepankan
peran siswa di sekolah. Dengan situasi seperti ini, anak diharapkan mampu
mengembangkan segala potensi yang dimilikinya pendidikan dianggap sebagai
proses yang dinamis serta merupakan upaya yang mampu mendorong siswa untuk
bisa mengembangkan potensi dirinya. Karena itu, seseorang yang telah mampu
mengaktualisasilan diri adalah orang yang telah mencapai keseimbangan
perkembangan diri dari aspek kognitif, estetika, dan moral.

Kurikulum humanistik merupakan kurikulum yang lebih mementingkan


proses daripada hasil. Sasaran utama kurikulum jenis ini adalah bagaimana
memaksimalkan perkembangan anak supaya menjadi manusia yang mandiri.
Proses belajar yang baik adalah aktivitas yang mampu memberikan pengalaman
yang bisa membantu siswa untuk mengembangkan potensinya. Dalam evaluasi
guru lebih cenderung memberikan penilaian yang bersifat subjektif.

Menurut Nana Sy. Sukmadinata (2005:87) mengklasifikasikan pendidikan


humanistik menjadi 3 macam yaitu:

1. Pendidikan konfluen.
2. Pendidikan kritikisme radikal.
3. Mistikisme modern.9

9
Arifin, Op.Cit, hlm. 132-133.
xi

Dari ketiga aliran tersebut akhirnya berkembang tiga macam jenis


kurikulum sesuai dengan konsep dasar yang dianut oleh aliran tersebut.

Ahli pendidikan konfluen berupaya menyatukan segi efektif dan kognitif


dalam kurikulum. Pendidikan harus mampu memproses secara utuh kedua aspek
tersebut. Dasar dari kurikulum ini adalah teori Gestalt yang menekankan keutuhan
dan kesatuan secara keseluruhan. Ada lima hal yang mencirikan kurikulum
konfuensi, yaitu partisifasi, integrasi, relavasi, pribadi anak dan tujuan.10

Oleh karenanya, isi pendidikan dalam model konfluen ini diambil dari
dunia siswa sehingga sesuai dengan kebutuhan pribadi anak. Hal ini disebabkan
pendidikan merupakan satu kegiatan yang bersifat pengembangan pribadi atau
aktualisasi segala potensi serta pribadi secara utuh. Pengembangan pribadi yang
utuh merupakan tujuan utama dari pendidikan ini.

Aliran pendidikan kritikisme radikal memandang pendidikan sebagai upaya


untuk membantu anak dalam menemukan dan mengembangkan sendiri segala
potensi dirinya. Dengan hal ini upaya peningkatan pengembangan dirinya bisa
belajar secara optimal. Proses pendidikan cenderung dilakukan secara demokratis
dan tidak ada pemaksaan. Pemberian rangsangan atau dorongan ke arah
perkembangan merupakan dua hal yang diutamakan.

Langkah-langkah penyusunan urutan kegiatan dalam pengajaran yang


bersifat efektif menurut Shiflett (1975, hlm. 121-139) adalah sebagai berikut:

1. Menyusun kegiatan yang dapat memunculkan sikap, minat, atau perhatian


tertentu.
2. Memperkenalkan bahan-bahan yang akan dibahas dalam setiap kegiatan. Di
dalamnya tercakup topik-topik, bahan, serta kegiatan belajar yang akan
membantu peserta dalam merumuskan apa yang akan mereka pelajari.
3. Pelaksanaan kegiatan, para peserta diberi pengalaman yang menyenangkan
baik yang berupa gerakan-gerakan maupun penghayatan.
4. Penyempurnaan, pembahasan hasil-hasil yang telah dicapai, penyempurnaan
hasil serta upaya tindak lanjut.11

10
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, hlm. 87-88.
11
Ibid, hlm. 90-91.
xii

Evaluasi kurikulum humanistik berbeda dengan evaluasi pada umumnya,


yang lebih ditekankan pada hasil akhir atau produk. Sebaliknya, evaluasi
kurikulum humanistik lebih memberi penekanan pada proses yang dilakukan.
Kurikulum ini melihat kegiatan ini sebagai sebuah manfaat untuk peserta di masa
depan. Kelas yang baik akan menyediakan berbagai pengalaman untuk membantu
peserta didik menyadari potensi mereka dan orang lain, serta dapat
mengembangkannya.12

Dengan demikian, bahwa evaluasi dalam kurikulum ini mengutamakan


proses dibandingkan dengan hasil. Karena itu, dalam kurikulum humanistik tidak
ada kriteria pencapaian karena sasarannya adalah perkembangan peserta didik
supaya menjadi manusia yang terbuka, lebih berdiri sendiri. Penilaiannya bersifat
objektif.

