Anda di halaman 1dari 46

MODEL DAN ORGANISASI KURIKULUM

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Pengembangan Kurikulum SD
Dosen Pengampu :Dr. Christina Ismaniati, M.Pd.

Oleh:
Kelompok 2 Kelas PD C

Melani Septi Arista A (17712251050)


Wardarul Jannah (17712251052)
Irma Pravitasari (17712251056)

PENDIDIKAN DASAR
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehinggakami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
pengembangan kurikulum SD mengenai Model dan Organisasi
Kurikulum.Semoga tugas ini dapat memberikan manfaat pengetahuan kepada
kami, teman-teman satu kelas, dan dapat diterima oleh Ibu Dr. Christina
Ismaniati.M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah pengembangan kurikulum
SD.
Segala upaya telah kami lakukan untuk menyempurnakan tugas makalah ini,
maka kami mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun sehingga
dapat dijadikan acuan dan tolok ukur dalam pembuatan tugas selanjutnya agar
hasilnya lebih baik.

Yogyakarta, 2Oktober 2017


Penulis

ii
DAFTAR ISI

MODEL DAN ORGANISASI KURIKULUM ................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 1
BAB II................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 3
A. Model Konsep Kurikulum ...................................................................................... 3
1. Kurikulum Subjek Akademis .............................................................................. 3
2. Kurikulum Humanistik ....................................................................................... 6
3. Kurikulum Teknologis ........................................................................................ 8
4. Kurikulum Rekonstruksi Sosial ........................................................................ 11
B. Model Pengembangan Kurikulum ........................................................................ 13
1. Raph Tyler ........................................................................................................ 14
2. Hilda Taba......................................................................................................... 15
3. D.K Wheeler ..................................................................................................... 20
4. Audrey dan Howard Nicholls ........................................................................... 21
5. Deckler Walker ................................................................................................. 25
6. Malcolm Skillbeck ............................................................................................ 26
7. Kurikulum terpadu ( Integrated Curriculum ) ...Error! Bookmark not defined.
C. Organisasi Kurikulum ........................................................................................... 29
BAB III ............................................................................................................................. 41
SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................................. 41
A. Simpulan ............................................................................................................... 41
B. Saran ..................................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 43

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengembangan kurikulum tidak dapat lepas dari berbagai aspek yang
mempengaruhinya, seperti cara berpikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan,
politik, budaya, dan sosial), proses pengembangan, kebutuhan peserta didik,
kebutuhan masyarakat maupun arah program pendidikan. Aspek-aspek
tersebut akan menjadi bahan yang perlu dipertimbangkan dalam suatu
pengembangan kurikulum. Model pengembangan kurikulum merupakan
suatu alternative prosedur dalam rangka mendesain (design), menerapkan
(implementation), dan mengevaluasi (evaluation) suatu kurikulum. Oleh
karena itu, model pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan
suatu proses sistem perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi
berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan pendidikan.
Salah satu aspek yang perlu dipahami dalam pengembangan
kurikulum adalah aspek yang berkaitan denga organisasi kurikulum.
Organisasi kurikulum berkaitan dengan pengaturan bahan pelajaran, yang
selanjutnya memiliki dampak terhadap masalah administrative pelaksanaan
proses pembelajaran. Organisasi kurikulum bukan masalah manajerial
lembaga pendidikan. Organisasi kurikulum merupakan pola atau desain
bahan/isi kurikulum yang tujuannnya untuk mempermudah siswa dalam
mepelajari bahan pelajaran serta mempermudah siswa dalam melakukan
kegiatan belajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan mengenai model konsep kurikulum?
2. Bagaimana penjelasan mengenai model pengembangan kurikulum?
3. Bagaimana penjelasan mengenai organisasi kurikulum?
C. Tujuan Penulisan
1. Melalui kegiatan presentasi dan diskusi mahasiswa mampu menjelaskan
model konsep kurikulum.

1
2. Melalui kegiatan presentasi dan diskusi mahasiswa mampu menjelaskan
model pengembangan kurikulum.
3. Melalui kegiatan presentasi dan diskusi mahasiswa mampu menjelaskan
organisasi kurikulum.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. ModelKonsep Kurikulum
Kurikulum mempunyai hubungan yang erat dengan teori pendidikan.
Suatu kurikulum disusun dengan mengacu pada satu atau beberapa teori
pendidikan tertentu. Kurikulum dapat dipandang sebagai rencana konkret
penerapan suatu teori pendidikan. Ada beberapa teori yang mendasari
pelaksanaan pendidikan, diantaranya adalah teori pendidikan klasik, pribadi,
teknologi dan interaksionis. Dari masing-masing teori pendidikan tersebut
menurunkan suatu model konsep kurikulum. Model konsep kurikulum dari
teori pendidikan klasik disebut kurikulum subjek akademis, teori pendidikan
pribadi disebut kurikulum humanistik, teori pendidikan teknologi disebut
kurikulum teknologis dan dari pendidikan interaksionis disebut kurikulum
rekonstruksi sosial (Sukmadinata, 1997).

1. Kurikulum Subjek Akademis


Model kurikulum subjek akademis merupakan model konsep kurikulum
tertua yang bersumber dari pendidikan klasik (berorientasi pada masa lalu).
Dalam model kurikulum subjek akademis semua ilmu pengetahuan dan
nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir masa lalu sedangkan fungsi
dari pendidikan adalah memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa
lalu tersebut. Model ini menempatkan belajar sebagai suatu usaha untuk
menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang yang dikatakan berhasil dalam
belajar adalah orang yang menguasai seluruh atau sebagian besar isi
pendidikan yang diberikan atau disiapkan oleh guru (Sukmadinata, 1997:
81)
Kurikulum subjek akademis bersifat intelektual dimana kurikulum
inisangat mengutamakan pengetahuan dan menitik beratkan pada isi
pendidikan. Isi pendidikan diambil dari setiap disiplin ilmu, oleh karena itu
nama-nama mata pelajaran yang menjadi isi kurikulum hampir sama dengan

3
nama disiplin ilmu, seperti bahasa dan sastra, geografi, matematika, ilmu
kealaman, sejarah dan sebagainya. Kurikulum model subjek akademis
berasumsi bahwa melalui penguasaan pengetahuan dalam berbagai disiplin
ilmu inilah manusia dapat memahami dunia sekitarnya.
Guru sebagai penyampai bahan ajar memegang peranan penting dalam
pelaksanaan kurikulum ini karena guru harus menguasai semua pengetahuan
yang ada dalam kurikulum dan menjadi ahli dalam bidang-bidang study
yang diajarkan. Lebih jauh, guru dituntut bukan hanya menguasai materi
pendidikan, tetapi ia juga menjadi model bagi siswa. Guru adalah yang
digugu dan ditiru (diikuti dan dicontoh).
Kurikulum subjek akademis tidak berarti hanya menekankan pada
materi yang disampaikan, dalam perkembangannya secara berangsur model
ini juga memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa. Proses belajar
pada siswa tergantung pada materi pelajaran yang dipelajari, misalnya
seorang siswa yang belajar fisika, harus melakukan kegiatan belajar
sebagaimana seorang ahli fisika melakukannya. Hal seperti itu akan
mempermudah proses belajar fisika bagi anak.
Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri berkenaan
dengan tujuan, metode, organisasi isi dan evaluasi, yang dapat diuraikan
sebagai berikut;
a. Tujuan kurikulum subjek akademis adalah pemberian pengetahuan
yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses
penelitian.
b. Metode yang paling banyak digunakan adalah ekspositori dan inkuiri.
c. Organisasi isi pada kurikulum subjek akademik terdiri dari beberapa
pola yaitu corelated curiculum, unified atau concentreted curiculum,
integrated curiculum dan problem solving curriculum.
d. Evaluasi pada model kurikulum subjek akademik menggunakan
berbagai bentuk evaluasi yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan sifat
mata pelajaran.

4
Berdasarkan pemaparan model kurikulum subjek akademik, dapat
diidentifikasi beberapa kelebihan dan kekurangan dari model kurikulum
subjek akademik. Kelebihan dari model kurikulm subjek akademis adalah
sangat praktis, mudah disusun dan mudah digabungkan dengan tipe lain,
selain itu para pengambang kurikulum tidak perlu menyusun dan
mengembangkan bahan sendiri, mereka tinggal memilih bahan materi ilmu
yang telah dikembangkan para ahli disiplin ilmu, kemudian
mengorganisasikannya secara sistematik. Sedangkan kekurangan dari model
kurikulum subjek akademis diantaranya adalah;
a. Para ahli disiplin ilmu sering memiliki sifat ambivalen terhadap
evaluasi. Satu pihak melihatnya sebagai suatu kegiatan yang sangat
berharga, yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan. Pada
pihak lain mereka menghawatirkan kegiatan evaluasi dapat
mempengaruhi hubungan guru dan siswa. Maka, evaluasi yang
dilakukan dalam waktu singkat tidak dapat memberikan gambaran yang
benar tentang perkembangan dan penguasaan siswa.
b. Pemilihan materi pelajaran dari sekian banyak disiplin ilmu yang ada.
Apabila ingin memiliki penguasaan yang cukup mendalam maka
jumlah disiplin ilmunya harus sedikit. Apabila hanya mempelajari
sedikit disiplin ilmu maka penguasaan para siswa akan sangat terbatas,
sukar menerapkannya dalam kehidupan masyarakat secara luas. Apabila
disiplin ilmunya cukup banyak, maka tahap penguasaannya akan
mendangkal. Siswa akan tahu banyak tetapi pengetahuannya hanya
sedikit-sedikit.
c. Para pengembang kurikulum subjek akademik lebih mengutamakan
penyusunan bahan secara logis dan sistematis daripada menyelaraskan
bahan pembelajaran dengan kemampuan berfikir anak. Mereka
umumnya kurang memperhatikan bagaimana siswa belajar dan
karakteristik siswa.
d. Para pengembang kurikulum subjek akademik kurang memperhatikan
kebutuhan masyarakat setempat.

