Anda di halaman 1dari 28

MODEL-MODEL SEBUAH KURIKULUM

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

Nur Nasywa Jaesa


2102010006
Pendidikan Matematika
Dosen Pengampu : Husnidar, M. Pd

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN


UNIVERSITAS ALMUSLIM
2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Alhamdulillah saya panjatkan puji syukur dengan berkat dan rahmat Allah
SWT, yang telah memudahkan saya dalam menyelesaikan tugas makalah ini
dengan baik. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad
SAW. Rasulullah terakhir yang diutus dengan membawa syari’ah yang mudah,
penuh rahmat, dan membawa keselamatan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Makalah ini berjudul “Model Sebuah Kurikulum ” yang disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah “Kurikulum dan Pembelajaran”. Saya telah berusaha
semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang ada agar makalah ini dapat
disusun sesuai harapan, fitrahnya manusia yang diciptakan Allah sebagai makhluk
yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan, maka dalam makalah yang kami
susun mungkin belum mencapai tahap kesempurnaan.
Saya mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu
dalam proses penyelesaian makalah ini, khususnya kepada dosen pembimbing
yang telah memberikan tugas makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat
memberikan manfaat untuk kita semua dalam kehidupan sehari-hari.
Wassalammu’alaikum Wr. Wb.

Matangglumpangdua, 29 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar belakang.............................................................................................4
B. Rumusan masalah........................................................................................5
C. Tujuan penulisan.........................................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................6
A. Pengertian Model Konsep Kurikulum dan Model Pengembangan
Kurikulum............................................................................................................6
B. Model Konsep Kurikulum...........................................................................7
1. Kurikulum Subjek Akademis..................................................................7
2. Kurikulum Humanistik.........................................................................10
3. Kurikulum Rekonstruksi Sosial............................................................16
4. Teknologi dan kurikulum......................................................................17
C. Model-Model Pengembangan Kurikulum...................................................18
1. Model Administratif..............................................................................18
2. Model dari Bawah (Grass-Roats).........................................................19
3. Model Demonstrasi...............................................................................20
4. Model Beaucham..................................................................................21
5. Model Terbalik Hilda Taba...................................................................22
6. Model Hubungan Interpersonal dari Rogers.........................................23
7. Model penelitian tindakan.....................................................................24
BAB III..................................................................................................................25
PENUTUP..............................................................................................................25
A. Kesimpulan...............................................................................................25
B. Saran..........................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Model–model pengembangan kurikulum memegang peranan penting
dalam kegiatan pengembangan kurikulum. Sungguh sangat naif bagi para pelaku
pendidikan di lapangan terutama guru, kepala sekolah, pengawas bahkan anggota
komite sekolah jika tidak memahami dengan baik keberadaan, kegunaan dan
urgensi setiap model–model pengembangan kurikulum.
Salah satu fungsi pendidikan dan kurikulum bagi masyarakat adalah
menyiapkan peserta didik untuk kehidupan di kemudian hari. Oleh karena itu ada
beberapa ciri dasar yang dapat disimpulkan atas penyelenggaraan kurikulum dan
pendidikan yaitu sadar akan tujuan, orientasi ke hari depan, dan sadar akan
penyesuaian.
Pemahaman tentang kurikulum sendiri merupakan salah satu unsur
kompetensi paedagogik yang harus dimiliki seorang guru. Kompetensi
paedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran pada
peserta didik yang salah satunya kemampuan pengembangan kurikulum.
Pada tahun 2013 pemerintah menerapkan pemberlakuan tentang kurikulum
baru, yang berlaku sebagai pengganti kurikulum 2006 yaitu Kurukulum 2013.
Kurikulum ini merupakan inovasi dan penyempurnaan dari kurikulum KTSP
tahun 2006 dalam bidang kurikulum pendidikan di Indonesia, karena dengan
adanya kurikulum 2013, siswa menjadi lebih aktif dan menjadi fokus
pembelajaran sedangkan guru hanya sebagai fasilitator.
Dengan berkembangnnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang melaju
cepat, menuntut kemajuan masyarakat sebagai pelaku pendidikan juga
berkembang, untuk itu pemerintah melalui guru berusaha mewujudkan sumber
daya manusia yang kompeten sebagai produk hasil dari proses pendidikan. Maka
dari itu perlu adanya pengembangan kurikulum sebagai modal dasar
agar pembelajaran dapat berjalan lancar dan dapat mencapai tujuan yang
diharapkan.
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah
1. Apa pengertian model konsep kurikulum dan model pengembangan kurikulum?
2. Bagaimana model konsep kurikulum?
3. Bagaimana model pengembangan kurikulum?

C. Tujuan penulisan
Dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai adalah
1. Agar mengetahui pengertian model konsep kurikulum dan model pengembangan
kurikulum
2. Agar mengetahui model konsep kurikulum dan model pengembangan kurikulum.
3. Agar mengetahui macam-macam model konsep kurikulum dan model
pengembangan kurikulum.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Model Konsep Kurikulum dan Model Pengembangan


