Anda di halaman 1dari 25

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah telaah kurikulum

Dosen Pengampu : Drs.Pontas J.Sitorus ,M.Pd.

Disusun oleh kelompok 5:


Chornelius Simorangkir (22110002)
Samuel Banjarnahor (22110008)
Rinaldi Nahampun (22110047)
Boy Florentius Sinaga (22110041)
Wina ayu sari Tambun (22110040)
Desi Natalia Ginting (22110011)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PEDIDKAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN
2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt, sebab karena rahmat dan nikmat Nyalah
kami dapat menyelesaikan sebuah tugas makalah pengembangan kurikulum.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas dari dosen yang
bersangkutan agar memenuhi tugas yang telah ditetapkan, dan juga agar setiap mahasiswa dapat
terlatih dalam pembuatan makalah. Makalah ini berjudul“MODEL-MODEL PENGEMBANGAN
KURIKULUM”.
Kami sebagai penyusun makalah ini, sangat berterima kasih kepada penyedia sumber
walau tidak dapat secara langsung untuk mengucapkannya.
Kami menyadari bahwa setiap manusia memiliki keterbatasan, begitu pun dengan
kami yang masih seorang mahasiswa. Dalam pembuatan makalah ini mungkin masih banyak
sekali kekurangan-kekurangan yang ditemukan, oleh karena itu kami memohon maaf yang
sebesar-besarnya. Kami mengharapkan ada kritik dan saran dari para pembaca sekalian dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Medan, oktober 2023

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………….
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………….
A. Latar Belakang ……………………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………. …………..
C. Tujuan Penulisan ……………………………………………………….....................
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………..
A. Pengertian Model Pengembangan Kurikulum ……………………………………
B. Model-Model Pengembangan Kurikulum ……………………………………….
C. Jenis-jenis kurikulum …………………………………………………………….
D. . Fungsi Model Pengembangan Kurikulum Bagi Guru …………………………
BAB III PENUTUP …………………………………………………………………..
A. Kesimpulan …………………………………………………………………..
B. Saran……………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam dunia pendidikan dibutuhkan yang dinamakan kurikulum yang membantu dalam
mencapai tujuan pendidikan Nasional. Berbagai jenis dalam pengembangan kurikulum dipakai
oleh pemerintahan Indonesia dalam mencapai cita-cita bangsa yakni mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mencetak generasi penerus bangsa yang berakhlaq serta berbudi pekerti luhur. Hal ini
perlu adanya kerja sama antara Pemerintah pusat, administrator, kepala kantor wilayah
pendidikan, kebudayaan, serta peranan guru dalam pendidikan. Banyak model yang dapat
digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum
bukan saja berdasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian
hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pengelolaan pendidikan yang
dianut serta konsep pendidikan yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem
pendidikan dan pengolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model
pengembangan dalam kurikulum yang bersifat subjek akademis berbeda dengan kurikulum
humanistik, teknologis dan rekonstruksi sosial.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana bentuk model-model pengembangan kurikulum dalam pendidikan?
2. Apa sajakah Jenis-jenis kurikulum dalam pendidikan dan Fungsi Model Pengembangan
Kurikulum Bagi Guru ?
C. Tujuan
1. Untuk menegetahui Bagaimana bentuk model-model pengembangan kurikulum dalam
pendidikan.
2. Untuk menegetahui Apa sajakah Jenis-jenis kurikulum dalam pendidikan dan Fungsi Model
Pengembangan Kurikulum Bagi Guru .
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Model Pengembangan Kurikulum


Model adalah pola-pola penting yang berguna sebagai pedoman untuk
melakukan suatu tindakan. Model dapat ditemukan dalam hampir setiap bentuk
kegiatan pendidikan, seperti model pengajaran, model adtninistrasi, model evaluasi,
model super vis i dan mo del la innya. Menggunakan model pada
perkembangan kurikulum dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
Banyak sekolah/fakultas mempunyai rancangan untuk satu tahun, mereka telah
memikirkan polanya untuk memecahkan masalah pendidikan atau prosedur yang tidak dapat
dihindari, walaupun begitu mereka tidak mempunyai lebel kegiataanya sebagai rancangan.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan kurikulum bisa berarti penyusunan
kurikulum yang sama sekali baru (curriculum construction) bisa juga menyempurnakan
kurikulum yang telah ada (curriculum improvement). Sedangkan Model menurut Good dan
Travers adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau sistem, dalam
bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang lainnya. Rivett (1972) menyatakan
bahwa model adalah hubungan sebuah logika secara, salah satunya kualitatif atau kuantitatif,
yang memberikan relevansi pada masa mendatang. Jadi dapat disimpulkan bahwa
Pengembangan Model Kurikulum adalah suatu sistem dalam bentuk naratif, matematis, grafis,
serta lambang-lambang dalam penyusunan kurikulum yang baru ataupun penyempurnaan
kurikulum yang telah ada yang memberikan relevansi pada masa mendatang. Nadler mengatakan
bahwa model yang baik adalah model yang dapat menolong sipenggguna untuk mengerti dan
memahami suatu proses yang mendasar dan menyeluruh.
B. Model-Model Pengembangan Kurikulum
Berdasarkan perkembangan para ahli kurikulum, dewasa ini telah banyak menyajikan
model-model pengembangan kurikulum. Dimana setiap model memiliki kekhasan tertentu baik
dilihat dari keluasan pengembangan kurikulumnya itu sendiri maupun dilihat dari tahapan
pengembangannya sesuai dengan pendekatannya. Dalam makalah ini hanya beberapa model
yang disajikan, dan guru dapat mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan. Model-model
pengembangan kurikulum dari berbagai pendapat antara lain adalah:
1. Administratif
Model adminidtratif merupakan model pengembengan kurikulum paling lama, model ini
sering disebut “garis dan staf” atau “top down” atau “ line staff”. Munculnya model tersebut
berawal dari inisatif dan gagasan pengembangan dari para administrator pendidikan dan
menggguanakan prosedur adminitrasi. Pengembangan model ini bersentral pada wewenag dari
pemerintahan pusat. Pemerintahan pusat melalui pejabat pendidikan yang berwenang dalam
semisal dirjen pendiikan membentuk komisi pengarah pengembangan kurikulum. Anggota
komisi pengarah pengembangan kurikulum ini terdiri dari penjabat di bawah dirjen, para ahli
pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan.