5
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan model kurikulum subjek
akademis, terdapat beberapa saran yang dapat dilakukan agar dalam
perkembangan selanjutnya dilakukan beberapa penyempurnaan, yaitu;
a. Kekhawatiran terhadap kegiatan evaluasi dapat mempengaruhi
hubungan antara guru dan siswa dapat sedikit dikurangi dengan
dikembangkannya model evaluasi formatif dan sumatif.
b. Untuk mengatasi permasalahan dalam pemilihan disiplin ilmu dapat
diatasi dengan menekankan pengetahuan dasar, yaitu pengetahuan-
pengetahuan yang menjadi dasar bagi penguasaan disiplin-disiplin ilmu
yang lainnya.
c. Untuk mengimbangi kemampuan berfikir siswa, dapat dimulai dengan
mendorong penggunaan intuisi dan tebak-tebakan, menyesuaikan
pelajaran dengan perbedaan karakteristik siswa serta pemanfaatan
fasilitas dan sumber yang ada dalam masyarakat.
d. Mengutamakan kebutuhan masyarakat (social utility) dengan memilih
dan menentukan aspek-aspek dari disiplin ilmu yang sangat diperlukan
dalam kehidupan masyarakat.

2. Kurikulum Humanistik
Humanistik berasal dari kata dasar human yang berarti manusia atau
personal. Sesuai dengan namanya kurikulum humanistik lebih
mengedepankan sifat humanisme (kemanusiaan) dalam pembelajaran. Hal
ini sejalan dengan dasar aliran pendidikan yang melingkupinya yaitu aliran
pendidikan pribadi atau personalized education yang dikembangkan oleh
para ahli pendidikan humanistik.
Kurikulum humanistik berkembang sebagai reaksi terhadap pendidikan
yang lebih menekankan segi intelektual dengan peran utama dipegang oleh
guru. Menurut kurikulum humanistik pemegang peranan utama dalam
pembelajaran bukanlah guru tetapi siswa. Aliran ini lebih memberikan
ruang utama kepada siswa. Mereka bertolak dari asumsi bahwa anak atau

6
siswa adalah subjek yang menjadi pusat kegiatan pendidikan. Siswa
dianggap mempunyai potensi, kemampuan dan kekuatan untuk berkembang.
Prioritas model kurikulum humanistik adalah pembelajaran yang
berpusat pada siswa dengan memperhatikan pengalaman belajar yang
diarahkan terhadap minat, kebutuhan dan kemampuan siswa. Pendidikan
dalam kurikulum humanistik sejalan dengan teori Gestalt dimana
pendidikan berpegang pada prinsip bahwa peserta didik merupakan satu
kesatuan yang menyeluruh, hal ini mengarah pada pembinaan manusia yang
utuh, bukan hanya segi fisik dan intelektual, tetapi juga segi sosial dan
afektif.
Menurut Sukmadinata (1997: 90) tujuan pendidikan adalah
mengembangkan pribadi manusia yang teraktualisasi (self actualizing
person). Seseorang yang mampu mengaktualisasikan diri adalah orang yang
telah mencapai keseimbangan (harmoni) seluruh aspek pribadinya baik
secara kognitif, estetika maupun moral. Pendidikan yang menggunakan
model kurikulum humanistik selalu mengedepankan peran siswa di sekolah.
Dengan situasi tersebut, anak diharapkan mampu mengembangkan segala
potensi yang dimilikinya. Pendidikan dianggap sebagai proses yang dinamis
serta upaya yang mampu mendorong siswa untuk bisa mengembangkan
potensi dirinya baik dari aspek kognitif, estetika maupun moral.
Kurikulum humanistik merupakan kurikulum yang lebih mementingkan
proses daripada hasil. Oleh karena itu evaluasi dalam kurikulum ini tidak
memiliki kriteria pencapaian yang pasti karena sasarannya adalah
perkembangan peserta didik supaya menjadi manusia yang terbuka dan
mandiri. Kurikulum ini melihat proses belajar sebagai sebuah manfaat untuk
siswa di masa depan. Sasaran utama kurikulum model ini adalah bagaimana
memaksimalkan perkembangan anak supaya menjadi manusia yang
mandiri. Proses belajar yang baik adalah aktivitas yang mampu memberikan
pengalaman yang bisa membantu siswa untuk mengembangkan potensinya.
Kedudukan guru dalam kurikulum humanistik adalah sebagai
pendorong bagi siswa untuk mencari pengalaman belajar, mengembangkan

7
pengetahuan dan memecahkan permasalahan sendiri. Selain itu, guru
diharapkan dapat membangun hubungan emosional yang baik dengan siswa.
Menurut Hamalik (2013: 144) untuk membangun hubungan emosional yang
baik dapat dilakukan dengan mendengar pandangan realitas peserta didik
secara komprehensif, menghormati individu peserta didik dan tampil
alamiah, otentik, tidak dibuat-buat.
Berdasarkan penjelasan tentang model kurikulum humanistik, dapat
diidentifikasi beberapa kekurangan kelebihan dan kekurangannya.
Kelebihan dari model kurikulum ini adalah dapat menciptakan hubungan
emosional yang baik antara guru dan siswa, terciptanya situasi pembelajaran
yang permisif, releks dan akrab serta mengurangi kerenggangan maupun
keterasingan dengan lingkungan sekitar. Sedangkan kelemahannya dapat
diidentifikasi sebagai berikut;
a. Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi
perkembangan individu peserta didik.
b. Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu peserta didik,
pada kenyataannya di setiap program terdapat keseragaman peserta
didik.
c. Kurikulum ini kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat secara
keseluruhan
d. Dalam kurikulum ini prinsip-prinsip psikologis yang ada kurang
terhubungkan

3. Kurikulum Teknologis
Terdapat korelasi yang positif antara ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan akan berdampak positif terhadap teknologi
yang dihasilkan. Demikian pula sebaliknya, kemajuan teknologi juga
berpengaruh besar terhadap perkembangan model konsep kurikulum.
Menurut Hamalik (2013: 147) teknologi mempengaruhi kurikulum
dalam dua aspek, yaitu aplikasi dan teori. Aplikasi teknologi merupakan
suatu rencana penggunaan beragam alat dan media, atau tahapan basis

8
instruksi. Sebagai teori, teknologi digunakan dalam pengembangan dan
evaluasi material kurikulum dan instruksional. Pandangan pertama
menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi lebih diarahkan pada bagaimana
mengajarkannya, bukan apa yang diajarkan. Adapun pandangan kedua
menyatakan bahwa teknologi diarahkan pada penerapan tahapan
instruksional.
Model kurikulum teknologis dikembangkan berdasarkan pemikiran
teknologi pendidikan. Model ini sangat mengutamakan pembentukan dan
penguasaan kompetensi, dan bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya
dan ilmu seperti pada pendidikan klasik. Model kurikulum teknolgi
berorientasi pada masa sekarang dan yang akan datang, sedangkan
pendidikan klasik berorientasi pada masa lalu. Kurikulum ini juga
menekankan pada isi kurikulum. Suatu kompetensi yang besar diuraikan
menjadi kompetensi yang lebih kecil sehingga akhirnya menjadi perilaku-
perilaku yang dapat diamati atau diukur.
Sukmadinata (1997:97) menyatakan bahwa ciri-ciri kurikulum
teknologis dapat ditemukan pada empat bagian yaitu pada tujuan, metode,
organisasi bahan, dan evaluasi.
a. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan
dalam bentuk perilaku hasil belajar yang dapat diukur. Tujuan yang
masih bersifat umum dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih kecil
(tujuan khusus), yang di dalamnya terkandung aspek kognitif, afektif
maupun psikomotor.
b. Metode pengajaran bersifat individual. Setiap siswa menghadapi tugas
sesuai dengan kecepatan masing-masing.
c. Bahan ajar atau isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi
telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu
kompetensi. Bahan ajar yang besar disusun dari bahan ajar yang lebih
kecil dengan memperhatikan urutan-urutan penyajian materi dalam
pengorganisasiannya.

9
d. Evaluasi dilakukan kapan saja. Ketika siswa telah mempelajari suatu
topik/subtopik, ia dapat mengajukan diri untuk dievaluasi. Fungsi
evaluasi ini antara lain sebagai umpan balik: bagi siswa dalam
penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran (formatif), bagi
program semester (sumatif), serta bagi guru dan pengembang
kurikulum. Bentuk evaluasi umumnya obyektif tes.
Inti dari kurikulum teknologi adalah penekanan pada kompetensi yaitu
keyakinan bahwa materi kurikulum yang digunakan oleh peserta didik
seharusnya dapat menghasilkan kompetensi khusus bagi mereka. Teknologi
mengembangkan kurikulum dalam bentuk latihan terprogram yaitu dengan
memberi perhatian kepada peserta didik, menginformasikan kepada peserta
didik tentang ekspektasi hasil, mengaktifkan kemampuan yang relevan,
memberikan stimulus pada tugas, memberikan tanggapan reaksi saat terjadi
kesalahan, menyediakan umpan masukan, mengukur kinerja dan meyakini
ingatan (Hamalik, 2013: 148).
Seperti halnya model yang lain, model kurikulum ini mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari model ini adalah:
a. program pengajaran yang menggunakan alat-alat yang berbau
teknologi, khususnya teknologi terbaru, secara umum lebih
menyenangkan dan terkesan up to date.
b. dengan model pengajaran berbasis teknologi, standar penguasaan siswa
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan model-model lain.
c. Dengan model pengajaran berbasis teknologi, informasi dapat
digambarkan dengan berbagai cara. Pengetahuan menjadi lebih mudah
diakses oleh siswa di mana saja dan kapan saja, karena teknologi
memiliki jangkauan yang luas.
Sedangkan kelemahan dari model kurikulum teknologi dapat
diidentifikasi sebagai berikut;
a. Model ini terbatas untuk mengajarkan bahan ajar yang kompleks atau
membutuhkan penguasaan tingkat tinggi (analisis, sintetis, evaluasi)
juga bahan ajar yang bersifat afektif. Sehingga perlu adanya variasi

10
dalam penggunaan teknologi yang memungkinkan penyampaian bahan
ajar yang kompleks.
b. Pengajaran teknologis sukar untuk dapat melayani bakat-bakat siswa
belajar dengan metode-metode khusus.
c. Pengembangan kurikulum teknologi membutuhkan biaya yang tidak
sedikit, namun hal ini sebanding dengan keuntungan yang diperoleh.
d. Model teknologi ini hanya menekankan pada efektivitas produk saja,
sedangkan perhatian untuk mengubah lingkungan seperti organisasi
sekolah, sikap guru dan cara pandang masyarakat sangat kurang.

