Di
Oleh :
Muhammad Dicky Ramadhan
(21104020)
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya. Atas berkat rahmat dan hidayat-Nya serta berbagai upaya, tugas makalah
mata kuliah “Telaah kurikulum penjas” yang membahas tentang “Model konsep
pengembangan” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Dalam penyusunan makalah ini, ditulis berdasarkan buku yang berkaitan dengan
“Telaah kurikulum penjas”, dan serta informasi dari media massa yang berhubungan dengan
“Model konsep pengembangan”.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna. Untuk itu diharapkan
berbagai masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaannya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat membawa manfaat untuk pembaca.
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................................2
1.3 Tujuan..................................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN MASALAH..........................................................................................................3
2.1 Model Konsep Kurikulum Dan Model Pengembangan Kurikulum...................................................3
A. Model Konsep Kurikulum.............................................................................................................6
B. Kurikulum Konfluen………………………………………………………………………….....8
C. Beberapa ciri kurikulum konfluen……………………………………………………………….8
2.2 Model model pengembangan kurikulum............................................................................................9
1. Model administratif…………………………...……………………………………………………...12
2. Model dari bawah (grass-roats)………………………………………………………………...13
3. Model demonstrasi……………………………………………………………………………..14
BAB III PENUTUP......................................................................................................................................17
KESIMPULAN........................................................................................................................................17
SARAN....................................................................................................................................................17
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah
1. Apa pengertian model konsep kurikulum dan model pengembangan kurikulum?
2. Bagaimana model konsep kurikulum?
3. Bagaimana model pengembangan kurikulum?
1.3 Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
5
ditemukan oleh para pemikir masa lalu. Fungsi pendidikan memelihara dan mewariskan hasil-
hasil budaya masa lalu tersebut. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Belajar
adalah berusaha menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar
adalah orang yang menguasai seluruh atau sebagian besar isi pendidikan yang diberikan atau
disiapkan oleh guru.
Kurikulum subjek akademis tidak berarti hanya menekankan pada materi yang
disampaikan, dalam perkembangannya secara berangsur memperhatiakan proses belajar yang
dilakukan siswa.
Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri berkenaan dengan tujuan, metode,
organisasi isi, dan evaluasi. Tujuan kurikulum subjek akademis adalah pemberian pengetahuan
yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses “penelitian”. Dengan
berpengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu, para siswa diharapkan memilik konsep-konsep
dan cara-cara yang dapat terus dikembangkan dalam masyarakat yang lebih luas. Para siswa
harus belajar menggunakan pemikiran dan dapat mengontrol dorongan-dorongannya. Sekolah
harus memberikan kesempatan kepada para siswa untuk merealisasikan kemampuan mereka
menguasai warisan budaya dan jika mungkin memperkayanya.
Metode yang paling banyak digunakan dalam kurikulum subjek akademis adalah metode
ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru kemudian dielaborasi (dilaksanakan) siswa
sampai mereka kuasai. Konsep utama disusun secara sistematis, dengan ilustrasi yang jelas
untuk selanjutnya dikaji. Dalam materi disiplin ilmu yang diperoleh, dicari berbagai masalah
penting, kemudian dirumuskan dan dicari cara pemecahannya.
Melalui proses tersebut para siswa akan menemukan, bahwa kemampuan berpikir dan
mengamati digunakan dalam ilmu kealaman, logika digunakan dalam matematika, bentuk dan
perasaan digunakan dalam seni dan koherensi dalam sejarah. Mereka mempelajari buku-buku
standar untuk memperkaya pengetahuan, dan untuk memahami budaya masa lalu dan mengeti
keadaan masa kini.
6
Para pengembang kurikulum subjek akademis, lebih mengutamakan penyusunan bahan
secara logis dan sistematis daripada menyelaraskan urutan bahan dengan kemampuan berpikir
anak. Mereka umumnya kurang memperhatikan bagaimana siswa belajar dan lebih
mengutamakan susunan isi, yaitu apa yang akan diajarkan. Proses belajar yang ditempuh oleh
siswa sama pentingnya sama dengan penguasaan konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi. Para
ahli kurikulum subjek akademik juga memandang materi yang akan diajarkan bersifat
universal, mereka mengabaikan karakteristik siswa dan kebutuhan masyarakat setempat.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan di atas dalam perkembangan selanjutnya
dilakukan beberapa penyempurnaan.
1) untuk mengimbangi penekanannya pada proses berpikir, mereka mulai mendorong
penggunaan intuisi dan tebak-tebakan.
2) adanya upaya-upaya untuk menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan individu dan
kebutuhan setempat.