Adapun tugas dari komisi pengarah kurikulum sebagai berikut:
1. menyiapkan rumusan falsasfah
2. merumuskan konsep-konsep dasar
3. merumuskan landasan 6
4. merumuskan kebijaksanaan
5. merumuskan strategi utama
6. merencanakan garis-garis besar kebijaksanaan
7. memberikan garis-garis besar kebijaksanaan
8. membentuk tujuan umum pendidikan.
Setalah komisi tersebut menyelesaikan tugas kemudian membentuk dan mengkaji secara
seksama, kemudian membentuk komisi kerja penngembangan kurikulum. Para anggota komisi
ini terdiri dari para ahli kurikulum dan pendidikan, ahli disipiln ilmu dari perguruan tinggi, guru-
guru bidang studi yang senior. Tugas dari tim kerja pengembangan bertugas menyusun
kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional, dijabarkan dari konsep-konsep dan
kebijaksanaan dasar yangntelah digariskan oleh tim pengarah. Tugas dari tim kerja
pengembangan kurikululum ini yaitu:
1. merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan umum
2. memilih dan menyusun sekeuens bahan pelajaran
tegi pengajaran dan evaluasi
4. serta menyusun pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi guru.
Setelah semua tugas dari tim kerja pengembang kurikulum, hasil kerja dari komisi ini
kemudian dikaji oleh tim pengarah serta para ahli yang kompeten atau penjabat yang kompeten.
Selanjutnya diadakan pengakajian tahap selajutnya adalah uji coba. Pelaksanaan uji coba
rancangan kurikulum tersebut adalah sebuah komisi yang ditunjuk panitia pengarah yang
anggotanya sebagaian besar terdiri dari kepala sekolah. Setelah penelitian uji coba, komisi
pengarah menelaah atau mengevaluasi sekali lagi rancangan kurikulum tersebut baru kemudian
memutuskan pelaksanaanya. Apabila sudah diputuskan untuk memakai pengambangan
kurikulum maka komisi pengarah pengembangan akan memerintahkan sekolah-sekolah untuk
melaksanakan kurikulum tersebut.
Pengembangan kurikulim model adminitratif tersebut menekankan kegiatannya pada
orang-orang terlibat pada yang terlibat sesuai denagan tugas dan fungsinya masing-masing.
Berhubung pengembangan kegiatan berasal dari atas ke bawah, pada dasarnya model ini mudah
dilaksanakan pada Negara yang menganut sistem sentralisasi dan negara dengan kemampuan
tenaga pengajaranya masih rendah. Kelemahan-kelemahan model ini sebagi berikut :
a. kurang pekanya terhadap adanya perubahan masyarakat, di samping juga karena
kurikulum ini biasanya bersifat seragam secara nasional sehingga kadang-kadang melupakan
atau mengambaikan adanya kebutuhan dan kekhususan yang ada pada tiap daerah
b. pada prinsipnya pengembangan kurikulum dengan model ini bersifat tidak
demokratis, karena prakarsa, inisiatif dan arahan dilakukan melalui garis staf hirarkis dari atas ke
bawah, bukan berdasarkan kebutuhan dan aspirasi dari bawah ke atas;
c. pengalaman menunjukkan bahwa model ini bukan alat yang efektif dalam
perubahan kurikulum secara signifikan, karena perubahan kurikulum tidak mengacu pada
perubahan masyarakat, melainkan semata-mata melalui manipulasi organisasi dengan
pembentukkan macam-macam kepanitian .
d. kelemahan utama dari model administratif adalah diterapkannya konsep dua fase,
yakni konsep yang mengubah kurikulum lama menjadi kurikulum baru secara uniform melalui
sistem sekolah dalam dua fase sendiri-sendiri, yakni penyiapan dokumen kurikulum baru, dan
fase pelaksanaan dokumen kurikulum tersebut.
2. Model Grass Roots (dari bawah)
Jika pada pemgembangan model administratif kegiatan pengembangan kurikulum berasal
dari atas, model ini inisatif justru berasal dari bawah, yaitu dari para penganjar yang merupakan
para pelaksana kurikulum di sekolah-sekolah. Model pengembangan kurikulum administratif
bersifat sentralisasi, sedangakan model grass roots akan berkembang pada sistem pendidikan
yang bersifat desentralisasi. Model ini mendasarkan diri pada anggapan bahwa penerapan suatu
kurikulum akan lebih efektif jika para pelaksanaanya di sekolah sudah diikutsertakan sejak mula
pengembangan kurikulum itu.
Dalam model pengmbangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru
atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum.
Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum,
satu bidang studi atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh
komponen kurikulum. Pengembangan model grass roots ini juga menuntut adanya kerja antara
guru antara sekolah secara baik, di samping juga harus ada juga kerja sama dengan pihak di luar
sekolah khususnya orang tua dan mayarakat.
Pada pelaksanaanya, para administrator cukup memberikan bimbingan dan dorangan
kepada staf pengajar. Setelah menyelesaikan tahap tertentu, bisanya diadakan lokakarya untuk
membahas hasil yang telah dicapai dan sebaliknya merencanakan kegiatan yang akan dilakuakan
selanjutnya. Pengikut lokakarya di samping para pengajar dan kepala sekolah juga melibatkan
orang tua dan anggota masyarakat lainya, serta para konsultan dan para narasumber yang lain.
Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitasnya
biaya maupun kemampuan bahan-bahan kepustakaan, pengembangan model grass roots akan
dilaksanakan lebih baik. Orientasi yang demokratis dari rekayasa Model Grass Roots
bertanggung jawab membangkitkan apa yang menjadi dua aksioma kemantapan sebuah
kurikulum :
a. bahwa sebuah kurikulum hanya dapat diterapkan secara berhasil apabila guru-guru
dilibatkan secara intim dengan proses pembuatan (konstruksi) dan pengembangannya
b. bukan hanya para professional, tetapi murid, orang tua, anggota masyarakat lain
harus dimasukkan dalam proses pengembangan kurikulum.