Kurikulum
Model adalah konstruksi yang bersifat teoritis diri konsep. Kurikulum
merupakan seperangkat susunan rencana kegiatan pendidikan mengenai tujuan,
pokok, isi, bahan, metode, dan strategi pembelajaran sebagai acuan
penyelenggaraan kegiatan proses pembelajaran. Jadi, model konsep kurikulum
merupakan dasar untuk pengembangan kurikulum. atau dengan kata lain,
pendekatan pengembangan kurikulum didasarkan atas konsep-konsep kurikulum
yang ada.
Pengembangan kurikulum tidak dapat jelas dari berbagai aspek yang
mempengaruhinya, seperti cara berpikir, sistem nilai (nilai moral, kegamaaan,
politik, budaya, dan sosial), proses pengembangan, kebutuhan peserta didik,
kebutuhan masyarakat maupun arah program pendidikan. Aspek-aspek tersebut
akan menjadi bahan yang perlu dipertimbangkan dalam suatu pengembangan
kurikulum. Model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur
dalam rangka mendesain (designing), menerapkan (implementation), dan
mengevaluasi (evaluation) suatu kurikulum. Oleh karena itu, model
pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses sistem
perencanaan pembelajaran yang memenuhi berbagai kebutuhan dan standar
keberhasilan dalam pendidikan.
Dalam praktik pengembangan kurikulum sering terjadi cenderung hanya
menekankan pada pemenuhan mata pelajaran. Artinya, isi atau materi yang harus
dipelajari peserta didik hanya berpusat pada disiplin ilmu yang terstruktur,
sistematis, dan logis, sehingga mengabaikan pengetahuan dan kemampuan aktual
yang dibutuhkan sejalan perkembangan masyarakat.
Agar dapat mengembangkan kurikulum secara baik, pengembangan
kurikulum semestinya memahami berbagai jenis model pengembangan
kurikulum. Yang dimaksud dengan model pengembangan kurikulum dalam
tulisan ini yaitu langkah atau prosedur sistematis dalam proses penyusunan suatu
kurikulum. Dengan memahami esensi model pengembangan kurikulum dan
sejumlah alternatif model pengembangan, para pengembang kurikulum
diharapkan akan bisa bekerja secara lebih sistematis, sistemik dan optimal.
Sehingga harapan ideal terwujudnya suatu kurikulum yang akomodatif dengan
berbagai kepentingan, teori dan praktik, bisa diwujudkan.
B. Model Konsep Kurikulum
1. Kurikulum Subjek Akademis
Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik
(perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi pada masa lalu, semua ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir masa lalu. Fungsi
pendidikan memelihara dan mewariskan hasil-hasil budayamasa lalu tersebut.
Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Belajar adalah berusaha
menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar adalah
orang yang menguasai seluruh atau sebagian besar isi pendidikan yang diberikan
atau disiapkan oleh guru.
Kurikulum subjek akademis tidak berarti hanya menekankan pada materi
yamg disampaikan, dalam perkembangannya secara berangsur memperhatiakan
proses belajar yang dilakukan siswa. Proses belajar yang dipilih sangat beruntung
pada segi apa yang dipentingkan dalam materi pelajaran tersebut.
Beberapa kegiatan belajar memungkinkan untuk mengadakan generalisasi,
suatu pengetahuan dapat digunakan dalam konteks lain, daripada sekedar yang
dipelajarinya, dapat merangsang ingatan apabila siswa diminta untuk
menghubungkannya dengan masalah lain. seorang siswa yang belajar fisika,
umpamanya, harus melakukan kegiatan belajar sebagaimana seorang ahli fisika
melakukannya. Hal seperti itu akan mempermudah proses belajar fisika bagi
siswa.
Sekurang-kurangnya ada tiga pendekatan dalam perkembangan kurikulum
subjek akademis.
a. Melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan. Murid-murid belajar
bagaimana memperoleh dan mengurai fakta-fakta dan bukan sekedar mengingat-
ingatnya.
b. Studi yang bersifat integratif. Pendekatan ini merupakan respons terhadap
perkembangan masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan yang lebih
komprehensif-terpadu. Pelajaran tersusun atas satuan-satuan pelajaran, dalam
satuan-satuan pelajaran tersebut batas-batas ilmu menjadi hilang.
Pengorganisasian tema-tema pengajaran didasarkan atas fenomena-fenomena
alam, proses kerja ilmiah dan problema-problema yang ada. Mereka
mengembangkan suatu model kurikulum yang terintegrasi (integrated
curriculum). Ada beberapa ciri model kurikulum yang dikembangkan:
1) Menentukan tema-tema yang membentuk satu kesatuan (unifying theme).
2) Menyatukan kegiatan belajar dari beberapa disiplin ilmu.
3) Menyatukan berbagai cara /metode belajar.
c. Pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah pada fundamentalis. Mereka
tetap mengajar berdasarkan mata-mata pelajaran dengan menekankan membaca,
menulis, dan memecahkan masalah-masalah matematis. Pelajaran-pelajaran lain
seperti ilmu kealaman, ilmu sosial, dan lain-lain dipelajari tanpa dihubungkan
dengan kebutuhan praktis pemecahan masalah dalam kehidupan.
a. Ciri-ciri kurikulum subjek akademis
Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri berkenaan dengan
tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi. Tujuan kurikulum subjek akademis
adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan
ide-ide dan proses “penelitian”. Dengan berpengetahuan dalam berbagai disiplin
ilmu, para siswa diharapkan memilik konsep-konsep dan cara-cara yang dapat
terus dikembangkan dalam masyarakat yang lebih luas. Para siswa harus belajar
menggunakan pemikiran dan dapat mengontrol dorongan-dorongannya. Sekolah
harus memberikan kesempatan kepada para siswa untuk merealisasikan
kemampuan mereka menguasai warisan budaya dan jika mungkin
memperkayanya.
Metode yang paling banyak digunakan dalam kurikulum subjek akademis
adalah metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru kemudian
dielaborasi (dilaksanakan) siswa sampai mereka kuasai. Konsep utama disusun
secara sistematis, dengan ilustrasi yang jelas untuk selanjutnya dikaji. Dalam
materi disiplin ilmu yang diperoleh, dicari berbagai masalah penting, kemudian
dirumuskan dan dicari cara pemecahannya.
Melalui proses tersebut para siswa akan menemukan, bahwa kemampuan
berpikir dan mengamati digunakan dalam ilmu kealaman, logika digunakan dalam
matematika, bentuk dan perasaan digunakan dalam seni dan koherensi dalam
sejarah. Mereka mempelajari buku-buku standar untuk memperkaya pengetahuan,
dan untuk memahami budaya masa lalu dan mengeti keadaan masa kini.
Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek
akademis. Pola-pola organisasi yang terpenting di antaranya:
1) Correlated curriculum
2) Unified atau Concentrated curriculum
3) Integrated curriculum
4) Problem Solving curriculum
Tentang kegiatan evaluasi, kurikulum subjek akademis menggunakan
bentuk evaluasi yang bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata
pelajaran. Dalam bidang study humaniora lebih banyak digunakan bentuk uraian
(essay test) daripada tes objektif. Bidang studi tersebut membutuhkan jawaban
yang merefleksikan logika, koherensi, dan integrasi secara menyeluruh. Bidang
studi seni yang sifatnya ekspresi membutuhkan penilaian subjektif yang jujur, di
samping standar keindahan dan cita rasa. Lain halnya dengan matematika, nilai
tertinggi diberikan bila siswa menguasai landasan aksioma serta cara
perhitungannya benar. Dalam ilmu kealaman penghargaan tertinggi bukan hanya
diberikan kepada jawaban yang benar tetapi juga pada proses berpikir yang
digunakan siswa.
Para ahli disiplin ilmu sering memiliki sifat ambivalen terhadap evaluasi,
satu pihak melihatnya sebagai suatu kegiatan yang sangat berharga, yang dapat
memberikan informasi yang dibutuhkan. Pada pihak lain mereka
mengkhawatirkan kegiatan evaluasi dapat mempengaruhi hubungan antara guru
dan siswa. Evaluasi yang dilakukan dalam waktu singkat tidak akan memberikan
gambaran yang benar tentang perkembangan dan penguasaan siswa.
Kekhawatiran mereka dapat sedikit dikurangi dengan dikembangknnya model
evaluasi formatif dan sumatif.
b. Pemilihan disiplin ilmu
Masalah besar yang dihadapi oleh para pengembang kurikulum subjek
akademis adalah bagaimana memilih materi pelajaran dari sekian banyak disiplin
ilmu yang ada. Apabila ingin memiliki penguasaan ynag cukup mendalam maka
jumlah disiplin ilmunya harus sedikit. Apabila hanya mempeljari sedikit disiplin
ilmu maka penguasaan para siswa akan sangat terbatas, sukar menerapkannya
dalam kehidupan masyarakat secara luas. Apabila disiplin ilmunya cukup banyak,
maka tahap penguasaannya akan mendangkal, Anak-anak akan tahu banyak tetapi
pengetahuannya hanya sedikit-sedikit (tidak mendalam).
Ada beberapa saran untuk mengatasi masalah tesebut, yaitu :