4. Kurikulum Rekonstruksi Sosial


Sesuai dengan namanya, kurikulum ini memiliki hubungan dengan
kegiatan kemasyarakatan yang di dalamnya terdapat kegiatan interaksi.
Kurikulum ini dikembangkan oleh aliran interaksional. Pakar di bidang ini
berpendapat bahwa pendidikan merupakan upaya bersama dari berbagai
pihak untuk menumbuhkan adanya interaksi dan kerja sama.
Pandangan rekonstruksi sosial di dalam kurikulum dimulai sekitar
tahun 1920-an. Harold Rug seorang tokoh yang berpengaruh dalam
pengembangan kurikulum rekonstruksi sosial mulai melihat dan
menyadarkan kawan-kawannya bahwa selama ini terjadi kesenjangan antara
kurikulum dan masyarakat. Ia menginginkan para siswa dengan
pengetahuan dan konsep-konsep baru yang diperolehnya dapat
mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah sosial. Setelah
diharapkan dapat menciptakan masyarakat baru yang stabil (Sukmadinata,
1997: 91).
Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional, yang
bertolak dari pemikiran manusia sebagai mahluk sosial. Pendidikan sebagai
salah satu bentuk kehidupan berintikan kerjasama dan interaksi. Dengan
demikian, kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problem-problem
yang dihadapi masyarakat.

11
Konsepsi kurikulum ini mengemukakan bahwa pendidikan bukanlah
merupakan upaya sendiri, melainkan merupakan kegiatan bersama,
interaksi, dan kerja sama. Interaksi atau kerja sama dapat terjadi pada siswa
dengan guru, siswa dengan siswa, siswa dengan orang di lingkungannya.
Dengan kerja sama semacam ini, para siswa berusaha memecahkan
problem-problem yang dihadapi dalam masyarakat agar menjadi masyarakat
yang lebih baik. Pendidikan, menurut konsepsi kurikulum rekonstruksi
sosial ini memiliki pengaruh, mengubah, dan memberi corak baru kepada
masyarakat dan kebudayaan (Ahid, 2006: 23).
Tujuan utama kurikulum jenis ini adalah untuk menghadapkan peserta
didik pada berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan. Melalui
model kurikulum ini peserta didik diarahkan untuk dapat menghadapi
tantangan, termasuk di dalamnya ancaman dan hambatan. Dalam kurikulum
rekonstruksi sosial guru berperan utnuk membantu siswa menemukan minat
dan kebutuhannya. Guru juga berperan dalam menghubungkan tujuan
peserta didik dengan manfaat lokal, nasional dan internasional. Para peserta
didik diharapkan dapat menggunakan minatnya dalam menemukan jawaban
atas permasalahan sosial yang dibahas di kelas.
Dalam kegiatan evaluasi siswa dilibatkan, terutama dalam memilih,
menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan. Evaluasi tidak hanya
menilai apa yang sedang dikuasai siswa, tetapi juga menilai pengaruh
kegiatan sekolah terhadap masyarakat. Pengaruh tersebut terutama
menyangkut perkembangan masyarakat dan peningkatan taraf kehidupan
masyarakat.
Seperti halnya model yang lain, model kurikulum ini mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari model ini adalah:
a. Kurikulum ini berorientasi ke masa depan yang memfokuskan pada
penggalian pada sumber sumber alam, kesejahteraan masyarakat,
masalah air, dan lain lain.

12
b. Kurikulum ini menghendaki adanya kerjasama dalam kegiatan belajar,
saling menghargai, suasana belajar yang kondusif, dan tidak ada
kompetitif karena satu dengan yang lain saling ketergantungan.
c. Dalam kegiatan evaluasi siswa turut serta memilih, menyusun dan
menilai bahan yang akan diujikan.
d. Sasaran evaluasi tidak hanya terfokus pada tingkat penguasaan siswa
tetapi lebih penting bagaimana dampak kegiatan sekolah terhadap
perubahan masyarakat.

Sedangkan kelemahan dari model kurikulum rekonstruksi sosial adalah:


a. Kesulitan dalam menganalisis pemacahan masalah sosial yang kompleks
sehingga diperlukan bantuan para ahli disiplin ilmu dalam menganalisis
memecahkan masalah sosial dan membuat kebijakan sosial.
b. Kurikulum ini sukar diterapkan, penyebabnya adalah interpretasi para
ahli tentang perkembangan dan masalah-masalah sosial berbeda.
Kemampuan warga untuk ikut serta dalam pemecahan juga bervariasi.

B. Model Pengembangan Kurikulum


Model merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Dalam
kurikulum, model merupakan ulasan teori tentang suatu proseskurikulum secara
total atau parsial, yakni salah satu komponen kuirkulum saja. Ulasan teoritis
tersebut menekankan pada ulasan yang berbeda-beda.Ada yang menitikberatkan
pada komponen organisasi kurikulum dan ada pula yang menekankan pada
hubungan antara pribadi yang terlibat dalam pengembangan kurikulum.
Dalam pengembangan model kurikulum, sedapat mungkin didasarkan pada
faktor-faktor yang konstan, sehingga ulasan mengenai model-model yang dibahas
dapat dilakukan secara konsisten. Faktor-faktor konstan yang dimaksudkan adalah
dalam pengembangan model kurikulum perlu didasarkan pada tujuan, bahan
pelajaran, proses belajar mengajar dan evaluasi yang tergambarkan dalam proses
pengembangan tersebut.
Model-model pengembangan kurikulum diantaranya adalah:

13
1. Raph Tyler
Dalam bukunya yang berjudul Basic Principles Curriculum and
Instruction (1949), Tyler mengatakan bahwa curriculum development
needed to be treated logically and systematically. Ia berupaya menjelaskan
tentang pentingnya pendapat rasional, mengenalisis, mengintepretasi
kurikulum dan program pengajaran dari suatu lembaga pendidikan.
Lebih lanjut, Tyler mengungkapkan bahwa untuk mengembangkan
suatu kurikulum, perlu menempatkan empat pertanyaan berikut:
a. What educational purposes should the school seek to attain?
(objectives). Tujuan pendidikan apa yang harus dicapai sekolah?
(objek).
b. What educational experiences are likely to attain these objectives?
(instructional strategic and content). Pendidikan apa yang cenderung
mencapai tujuan ini? (intruksi strategi dan isi).
c. How can these educational experiences be organized effectively?
(organizing learning experiences). Bagaimana pengalaman
pendidikan ini bisa diatur secara efektif? (organisasi pengalaman
belajar).
d. How can we determine whether these puposes are being attain?
(assesment and evaluation). Bagaimana kita bisa menentukan apakah
tujuan ini sudah dicapai? (assesmen dan evaluasi).

Sebagai bapak (father) pengembangan kurikulum (curriculum


development).Tyler telah menanamkan perlunya hal yang lebih rasional,
sistematis dan pendekatan yang berarti dalam tugas mereka.Tetapi, karya
Tyler atau pendapat Tyler sering dianggap rendah oleh beberapa penulis
sesudahnya. Hal itu karena dalam menentukan objectives model, ia terkesan
sangat kaku. Namun sebenarnya pandangan yang demikian tidak selalu
benar, mengingat banyak karya atau tulisan Tyler yang telah diintepretasi,
dianalisis secara dangkal.

14
What educational purposes should the school seek to
Objectives attain? (objectives).

Selecting Learning What educational experiences are likely to attain


Experiences these objectives? (instructional strategic and
content).

Organizing Learning How can these educational experiences be organized


Experiences effectively? (organizing learning experiences).

How can we determine whether these puposes are


Evaluation
being attain? (assesment and evaluation).