Hal ini didasarkan pada atas pertimbangan bahwa guru adalah peracana, pelaksana, dan juga
penyempurna dari pengajaran di sekolah. Dialah yang paling tahu kebutuhannya di kelas , oleh
karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya. Hal ini sesuai
dengan prinsip-prinsip pengemnbangan kurikulum yang dikemukakan oleh Smith, Stenley dan
Shores dalam Nana Syaodih Sukmadinata (1999: 163):
a. The curriculum will improve only as the professional competence of teacher improves.
b. The competence of teacher will be improved only as the teacher become involved personally in
the problems of curriculum revision
c. If teacher share in shaping the goals to be attained, in selecting, definding, and sloving the
problems tobe encountered , and in judging, and evaluating the rusults, their involvement will be
most nearly assured.
d. As people meet in face-to-face groups, the will be able to understand one another better and to
reach a consensus on basic principles, goals and plans.
Guru adalah sebagai kunci dalam rekayasa kurikulum yang efektif, digambarkan pada (4)
prinsip yang menjadi dasar Model Grass Roots, yaitu :
a. kurikulum akan baik apabila kemampuan profesioanl guru baik
b. kompetensi guru akan membaik apabila guru terlibat secara pribadi dalam masalah masalah
peibaikan (revisi) kurikulum
c. jika guru urun rembug dalam membentuk tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam memilih,
mendefinisikan, memecahkan masalah yang akan dihadapi, mempertimbangkan dan menilai
hasil maka keterlibataimya paling terjamin
d. karena orang bertemu dalam kelompok, tatap muka, mereka akan dapat memahami satu sama
lain lebih baik dan untuk mencapai suatu konsensus berdasarkan prinsip-prinsip dasar, tujuan-
tujuan dan rencana-rencana
Secara singkat diagram kerja pengembangan model grass roots sebagai berikut:
Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungking hanya berlaku untuk
bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi munngking pula dapat digunakan untuk bidang
studi sejenis pada sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi sekolsh atau daerah lain.
Keuntungan dari model ini adalah proses pengambilan keputusan terletak pada pelaksana,
mengikutsertakan pihak bawah khussnya para staff mengajar dan memungking terjadinya
kompetensi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada giliranya akan
melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.
3. Beuchamp
Sesuai dengan namanya, model ini diformulasikan oleh G.A. Beauchamp (1964) , yaitu
mengemukan ada lima langkah penting dalam pengembilan keputusan pengembangan
kurikulum. Menurut Beauchamp untuk nierancang sebuah kurikulum harus ditempuh lima (5)
langkah. Langkah Pertama, Pejabat pemerintah yang berwenang dalam pengembangan
kurikulum harus menentukan lebih dahulu lokasi atau wilayah yang akan dijadikan pilot proyek
untuk pengembangan kurikulum. Pemilahan lokasi atau wilayah yang ditentukan sesuai dengan
skala pengembangan kurikulum yang telah direncanakan. Bila kurikulum yang ingin
dikembangkan berskala makro atau nasional, maka wilayah atau lokasi yang akan dijadikan pilot
proyek adalah propinsi, seandainya bersifat daerah atau berskala mikro maka kabupaten dapat
dijadikan lokasi pilot proyek.
Langkah Kedua, Setelah wilayah atau lokasi yang akan menjadi pilot proyek sudah
ditetapkan, maka langkah berikutnya adalah menentukan personalia yang akan ikut terlibat di
dalam pengembangan kurikulum. Beauchamp melibatkan orang-orang dari staf ahli kurikulum,
pakar kurikulum dari perguruan tinggi dan guru-guru sekolah yang telah dipilih, pakar
pendidikan, masyarakat yang dihimpun dari berbagai kalangan yaitu dari pengarang atau penulis,
penerbit, politikus, pejabat pemerintah, pengusaha dan industriawan.
Langkah Ketiga, Bila personalia sudah disusun dengan baik maka langkah berikutnya adalah
pengorganisasian person-person tersebut dalam lima (5) tim yang terdiri dari :
a. tim pengembang kurikulum
b. tim peneliti kurikulum yang sedang dipakai atau sedang dipergunakan
c. tim untuk mempelajari kemungkinan penyusunan kurikulum bam
d. tim perumus untuk kriteria-kriteria kurikulum yang akan disusun.
e. tim penyusun dan penulis kurikulum baru
Sedangkan prosedur kerja yang akan dilalui adalah sebagai berikut :
a. merumuskan tujuan baik tujuan umum maupun tujuan khusus
b. memilih atau menseleksi materi
c. menentukan pengalaman belajar
d. menentukan kegiatan dan evaluasi
e. menentukan desain
Langkah Keempat, Pada langkah ini ditentukan implementasi kurikulum. Pelaksanaan
kurikulum mempakan pekerjaan yng cukup rumit karena membutuhkan kesiapan dalam banyak
hal, seperti guru sebagai pelaksana kurikulum dikelas, fasilitas, siswa, dana, manajerial pimpinan
sekolah atau administrator sekolah.
Langkah Kelima, Setelah semua kebutuhan untuk kepentingan pelaksanaan atau
implementasi terpenuhi dan sudah dapat dilaksanakan, maka langkah berikutnya yang
merupakan langkah terakhir dari pengembangan kurikulum model beauchamp adalah
mengevaluasi kurikulum.