1) Mengusahakan adanya penguasaan yang menyeluruh (comprehensiveness) dengan


menekankan pada bagaimana cara menguji kebenaran atau mendapatkan
pengetahuan.
2) Mengutamakan kebutuhan masyarakat (sosial utility), memilih dan menentukan
aspek-aspek dari disiplin ilmu yang sangat diperlukan dalam kehidupan
masyarakat.
3) Menekankan pengetahuan dasar, yaitu pengetahuan-pengetahuan yang menjadi
dasar (prerequisite) bagi penguasaan disiplin-disipln ilmu yang lainnya.
c. Penyesuaian mata pelajaran dengan perkembangan anak

Para pengembang kurikulum subjek akademis, lebih mengutamakan


penyusunan bahan secara logis dan sistematis daripada menyelaraskan urutan
bahan dengan kemampuan berpikir anak. Mereka umumnya kurang
memperhatikan bagaimana siswa belajar dan lebih mengutamakan susunan isi,
yaitu apa yang akan diajarkan. Proses belajar yang ditempuh oleh siswa sama
pentingnya sama dengan penguasaan konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi.
Para ahli kurikulum subjek akademis juga memandang materi yang akan diajarkan
bersifat universal, mereka mengabaikan karakteristik siswa dan kebutuhan
masyarakat setempat.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan di atas dalam perkembangan
selanjutnya dilakukan beberapa penyempurnaan.

1) untuk mengimbangi penekanannya pada proses berpikir, mereka mulai


mendorong penggunaan intuisi dan tebak-tebakan.
2) adanya upaya-upaya untuk menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan individu
dan kebutuhan setempat.
3) pemanfaatan fasilitas dan sumber yang ada pada masyarakat.

2. Kurikulum Humanistik
a. Konsep dasar
Kurikulum humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan
humanistik. Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi
(personalized education) yaitu John Dewey (progressive Education) dan J.J.
Rousseau (Romantic Education). Aliran ini lebih memberikan tempat utama
kepada siswa. Mereka bertolak dari asumsi bahwa anak atau siswa adalah yang
pertama dan utama dalam pendidikan. Ia adalah subjek yang menjadi pusat
kegiatan pendidikan. Mereka percaya bahwa siswa mempunyai potensi, punya
kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang. Para pendidik humanis juga
berpegang pada konsep Getsalt, bahwa individu atau anak merupakan satu
kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada membina manusia yang
utuh bukan saja segi fisik dan intelektual tetapi juga segi sosial dan efektif (emosi,
sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain).
Pandangan mereka berkembang sebagai reaksi terhadap pendidikan yang
lebih menekankan segi intelektual dengan peran utama dipegang oleh guru.
Pendidikan humanistik menekankan peranan siswa. Pendidikan merupakan suatu
upaya untuk menciptakansituasi yang permisif, rileks, akrab. Berkat situasi
tersebut anak mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.
Pendidikan mereka lebih menekankan bagaimana mengajar siswa
(mendorong siswa), dan bagaimana merasakan atau bersikap terhadap sesuatu.
Tujuan pengajaran adalah memperluas kesadaran diri sendiri dan mengurangi
kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan. Ada beberapa aliran yang
termasuk dalam pendidikan humanistik yaitu pendidikan Konfluen, Kritikisme
Radikal, dan Mitikisme modern.
Pendidikan konfluen menekankan kebutuhan pribadi, individu harus
merespons secara utuh (baik segi pikiran, perasaan, maupun tindakan), terhadap
kesatuan yang menyeluruh dari lingkungan.
Kritikisme Radikal bersumber dari aliran naturalisme atau romantisme
Rousseau. Mereka memandang pendidikan sebagai upaya untuk membantu anak
menemukan dan mengembangkan sendiri segala potensi yang dimilikinya.
Pendidikan merupakan upaya untuk menciptakan situasi yang memungkinkan
anak berkembang optimal. Pendidik adalah ibarat petani yang berusaha
menciptakan tanah yang gembur, air dan dan udara yang cukup, terhindar dari
berbagai hama, untuk tumbuhnya tanaman yang penuh dengan berbagai potensi.
Dalam pendidikan tidak ada pemaksaan, yang ada adalah dorongan dan
rangsangan untuk berkembang.
Mitikisme modern adalah aliran yang menekankan latihan dan
pengembangan kepekaan perasaan, kehalusan budi pekerti, melalui sensitivity
training, yoga, meditasi, dan sebagainya.
b. Kurikulum konfluen