3) pemanfaatan fasilitas dan sumber yang ada pada masyarakat.
2. Kurikulum Humanistik
a. Konsep dasar
Kurikulum humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik. Kurikulum ini
berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi (personalized education) yaitu John Dewey
(progressive Education) dan J.J. Rousseau (Romantic Education). Aliran ini lebih memberikan
tempat utama kepada siswa. Mereka bertolak dari asumsi bahwa anak atau siswa adalah yang
pertama dan utama dalam pendidikan. Ia adalah subjek yang menjadi pusat kegiatan
pendidikan. Mereka percaya bahwa siswa mempunyai potensi, punya kemampuan, dan
kekuatan untuk berkembang. Para pendidik humanis juga berpegang pada konsep Getsalt,
bahwa individu atau anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan
kepada membina manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan intelektual tetapi juga segi sosial
dan efektif (emosi, sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain).
Pandangan mereka berkembang sebagai reaksi terhadap pendidikan yang lebih
menekankan segi intelektual dengan peran utama dipegang oleh guru. Pendidikan humanistik
7
menekankan peranan siswa. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk menciptakan situasi
yang permisif, rileks, akrab. Berkat situasi tersebut anak mengembangkan segala potensi yang
dimilikinya.
Pendidikan mereka lebih menekankan bagaimana mengajar siswa (mendorong siswa),
dan bagaimana merasakan atau bersikap terhadap sesuatu. Tujuan pengajaran adalah
memperluas kesadaran diri sendiri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari
lingkungan. Ada beberapa aliran yang termasuk dalam pendidikan humanistik yaitu pendidikan
Konfluen, Kritikisme Radikal, dan Mitikisme modern.
Pendidikan konfluen menekankan kebutuhan pribadi, individu harus merespons secara
utuh (baik segi pikiran, perasaan, maupun tindakan), terhadap kesatuan yang menyeluruh dari
lingkungan.
Kritikisme Radikal bersumber dari aliran naturalisme atau romantisme Rousseau.
Mereka memandang pendidikan sebagai upaya untuk membantu anak menemukan dan
mengembangkan sendiri segala potensi yang dimilikinya. Pendidikan merupakan upaya untuk
menciptakan situasi yang memungkinkan anak berkembang optimal. Pendidik adalah ibarat
petani yang berusaha menciptakan tanah yang gembur, air dan dan udara yang cukup, terhindar
dari berbagai hama, untuk tumbuhnya tanaman yang penuh dengan berbagai potensi. Dalam
pendidikan tidak ada pemaksaan, yang ada adalah dorongan dan rangsangan untuk berkembang.
Mitikisme modern adalah aliran yang menekankan latihan dan pengembangan kepekaan
perasaan, kehalusan budi pekerti, melalui sensitivity training, yoga, meditasi, dan sebagainya.
b. Kurikulum konfluen
Kurikulum konfluen dikembangkan oleh para pendidikan konfluen, yang ingin menyatukan
segi-segi afektif (sikap, perasaan, nilai) dengan segi-segi kognitif (kemampuan intelektual).
Pendidikan konfluen kurang menekankan pengetahuan yang mengandung segi afektif).
Menurut mereka kurikulum tidak menyiapkan pendidikan tentang sikap, perasaan, dan nilai
yang harus dimiliki murid-murid. Kurikulum hendaknya mempersiapkan berbagai alternatif
yang dapat dipilih murid-murid dalam proses bersikap, berperasaan dan member pertimbangan
nilai. Murid-murid hendaknya diajak untuk menyatakan pilihan dan mempertanggungjawabkan
sikap-sikap, perasaan-perasaan, dan pertimbangan-pertimbangan nilai yang telah dipilihnya.
c. Beberapa ciri kurikulum konfluen
8
Kurikulum konfluen mempunyai beberapa cirri utama yaitu :
1) Partisipasi
2) Integrasi
3) Relevansi,
4) Pribadi anak
5) Tujuan
Para pengembang kurikulum konfluen telah menyusun kurikulum untuk berbagai bidang
pengajaran. Kurikulum tersebut mencakup tujuan, topik-topik yang akan dipelajari, alat-alat
pelajaran, dan buku teks. Pengajaran konfluen juga telah tersusun dalam bentuk rencana-
rencana pelajaran, unit-unit pelajaran yang telah diujicobakan. Kebanyakan bahan tersebut
diajarkan dengan teknik afektif. George Issac Brown telah memberikan sekitar 40 macam
teknik pengajaran konfluen, diantaranya dyads yang merupakan latihan komunikasi afektif
antara dua orang, fantasy body trips merupakan pemahaman tentang badan dan diri individu,
rituals yaitu suatu kegiatan untuk menciptakan kebiasaan, kegiatan atau ritual baru.