Beauchamp mengemukakan hal-hal yang harus dievaluasi, yaitu :
a. Evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum oleh guru
b. Evaluasi terhadap desain kurikulum
c. Evaluasi terhadap hasil belajar siswa
d. Evaluasi terhadap sistem dalam kurikulum
Pengembangan kurikulum model Beauchamps memandang pengembangan kurikulum
tersebut dalam prosesnya secara menyeluruh. Keuntangan model ini adalah adanya penegasan
areana yang kiranya akan mempermudah dan memperjelas ruang lingkup kegiatan. Kelemahan
seperti halnya model administratif, adlah kurang pekanya terhadap perubahan masyarakat dan
kurang memperhatikan keadaaan daerah yang antara satu dengan lainnya menuntutnya ada
kekhususan-kekhususan tertentu.
4. Ralph Tyler
Dalam bukunya yang berjudul Basic Principles Curriculum and Instruction (1949), Tyler
mengatakan bahwa curriculum development needed to be treted logically and systematically. Ia
berupaya menjelasskan tentang pentingnya pendapat secara rasional, menganalisis,
menginterpretasi kurikulum dan program pengajarannya dari suatu pengajaran dari suatu
lembaga pendidikan. Pengembangan kurikulum model Tyler ini mungkin yang terbaik, dengan
penekanan khusus pada fase perencanaan. Walaupun Tyler mengajukan model pengembangan
kurikulum secara komprehensif tetapi bagian pertama dari modelnya (seleksi tujuan) menerima
sambutan yang hangat dari para educator.
Langkah-langkah pengembangan kurikulum:
a. Langkah l: Tyler merekomendasikan, bahwa perencana kurikulum agar
mengidentifikasikan tujuan umum (tentative general objectives) dengan mengumpulkan data dari
tiga sumber, yaitu : kebutuhan peserta didik, masyarakat (fimgsi yang diperlukan) dan subject
matter.
b. Langkah 2: Setelah mengidentifikasi beberapa buah tujuan umum, perencana
merifinenya dengan cara menyaring melalui dua saringan, yaitu filosofi pendidikan dan psikologi
belajar. Hasilnya akan menjadi Tujuan pembelajaran khusus dan meyebutkannya juga
pendidikan sekolah dan filosofi masyarakat sebagai saringan pertama untuk tujuan
iniSelanjutnya perlu disusun garis-garis besar nilai-nilai yang didapat dan mengilustrasikannya
dengan memberi tekanan pada empat tujuan demokratis. Untuk melaksanakan penyaringan, para
pendidik harus menjelaskan prinsip-prinsip belajar yang baik, dan psikologi belajar memberikan
ide mengenai jangka waktu yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan waktu untuk
melaksanakan kegiatan secara efesien. Tyler pun menyarankan agar pendidik memberi perhatian
kepada cara belajar yang dapat :
1) Mengembangkan kemampuan berpikir
2) Menolong dalam memperoleh informasi
3) Mengembangkan sikap masyarakat
4) Mengembangkan minat
5) Mengembangkan sikap kemasyarakatan
c. Langkah 3: Menyeleksi pengalaman belajar yang menunjang pencapaian tujuan.
Penentuan pengalaman belajar harus mempertimbangkan persepsi dan pengalaman yang telah
dimililiki oleh peserta didik.
d. Langkah 4: Mengorganisasikan pengalaman kedalam unit-unit dan menggambarkan
berbagai prosedur evaluasi
e. Langkah 5: Mengarahkan dan mengurutkan pengalaman-pengalaman belajar dan
mengkaitkannya dengan evaluasi terhadap keefektifan perencanaan dan pelaksanaan.
f. Langkah 6: Evaluasi pengalaman belajar. Evaluasi merupakan komponen penting dalam
pengembangan kurikulum
Sehubungan dengan hal tersebut Tyler (1949) memperingatkan agar dibedakan antara
konten (isi) pelajaran atau kegiatan-kegiatan belajar dengan pengalaman-pengalaman belajar,
karena pengalaman belajar merupakan pengalaman yang diperoleh dan dialami anak-anak didik
sebagai hasil belajar dan interaksi mereka dengan konten (isi) dan kegiatan belajar. Untuk
mengembangkan pengalaman belajar yang mereka peroleh harus bermuara pada pemberian
pengalaman para pelajar yang dirancang dengan baik dan dilaksanakan dengan benar. Dari
beberapa konsepsi kurikulum diatas kelihatan bahwa kurikulum dapat dilihat dari segi yang
sempit atau dari segi yang luas (sebagai pengalaman yang diperoleh di sekolah atau diluar
sekolah).
5. Inverted Model Taba
Pada beberapa buku karya Hilda Taba yang paling terkenal dan besar pengaruhnya adalah
Curriculum Development: Theory and Pratice (1962). Dalam buku ini, Hilda Taba
mengungkapkan pendekatanya untuk proses pengembangan kurikulum. Dalam pekerjaanya itu,
Taba mengindetifasikan model dasar Tayler agar lebih representatif terhadap pengembangan
kurikulum di berbagai sekolah. Model pengembangan kurikulum ini oleh Hilda Tiba ini berbeda
dengan lazimnya yang banyak diitempuh secara yang bersifat dekduktif karena caranya induktif.
Oleh Karena itu sring disebut “Model Terbalik” atau “Inverted Model” .
Pengembangan kurikulum model ini diawali dengan melakukan percobaan, penyusunan
teori, dan kemudian baru ditetapkan. Hal itu diharapkan dimaksudkan untuk lebih
mempertemukan antara teori dan pratik, serta menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan
yang terjadi dalam kurikulum yang dilakukan tanpa kegiatan percobaan. Dalam pendekatanya,
Taba menganjurkanuntuk lebih mempunyai informasi tentang masukan (input) pada proses
setiap langkah proses kurikulum, secara khusus, Taba mengajurkan untuk menggunakan
pertimbangan ganda terhadap isi (organisasi kurikulum yang logis) dan individu pelajar
(psikologis kurikulum). Untuk memperkuat pendapatanya, Taba mengkalim bahwa semua
kurikulum disusun dari elemen-elemen dasar. Suatu kurikulum bisanya berisi seleksi dan
organisasi isi; itu merupakan manisfetasi atau implikasi dari bentuk-bentuk (patterns) belajar dan
mengajar. Kemudian, suatu program evaluasi dari hasil pun akan dialakukan.