Kurikulum konfluen dikembangkan oleh para pendidikan konfluen, yang


ingin menyatukan segi-segi afektif (sikap, perasaan, nilai) dengan segi-segi
kognitif (kemampuan intelektual). Pendidikan konfluen kurang menekankan
pengetahuan yang mengandung segi afektif). Menurut mereka kurikulum tidak
menyiapkan pendidikan tentang sikap, perasaan, dan nilai yang harus dimiliki
murid-murid. Kurikulum hendaknya mempersiapkan berbagai alternatif yang
dapat dipilih murid-murid dalam proses bersikap, berperasaan dan member
pertimbangan nilai. Murid-murid hendaknya diajak untuk menyatakan pilihan dan
mempertanggungjawabkan sikap-sikap, perasaan-perasaan, dan pertimbangan-
pertimbangan nilai yang telah dipilihnya.

c. Beberapa ciri kurikulum konfluen

Kurikulum konfluen mempunyai beberapa cirri utama yaitu :

1) Partisipasi
2) Integrasi
3) Relevansi,
4) Pribadi anak
5) Tujuan
Dasar dari kurikulum konfluen adalah Psikologi Gestalt yang menekankan
keutuhan, kesatuan, keseluruhan. Teori yang mendukung pandangan ini adalah
Eksistensialisme yang memusatkan perhatiannya pada apa yang terjadi sekarang
di tempat ini. Apa yang menjadi isi kurikulum diukur oleh apakah hal itu
bermanfaat bagi kita sekarang? Apakah hal itu akan memperbaiki kehidupan kita
sekarang.
Prinsip pengajarannya menerapkan prinsip terapi Gestalt, yang
menekankan keterbukaan, kesadaran, keunikan, dan tanggung jawab pribadi. Hal-
hal di atas sangat esensial dalam perkembangan individu yang sehat, yang matang.
Pengajaran lebih menekankan kepada tanggung jawab pribadi daripadi kompetisi.
Tidak ada jawaban yang salah atau benar dalam pengajaran konfluen. Melalui
latihan kesadaran/kepekaan perkembangan yang sehat akan tercapai, karena
dengan cara itu ia lebih sadar akan eksistensinya dan kemungkinannya untuk
berkembang.
Kurikulum konfluen menyatukan pengetahuan objektif dan subjektif,
berhubungan dengan kehidupan siswa dan bermanfaat baik bagi individu maupun
masyarakat. Hal itu sesuai dengan konsep Gestalt bahwa sesuatu itu dikatakan
berarti (penting-red) apabila bermanfaat bagi keseluruhan. Pendidikan konfluen
sangat mengutamakan kesatuan dari keseluruhan.

d. Metode-metode belajar konfluen

Para pengembang kurikulum konfluen telah menyusun kurikulum untuk


berbagai bidang pengajaran. Kurikulum tersebut mencakup tujuan, topik-topik
yang akan dipelajari, alat-alat pelajaran, dan buku teks. Pengajaran konfluen juga
telah tersusun dalam bentuk rencana-rencana pelajaran, unit-unit pelajaran yang
telah diujicobakan. Kebanyakan bahan tersebut diajarkan dengan teknik afektif.
George Issac Brown telah memberikan sekitar 40 macam teknik pengajaran
konfluen, diantaranya dyads yang merupakan latihan komunikasi afektif antara
dua orang, fantasy body trips merupakan pemahaman tentang badan dan diri
individu, rituals yaitu suatu kegiatan untuk menciptakan kebiasaan, kegiatan atau
ritual baru.
Berbeda dengan pengembang kurikulum yang lain, para penyusun
kurikulum konfluen tidak menuntut para guru melaksanakn pengajaran seperti
yang mereka kerjakan. Mereka mengharapkan setiap guru mengembangkan kreasi
sendiri. Dalam menciptakan kreasi ini, yang terpenting mereka memahami tujuan
dan keguanaan kegiatan yang mereka ciptakan.

Dalam memilih kegiatan belajar beberapa cara dapat di tempuh. Pertama,


mengindentifikasikan tema-tema atau topik-topik yang mengandung self
judgment. Untuk setiap tema atau topik hendaknya dipilih prosedur atau bentuk-
bentuk kegiatan yang atau teknik yang sesuai. Kedua, materi disajikan dalam
bentuk yang belum selesai (open ended), tema atau issue-issue diharapkan muncul
secara spontan dari prosedur serta perlengkapan pengajaran yang ada. Cara yang
kedua ini menuntut keterbukaan dari siswa tetapi juga guru perlu mengusahakan
kerahasiaan.

Pengajaran humanistik memfokuskan prosesa aktualisasi diri (self


actualization). Setiap orang mempunyai self (aku = diri) yang tidak selalu
disadari, tersembunyi atau tertutup. Aku atau diri ini perlu dibuka, atau
dibangunkan melalui pendidikan.

Kurikulum perlu merencanakan program untuk membantu para siswa


menemukan dan menampakan dirinya. Kurikulum humanistik dapat membantu
mereka memperlancar proses aktualisasi diri ini. Melalui berbagai kegiatan
pengajaran model humanistik para siswa dapat menyatakan diri, berekspresi,
bereksprimen, berbuat, memperoleh umpan balik dan menemukan dirinya.
Menurut Abraham Maslow, kita dapat belajar lebih banyak tentang diri kita
melalui pengujian respons-respons menuju puncak pengalaman (peak
experiences). Puncak pengalaman adalah penglaman-pengalaman yang
membangkitkan rasa sayang, benci, cemas, duka, senang dsb. Menurut Maslow
puncak pengalaman ini merupakan awal dan juga akhir dari pendidikan.