C. Kurikulum Rekonstruksi Sosial


Konsep kurikulum ini menekankan pentingnya kurikulum sebagai alat
untuk melakukan rekonstruksi atau penyusunan kembali corak kehidupan dan
kebudayaan masyarakat. Di dalam kurikulum disusun rencana yang berkaitan
dengan bagaimana menata kembali kehidupan masyarakat menuju tatanan yang
dipandang lebih baik. Tatanan ini meliputi segi-segi sosial, politik, ekonomi,
mental, dan spiritual. Melalui pendidikan di sekolah yang merupakan implementasi
kurikulum siswa diajak untuk mengenali berbagai permasalahan yang muncul di
masyarakat, sesuai dengan tingkat kemampuan berfikirnya, kemudian berupaya
mencari alternatif pemecahannya.13

Kurikulum rekonstruksi sosial sudah dimulai pada tahun 1920-an. Ketika


itu Harold Rug menegaskan bahwa selama ini terdapat kesenjangan antara
kurikulum dan kebutuhan masyarakat. Dia juga sangat berharap agar siswa dapat
memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang luas, serta memiliki ide atau
gagasan yang cemerlang tentang masyarakat, termasuk upaya memecahkan
masalah-masalah sosial. Pada gilirannya, siswa bersama stakeholder-nya dapat

12
Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Cet. V; Bandung; PT Remaja Rosdakarya
Offset, 2013), hlm. 145.
13
Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, hlm. 11-12.
xiii

menciptakan masyarakat baru, yaitu masyarakat yang memiliki stabilitas ekonomi,


tingkat pendidikan yang memadai, lingkungan yang sehat, keluarga yang sejahtera,
dan mempunyai wawasan masa depan. Pada awal tahun 1950-an, Theodore
Brameld juga mengemukakan gagasannya tentang intimidasi dan kompromi semu.
Pada era tahun 1960-an, timbul pemikiran Hilda Taba melalui salah satu fungsi
kurikulumnya sebagai transformasi, yaitu melakukan rekonstruksi sosial.14

Kurikulum model ini pada dasarnya menghendaki adanya proses belajar


yang menghasilkan perubahan secara relatif tetap dalam prilaku, yaitu dalam
berfikir, merasa dan melakukan.15

Kurikulum ini memiliki hubungan dengan kegiatan kemasyarakatan yang


di dalamnya terdapat kegiatan interaksi. Kurikulum ini dikembangkan oleh aliran
interaksional. Pakar di bidang ini berpendapat bahwa pendidikan merupakan upaya
bersama dari berbagai pihak untuk menumbuhkan adanya interaksi dan kerja sama.
Tujuan utama kurikulum jenis ini adalah mempersiapkan peserta didik untuk dapat
menghadapi tantangan, termasuk di dalamnya ancaman dan hambatan. Tantangan
dianggap sebagai bidang garapan salah satu disiplin ilmu, namun perlu juga di
dekati dengan ilmu-ilmu lain.

Dalam praktiknya, perancang kurikulum terkonstruksi sosial selalu


berusaha menyelaraskan antara tujuan nasiaonal dengan tujuan siswa. Kerjasama
antar individu maupun kelompok merupakan kegiatan yang sangat dominan dalam
pengajaran yang menggunakan kurikulum jenis ini. Dengan demikian, kompetisi
antar individu maupun kelompok bukan hal yang diprioritaskan. Ahli kurikulum
yang berorientasi pada kemajuan di masa yang akan datang menyarankan
pentingnya kurikulum yang difokukan pada hal yang terkait dengan kehidupan
sosial kemasyarakatan. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan
interaksional, yang bertolak dari pemikiran manusia sebagai mahluk sosial.

Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan berintikan kerjasama dan


interaksi. Dengan demikian, kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada
problem-problem yang dihadapi masyarakat.
14
Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur, Komponen,
Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, hlm. 130.
15
La Adu, Ilmu Pendidikan Islam. (Cet. I; Makassar; Dua Satu Press, 2013), hlm. 77.
xiv

Ada beberapa ciri dari desain kurikulum ini yaitu, asumsi, masalah-masalah
sosial yang mendesak, dan pola-pola organisasi. Kurikulum rekonstruksi sosial
memiliki komponen-komponen yang sama dengan model kurikulum lain tetapi isi
dan bentuk-bentuknya berbeda seperti, tujuan dan isi kurikulum, metode, dan
evaluasi.16

Tujuan dan isi kurikulum ini setiap tahun bisa berubah, tergantung dari
perubahan masyarakat. Dalam pemilihan metode guru berusaha membantu para
siswa menemukan minat dan kebutuhannya. Dalam kegiatan evaluasi siswa
dilibatkan, terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan
diujikan.

D. Kurikulum Teknologi dan Kurikulum


Terdapat korelasi yang positif antara ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan akan berdampak positif terhadap teknologi yang
dihasilkan. Demikian pula sebaliknya, kemajuan teknologi juga berpengaruh besar
terhadap perkembangan model konsep kurikulum.