Perekayasaan kurikulum secara tradisional dilakukan oleh suatu panitia yang dipilih.
Panitia ini bertugas :
a. mempelajari daerah-daerah fundasional dan mengembangkan rumusan kesepakatan
fundasional
b. merumuskan desain kurikulum secara menyeluruh berdasarkan kesepakatan yang telah
dirumuskan
c. mengkonstruksi unit-unit kurikulum sesuai dengan kerangka desain
d. melaksanakan kurikulum pada tingkat atas.
Taba percaya bahwa esensial proses deduktif ini cendemng untuk mengurangi
kemungkinan-kemungkinan inovasi kreatif, sebab membatasi kemungkinan
mengeksperimentasikan konsep-konsep baru kurikulum.Taba menyatakan bahwa :
a. bila perubahan nilai dari mendesain ulang kerangka yang menyeluruh
maka sebelumnya harus ditetapkan lebih dahulu suatu pola yang akan dipelajari dan diuji.
b. panitia penyusunan kurikulum yang tradisional itu dapat menduduld rencana-
rencana kurikulum yang bermanfaat, bagian dari desain itu sendiri hanya atas dasar logika bukan
empiric
c. karena mereka tidak melakukan pengujian secara empirik, kurikulum yang
dihasilkan cenderung merupakan skema / sket bagan yang sangat umum dan abstrak dan sedikit
membantu untuk melaksanakan praktek instruksional
Ketiga masalah tersebut menunjukkan efesiensi perekayasaan kurikulum yang tradisional
dan kesenjangan antara teori dan praktek. Suatu contoh adanya disfungsi dalam teori praktek
terdapat pada core kurikulum yang dirancang untuk mengajukan (1) Integrasi isi / materi, (2)
Hubungan dengan kebutuhan siswa-Jalannya praktek core tersebut umumnya hanya merupakan
reorganisasi administratif, block of time mata ajaran-mata ajaran yang terpisah-pisali, dan
dimana masalah-masalah kehidupan terisolasi dari materi (content) yang valid. Bentuk core yang
dilaksanakan berdasarkan rekayasa deduktif menghasilkan pemisahan teori dan praktek
Taba mengajukan pandangan yang berlawanan dengan urutan tradisional dengan
mengembangkan inverted model, yakni : langkah awal dimulai dari perencanaan unit-unit
mengajar-belajar yang spesifik oleh para guru, bukan diawali aengan desain kerangka
(framework) yang umum. Urut-unit tersebut diuji / dilaksanakan dalam kelas, yang ada pada
gilirannya digunakan sebagai dasar empirik untuk menentukan desain yang menyeluruh (overall
design). Keuntungan digunakannya inverted sequence ini ialah :
a. membantu untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek karena produksi unit-unit tadi
mengkombinasikan kemampuan teoritik dan pengalaman praktis.
b. kurikulum yang terdiri dari unit-unit mengajar-belajar yang disiapkan oleh guru-guru lebih mudah
diintroduser ke sekolah, berarti lebih mudah dimengerti dibandingkan dengan kurikulum yang
umum dan abstrak yang dihasilkan oleh umtan tradisional
c. kurikulum yang terdiri dari kerangka umum dan unit-unit belajar-mengajar lebih berpengaruh
terhadap praktek kelas dibandingkan dengan kurikulum yang ada
Langkah-langkah pengembangan kurikulum Hilda Taba (1962) mengemukakan perekayasaan
kurikulum terdiri atas 5 langkah berurutan, ialah :
a. Langkah Pertama, Experimental Production of Pilot Units.
Kelompok tenaga pengajar membuat unit eksperiment sebagai ajang untuk melakukan studi
tentang hubungan teori dan praktek. Untuk itu diperlukan (1) Perencanaan yang didasarkan atas
teori yang kuat (2) Eksperimen didalam kelas yang dapat menghasilkan data empiris untuk
menguji landasan teori yang digunakan. Hasil dari langkah ini berupa teaching-leaming unit
yang masih bersifat draft yang siap diuji pada langkah berikutnya. Unit eksperimen ini dirancang
melalui delapan kegiatan sebagai berikut :
1) Diagnosing needs.
Tenaga pengajar mengidentifikasi masalah-masalah, kondisi, kesulitan serta kebutuhan-
kebutnhan siswa dalam suatu proses pengajaran. Lingkup diagnosis tergantung pada latar
belakang program yang akan direvisi, termasuk didalamnya tujuan konteks dimana program
tersebut difungsikan
2) Formulating Specific Objectives
Formulasi tujuan-tujuan khusus, sebagai penjabaran dari tujuan umum yang dimmuskan
berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi yang menjadi titik berat pada
teaching leaming unit. Namun demikian tidak semua tujuan khusus tersebut dapat tercapai oleh
masing-masing imit.
3) Selecting Content
Pemilihan isi (materi) berdasarkan kesepadanan dengan tujuan khusus, dan harus
mempertimbangkan tingkat validitas dan signifikannya. Karena itu periu dilakukan seleksi
terhadap tingkatan isi (materi) yang meliputi pemilihan topik utama, pemilihan ide-ide dasar dan
pemilihan materi khusus.
4) Organizing Content.
5) Pengorganisasian materi dilakukan berdasarkan tingkat kemampuan awal serta minat siswa.
Pengorganisasian isi disusun dari konkrit keabstrak dan dari mudah ke sulit.
5) Selecting Learning Experiences (Avtivities).
Pengalaman belajar disusun dengan maksud terjadi interaksi antara siswa dan materi pelajaran.
Karena setiap materi memiliki beberapa fungsi tertentu.
6) Organizing Leaming Experiences Avtivities
Pengalaman belajar siswa disusun dan diorganisasikan dengan sekuensi dan organisasi materi
(content). Kegiatan belajar siswa diarahkan dari induktif kegeneralisasi dan abstraksi serta
difokuskan pada pengembangan ide-ide utama, langkah-langkah perolehan konsep dan prilaku
yang baik.
7) Evaluating.