Menurut Philip H. Phenix, kurikulum harus dapat mengembangkan


kesadaran dan mendorong kreativitas murid-murid. Bagi Phenix kesadaran
merupakan kunci perkembangan diri dalam membina hubungan dan penyesesuain
diri dengan orang lain, kelompok, budaya, dan lain-lain.
e. Karakteristik kurikulum humanistik

Kurikulum humanistik mempunyai beberapa karakteristik, berkenaan


dengan tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi. Menurut para humanis,
kurikulum berfungsi menyediakan pengalaman (pengetahuan-red) berharga untuk
membantu memperlancar perkembangan pribadi murid. Bagi mereka tujuan
pendidikan adalah proses perkembangan pribadi yang dinamis yang diarahkan
pada pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadian, sikap yang sehat terhadap
diri sendiri, orang lain, dan belajar. Semua itu merupakan bagian dari cita-cita
perkembangan manusia yang teraktualisasi (self actualizing person). Seseorang
yang telah mampu mengaktualisasikan diri adalah orang yang telah mencapai
keseimbangan (harmoni) perkembangan seluruh aspek pribadinya baik aspek
kognitif, estetika, maupun moral. Seorang dapat bekerja dengan baik bila
memiliki karakter yang baik pula.
Kurikulum humanistik menuntut hubungan emosional yang baik antara
guru dan murid. Guru selain harus mampu menciptakan hubungan yang hangat
dengan murid, juga mampu menjadi sumber. Ia harus mampu memberikan materi
yang menarik dan mampu menciptakan situasi yang memperlancar proses belajar.
Guru harus memberikan dorongan kepada murid atas dasar saling percaya. Peran
mengajar bukan saja dilakukan oleh guru tetapi juga oleh murid. Guru tidak
memaksakan sesuatu yang tidak di sengani murid.
Sesuai dengan prinsip yang dianut, kurikulum humanistik menekankan
integrasi, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga
emosional dan tindakan. Kurikulum humanistik juga menekankan keseluruhan.
Kurikulum harus mampu memberikn pengalaman yang menyeluruh, bukan
pengalaman yang terpenggal-penggal.kurikulum ini kurang menekankan sekuens,
karena dengan sekuens murid-murid kurang mempunyai kesempatan untuk
memperluas dan memperdalam aspek-aspek perkembangannya. Penyusunan
sekuens dalam pengajaran yang sifatnya afektif, dilakukan oleh Shiflett.
1) Menyusun kegiatan yang dapat memunculkan sikap, minat atau perhatian
tertentu.
2) Memperkenalkan bahan-bahan yang akan dibahasdalam setiap kegiatan. Di
dalamnya tercakup topik-topik, bahan ajar serta kegiatan belajar yang akan
membantu siswa dalam merumuskan apa yang ingin merek pelajari. Kegiatan
yang diutamakan adalah yang akan membangkitkan rasa ingin tahu dari
pemahaman.
3) Pelaksanaan kegiatan, para siswa diberi pengalaman yang menyenangkan baik
yang berupa gerakan-gerakan maupun penghayatan.
4) Penyempurnaan, pembahasan hasil-hasil yang telah dicapai, penyempurnaan
hasil serta upaya tindak lanjutnya.
Dalam evaluasi, kurikulum humanistik berbeda dengan yang biasa. Model
lebih mengutamakan proses daripada hasil.kalau kurikulum yang biasa terutama
subjek akademis mempunyai criteria pencapaian,maka dalam kurikulum
humanistik tidak ada criteria.sasaran mereka adalah perkembangan anak supaya
menjadi manusia yang lebih terbuka, lebih berdiri sendiri. Kegiatan yang mereka
lakukan hendaknya bermanfaat bagi siswa. Kegiatan belajar yang baik adalah
yang memberikan pengalamanyang akan membantu para siswa memperluas
kesadaran akan dirinya dan orang lain dan dapat mengembangkan potensi-potensi
yang dimilikinya. Penilaiannya bersifat subjekif baik dari guru maupun para
siswa.
3. Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Kurikulum rekontruksi sosial berbeda dengan model-model kurikulum
lainnya. Kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problema-problema
yang dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada aliran
pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri,
melainkan kegiatan bersama, interaksi, kerja sama. Kerja sama atau interaksi
bukan hanya terjadi antara siswa dengan guru, tetapi juga antara siswa dengan
siswa, siswadengan orang-orang dilingkungannya, dan dengan sumber belajar
lainnya. Melalui interaksi dan kerja samaini siswa berusaha memecahakan
problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan
masyarakat yang lebih baik.
Pandangan rekonstruksi sosial di dalam kurikulum dimulai sekitar tahun
1920-an. Harold Rug mulai melihat dan menyadarkan kawan-kawannya bahwa
selama ini terjadi keseimbangan antara kurikulum dengan masyarakat. Ia
menginginkan para siswa dengan pengetahuan dan konsep-konsep baru yang
diperolehnya dapat mengidentifikasikan dan memecahkan masalah-masalah
sosial. Setelah diharapkan dapat menciptakan masyarakat baru yang lebih stabil.
Para rekonstruksi sosial tidak mau terlalu menekankan kebebasan
individu. Mereka ingin meyakinkan murid-murid bagaimana masyarakat membuat
warganya seperti yang ada sekarang dan bagaimana masyarakat memenuhi
kebutuhan pribadi warganya melalui consensus sosial. Brameld juga ingin
memberikan keyakinan tentang pentingnya perubahan sosial. Perubahan sosial
tersebut harus dicapai melalui prosedur demokrasi. Para rekonstruksionis sosial
menentang intimidasi, menakut-nakuti dan kompromi semu. Mereka mendorong
agar para siswa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah
sosial yang mendesak (crucial) dan kerja sama atau bergotong royong untuk
memecahkannya.
a. Desain kurikulum rekontruksi sosial
Ada beberapa ciri dari desan kurikulum ini.
1) Asumsi
2) Masalah-masalah sosial yang mendesak
3) Pola-pola organisasi
b. Komponen-komponen kurikulum
1) Tujuan dan isi kurikulum
2) Metode
3) evaluasi
c. Pelaksanaan pengajaran rekontruksi sosial
Pengajaran rekontruksi sosial banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang
tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan
pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Sesuai
dengan potensi yang ada dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi
tersebut, dengan bantuan biaya dari pemerintahan sekolah berusaha
mengembangkan potensi tersebut. Di daerah pertanian umpamanya sekolah
mengembangkan bidang pertanian dan peternakan, di daerah industri
mengembangkan bidang-bidang industri.
4. Teknologi dan kurikulum