Gambar 2.1
Langkah-langkah pengembangan menurut Tyler

2. Hilda Taba
Pada beberapa buku karya Hilda Taba, yang paling terkenal dan besar
pengaruhnya adalah Curriculum Development: Theory and Practice (1962).
Dalam buku ini, Hilda Taba mengungkapkan pendakatannya untuk proses
pengembangan kurikulum. Dalam pekerjaan itu, taba memodifikasi model
dasar Tyler agar lebih representatif terhadap pengembangan kurikulum di
berbagai sekolah.
Dalam pendekatannya, Taba menganjurkan untuk lebih mempunyai
informasi tentang masukan (input) pada setiap langkah proses kurikulum.
Secara khusus, Taba menganjurkan untuk menggunakan pertimbangan
ganda terhadap isi (organsisasi kurikulum yang logis) dan individu pelajar
(psikologi organisasi kurikulum).Untuk memperkuat pendapatnya, Taba
mengklaim bahwa semua kurikulum berisi beberapa seleksi dan organisasi
isi, itu merupakan manifestasi atau implikasi dari bentuk-bentuk (pattern)
belajar dan mengajar. Kemudian, suatu program evaluasi dari hasil pun akan
dilakukan.
Langkah-langkah dalam proses pengembangan kurikulum menurut
Taba adalah:

15
Step 1 : Diagnosis of need (diagnosis kebutuhan)

Step 2 : Formulation of subjectives (formulasi pokok-pokok)

Step 3 : Selesction of content (seleksi isi)

Step 4 : Organization of content (organisasi isi)

Step 5 : Selection of learning experiences (seleksi pengalaman belajar)

Step 6 : Organization of learning experiences (organisasi pengalaman belajar)

Step 7 : Determination of what to evaluate and mean of doing it (penentuan


tentang apa yang harus dievaluasi dan cara melakukannya)

Gambar 2.2
Langkah-langkah pengembangan menurut Taba

Taba memiliki argumen untuk sesuatu yang rasional, sebagai


pendekatan berikutnya dalam pengembangan kurikulum.Selanjutnya, agar
lebih rasional dan ilmaiah dalam suatu pendekatan, Taba mengklaim bahwa
keputusan-keputusan pada elemen mendasar harus dibuat berdasarkan yang
valid.Kriteria dapat datang dari berbagai sumber, yakni dari tradisi, tekanan
sosial dan kebiasan-kebiasaan yang ada.Berbagai perbedaan diantara
pembuatan keputusan dalam kurikulum yang mengikutsertakan suatau
pendekatan desain rasional merupakan kriteria dalam pengambilan
kepurusan terdahulu yang berasal dari suatu studi terhadap faktor-faktor
penyusunan dasar kurikulum.
Taba juga mengungkapkan bahwa pengembangan kurikulum ilmiah
atau rasional memerlukan penggambaran analisis terhadap masyarakat dan
budaya, mempelajari anak didik dan proses belajarnya, serta menganalisis
hakikat pengetahuan agar dapat menentukan tujuan-tujuan sekolah dan
hakikat kurikulum itu sendiri.

16
Menurut Taba, pengembangan kurikulum menjadi logis, program
yang teratur itu harus diuji secara tepat berdasarkan peraturan kurikulum
yang dibuat dan bagaimana hal itu diterapkan. Menurut (Idi : 128) terdapat
asumsi bahwa teori Taba terdapat suatu keteraturan yang menghendaki
suatu hasil yang lebih terencana dan dinamika yang lebih mengarah pada
gambaran kurikulum. Taba percaya bahwa cara yang tepat dalam
pengembangan kurikulum perlu mengikuti tujuh langkah yang dikemukakan
diatas.
Agar kurikulum menjadi berguna pada pengalaman belajar murid,
menurut Taba (dalam Idi: 128) sangatlah penting mengidentifikasi berbagai
kebutuhan anak didik. Hal ini merupakan langkah penting pertama dari
Taba tentang apa yang anak didik inginkan dan perlukan untuk belajar.
Informasi ini kemudian menjadi berguna dengan langkah keduanya, yakni
perumusan yang jelas dan tujuan-tujuan komprehensif untuk membentuk
dasar pengembangan elemen-elemen berikutnya. Menurut Taba (dalam Idi,
2014: 128) hakikat tujuan (objectives)akan menentukan jenis pelajaran yang
perlu untuk diikuti.
Langkah 3 dan 4 diintegrasikan dalam realitas.Meskipun untuk
mempelajari kurikulum, Taba membedakan diantara keduanya.Untuk
menggunakan langkah-langkah ini pendidik perlu melakukan perumusan
dahulu tujuan-tujuan, sebagaimana mengetahui secara mendalam terhadap
isi kurikulum.
Langkah 5 dan 6 yang berhubungan dengan tujuan dan isi (objectives
and content).Untuk menggunakan langkah-langkah ini secara efektif, Taba
menganjurkan para pengembang kurikulum (developers) untuk memperoleh
suatu pengertian terhadap prinsip-prinsip belajar tertentu, strategi konsep
yang dipakai, dan urutan belajar.Pada langkah terakhir (langkah 7), para
pengembang kurikulum untuk mengonsepkan dan merencanakan berbagai
strategi evaluasi.Sebagaimana Tyler dan Taba ingin mengetahui tujuan-
tujuan kurikulum secara nyata sudah tercapai atau belum.

17
Ketujuh langkah diatas menunjukkan uraian yang jelas mengenai
pebdapat Taba yang mempunyai ciri-ciri sistematis dan pendekatan yang
logis terhadap pengembangan kurikulum. Pendekatan lebih menitikberatkan
pada anak didik, yang muncul dari interaksinya dengan sekolah di
California dan Taba menyadari bahwa para pendidik akan menjadi para
pengembang kurikulum yang penting dimasa mendatang.
Model kurikulum Tyler dan Taba dikategorikan ke dalam Rational
Model atau Objectives Model.
Kekuatan Rational Models
Keberadaan Rational Models yang logis strukturnya menjadikannya
dasar yang berguna dalam perencanaan dan pemikiran kurikulum. Model ini
telah menghindari kebingungan, sebuah tugas yang susah dari perspektif
kebanyakan pengembang kurikulum. Para pendidik dan para pengembang
kurikulum yang bekerja dibawah model rasional (Rational Models)
memberikan suatu jalan yang tidak berbelit-belit dan mempunyai
pendekatan waktu yang efisien sehingga bisa menemukan atau melakukan
tugas kurikulum dengan baik.Pendekatan praktik untuk merancang
kurikulum merupakan hal yang essensial dalam model rasional (Rational
Models) ini.
Dengan menekankan pada peranan dan nilai tujuan-tujuan
(objectives), model ini membuat para pengembang kurikulum lebih
memahami cara mengembangkan kurikulum dengan cara mengonseptualkan
dan menyatakan tujuan-tujuan, pemikiran rasional didorong oleh suatu
petunjuk yang jelas, sedangkan untuk perencanaan selanjutnya dibentuklah
pendukung-pendukung (proponents) pendekatan ini.
Dalam mengevaluasi proses kurikulum, satu hal yang dapat
diargumenkan bahwa Tyler dan Taba telah mendapatkan suatu yang sifatnya
rasional, yang menyokong pembangunan kurikulum, setidaknya dari
perspektif rasional. Menggunakan tata urutan pengembangan kurikulum dari
tujuan, formulasi isi, aktivitas belajar, sampai akhirnya evaluasi sampai

18
sejauh mana tujuan-tujuan (objectives) itu dapat dicapai dengan pemikiran
atau rasio yang jernih.
Kelemahan Rational Models
Kelemahan Rational Models karena perbedaan cara berfikir dan
pendekatan kurikulumnya, seperti halnya latar belakang pengalaman atau
kurangnya pengalaman yang dimiliki seorang pendidik. Dengan kata lain,
pengalaman-pengalaman tersebut tidak terlatih menggunakan model
rasional ini. Karena itu, pendidik yang tidak mempersiapkan diri untuk
berfikir dan mengembangkan kurikulum.Akibatnya, para pengembang
(developers) cenderung merasa senang dengan model dinamic atau model
interaksi (interactive model).
Kelemahan lain terletak pada ketidakjelasan akan hakikat belajar dan
mengajar. Model ini menspesifikasikan segala tujuan (objectives) yang akan
dicapai, tetapi seringkali pembelajaran justru terjadi diluar tujuan-tujuan
tersebut, dikarenakan faktor-faktor yang tidak dapat diperkirakan
sebelumnya. Sebagai contoh, dalam kelas sains (science), tujuan
membentuk basis atau dasar kurikulum yang kemudian diajarkan.Tetapi
informasi baru muncul (teori baru atau informasi yang lebih dari
pengalaman-pengalaman dan pendekatan-pendekatan saat riset) yang
berhubungan dan berguna bagi pengetahaun kurikulum.Apakah teori baru
ini harus dimasukkan jika tidak konsisten dengan tujuan-tujuan yang
ada?Apa dampaknya bagi elemen-elemen bagi kurikulum yang lain,
khususnya evaluasi? Jika kita masukkan isis tersebut, apakah keberadaannya
menjadikan tidak validnya suatu kurikulum? Semua itu merupakan
pertanyaan logis untuk menempatkan model objektif (the objectives model)
tersebut.Jadi, keberadaan informasi baru telah mebgubah pandangan kita
dalam memahami keberadaan objectives model atau rational model ini. Hal
ini menyebabkan teori rational models sering dikritik karena tidak tegas
menjelaskan sumber-sumber tujuan (objectives).

19
3. D.K Wheeler
Dalam bukunya yang cukup berpengaruh Curriculum Process,
Wheeler (dalam Idi, 2014 :131) berpendapat bahwa pengembang kurikulum
(curriculum developers) dapat menggunakan suatu proses melingkar (a
cycle process) yang mana setiap elemen saling berhubungan dan saling
bergantung. Pendekatan yang digunakan Wheeler dalam pengembangan
kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap langkah
(phase)nya merupakan pengembangan secara logis terhadap model
sebelumnya, dimana secara umum secara umum suatu langkah tidak dapat
dilakukan sebelum langkah-langkah sebelumnya telah diselesaikan.
Sebaimantan akademisi University of Western Australia, Wheeler
mengembangkan ide-idenya sebagaimana yang telah dilakukan oleh Tyler
dan Taba. Wheeler memiliki lima langkah (phases) yang saling berkaitan
dalam proses kurikulum. Lima langkah itujika dikembangkan dengan logis
dan temporer akan menghasilkan suatu kurikulum yang efektif.
Dari lima langkah ini, sangat tampak bahwa Wheeler
mengembangkan lebih lanjut apa yang telah dilakukan Tyler dan Taba,
meski hanya dipresentasikan dengan sedikit berbeda. Langkah-langkah
phases Wheeler ( Wheelers Phases) adalah :
a. Selection of aims, goals and objectives (seleksi maksud, tujuan dan
sasarannya)
b. Selection of learning experiences to help achieve these aims, goals
and objectives (seleksi pengalaman belajar untuk membantu mencapai
maksud, tujuan dan sasaran)
c. Selection of content through which certain types of experiences may
be offered (seleksi isi melalui tipe-tipe tertentu dari pengalaman yang
mungkin ditawarkan)
d. Organization and integration of learning experiences and content with
respect to the teaching learning process (organisasi dan integrasi
pengalaman belajar dan isi yang berkenaan dengan proses belajar
mengajar)

20
e. Evaluation of each phase and the problem of goals (eveluasi setiap
fase dan masalah tujuan-tujuan)

Berikut merupakan model pengembangan kurikulum versi Wheeler dalam


bentuk lingkaran (cycle)

2. Selection of learning
1.Selection of aims, goals and objectives experiences

5. Evaluation
3. Selection of content

4. Organization and integration of


learning experiences and content

Gambar 2.3
Langkah-langkah pengembangan menurut Wheeler

Kontribusi Wheeler terhadap pengembangan kurikulum adalah


penekanannya terhadap hakikat lingkaran (cycle) dari elemen-elemen
kurikulum. Kurikulum proses disini tampak lebih sederhana, dan gambar
diatas memberikan indikasi bahwa langkah-langkah (phases) dalam
lingkaran yang bersifat berkelanjutan memiliki makna responsif terhadap
perubahan-perubahan pendidikan yang ada.