Ciri-ciri kurikulum teknologis antara lain sebagai berikut :

1. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam


bentuk perilaku hasil belajar yang dapat diukur. Tujuan yang masih bersifat
umum dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih kecil (tujuan khusus), yang
di dalamnya terkandung aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.
2. Metode pengajaran bersifat individual. Setiap siswa menghadapi tugas sesuai
dengan kecepatan masing-masing.
3. Organisasi bahan ajar atau isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu,
tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu
kompetensi. Bahan ajar yang besar disusun dari bahan ajar yang lebih kecil
dengan memperhatikan urutan-urutan penyajian materi dalam
pengorganisasiannya.
4. Evaluasi dilakukan kapan saja. Ketika siswa telah mempelajari suatu
topik/subtopik, ia dapat mengajukan diri untuk dievaluasi. Fungsi evaluasi ini
antara lain sebagai umpan balik: bagi siswa dalam penyempurnaan penguasaan
16
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, hlm. 92-94.
xv

suatu satuan pelajaran (formatif), bagi program semester (sumatif), serta bagi
guru dan pengembang kurikulum. Bentuk evaluasi umumnya obyektif tes.17

Program pengajaran model kurikulum ini menggunakan alat-alat yang


berbau teknologi, khususnya teknologi terbaru, yang secara umum lebih
menyenangkan dan terkesan up to date. Dari sisi pelaksanaannya, program
pengajaran ini mengedepankan efisiensi dan efektivitas. Dengan model pengajaran
seperti ini, standar penguasaan siswa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
model-model lain.

Model kurikulum teknologis dikembangkan berdasarkan pemikiran


teknologi pendidikan. Model ini sangat mengutamakan pembentukan dan
penguasaan kompetensi, bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya dan ilmu
seperti pada pendidikan klasik. Model kurikulum teknologi berorientasi pada masa
sekarang dan yang akan datang. Kurikulum ini juga menekankan pada isi
kurikulum. Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih
kecil sehingga akhirnya menjadi perilaku-perilaku yang dapat diamati atau diukur.

Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada beberapa dasar,


yaitu:

1. Prosedur pengembangan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh


pengembang kurikulum yang lain.
2. Hasil pengembangan yang berbentuk model adalah yang bisa diuji coba ulang,
dan memberikan hasil yang sama.

Pengembangan kurikulum teknologis terutama yang menekankan teknologi


alat, perlu mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, formulasi perlu dirumuskan
terlebih dahulu apakah pengembangan alat atau media tersebut benar-benar
diperlukan. Hal ini menyangkut pasaran. Kedua spesifikasi, diperlukan adanya
spesifikasi dari alat atau media yang akan dikembangkan, baik dilihat dari segi
kegunaannya maupun ketepatan penggunaannya.

Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada


kompetensi. Pengembangan dan penggunaan alat dan media pengajaran bukan

17
Ibid, hlm. 97-98.
xvi

hanya sebagai alat bantu tetapi bersatu dengan program pengajaran dan ditujukan
pada penguasaan kompetensi tertentu.

BAB lll
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep kurikulum subjek akademis memandang kurikulum sebagai alat
untuk mengembangkan kemampuan intelektual. Bentuk kurikulum berdasarkan
konsep ini adalah kurikulum bidang studi yang berbentuk spiral dan kurikulum
inti.
xvii

Kurikulum humanistis memandang kurikulum sebagai alat untuk


mengembangkan pribadi individu. Bentuk kurikulum berdasarkan konsep ini
adalah kurikulum yang berpusat pada anak didik.

Konsep kurikulum rekonstruksi sosial memandang kurikulum sebagai alat


untuk menata kembali kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Bentuk
kurikulum berdasarkan konsep ini adalah kurikulum kegiatan, kurikulum proyek,
atau kurikulum pengalaman.

Konsep kurikulum teknologis memandang kurikulum sebagai suatu sistem


yang dikembangkan dengan menggunakan pendekatan sistem. Bentuk kurikulum
berdasarkan konsep ini adalah kurikulum yang diimplementasikan dalam bentuk
pengajaran individual.

B. Saran
Kami sebagai penulis menyadari jika makalah ini banyak sekali
kekurangan yang jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya kami akan terus
memperbaiki makalah dengan mengacu kepada sumber yang bisa
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya
kritik, saran dan opini mengenai pembahasan makalah kami.

DAFTAR PUSTAKA

Adu, La. Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. I; Makassar: Dua Satu Press, 2013)
Afifah, Nurul. 2011. “Pendekatan Humanistik Dalam Pengembangan Kurikulum
Dan Pembelajaran Fiqih.” Akademika: Jurnal Pemikiran Islam
16(2):265–82.
xviii

Ali, Mohammad. Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Cet. II; Bandung; CV Penerbit


Sinar Baru, 1992)

Arifin, Zainal. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip,
Prosedur, Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, (Cet. IV;
Bandung; PT Remaja Rosdakarya Offset, 2014)

Hamalik, Oemar. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Cet. V; Bandung; PT


Remaja Rosdakarya Offset, 2013)

Sukmadinata, Nana Syaodih. 1988. Prinsip Dan Landasan Pengembangan


Kurikulum, (Jakarta: P2LPTK)

Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Cet. XVIII;
Bandung; PT Remaja Rosdakarya Offset, 2015)

https://sinautp.weebly.com/model-kurikulum-teknologis.html Diakses pada


tanggal 12 Maret 2023 19.25

Anda mungkin juga menyukai