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan unit oleh siswa. Hasil evaluasi
berguna untuk menentukan tujuan, diagnosis kesulitan belajar, serta penilaian dalam rangka
pengembangan dan revisi kurikulum.
8) Checking for Balance and Seguence
Setelah garis besar teaching leaming dirancang lengkap, selanjutnya perlu dicek konsistensi
antara semua bagian yang berkenaan dengan keseimbangan dan urutan topik-topik yang telah
tersusun atau unsur-unsur dalam unit tersebut
b. Langkah Kedua, Testing of Experimental Units
Teaching-leaming units yang dihasilkan pada langkah pertama perlu diujicobakan di kelas-kelas
eksperimen pada berbagai situasi dan kondisi belajar. Pengujian dilakukan untuk mengetahui
tingkat validitas dan keyakinan terap bagi tenaga pengajar yang berbeda-beda gaya mengajar dan
kemampuan melaksanakan pengajaran unit. Hasil uji coba menjadi masukan bagi
penyempumaan draft kurikulum.
c. Langkah Ketiga, Revising dan Consolidating
Revisi dan penyempumaan draft teaching leammg units dilakukan berdasarkan data dan
informasi yang terkumpul selama langkah pengujian. Pada langkah ini dilakukan pula penarikan
kesimpulan (konsolidasi) tentang konsistensi teori yang digunakan. Langkah ini dilakukan
bersama oleh koordinator kurikulum dan ahli kurikulum. Produk langkah ini berupa teaching
leaming units yang telah teruji di lapangan. Bila hasilnya sudah memadai, maka unit-unit
tersebut dapat disebarkan dalam lingkup yang lebih luas.
d. Langkah Keempat Developing a Framework
Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum dilakukan guna menjamin :
1) Apakah ide-ide dan konsep-konsep dasar yang digunakan telah terakomodasi? Apakah
lingkup isi telah memadai?
2) Apakah isi telah tersusun berurutan secara logis?
3) Apakah aktivitas pembelajarannya memberikan peluang untuk pengembangan
keterampilan mtelektual dan pemahaman emosi secara kumulatif.
Pengembangan ini dilakukan oleh ahli kurikulum dan para professional kurikulum
lainnya. Produk dari langkah-langkah ini adalah dokumen kurikulum yang siap untuk
diimplementasikan dan diidentifikasikan.
e. Langkah Keempat, Instalation and Desimination of The New Unit
Instalasi dan desiminasi adalah peresmian dan penyebarluasan kurikulum hasil pengembangan,
sebagai sub sistem pada sistem sekolah secara menyeluruh. Tanggung jawab tahap ini
dibebankan pada administrator sekolah. Penerapan kurikulum merupakan tahap yang ditempuh
dalam kegiatan pengembangan kurikulum. Pada tahap ini harus diperhatikan berbagai masalah :
seperti kesiapan tenaga pengajar untuk melaksanakan kurikulum di kelasnya, penyediaan
fasilitas pendukung yang memadai, alat atau bahan yang diperlukan dan biaya yang tersedia,
semuanya perlu mendapat perhatian dalam penerapan kurikulum agar tercapai hasil optimal.
6. The demotrasion model
Model demontrasi pada dasarnya bersifat graas roots datangya dari bawah. Model ini
diprakasai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru berkerja sama dengan ahli yang
bermaksud mengadakan perbaikana kurikulum. Model ini hanya berskala kecil model ini hanya
mencakup satu atau beberapa sekolah, suatu komponen atau mencakup keselurahan komponen
kurikulum. Karena sifatnya ingin mengubah atau mengganti kuirkulum yang ada, mendapat
tentangan dari banyak pihak.
Menurut Smith, Stanley dan Shores, model demonstrasi dilaksanakan dalam dua bentuk,
yakni :
a. Bentuk pertama, Guru-guru yang diorganisasi dalam kelompok melaksanakan suatu proyek
pengembangan eksperimental kurikulum. Unit ini melakukan pengembangan dan riset intemal
sekolah, yang bermaksud menghasilkan segmen baru dari kurikulum, lalu dipertunjukan kepada
sekolah dengan harapan dapat diserap oleh sekolah secara keseluruhan. Jadi model ini dimulai
dan diorganisasi oleh hirarki administratif serta menyajikan suatu variasi model
administratifperekayasaan kurikulum.
b. Bentuk kedua, model demonstrasi disusun kurang formal dibandingkan dengan model pertama.
Beberapa orang guru yang tidak puas terhadap kurikulum yang ada kemudian melakukan
eksperimen dalam area tertentu dalam kurikulum dengan maksud menemukan altematif
pelaksanaan kurikulum. Berdasarkan eksperimen im diciptakan unit-unit kurikulum yang dinilai
berhasil oleh suatu regu penelitian dan pengembangan informal dan kemudian diajukan untuk
diserap oleh sekolah. Jadi bentuk model demonstrasi ini mewakili pendekatan the Grass Roots
untuk merekayasa kurikulum.
Kesimpulan model ini antara lain:
a. Kurikulum yang dihasilkan melalui proses ini telah diuji dalam situasi-situasi eksperimental,
dan oleh karenanya menyediakan altematif kurikulum yang dapat dilaksanakan dalam praktek
dan sistem sekolah
b. Perubahan dalam bentuk yang spesifik yakni segmen-segmen kurikulum yang dapat
dilaksanakan.memudahkan untuk menghadapi hambatan yang sering terjadi bila hendak
melakukan revisi secara menyeluruh (sistem yang luas)
c. Hakekat model demonstrasi berskala kecil memudahkan pendekataan Front terhadap inovasi
kurikulum untuk menghindarkan kesenjangan antara dokumen dan pelaksanaannya yang ada
pada model administrative
d. Model demonstrasi khususnya dalam bentuk Grass Roots menggerakkau inisiatif dan sumber
guru-guru dan memberdayakan sumber-sumber administratif untuk memenuhi kebutuhan dan
minat guru-guru dalam upaya mengembangkan program-program baru.