4. Audrey dan Howard Nicholls


Menurut Audrey dan Howard Nicholls (dalam Idi, 2014 :133) dalam
bukunya yang berjudul Developing Curriculum: A Practical Guide yang
mengembangkan suatu pendekatan yang tegas yang mencakup elemen-
elemen kurikulum dengan jelas tapi ringkas. Buku tersebut sangat populer

21
dikalangan pendidik, khususnya diingris, dimana pengembangan kurikulum
pada tingkat sekolah sudah lama ada.Nicholls menitikberatkan pada
pendekatan pengembangan kurikulum yang rasional, khususnya kebutuhan
untuk kurikulum baru yang muncul dari adanya perubahan situasi. Mereka
berpendapat bahwa ... change should be planned and introduced on a
rational and valid this according to logical process, and this has not been the
case in the vast majority of changes that have already taken place.
Audrey dan Nicholls mendefinisikan kembali metodenya Tyler, Taba
dan Wheeler dengan menekankan pada kurikulum proses yang bersiklus
atau berbentuk lingkaran, dan ini dilakukan demi langkah awal yaitu analisis
situasi (situational analysis).Kedua penulis ini mengungkapkan bahwa
sebelum elemen-elemen tersebut diambil atau dilakukan dengan lebih jelas
konteks dan situasi dimana keputusan kurikulum itu dibuat dan harus
dipertimbangkan secara mendetail dan serius. Dengan demikian, analisis
situasi menjadi langkah pertama (preliminary stage) yang membuat para
pengembang kurikulum memahami faktor-faktor yang akan mereka
kembangkan.
Terdapat lima langkah atau tahap (stages) yang diperlukan dalam
proses pengembangan secara kontinu (continue curriculum process).
Langkah-langkah tersebut menurut Nicholls adalah:
a. Situational analysis (analisis situasi)
b. Selection of objectives (seleksi tujuan)
c. Selection and organization of content ( seleksi dan organisasi isi)
d. Selection and organization of methods ( seleksi dan organisasi mode)
e. Evaluation (evaluasi)

Masuknya fase analisis situasi (situational analysis) menrupakan


sesuatu yang disengaja untuk memaksa para pengembang kurikulum lebih
responsif terhadap lingkungan dan secara khusus dengan kebutuhan dengan
anak didik.Kedua analisis ini menekankan perlunya memakai pendekatan
yang lebih komprehensif untuk mengidentifikasi semua faktor menyangkut

22
semua situasi dengan diikuti penggunaakn pengetahuan dan pengertian yang
berasal dari analisis tersebut dalam perencanaan kurikulum. Berikut gambar
kurikulum Nicholls:

Evaluation analysis

Selection of objectives

Evaluation

Selection and organization of content

Selection and organization of method

Gambar 2.4
Langkah-langkah pengembangan menurut Nicholls

Kekuatan Cylce Models


Sifat dasar cylce model adalah melihat berbagai elemen kurikulum
sebagai asal yang terus menerus, yang dapat menanggulangi situasi-situasi
baru dan mempunyai konsekuensi untuk bereaksi terhadap perubahan
situasi.Model ini fleksibel terhadap perubahan situasi, sehingga hubungan
perubahan bisa dilihat dari elemen-elemen model beikutnya.Sebagai contoh,
kurikulum sebuah sekolah harus berubah secara tiba-tiba dengan masuknya
sejumlah siswa yang berbeda berbeda dengan sebelumnya.Dengan
demikian, model tersebut harus berubah karena adanya situasi baru sehingga
model itupun mengikuti perubahan elemen kurikulum yang lain (tujuan, isi,
metode dan evaluasi).Kurikulum sekolah beradasarkan cylce model dapat
mengatasi masalah yang muncul.Sebagai contoh jika ada masukan tiba-tiba
dari anak didik atau ada permintaan dari masyarakat yang diakomodasi,

23
seperti literasi dan pendidikan karir (career education), maka dengan model
ini semuanya bisa diselesaikan.
Kelemahan Cylce Models
Sangat sulit mencari kelemahan model kurikulum ini, karena para
pengembang kurikulum (curriculum developers) telah mengaplikasikan
pendekatan ini dengan sukses.Namun para pengembang tetap saja ada yang
menghindari penggunaan model ini karena pendekatan awalnya. Tidak
seperti model lain yang bisa memulai dari mana saja, model ini malah harus
melakukan analisis situasi terlebih dahulu, baru kemudian beranjak ke
elemen-elemen kurikulum lainnya.
Tetapi, ketika model ini berkembang, sangatlah mungkin adanya
stimulus perubahan yang berasal dari elemen kurikulum tertentu.Sebagai
contoh, ketika ada kebutuhan untuk memperbaiki model ini akibat ada isu
yang berbeda dengan pendekatan belajar mengajar atau ada perubahan
dikalangan anak didik, maka stimulus perubahan muncul dan disesuaikan
dengan kebutuhan yang ada.Namun, ketika stimulus perbaikan telah
dimulau dalam cylce, kita harus melaksanakan bagian tersebut, karena
stimulus mempunyai pengaruh terhadap elemen-elemen berikutnya secara
berurutan.
Kelmahan kedua, modle ini terletak pada,
pengimplementasiannya.Problem mendasar penggunaan model ini adalah
jumlah waktu yang diperlukan untuk melkukan situasi analisis yang
efektif.Agar penafsiran situasi menjadi lebih baik, pengembang (developers)
harus menggunakan teknik tinggi untuk mendapatkan data tentang situasi
belajar.Karena itu, hal ini memakan banyak waktu dan guru kelas (pendidik)
sering lebih suka mengandalkan pengalaman intuisi daripada menggunakan
koleksi basis data yang sistematis dan sesuai dengan situasi.Penganut aliran
dan pendekatan cylce adalah Nicholls dan Wheeler.

24
5. Deckler Walker
Menurut Walker (dalam Idi, 2014 : 136) berpendapat bahwa para
pengembang kurikulum tidak mengikuti pendekatan yang telah ditentukan
dari urutan yang rasional dari elemen-elemen kurikulum ketika mereka
mengembangkan kurikulum. Lebih baik memprosesnya melalui tiga fase
didalam persiapan natural daripada dalam kurikulum. Analisis Walker
menguraikan apa yang telah dilihat sebagai model alami dalam model
kurikulum : it is a naturalistic model in rhe sense that it was constructed to
represent phenomena and reliations observed in actual curriculum projects
faithfully as possible with a few terms and principles. Model kurikulum
versi Walker adalah sebagai berikut:

Belief Theories Conceptions Point of view aims, objectives

Platform

Daliberation

(applying them to practical situations


arguing about, accepting, refusing,
changing, adapting)

Curriculum Design
(making decision about the various
process componen)

Gambar 2.5.
Proses Kurikulum: Model Walker

Pada langkah (state 1), Walker mempunyai pendapat bahwa


pernyataan platform diorganisasikan oleh para pengembang kurikulum dan
pernyataan tersebut berisi serangkaian ide, preferensi atau pilihan, pendapat,
keyakinan dan nilai-nilai yang dimiliki kurikulum.Aspek-aspek tersebut

25
mungkin tidak didefinisikan secara jelas atau bahkan secara logis, tetapi
mereka membentuk basis (platform) sehingga keputusan kurikulum
mendatang bisa dibuat oleh pengembang kurikulum (curriculum
developers).Gambar diatas menunjukkan hubungan yang kuat antara
langkah pertama dengan langkah-langkah berikutnya.
Menurut Walker (dalam Idi, 2014 : 137) berpendapat bahwa
pengembang kurikulum tidak memulai tugas mereka dalam keadaan kosong
(blank stage). Ide-ide, nilai-nilai, konsepsi dan hal-hal lain yang
pengembang kurikulum gunakan untuk proses pengembangan kurikulum
mengindikasikan adanya kesukaan dan perlakuan sebagai dasar (flatform)
mengembangkan kurikulum. Walker juga menganjurkan bahwa The
flatform includes an idea of what is and vision of what ought to be and these
guides the curriculum developer in the determining what be should do to
realize his vision
Ketika interaksi di antara individu dimulai, mereka kemudian
memsuki fase pertimbangan yang mendalam.Walker berpendapat bahwa
selama fase ini, individu mempertahankan pernyataan paltform mereka
sendiri dan menekankan pada ide-ide yang ada.Berbagai peristiwa ini
memberikan suatu situasi dimana pengembang (developers) juga berusaha
menjelaskan ide-ide mereka.
Fase terakhir menggunakan bentuk design. Pada fase ini, developers
membuat keputusan tentang berbagai komponen proses atau elemn-elemen.
Keputusan akan dicapai setelah ada diskusi mendalam dan dikompromikan
oelh individu-individu. Kepurusan-keputusan itu kemudian direkam dan
menjadi basis data untuk dokumen kurikulum atau materi kurikulum atau
kurikulum yang lebih spesifik.