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, di bidang pendidikan
berkembang pula teknologi pendidikan. Aliran ini ada persamaannya dengan
pendidikan klasik, yaitu menekan isi kurikulum, tetapi diarahkan bukan pada
pemeliharaan dan pengawetan ilmu tersebut tetapi pada penguasaan kompetensi.
Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih
sempit/khusus dan akhirnya menjadi perilaku-perilaku yang dapat diamati atau
diukur.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum adalah
dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat keras
(hardware). Penerapan teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal
sebagai teknologi alat (tools technology), sedangkan penerapan teknologi
perangkat lunak disebut juga teknologi sistem (system technology).
a. Beberapa ciri kurikulum teknologis
Kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan, memiliki
beberapa ciri khusus, yaitu:
1) Tujuan. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam
bentuk perilaku.
2) Metode. Metode yang merupakan kegiaatn pembelajaran sering dipandang
sebagai proses mereaksi terhadap perangsang-perangsang yang diberikan dan
apabila terjadi respons yang diharapkan maka respons tersebut diperkuat.
Pelaksanaan pengajaran mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
a) Penegasan tujuan
b) Pelaksanaan pengajaran
c) Pengetahuan tentang hasil
4) Organisasi bahan ajar
5) Evaluasi
b. Pengembangan kurikulum
Pengembangan kurikulum teknologi berpegang pada beberapa kriteria,
yaitu:
1) Prosedur pengembangan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh
pengembang kurikulum yang lain,
2) Hasil pengembangan terutama yang berbentuk model adalah yang bisa diuji
coba ulang, dan hendaknya memberikan hasil yang sama.
Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada
kompetensi. Pengembangan dan penggunaan alat dan media pengajaran bukan
hanya sebagai alat bantu tetapi bersatu dengan program pengajaran dan ditujukan
pada penguasaan kompetensi tertentu.[4]
C. Model-Model Pengembangan Kurikulum
Berbagai model dalam pengembangan kurikulum secara garis besar
diutarakan sebagai berikut:
1. Model Administratif
Model administratif diistilahkan juga garis staf atau top down, dari atas
kebawah. Artinya pengembangan kurikulum ini ide awal dan pelaksanaanya
dimulai dari para pejabat tingkat atas pembuat keputusan dan kebijakan berkaitan
dengan pengembangan kurikulum. Tim ini sekaligus sebagai tim pengarah dalam
pengembangan kurikulum.
Dengan wewenang administrasinya membentuk suatu komisi atau tim
pengarah pengembangan kurikulum. Anggotanya terdiri dari pejabat di bawahnya,
para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu dan para tokoh dari dunia
kerja dan perusahaan. Tugas tim ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar,
landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan
kurikulum.
Selanjutnya administrator membentuk tim kerja terdiri dari para ahli
pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, dan guru-
guru senior, yang bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih
operasional menjabarkan konsep-konsep dan kebijakan dasar yang telah
digariskan oleh Tim pengarah seperti merumuskan tujuan-tujuan yang lebih
operasional, memilih sekuen materi, memilih strategi pembelajaran dan evaluasi,
serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikiulum bagi guru. Setelah
Tim kerja selesai melaksanakan tugasnya, hasilnya dikaji ulang oleh Tim
Pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat yang kompeten.
Setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan dan dinilai telah cukup
baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut.
Karena datangnya dari atas, maka model ini disebut juga Model top-down. Dalam
pelaksanaannya, diperlukan monitoring, pengawasan dan bimbingan. Setelah
berjalan beberapa saat perlu dilakukan evaluasi. Model model pengembangan
kurikulum ini sering mendapat kritikan, karena dipandang tidak demokratis, dan
kurang memperhatikan inisiatif para guru. Di Indonesia model ini digunakan alam
penerapan kurikulum 1968 dan kurikulum 1975.
2. Model dari Bawah (Grass-Roats)
Model pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan dalam sistem
pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi sedangkan model
grass roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat
desentralisasi.
Langkah-langkahnya:
a. Inisiatif pengembangan datangnya dari bawah (para pengajar).
b. Tim pengajar dan beberapa sekolah ditambah narasumber lain dari
orang tua peserta didik atau masyarakat luas yang relevan.
c. Pihak atasan memberikan bimbingan dan dorongan.
d. Untuk pemantapan konsep pengembangan yang telah dirintisnya
diadakan lokakarya untuk mencari input yang diperlukan.
Pentingnya guru sebagai kunci keberhasilan penerapan kurikulum digambarkan
dalam empat prinsip yang mendasari grass roots model:
e. Kurikulum akan meningkat bila kompetensi profesional guru
meningkat.
f. Kompetensi guru akan meningkat bila mereka terlibat secara pribadi
dalam masalah-masalah perubahan dan perbaikan kurikulum.
g. Keterlibatan guru dalam berbagai kegiatan perbaikan kurikulum sampai
dengan penilaian hasilnya akan sangat meningkatkan keyakinannya.
h. Dalam kelompok tatap muka, guru akan dapat memahami satu sama lain
secara lebih baik dan memperkaya konsensus pada prinsip-prinsip dasar,
tujuan, daan rencana pembelajaran.
Prinsip-prinsip tersebut sangat mendorong guru untuk bekerja sama dalam
menerapkan kurikulum baru.
Kelemahan model grass roots antara lain disebabkan oleh tuntutan
keterlibatan berbagai pihak dalam pengembangan kurikulum, padahal tidak semua
orang mengerti dan tertarik untuk melibatkan dirinya.
Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya
berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula
dapat digunakan untuk seluruh bidang studi pada sekolah atau daerah lain.
Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik dengan model grass
roots, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan sistem
pendidikan yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih
mandiri dan kreatif.
3. Model Demonstrasi
Model pengembangan kurikulum idenya datang dari bawah (grass