Kerugian utama model demonstrasi ialah karena model ini menciptakan pertentangan-
pertentangan dikalangan gum. Guru-guru yang tidak ikut serta dalam proses pengembangan
kurikulum cenderung menganggap guru-guru yang melakukan eksperimen dengan keraguan dan
tidak yakin. Mereka menganggap kalaulah hasil eksperimen itu baik namun kelompok tersebut
tidak terbimbing bahkan dianggap elit yang oportunistik. Perasaan dan sikap demikian pada
gilirannya menghambat penyerapan terhadap inovasi kurikulum. Karena itu suatu komponen
yang penting pada model demonstrasi adalah perlu diadakannya komunikasi terbuka antara guru-
guru yang melakukan eksperimen dengan pihak berwenang (misalnya perguruan tinggi yang
terkait), yang bertujuan untuk mencegah rasa keraguan / rasa tidak diikutsertakan, sebaiknya
kelompok eksperimen melakukan serangkaian demonstrasi hasil-hasil pekerjaan mereka untuk
memuaskan berbagai pihak, misalnya perguruan tinggi dan para siswa sehingga inovasi
kurikulum yang telah mereka lakukan bukan hanya eksperimental belaka melainkan dapat
diserap dan dilaksanakan dalam lingkungan sistem sekolah.
7. Roger Interpersonal Relations Model
Meskipun Rogers bukan seorang ahli pendidikan tetapi ahli psikologi tetapi konsep-
konsepnya, tetaapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi khusunya dalam membimbing individu
juga dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan bidang pendidikan. Dia sangat terkenal
dengan pendekatan "nondirectve" dan "humanistic" dalam pengajaran dan perencanaan
kurikulum. Memang ia banyak mengukapkan konsepnya tentang perkembangan dan perubahan
individu.
Muriel Crosby dalam bukunya yang berjudul "Who changes the Curriculum and?" dan
diterbitkan oleh Allyn & Bacon Publishers pada tahun 1970 mengungkapkan : "perubahan
kurikulum adalah perubahan manusia" (Curriculum change is people change) sangat berkait erat
dengan konsep yang dikemukakan Carl Rogers melalui model pengembangan kurikulum yang
berpusat pada perubahan manusia (people change).
Menurut Rogers manusia berada dalam proses perubahan (becoming, developing, chaging),
sesungguhnya ia memepunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendir, tetapi karena ada
hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang untuk membantu mempelanacar atau
memepercepat perubahan tersebut. Pendidikan juga tidak lain merupakan upaya untuk membantu
mempelancar atau mempercepat perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainya bukan
memberikan informassi apalagi penentu perkembangan anaknya, mereka hanyalah pendorong
dan pemenlancar perkembangan anak.
Rogers memperluas tentang terapi sebagai suatu model belajar untuk pendidikan : ia
percaya bahwa hubungan antar insani yang positif memungkinkan orang tumbuh dan oleh
karenanya pengajaran harus berdasarkan konsep human relation bukan pada mata pelajaran.
Guru berperan sebagai fasilitator yang memiliki personal relationship dengan siswa dan
membimbing pertumbuhan dan perkembangan mereka.
Salah satu cara untuk proses itu adalah melalui proses pendidikan, sebab pendidikan merupakan
upaya untuk memperlancar dan mempercepat perubahan pada diri manusia, Guru serta unsur-
unsur pendidik lainnya bukan sebagai pemberi informasi atau penentu perkembangan anak,
tetapi mereka hanya pendorong dan yang memperlancar perkembangan individu yang belajar.
Dengan model pengembangan kurikulum interpersonal relation ini, Carl Rogers berpendapat,
bahwa kurikulum diperlakukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes dan
adaptif terhadap situasi perubahan.
Kurikulum tersebut hanya dapat disusun dan diterapkan oleh unsur-unsur pendidikan
serta yang lainnya yang terbuka, luwes dan berorientasi pada proses. Untuk itu diperiukan
pengalaman kelompok dalam latihan sensitif (sensitivity traming).
Ada empat tahap dalam pengembangan kurikulum model "Rogers Interpersonal Relation",
yaitu:
a. Pemilihan suatu target sistem pendidikan
Penentuan target ini berdasarkan kriteria yang menjadi pegangan yakni adanya kesediaan dari
administrator / pejabat pendidikan untuk turut serta dalam kegiatan kelompok intensif
Selama satu minggu para administrator / pejabat pendidikan melakukan kegiatan kelompok
dalam suasana yang rileks / tidak formal, untuk itu diperlukan suatu tempat khusus yang agak
terpisahjauh dari kehidupan kerja.Melalui kegiatan kelompok itu, mereka akan mengalami
perubahan-perubahan sebagai berikut:
1) Tidak terlalu mempertahankan pendiriannya, sehingga dapat menerima saran orang lain.
2) Lebih mudah untuk menerima ide-ide pembaharuan.
3) Mampu mengurangi kekuasaan birokratis.
4) Komunikasinya lebih jelas serta realistis terhadap atasan, teman sebaya dan bawahan
5) Lebih berorientasi pada sifat kemanusiaan dan demokratis
6) Lebih terbuka untuk menyelesaikan perselisihan antar sesama anggota kelompok.
7) Lebih mampu untuk menerima saran dan kritik demi perbaikan.
b. Pengalaman kelompok yang intensif bagi guru
Pertemuan selama seminggu atau pertemuan yang diadakan dalam minggu akhir yang
panjang perlu diadakan untuk saling mengenal antar sesama peserta. Dalam pertemuan tersebut
diharapkan terjadi pertukaran informasi. Demikian pula guru yang skeptis dan menentang
mungkin akan melihat pembaharuan dari sisi lain, sehingga kemungkinan besar terjadi
perubahan sikap menerima.