6. Malcolm Skillbeck
Skillbeck (dalam Idi, 2014 : 138) mengembangkan suatu interaksi
alternatif atau model dinamis bagi proses kurikulum. Skillbeck
menganjurkan suatu pendekatan dalam mengembangkan kurikulum pada

26
tingkat sekolah.Pendapatnya mengenai sekolah didasarkan pada
pengembangan kurikulum (SBCD), shingga membuat pendidikan dapat
mengembangkan kurikulum secara tepat dan realistik.Skillbeck
menggunakan model dinamis atau interaktif (dynamis or interactive models)
menetapkan bahwa pengembang kurikulum harus mendahulukan suatu
elemen kurikulum dan memulainya dengan suatu urutan dari urutan yang
telah ditentukan dan dianjurkan oleh model rasional. Skillbeck mendukung
model tersebut, karena sangat penting bagi developers untuk menyadari
sumber-sumber tujuan mereka. Menurut skillbeck untuk mengetahui
sumber-sumber tersebutt harus melakukan a situational analysis.
PoKurikulum: Model Skillbec

situation analysis

goal formulation

program building

interpretation and
implementation

monitoring,
feedback, assesment
recontruction

Gambar 2.6
Proses Kurikulum: Model Skillbeck

Para pengembang kurikulum (curriculum developers) perlu


mendahulukan rencana mereka dengan memulainya dari satu langkah
(stage) dan meneruskannya secara berurutan.Dalam model ini tidak
mengisyaraktkan suatu alat. Tujuan dari model ini adalah menganalisis
secara keseluruhan dan mendorong teams dari para pengembang kurikulum

27
untuk lebih memperhatikan perbedaan elemen dan aspek-aspke
pengembangan kurikulum, agar bisa melihat proses bekerja dengan
sistematik dan moderat.
Walker dan Skillbeck merupakan pendukung utama dynamic or
interaction model.
Kekuatan Interaction Model atau Dynamic Model
Dynamic model dalam pengembangan kurikulum menggunakan cara
realistik dalam menangani pengembangan kurikulum. Dengan menghindari
keinginan tujuan-tujuan (objectives) yang bersifat perilaku yang konteks
tersebut, pengembang (developers) akan bebas dan menjadi lebih kreatif.
Tentu saja memungkinkan terjadinya kebersamaan bagi guru dalam menulis
tujuan-tujuan yang jumlahnya begitu besar, khusunya ketika segala tujuan
itu diungkapkan dalam bentuk perilaku.
Model interaksi juga menawarkan fleksibilitas dalam melakukan tugas
pengembangan kurikulum kepada para pengembang pendidikan kurikulum.
Fleksibilitas berasal dari pengembang kurikulum boleh memulai suatu
komponen atau point dalam proses kurikulum yang cocok dan relevan
dengan kebutuhan mereka. Kemudian, model ini juga tidak melarang
pengembang untuk mengubah susunan setiap peristiwa, memperbaiki
kembali langkah dan memulainya dengan cara apa saja yang mereka anggap
lebih baik.
Kelemahan Interaction Model atau Dynamic Model
Mengungkapkan kelemahan suatu model sangat bergantung pada
persepsi setiap orang yang menganalisisnya.Karena itu, bukanlah hal mudah
mengungkapkan dynamic model memiliki kelemahan yang terletak pada
kebingungan dan petunjuk (directive). Dengan pendekatan yang tidak
sistematik, model pengembangan kurikulum ini pasti akan membingungkan
dalam pelaksanannya sehingga akan memunculkan hasil yang kurang
memuaskan.

28
C. Organisasi Kurikulum
Burhan (2008) mendefinisikan organisasi kurikulum sebagai struktur
program kurikulum yang berupa kerangka umum program-program pengajaran
yang akan disampaikan kepada murid. Struktur tersebut harus disusun secara
teliti dan hati-hati guna memenuhi kebutuhan peserta didik. Dalam menyusun
organisasi kurikulum ini ada sejumlah faktor yang harus di perhatikan, yaitu:
a. Ruang lingkup (Scope)
Merupakan keseluruhan materi pelajaran dan pengalaman yang
harus dipelajari siswa.Ruang lingkup bahan pelajaran sangat tergantung
pada tujuan pendidikan yang hendak dicapai.
b. Urutan bahan (Sequence)
Berhubungan dengan urutan penyusunan bahan pelajaran yang akan
disampaikan kepada siswa agar proses belajar dapat berjalan dengan
lancar. Urutan bahan meliputi dua hal yaitu urutan isi bahan pelajaran dan
urutan pengalaman belajar yang memerlukan pengetahuan tentang
perkembangan anak dalam menghadapi pelajaran tertentu.
c. Kontinuitas
Berhubungan dengan kesinambungan bahan pelajaran tiap mata
pelajaran, pada tiap jenjang sekolah dan materi pelajaran yang terdapat
dalam mata pelajaran yang bersangkutan. Kontinuitas ini dapat bersifat
kuantitatif dan kualitatif .
d. Keseimbangan
Adalah faktor yang berhubungan dengan bagaimana semua mata
pelajaran itu mendapat perhatian yang layak dalam komposisi kurikulum
yang akan diprogramkan pada siswa. Keseimbangan dalam kurikulum dapat
ditinjau dari dua segi yakni keseimbangan isi atau apa yang dipelajari, dan
keseimbangan cara atau proses belajar.
e. Integrasi atau keterpaduan
Yang berhubungan dengan bagaimana pengetahuan dan pengalaman
yang diterima siswa mampu memberi bekal dalam menjawab tantangan
hidupnya, setelah siswa menyelesaikan program pendidikan disekolah.

29
Organisasi kurikulum ini dibedakan dalam dua struktur program, yaitu
struktur horisontal dan struktur vertikal.Struktur horisontal berhubungan
dengan bagaimana suatu bahan pelajaran diorganisasikan atau disusun dalam
pola atau bentuk tertentu.Sedangkan struktur vertikal berhubungan dengan
sistem-sistem pelaksanaan disekolah termasuk sistem pengalokasian waktu.
1. Struktur Horisontal
Masalah pengorganisasian ini bertalian erat dengan tujuan
pendidikan, penentuan isi pelajaran dan mempengaruhi cara atau strategi
penyampaiannya. Adapun bentuk-bentuk penyusunan kurikulum adalah
sebagai berikut:
a. Mata pelajaran terpisah (separated subject curriculum)
Kurikulum yang disusun dalam bentuk ini menyajikan bahan
pelajaran dalam bentuk mata-mata pelajaran tertentu.Tiap mata
pelalajaran terpisah satu dengan yang lainnya. Nasution (Tim
pengembang MKDP kurikulum dan Pembelajaran, 2011) menjelaskan
bahwa mata pelajaran yang terpisah-pisah tersebut bertujuan agar
generasi muda mengenal hasil-hasil kebudayaan dan pengetahuan umat
manusia yang telah dikumpulkan secara berabad-abad, agar mereka tak
perlu mencari dan menemukan kembali dengan apa yang telah
diperoleh dari genersi terdahulu.
Kurikumum yang disusun dalam bentuk ini bersifat subject
center, yaitu berpusat pada bahan pelajaran, bukan pada student center.
Luas bahan pelajaran atau seluruh pengalaman edukatif yang harus
diberikan kepada anak disekolah, biasanya telah disusun dan ditentukan
oleh tim pengembang kurikulum yang terdiri dari para ahli. Tim
pengembang tersebut disamping menentukan scope yang harus
dipelajari juga menentukan kapan suatu bahan harus disajikan dan
dipelajari.Secara fungsional bentuk kurikulum ini memiliki kekurangan
dan kelebihan. Adapun kekurangan tersebut adalah sebagai berikut
(Tim pengembang MKDP kurikulum dan Pembelajaran, 2011):

30
1) Bahan pelajaran diberikan atau dipelajari secara terpisah-pisah,
tidak menggambarkan adanya hubungan antara materi satu dengan
yang lainnya.
2) Bahan pelajaran yang diberikan atau yang dipelajari siswa tidak
bersifat faktual.
3) Proses belajar lebih mengutamakan aktivitas guru sedangkan siswa
cenderung pasif.
4) Kurikulum ini cenderung statis dan ketinggalan zaman.
5) Proses dan bahan pelajaran sangat kurang memperhatikan bakat,
minat, dan kebutuhan siswa.

Sedangkan kelebihan dari pola sparated subject curriculum


adalah sebagi beriku (Burhan, 2008):

1) Bahan pelajaran disusun secara logis, sistematis, dan


berkesinambungan.
2) Organisasi kurikulum bentuk ini sangat sngat sederhana, mudah
direncanakan, dan mudah untuk diadakan perubahan jika
diperlukan.
3) Kurikulum ini mudah dinilai untuk mendapatkan data-data yang
diperlukan untuk dilakukan perubahan seperlunya.
4) Kurikulum bentuk ini memudahkan guru sebagai pelaksana
kurikulum karena di samping bahan pelajaran memang sudah
disusun secara terurai dan sistematis, mereka umumnya juga dididik
dan dipersiapkan untuk melaksanakan kurikulum yang bersifat
demikian.
b. Mata pelajaran terhubung (correlated curriculum).
Pola kurikulum pelajaran terhubung yaitu pola organisasi isi
kurikulum yang menghubungkan pembahasan suatu mata pelajaran
dengan mata pelajaran lainnya, atau satu pokok bahasan dengan pokok
bahasannya. Usaha-usaha memberi korelasi antara mata pelajaran yang

31
satu dengan mata pelajaran yang lain tersebut dapat dilakukan dengan
cara-cara:
1) Menghubungkan dua mata pelajaran atau lebih secara insidental.
Hal ini jika secara kebetulan memang ada hubungan atau dapat
diperhubungkan bahan-bahan pelajaran pada tiap bidang studi yang
bersangkutan. Misalnya bahan pelajaran sejarah, geografi dan
bahasa daerah dihubungkan dengan bahan pelajaran bahasa
indonesia atau sebaliknya.
2) Menghubungkan suatu pokok bahasan atau masalah tertentu yang
dibicarakan dalam berbagai mata pelajaran, yaitu menyoroti suatu
masalah melalui mata-mata pelajaran tertentu. Misalnya masalah
moral, etika dan kependudukan dibicarakan dalam mata pelajaran
pendidikan pancasila, agama, dan sebaginya.
3) Menghubungkan beberapa mata pelajaran dengan menghilangkan
batas-batas yang ada jika memang dimungkinkan. Contohnya
penggabungan antara mata pelajaran berhitung, aljabar dan ilmu
ukur menjadi satu nama matematika. Penggabungan antara
beberapa mata pelajaran menjadi satu ini desebut sebagai broad-
fields.

Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dalam pola kurikulum


jenis ini. Adapun kekeurangan tersebut adalah:
1) Bahan pelajaran yang diberikan kurang sistematis dan mendalam
2) Bahan pelajaran yang diberikan kurang aktual yang langsung
berhubungan dengan kehidupan nyata siswa.
3) Kurikulum ini kurang memerhatikan minat, bakat, kebutuhan dan
masalah-masalah kehidupan sehari-hari anak.
4) Apabila prinsip penggabungan belum dipahami kemungkinan bahan
pelajaran yang disampaikan terlampau abstrak.

Sedangkan kelebihan pola mata pelajaran terhubung (correlated


curriculum) adalah:

32
1) Adanya keterhubungan antar materi dapat menopang kebulatan
pengalaman dan pengetahuan siswa.
2) Adanya keterhubungan antar berbagai mata pelajaran
memungkinkan siswa untuk menerapkan pengetahuan dan
pengalamannya secara fungsional.
c. Kurikulum terpadu (integrated curriculum)
Dalam kurikulum terpadu, semua mata pelajaran sudah
dirumuskan dalam bentuk masalah atau unit, sehingga batas-batas
diantara semua mata pelajaran sudah tidak terlihat sama sekali. Semua
mata pelajaran dilebur menjadi satu dalam bentuk unit.Oleh karena itu,
kurikulum ini disebut juga sebagai kurikulum unit. Kalau dalam
correlated subject curriculum masing-masing mata pelajaran masih
menampakkan eksistensinya, maka dalam integrated curriculum ciri-
ciri setiap mata pelajaran hilang sama sekali.
Melalui keterpaduan diharapkan dapat terbentuk pula keutuhan
kepribadian anak didik yang sesuai dengan lingkungan masyarakatnya.
Oleh karena itu, apa yang diajarkan di sekolah harus benar-benar
disesuaikan dengan situasi, masalah, dan kebutuhan kehidupan di
masyarakat. Sebagai ilustrasi, kita bisa mengangkat persoalan listrik
dalam masyarakat. Persoalan listrik ini selanjutnya dibahas/dikupas dari
berbagai perspektif secara komprehensif: dari segi lingkungan alam,
ekonomi, sosial, mekanika, dan sebagainya.
Di dalam unit pembelajaran harus terdapat hubungan antar
berbagai kegiatan belajar siswa, dalam perspektif berbagai mata
pelajaran.Hal itu dapat dicapai jika tujuan pembelajaran mengarahkan
siswa untuk dapat memecahkan persoalan dengan menggunakan
metode berpikir limiah (method of intelegence).Adapun mengenai
pemilihan masalah, terdapat dua pendapat yang saling
bertentangan.Pertama, mengedepankan kebutuhan masyarakat (social-
centered) dan yang kedua mengedepankan minat dan kebutuhan anak
didik (child-centered) (Burhan, 2008). Namun demikian, pada dasarnya

33
masih bisa diambil jalan tengah, yaitu dengan memilih masalah-
masalah yang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak didik dengan
tetap memperhatikan kebutuhan sosialnya.
Adapun ciri-ciri kurikulum terpadu adalah sebagai berikut
(Oemar, 2007):
1) Mempelajarai bahan pelajaran melalui pemecahan masalah dengan
cara memadukan beberapa mata pelajaran secara menyeluruh dalam
menyelesaikan suatu topik atau permasalahan.
2) berdasarkan kebutuhan, minat, dan tingkat perkembangan atau
pertumbuhan siswa
3) bentuk kurikulum ini tidak hanya ditunjang oleh semua mata
pelajaran yang ada, tetapi lebih luas
4) Sistem penyampaian menggunakan sistem penjabaran unit, baik
unit pengalaman atau unit pelajaran
5) Siswa aktif dalam pembelajaran dan guru bertindak sebagai
pembimbing.

Adapun bentuk kurikulum terpadu ini terbagi lagi meliputi:


1) Kurikulum inti (core curriculum)
Kurikulum inti merupakan bagian dari kurikulum terpadu,
dimana mata pelajaran dipusatkan pada suatu masalah atau unit
tertentu. Karaktristik yang dapat dikaji dalam kurikulum ini adalah
(Tim pengembang MKDP kurikulum dan Pembelajaran, 2011):
a) Kurikulum ini direncanakan direncanakan secara berkelanjutan,
selalu berkaitan, dan direncanakan secara terus menerus.
b) Isi kurikulum yang dikembangkan merupakan rangkaian dari
pengalaman yang saling berkaitan.
c) Isi kurikulum selalu mengambil atas dasar masalah maupun
problema yang dihadapi secara aktual.
d) Isi kurikulum ini difokuskan berlaku untuk semua siswa,
sehingga kurikulum ini sebagai kurikulum umum, tetapi

34
substansinya bersifat problema, pribadi, sosial, dan pengalaman
yang terpadu.

Topik-topik yang dapat diangkat dalam kurikulum ini selalu


berkaitan dengan beberapa disiplin ilmu dan lingkungan, misalya:
a) Penanggulangan limbah bagi kehidupan manusia
b) Pentingnya pelestarian sumber daya alam bagi kehidupan
manusia
c) Membentuk kemampuan berkomunikasi yang efektif.
2) Social function dan persistent situations
Kurikulum social function didasarkan atas analisis kegiatan-
kegiatan manusia baik kegiatan yang dilakukan sebagai individu
ataupum anggota masyarakat, seperti: memelihara dan menjaga
keamanan masyarakat, perlindungan dan pelestarian hidup,
kekayaan, dan sumber alam, komunikasi dan transfortasi. kegiatan
rekreasi, produksi dan distribusi barang dan jasa, dan sebagainya.
Kegiatan-kegiatan inilah yang kemudian diangkat sebagai topik
dalam pembelajaran dan topik-topik ini setiap saat akan berubah
sesuai dengan perkembangan zaman (bersifat dinamis).
Social funcition kemudian dimodifikasi menjadi persistent
life situations yang kajiannya lebih mendalam dan terarah.
Kurikulum ini selalu mengangkat situasi yang dihadapi manusia
dalam hidup, baik masa lalu, saat ini, dan masa yang akan datang.
Dasar pemikirannya adalah bahwa kualitas sumber daya manusia
perlu ditingkatkan melalui pendidikan, terutama pendidikan yang
dapat meningkatkan kualitas berpikir dan fisik serta dapat memilih
kegiatan-kegiatan kehidupan yang seharusnya dilakukan siswa
sebagai manusia.
3) Experience atau activity curriculum
Kurikulum ini mengutamakan kegiatan-kegiatan atau
pengalaman-pengalaman siswa dalam rangka membentuk

35
kemampuan yang terpadu dengan lingkungan maupun dengan
potensi siswa. Sehingga dalam pembelajaran kurikulum ini
mengusung pembelajaran dengan konsep learning by doing dan
problem based learning.
Beberapa keuntungan yang akan dirasakan dalam
pembelajaran jenis ini, diantaranya:
a) Siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran karena siswa
mengalami dan melakukan secara langsung kegiatan yang telah
direncanakan.
b) Pembelajaran akan menerapkan prinsip-prinsip belajar yang
dapat mengoptimalkan kemampuan siswa dalam pembelajaran.

Kurikulum bentuk integrated kurikulum ini memilki bebrapa


keunggulan dan kelemahan. Adapun keunggulan-keunggulan tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Segala hal yang dipelajari anak bertalian erat satu sama lain.
2) Anak dilibatkan secara aktif untuk berfikir dan berbuat serta
bertanggung jawab baik secara individual maupun kelompok.
3) Memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar sesuai dengan
bakat, minat, dan potensi yang dimilikinya.
4) Memperaktikkan nilai-nilai demokrasi dalam pembelajaran.
5) Memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar berdasarkan
pengalaman langsung.
6) Dapat meningkatkan hubungan antara sekolah dengan masyarakat.

Sedangkan beberapa kelemahan dari pola kurikulum terpadu


adalah sebagai berikut:
1) Kurikulum ini dibuat oleh guru dan siswa sehingga memerlukan
kesiapan dan kemampuan guru secara khusus dalam pengembangan
kurikulum.
2) Bahan pelajaran tidak disusun secara logis dan matematis.