roots). Semula merupakan suatu upaya inovasi kurikulum dalam skala kecil yang
selanjutnya digunakan dalam skala yang lebih luas, tetapi dalam prosesnya sering
mendapat tantangan atau ketidaksetujuan dari pihak-pihak tertentu. Menurut
Smith, Stanley, dan Shores, ada dua bentuk model pengembangan ini.
a. Sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah yang
diorganisasi dan ditunjuk untuk melaksanakan suatu uji coba atau
eksperimen suatu kurikulum. Unit-unit ini melakukan suatu proyek
melalui kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan
suatu model kurikulum. Hasil dari kegiatan penelitian dan
pengembangan ini diharapkan dapat digunakan pada lingkungan sekolah
yang lebih luas. Pengembangan model ini biasanya diprakarsai oleh
pihak Departemen Pendidikan dan dilaksanakan oleh kelompok guru
dalam rangka inovasi dan perbaikan suatu kurikulum.
b. Dari beberapa orang guru yang merasa kurang puas tentang kurikulum
yang sudah ada, kemudian mereka mengadakan eksperimen, uji coba,
dan mengadakan pengembangan secara mandiri. Pada dasarnya guru-
guru tersebut mencobakan yang dianggap belum ada, dan merupakan
suatu inovasi terhadap kurikulum, sehingga berbeda dengan
pengembangan kurikulum yang berlaku, dengan harapan akan
ditemukan pengembangan kurikulum yang lebih baik dari yang ada.
Ada beberapa kebaikan dalam penerapan model pengembangan ini, di
antaranya adalah:
a. Kurikulum ini akan lebih nyata dan praktis karena dihasilkan melalui proses yang
telah diuji dan diteliti secara ilmiah;
b. Perubahan kurikulum dalam skala kecil atau pada aspek yang lebih khusus
kemungkinan kecil akan ditolak oleh pihak administrator, akan berbeda dengan
perubahan kurikulum yang sangat luas dan kompleks.
c. Hakikat model dmostrasi berskala kecil akan terhindar dari kesenjangan dokumen
dan pelaksanaan di lapangan.
d. Model ini akan menggerakkan inisiatif, kreativitas guru-guru serta
memberdayakan sumber-sumber administrasi untuk memenuhi kebutuhan dan
minat guru dalam mengembangkan program yang baru.
Hal penting dari model demontrasi adalah adanya keterbukaan komunikasi
antara percobaan yang dilakukan guru dengan percobaan-percobaan yang
dilakukan secara lembaga. Di samping itu model demontrasi dapat dikembangkan
oleh setiap guru dalam bentuk penelitian tindakan kelas (classroom action
research).
4. Model Beaucham
Model ini dikembangkan oleh G.A. Beauchamp (1964). Langkah-
langkahnya sebagai berikut:
a. Suatu gagasan pengembangan kurikulum yang telah dilaksanakan di kelas,
diperluas disekolah, disebarkan disekolah-sekolah didaerah tertentu baik
berskala regional maupun nasional yang disebut arena.
b. Menunjuk tim pengembangan yang terdiri atas ahli kurikulum, para ekspert, staf
pengajar, petugas bimbingan, dan nara sumer lain.
c. Tim menyusun tujuan pengajaran, materi, dan pelaksanaan proses belajar
mengajar.
d. Melaksanakan kurikulum di sekolah.
e. Mengevaluasi kurikulum yang berlaku.
Secara umum model ini telah dianggap lengkap namun masih terdapat
berbagai pertanyaan yang tak terjawab dalam proses rekayasa kurikulum. Dalam
beberapa hal model ini hampir sama dengan model administratif, terutama dalam
orientasinya dari atas ke bawah.[16] Keuntungan model ini terutama adalah
adanya penegasan arena yang kiranya akan mempermudah dan memperjelas ruang
lingkup kegiatan. Kekurangannya, seperti halnya model administratif di atas,
adalah kurang pekanya terhadap perubahan masyarakat dan kurag memperhatikan
keadaan daerah yang antara satu dengan lainnya menuntut adanya kekhususan-
kekhususan tertentu.
5. Model Terbalik Hilda Taba
Model terbalik ini dikembangkan oleh Hilda Taba atas dasar data induktif
yang disebut model terbalik, karena biasanya pengembangan kurikulum didahului
oleh konsep-konsep yang datangnya dari atas secara deduktif. Sebelum
melaksanakan langkah-langkah lebih lanjut,terlebih dahulu mencari data dari
lapangan dengan cara mengadakan percobaan, kemudian disusun teori atas dasar
hasil nyata, baru diadakan pelaksanaan.
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan, menentukan materi, menemukan
Penilaian, memperhatikan antara luas dan dalamnya bahan, kemudian
disusunlah suatu unit kurikulum.
b. Mengadakan try out.
c. Mengadakan revisi atas dasar try out.
d. Menyusun kerangka kerja teori.
e. Mengemukakan adanya kurikulum baru yang akan didesiminasikan.
Pengembangan kurikulum model terbalik berusaha mendekatkan
kurikulum dengan realitas pelaksanaanya, yaitu melalui pengujian terlebih dahulu
oleh staf pengajar yang professional. Dengan demikian, model ii benar-benar
memadukan teori dan praktik. Akan tetapi, dan ini dipandang sebagai
kelemahannya, model tersebut sulit diorganisasikan karena menuntut kemampuan
teoretis dan profesional yang tinggi dari staf pengajar dan administrator pelaksana.
6. Model Hubungan Interpersonal dari Rogers
Menurut Roger’s manusia berada dalam proses perubahan (becoming,
developing, changing), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk
berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia
membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat
perubahan tnersebut. Pendidikan juga tidak lain merupakan upaya untuk
membantu memperlancar dan mempercepat perubahan tersebut. Guru serta
pendidik lainnya bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan anak,
mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak.
Ada empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers. Pertama,
pemilihan target dari system pendidikan. Didalam penentuan target ini satu-
satunya kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan dari pejabat
pendidikan untuk turut serta dalam kegiatan kelompok yang intensif. Selama satu
minggu para pejabat pendidikan/administrator melakukan kegiatan kelompok
dalam suasana yang relaks, tidak formal.
Kurikulum yang dikembangkan hendaknya dapat mengembangkan
individu secara fleksibel terhadap perubahan-perubahan dengan cara melatih diri
berkomunikasi secara interpersonal.
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Diadakannya kelompok untuk dapatnya hubungan interpersonal di tempat yang
tidak sibuk
b. Kurang lebih dalam satu minggu para peserta mengadakan saling tikar
pengalaman, dibawah pimpinan staf pengajar.