4. Kurikulum Teknologi
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, di bidang pendidikan berkembang pula
teknologi pendidikan. Aliran ini ada persamaannya dengan pendidikan klasik, yaitu menekan isi
kurikulum, tetapi diarahkan bukan pada pemeliharaan dan pengawetan ilmu tersebut tetapi pada
penguasaan kompetensi. Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang
lebih sempit/khusus dan akhirnya menjadi perilaku-perilaku yang dapat diamati atau diukur.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum adalah dalam dua
bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Penerapan
10
teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat (tools technology),
sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut juga teknologi sistem (system
technology).
Kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan, memiliki beberapa ciri
khusus, yaitu:
1) Tujuan. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk
perilaku.
2) Metode. Metode yang merupakan kegiaatn pembelajaran sering dipandang sebagai
proses mereaksi terhadap perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila terjadi
respons yang diharapkan maka respons tersebut diperkuat.
3) Organisasi bahan ajar
4) Evaluasi
Pelaksanaan pengajaran mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
a) Penegasan tujuan
b) Pelaksanaan pengajaran
c) Pengetahuan tentang hasil
b. Pengembangan kurikulum
Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada kompetensi.
Pengembangan dan penggunaan alat dan media pengajaran bukan hanya sebagai alat bantu
tetapi bersatu dengan program pengajaran dan ditujukan pada penguasaan kompetensi tertentu.
11
2.2 Model-Model Pengembangan Kurikulum
Berbagai model dalam pengembangan kurikulum secara garis besar diutarakan sebagai
berikut:
1. Model Administratif
Model administratif diistilahkan juga garis staf atau top down, dari atas kebawah.2 Artinya
pengembangan kurikulum ini ide awal dan pelaksanaanya dimulai dari para pejabat tingkat atas
pembuat keputusan dan kebijakan berkaitan dengan pengembangan kurikulum. Tim ini
sekaligus sebagai tim pengarah dalam pengembangan kurikulum.3
Dengan wewenang administrasinya membentuk suatu komisi atau tim pengarah
pengembangan kurikulum. Anggotanya terdiri dari pejabat di bawahnya, para ahli pendidikan,
ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. Tugas tim ini
adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama
dalam pengembangan kurikulum.
Selanjutnya administrator membentuk tim kerja terdiri dari para ahli pendidikan, ahli
kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, dan guru-guru senior, yang bertugas
menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional menjabarkan konsep-konsep
dan kebijakan dasar yang telah digariskan oleh Tim pengarah seperti merumuskan tujuan-tujuan
yang lebih operasional, memilih sekuen materi, memilih strategi pembelajaran dan evaluasi,
serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikiulum bagi guru. Setelah Tim kerja
selesai melaksanakan tugasnya, hasilnya dikaji ulang oleh Tim Pengarah serta para ahli lain
yang berwenang atau pejabat yang kompeten.
Setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan dan dinilai telah cukup baik, administrator
pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut. Karena datangnya dari atas, maka
model ini disebut juga Model top-down. Dalam pelaksanaannya, diperlukan monitoring,
pengawasan dan bimbingan. Setelah berjalan beberapa saat perlu dilakukan evaluasi.4 Model
model pengembangan kurikulum ini sering mendapat kritikan, karena dipandang tidak
3
4
12
demokratis, dan kurang memperhatikan inisiatif para guru. Di Indonesia model ini digunakan
alam penerapan kurikulum 1968 dan kurikulum 1975.5
3. Model Demonstrasi
Model pengembangan kurikulum idenya datang dari bawah (grass roots). Semula
merupakan suatu upaya inovasi kurikulum dalam skala kecil yang selanjutnya digunakan dalam
skala yang lebih luas, tetapi dalam prosesnya sering mendapat tantangan atau ketidak setujuan
dari pihak-pihak tertentu. Menurut Smith, Stanley, dan Shores, ada dua bentuk model
pengembangan ini.
a. Sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah yang diorganisasi dan
ditunjuk untuk melaksanakan suatu uji coba atau eksperimen suatu kurikulum. Unit-unit
ini melakukan suatu proyek melalui kegiatan penelitian dan pengembangan untuk
menghasilkan suatu model kurikulum. Hasil dari kegiatan penelitian dan pengembangan
ini diharapkan dapat digunakan pada lingkungan sekolah yang lebih luas.