36
3) Dapat memungkinkan perbedaan kemampuan yang dicapai siswa
akan berbeda secara mencolok.
4) Kemungkinan akan memerlukan biaya, waktu, dan tenaga yang
banyak.
2. Struktur vertikal
Seperti yang telah dijelaskan diawal bahwa struktur vertikal
berhubungan dengan masalah sistem-sistem pelaksanaan kurikulum
sekolah, yaitu apakah kurikulum itu dijalankan dengan sistem kelas atau
tanpa kelas, sistem unit waktu yang dipergunakan, dan masalah pembagian
waktu untuk masing-masing bidang studi (dan pokok bahasan) pada tiap
tingkat.
a. Pelaksanaan kurikulum melalui sistem kelas dan tanpa kelas
1) Sistem kelas
Kurikulum ini menuntut adanya sistem kelas (tingkat-
kingkat) tertentu, yaitu kelas I sampai IV untuk sekolah dasar dan I
sampai III untuk sekolah lanjutan. Luas pelajaran serta susunan
bahan pelajaran telah diperhitungkan sedemikian rupa sehingga
bahan apa saja yang harus diberikan dan selesikan pada tiap tingkat
dapat dibedakan.
Dengan adanya sistem kelas ini, maka dikenal adanya sistem
kenaikan yang diadakan setiap tahun pada akhir tahun secara
serempak. Siswa yang telah berhasil menguasai bahan pelajaran
dapat naik tingkat sedangkan siswa yang belum menguasai bahan
pelajaran mengulang pada kelas yang sama.
Kelebihan dari sistem kelas ini adalah bahan pelajaran
disusun secara logis, sistematis, dan ketepatan penjenjangan,
memudahkan penyusunan, pengembangan, dan penilaian kurikulum
yang dijalankan, memudahkan pembagian tugas sesuai dengan
kompetensi guru, memudahkan penilaian hasil belajar siswa, serta
memudahkan pengaturan dan administrasi.

37
Sedangkan kelebihan dari sistem kelas ini adalah timbulnya
efek psikologis bagi murid yang tidak naik kelas, serta terkadang
tidak dapat dihindarkan adanya faktor-faktor subjektif oleh pihak-
pihak tertentu yang dapat merugikan siswa.
2) Sistem tanpa kelas
Pelaksanaan progran dengan sitem ini tidak mengenal
adanya kelas-kelas tertentu, yang ada hanyalah tingkat-tingkat
program tertentu. Setiap anak diberi kebebasan untuk berpindah
program setiap waktu tanpa harus menunggu kawan yang lain. Hal
itu mungkin saja dilakukan jika seorang siswa telah merasa mampu
untuk menguasai tingkat program tertentu.Sistem tanpa kelas ini
misalnya dapat dilihat pada kursus-kursus yang diselenggarakan
oleh lembaga atau pihak tertentu.
Sistem yang cukup demokrasi dn kebebasan yang dimiliki
siswa untuk memilih tingkat-tingkat program yang sesuai dengan
kemampuannya menjdai keunggulan yang melakat pada sistem ini.
Sedangkan titik lemah dari sistem ini adalah sulit menentukan scope
dan squence tiap program untuk mencegah adanya keterulangan
bahan, sulit dilaksanakan oleh guru, serta ketidak terarutan siswa
yang terkadang berpindah program semaunya tanpa berdasarkan
kemampuan yang dimilikinya.
3) Kombinasi sistem kelas dan tanpa kelas
Sistem ini dikombinasikan dengan mengambil keuntungan
diantara sistem kelas dan sistem tanpa kelas.Anak yang memiliki
kemampuan lebih diatas rata-rata kawannya diberi kesempatan
untuk maju, tetapi juga tidak meninggalkan kelas.contoh dari
kombinasi ini yaitu pada sistem pengajaran modul. Sistem modul
ini selain menyediakan bahan pelajaran yang sama untuk seluruh
kelas, juga memberi kebebasan kepada siswa yang mampu untuk
mengambil bahan pelajaran berikutnya atau program pengayaan.
b. Sistem unit waktu yang dipergunakan

38
Dalam sistem unit waktu dikenal adanya sistem caturwulan dan
semester.Dengan sistem unit caturwulan, satu tahun dibagi menjadi tiga
unit waktu masing-masing selama 4 bulan, yaitu caturwulan I, II, dan
III. Sehingga anak diberi nilai hasil belajarnya sebanyak tiga kali setiap
tahun.Sistem triwulan dapat ditemui pada kurikulum 1968 atau
kurikulum sebelumnya.Sedangkan dalam sistem semster satu tahun
dibagi menjadi dua unit dengan masing-masing unit selama enam
bulan.Sistem semster ini dapat dilihat pada kurikulum 1975 sampai
kurikulum saat ini.
c. Pengalokasian waktu
Pengalokasian waktu berkitan dengan pengalokasian waktu
untuk masing-masing mata pelajaran dan isi program tiap mata
pelajaran pada tiap tingkat sekolah.
1) Pengalokasian waktu untuk tiap mata pelajaran
Waktu yang diberikan untuk tiap mata pelajaran harus
sesuai dengan bobot dan kedudukan mata pelajaran itu sendiri.
Berikut beberapa hal yang yang perlu dipertimbangkan dalam
pembagiian waktu untuk masing-masing mata pelajaran,
diantaranya:
a) Besar kecilnya peranan suatu mata pelajaran dalam
hubungannya untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan
lembaga dan spesialisasinya.
b) Luas, kompleks atau sulitnya masing-masing mata pelajaran.
c) Peranan mata pelajaran dalam penyiapan lulusan suatu sekolah
sesuai dengan misinya.
2) Pengalokasian waktu untuk pokok-pokok bahasan tiap mata
pelajaran
Sama halnya dengan pengalokasian waktu tiap mata
pelajaran, pengalokasian waktu untuk tiap pokok bahasan juga
harus sesuai dengan bobot pokok bahasan tersebut. Misalnya suatu
mata pelajaran diberikan selama 2 jam perminggu, sedang satu

39
semester ada 18 minggu efektif, berarti mata pelajaran tersebut
mempunyai waktu 36 jam pelajaran/semster tatap muka. Adapun
beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam pembagian waktu
tiap mata pelajaran adalah sebagai berikut:
a) Peranan tiap pokok bahasan dalam pencapaian tujuan
pendidikan.
b) Masalah luas, kompleks, dan sulitnya tiap pokok bahasan.

40
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Kurikulum mempunyai hubungan yang erat dengan teori pendidikan.
Suatu kurikulum disusun dengan mengacu pada satu atau beberapa teori
pendidikan tertentu. Dari teori pendidikan menurunkan suatu model konsep
kurikulum. Model konsep kurikulum dari teori pendidikan klasik disebut
kurikulum subjek akademis yang menekankan pada isi pendidikan dan
intelektual. Teori pendidikan pribadi disebut kurikulum humanistik yang
menekankan pada kesatuan antara intelektual, emosional dan tindakan. Teori
pendidikan teknologi disebut kurikulum teknologis yang menekankan pada
penguasaan suatu kompetensi. Teori pendidikan interaksionis disebut
kurikulum rekonstruksi sosial yang menekankan pada pemecahan problema
masyarakat.
Dalam pengembangan model kurikulum, sedapat mungkin didasarkan
pada faktor-faktor yang konstan, sehingga ulasan mengenai model-model
yang dibahas dapat dilakukan secara konsisten. Faktor-faktor konstan yang
dimaksudkan adalah dalam pengembangan model kurikulum perlu didasarkan
pada tujuan, bahan pelajaran, proses belajar mengajar dan evaluasi yang
tergambarkan dalam proses pengembangan tersebut. Beberapa model
pengembangan kurikulum yaitu model Raph Tyler, Hilda Taba, D.K
Wheeler, Audrey dan Howard Nicholls, Deckler Walker, Malcolm Skillbeck
dan Kurikulum Terpadu.
Organisasi kurikulum merupakan struktur program kurikulum yang
berupa kerangka umum program-program pengajaran yang akan disampaikan
kepada murid. Struktur tersebut harus disusun secara teliti dan hati-hati guna
memenuhi kebutuhan peserta didik.Dalam menyusun organisasi kurikulum
ini ada sejumlah faktor yang harus di perhatikan, yaitu; ruang lingkup
(scope), urutan bahan (sequence), kontinuitas dan keseimbangan.Organisasi
kurikulum ini dibedakan dalam dua struktur program, yaitu struktur

41
horisontal dan struktur vertikal.Struktur horisontal berhubungan dengan
bagaimana suatu bahan pelajaran diorganisasikan atau disusun dalam pola
atau bentuk tertentu.Sedangkan struktur vertikal berhubungan dengan sistem-
sistem pelaksanaan disekolah termasuk sistem pengalokasian waktu.

B. Saran
Sebenarnya tidak ada model pengembangan kurikulum dan organisasi
kurikulum yang sangat ideal bagi peserta didik, karena pada dasarnya setiap
peserta didik adalah individu yang beragam dan tidak sama satu dengan yang
lainnya. Tujuan dari adanya model pengembangan kurikulum dan organisasi
kurikulum ini adalah satu, mencerdaskan peserta didik, yang mana tidak
hanya cerdas dalam bidang kajian yang ditekuninya, namun diharapkan dapat
mengimplementasikan kemampuannya dalam kehidupan masyarakat. Setiap
peserta didik pasti memiliki kebutuhan dan kemampuan yang berbeda-beda,
sebagai guru, kita dituntut untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan
peserta didik, pada dasarnya kurikulumlah yang menyesuaikan peserta didik,
bukan peserta didik yang menyesuaikan pada kurikulum.
Jadi, penulis menyarankan untuk memilih model pengembangan
kurikulum yang disesuaikan dengan kemampuan anak, namun perlu
ditekankan pula, perlu adanya pemerataan fasilitas pendidikan di seluruh
Indonesia, demi menysukseskan tujuan kurikulum yang telah direncanakan,
sehingga tidak ada daerah yang terlalu maju ataupun terlalu tertinggal.

42
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Idi. (2014). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Jakarta: PT


Raja Grafindo.

Bellack, Arno A. Curriculum and Evaluation. California: McCutchan Publishing


Corporation.

Burhan Nugiantoro. (2008). Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah.


Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Nana Syaodih Sukmadinata. (1997). Pengembangan Kurikulum Teori dan


Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nur Ahid. (2006). Konsep dan Teori Kurikulum dalam Dunia Pendidikan.
Islamica, 1(1). Retrieved from
islamica.uinsby.ac.id/index.php/islamica/article

Oemar Hamalik. (2007). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Oemar Hamalik. (2013). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Tim & Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. (2011). Jakarta:


Rajawali Press.

43

Anda mungkin juga menyukai