c. Kemudian diadakan pertemuan dengan masyarakat yang lebih luaslagi dalam satu
sekolah, sehingga hubungan interpersonal akan menjadi lebih sempurna.
d. Selanjutnya penemuan diadakan dengan mengikutsertakan anggota yang lebih
luas lagi, yaitu dengan mengikutsertakan para pegawai administrasi dan orang
tua peserta didik. Dalam situasi yang demikian diharapkan masing-masing
person akan saling menghayati dan lebih akrab, sehingga memudahkan
berbagai pemecahan problem sekolah yang dihadapi.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan penyusunan kurikulum akan
lebih realistis, karena didasari oleh kenyataan yang diharapkan.
7. Model penelitian tindakan
Model ini dikembangkan oleh Smith, Stanley, dan Shores, berdasarkan
asumsi bahwa perubahan kurikulum adalah perubahan sosial, yaitu proses yang
melibatkan berbagai kepribadian orang tua, peserta didik, guru, struktur sistem
sekolah, dan hubungan individu serta kelompok, baik di sekolah maupun di
masyarakat.
Kurikulum muncul dalam konteks pengharapan dari masyarakat. Setiap
orang berharap bahwa setiap perilaku haruslah sesuai dengan profesinya, apa itu
dokter, pengusaha, ibu, wiraswastawan, maupun seorang guru. Dalam hal
terakhir, setiap orang mempunyai sesuatu ide tentang apa dan bagaimana
seharusnya anak didik, serta peran apa yang harus dijadikan kurikulum. Jadi
program pengembangan kurikulum yang efektif berusaha memperhatikan
berbagai perasaan, pengharapan, dan ide yang dimiliki orang terhadap kurikulum
serta selalu dikaitkan dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat.
Langkah-langkah yang perlu diambil dalam model ini ialah:
a. Penelaahan berbagai masalah kurikulum, dengan cara: menemukan fakta-fakta
secara luas untuk dijadikan sesuatu masalah, mengidentifikasi berbagai faktor,
kekuatan serta syarat yang harus diambil jika masalah tersebut perlu
dipecahkan.
b. Penerapan berbagai keputusan yang berhubungan dengan masalah pertama.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan mencari data atau fakta. Untuk itu, perlu
menyediakan data untuk penilaian, memberi pandangan baru untuk suatu
perencanaan kurikulum, menemukan data tambahan untuk perubahan
8. Emerging technical models
Perkembangan bidang tekhnologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai
efesiensi efektifitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model-
model kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan
atas hal itu, diantaranya:
a. The behavioral analysis model analysis
Model ini menekankan penguasaan perilaku atau kemampuan. Siswa mempelajari
perilaku-perilaku secara berangsur-angsur mulai dari yang sederhana menuju yang
lebih kompleks.
b. The system analysis model
Model ini berasal dari gerakan efesiensi bisnis. Langkah pertamadari model ini
adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasai siswa.
Langkah kedua adalahmenyusun instrumen untuk menilai ketercapaian hasil-hasil
belajar tersebut. Langkah ketiga, mengidentifikasi tahap-tahap ketercapaian hasil
serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat, membandingkan biaya
dan keuntungan dari beberapa program pendidikan.
c. The computer based model
Merupakan model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan komputer.
Pengembangan dimulai dengan mengidentifikasi seluruh unit-unit kurikulum, tiap
unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil-hasil yang diharapkan.
Kepada para siswa dan guru-guru diminta untuk melengkapi pertanyaan tentang
unit-unit kurikulum tersebut. Setelah diadakan pengolahan disesuaikan dengan
kemampuan dan hasil-hasil belajar yang dicapai siswa disimpan dalam komputer.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur
dalam rangka mendesain (designing), menerapkan (impelementation), dan
mengevaluasi (evaliation) suatu kurikulum. Oleh karena itu, model
pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses sistem
perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar
keberhasilan dalam pendidikan. Yang dimaksud dengan model pengembangan
kurikulum yaitu langkah atau prosedur sistematis dalam proses penyususnan suatu
kurikulum.
Model konsep kurikulum dikembangkan oleh para ahli dikaji empat
macam model konsep kurikulum berdasrakan pada urutan kajian paling
tradisional sampai dengan kajian yang dianggap cukup modern yaitu kurikulum
subjek akademis, humanistik, rekontroksi sosial dan teknlogis.
Model pengembangan kurikulum yang dapat digunakan meliputi model
administrasi, model grass root, model demonstrasi, model Beauchamp, model
hubungan Interpersonal dari Roger, model Tyler, serta model Inverted dari Taba.
Model administrasi rencananya berasal dari pejabat, model grass root serta
demonstrasi memiliki kemiripan dengan rencana yang berasal dari pendidik,
model Beauchamp menelaah erdasarkan langkah-langkah tertentu, model
hubungan Interpersonal dari Roger menitikberatkan pada kegiatan kelompok
campuran, model Tyler berdasar pada empat pertanyaan pendidikan, dan model
Inverted dari Taba menekankan pada kesederhanaan prosedur.

B. Saran
Semoga makalah ini bermanfaat untuk memperkaya dan memperluas
wawasan keilmuan kita sebagai pembaca yang haus akan ilmu pendidikan.
Marilah kita menjadikan diri yang kaya akan pendidikan agar menjadi insan-insan
yang terdidik,berbudi pekerti yang baik serta dan bermoral yang berpegang teguh
pada agama masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Iif Khoiru, dkk. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi KTSP. Jakarta.
Prestasi Pustaka.

Dakir. 2004. Perencanan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta. Rineka Cipta.

Hamid, Hamdani, dkk. 2013. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung. Pustaka
Setia.

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung. Remaja Rosdakarya.


Nurgiyanto, Burhan. 2008. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah: Sebuah
Pengantar Teoretis dan Pelaksanaan. Yogyakarta. BPFE Yogyakarta. cet. ke-2.

Sukmadinata, Nana Syaodih . 2005. Pengembangan Kurikulum Teori dan


Praktik. Bandung. Remaja Rosdakarya. cet. ke-7.

Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2011. Kurikulum dan


Pembelajaran . Jakarta. Rajawali Press. Ed. 3.

Anda mungkin juga menyukai