Pengembangan model ini biasanya diprakarsai oleh pihak Departemen Pendidikan dan
dilaksanakan oleh kelompok guru dalam rangka inovasi dan perbaikan suatu kurikulum.
13
b. Dari beberapa orang guru yang merasa kurang puas tentang kurikulum yang sudah ada,
kemudian mereka mengadakan eksperimen, uji coba, dan mengadakan pengembangan
secara mandiri. Pada dasarnya guru-guru tersebut mencobakan yang dianggap belum
ada, dan merupakan suatu inovasi terhadap kurikulum, sehingga berbeda dengan
pengembangan kurikulum yang berlaku, dengan harapan akan ditemukan
pengembangan kurikulum yang lebih baik dari yang ada.
Hal penting dari model demontrasi adalah adanya keterbukaan komunikasi antara
percobaan yang dilakukan guru dengan percobaan-percobaan yang dilakukan secara lembaga.
Di samping itu model demontrasi dapat dikembangkan oleh setiap guru dalam bentuk penelitian
tindakan kelas (classroom action research).8
4. Model Beaucham
Model ini dikembangkan oleh G.A. Beauchamp (1964). Langkah-langkahnya sebagai
berikut:
a. Suatu gagasan pengembangan kurikulum yang telah dilaksanakan di kelas, diperluas
disekolah, disebarkan disekolah-sekolah didaerah tertentu baik berskala regional
maupun nasional yang disebut arena.
b. Menunjuk tim pengembangan yang terdiri atas ahli kurikulum, para ekspert, staf
pengajar, petugas bimbingan, dan nara sumer lain.
c. Tim menyusun tujuan pengajaran, materi, dan pelaksanaan proses belajar mengajar.
d. Melaksanakan kurikulum di sekolah.
e. Mengevaluasi kurikulum yang berlaku.9
14
a. Mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan, menentukan materi, menemukan
Penilaian, memperhatikan antara luas dan dalamnya bahan, kemudian disusunlah suatu
unit kurikulum.
b. Mengadakan try out.
c. Mengadakan revisi atas dasar try out.
d. Menyusun kerangka kerja teori.
e. Mengemukakan adanya kurikulum baru yang akan didesiminasikan.10
6. Model Hubungan Interpersonal dari Rogers
Menurut Roger’s manusia berada dalam proses perubahan (becoming, developing,
changing), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri, tetapi
karena ada hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu
memperlancar atau mempercepat perubahan tersebut. Pendidikan juga tidak lain merupakan
upaya untuk membantu memperlancar dan mempercepat perubahan tersebut. Guru serta
pendidik lainnya bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan anak, mereka
hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak.
10
15
7. Model penelitian tindakan
Model ini dikembangkan oleh Smith, Stanley, dan Shores, berdasarkan asumsi bahwa
perubahan kurikulum adalah perubahan sosial, yaitu proses yang melibatkan berbagai
kepribadian orang tua, peserta didik, guru, struktur sistem sekolah, dan hubungan individu serta
kelompok, baik di sekolah maupun di masyarakat.
Kurikulum muncul dalam konteks pengharapan dari masyarakat. Setiap orang berharap
bahwa setiap perilaku haruslah sesuai dengan profesinya, apa itu dokter, pengusaha, ibu,
wiraswastawan, maupun seorang guru. Dalam hal terakhir, setiap orang mempunyai sesuatu ide
tentang apa dan bagaimana seharusnya anak didik, serta peran apa yang harus dijadikan
kurikulum. Jadi program pengembangan kurikulum yang efektif berusaha memperhatikan
berbagai perasaan, pengharapan, dan ide yang dimiliki orang terhadap kurikulum serta selalu
dikaitkan dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Demikian makalah ini dalam mata kuliah Kurikulum Pembelajaran yang diampu oleh Bapak Septi
Hariansyah, M.Pd yang tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Saya sadar bahwa makalah ini
merupakan proses dalam menempuh pembelajaran, untuk itu saya mengharapkan kritik serta saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Harapan pemakalah semoga makalah ini dapat dijadikan
suatu ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Amin.
17
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Iif Khoiru, dkk. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi KTSP. Jakarta.
Prestasi Pustaka.
Dakir. 2004. Perencanan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta. Rineka Cipta.
Hamid, Hamdani, dkk. 2013. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung. Pustaka
Setia.
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Nurgiyanto, Burhan. 2008. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah: Sebuah
Pengantar Teoretis dan Pelaksanaan. Yogyakarta. BPFE Yogyakarta. cet. ke-2.
Sukmadinata, Nana Syaodih . 2005. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.
Bandung. Remaja Rosdakarya. cet. ke-7.
18