Keikutsertaan guru dalam kelompok sebaiknya bersifat sukarela. Efek yang akan diterima guru-
guru sama dengan para administrator pendidikan, dengan beberapa tambahan sebagai berikut:
a. Lebih mampu untuk mendengarkan keluhan siswa.
b. Mau menerima pembaharuan melalu peritiwa "siswa menggangu" kelas oleh siswa tertentu dari
pada siswa yang pendiam.
c. Sangat perhatian terhadap hubungannya dengan para siswa, begitu juga yang dilakukannya
terhadap isi mata pelajaran.
d. Masalah yang timbul dipecahkan bersama dengan para siswa dan tidak melalui tindakan
hukuman.
e. Mampu mengembangkan suasana kesamaan hak dan kewajiban sehingga timbul suasana
demokratis di dalam kelas.
c. Pengembangan pengalaman kelompok vanp intensif bagi kelas
Caranya mengikutsertakan satu unit kelas dalam pertemuan lima hari. Selama lima hari penuh siswa
ikut serta dalam kelompok secara aktif, den^an fasilitator para guru, administrator pendidikan,
dan administrator dari luar. Dengan kegiatan itu diharapkan menumbuhkan suasana hubungan
yang baik antara siswa yang satu dengan yang lain. Perubahan yang terjadi pada diri siswa:
1) Merasa bebas mengemukakan pendapatnya didalam kelas
2) Semangat untuk belajar bertambah, karenanya timbul persaingan yang sehat untuk pandai.
3) Memiliki tenggang rasa dalam hubungan antar siswa di dalam pergaulan sehari- hari.
4) Tidak mempunyai rasa tertekan karena tidak mengenal istilah hukuman yang bersifat
fisik.
5) Dia hormat dan patuh pada guru maupun admistrator karena adanya wibawa.
6) Mempunyai anggapan bahwa dengan belajar akan mampu menghadapi kehidupan masa
depan.
d. Keterlibatan orang tua dalam pengalaman kelompok yang intensif
Kegiatan ini dapat dikordinasi oleh persatuan orang tua pada masing-masing sekolah. Kegiatan
kelompok berlangsung selama tiga jam tiap sore selama satu minggu atau dua puluh satu jam
selama tiga hari terus menerus. Jika kemungkinan, pertemuan demikian agar berbarengan dengan
pertemuan unit kelas. Tujuan utama kegiatan ini adalah supaya orangtua, staf pengajar dan
pimpinan sekolah atau administrator pendidikan lainnya dapat saling mengenal secara pribadi
sehingga memudahkan pemecahan-pemecahan persoalan-persoalan yang dihadapi dunia
pendidikan, khususnya persekolahan. Carl Rogers juga menyarankan, kalau mungkin ada
pengalaman kegiatan kelompok yang bersifat campuran kulminasi dari model interpersonal
adalah diselenggarakannya kelompok-kelompok vertical ("vertical groups") yang diikuti oleh
partisipan. Perubahan kurikulum yang berhasil dapat dicapai bila ada hubungan efektifsecara
horizontal dan across status-role lines.
Saran Carl Rogers tersebut adalah perlunya diadakan pertemnan vertical yang mendobrak
hierarki birokrasi dan status sosial. Peserta kegiatan tersebut terdiri dari dua orang administrator,
dua orang pimpinan sekolah, dua orang stafpengajar dan dua orang siswa.
Model pengembangan kurikulum ini mengutamakan hubungan antar pribadi yaitu penciptaan
suasana akrab antar unsur-unsur pendidikan yang terlibat didalam pengembangan kurikulum,
yaitu : adnunistrator, pimpinan sekolah, guru-guru serta para siswa, kebaikkannya antara lain :
a. Sedikit kemungkinan terjadinya tekanan hierarld yang bersifat menghambat, sehingga diharapkan
dapat menerapkan kurikulum yang lebih besar.
b. Masing-masing unsur pendidikan khususnya yang terlibat langsung dalam pelaksanaan
kurikulum, yaitu para guru tidak ragu mengemukakan pendapat dan gagasannya dalam
pengembangan kurikulum
c. Tidak timbul adanya dominasi kuat dari pihak "pusat/atas" untuk memaksakan kehendak politik
di bidang pendidikan khususnya pengembangan kurikulum.
Ada tampaknya hal yang dapat dianggap sebagai tanda-tanda kelemahan / kekurangan pada model
"Rogers Interpersonal Relation " dalam pengembangan kurikulum antara lain:
a. Tampaknya tidak ada batas hubungan antara siswa dengan guru atau unsur pendidik lainnya,
sehingga dikhawatirkan luntumya rasa hormat pada diri siswa.
b. Memerlukan waktu yang lama dan sulit ditargetkan untuk penyelesaian secara tuntas dalam
penyusunan kurikulum baru sebagai hasil dari pengembangan kurikulum.
c. Memerlukan biaya yang tidak sedikit, mengingat banyaknya unsur yang terlibat sertajenis
kegiatan yang dilakukan.
d. Keterlibatan berbagai unsur pendidikan dalam proses pengembangan kurikulum tersebut,
kemungkinan besar mengakibatkan kesulitan dalam pengorganisasiannya
8. D. K. Wheeler
Dalam bukunya yang cukup berpengaruh, Curriculum Process, Wheeler (1967)
mempunyai argumen tersendiri pengembangan kurikulum (curriculum developers) dapat
menggunakan suatu proses melingkar (a cycle process), yang namanya setiap elemen saling
berhubungan dan bergantungan.
Pendakatan yang digunakan Wheeler dalam pengembangan kurikulum pada dasarnya
memiliki bentuk rasional. Setiap langkah kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk rasional.
Setiap langkah (phase)nya merupakan pengembangan secara logis terhadap model sebelumnya,
di mana secara umum langkah tidak dapat dilakukan sebelum langkah-langkah sebelumnya telah
diselesaikan. Sebagai mantan akademisi Univerrsity of Western Australia, Wheeler
mengembangkan ide-idenya sebagimana yang telah dilakukan pleh Tayler dan Taba. Wheeler
menawarkan lima langkah itu jika dikembangkan dengan logis temporer, akan menghasilkan
suatu kurikulum yang efektif. Dari lima langkahnya ini, sangat tampak bahwa Wheeler
mengembangkan lebih lanjut apa yang telah dilakukan Tyler dan Taba meski hanya
dipresentasikan agak berbeda.
Langkah-langkah atau phases Wheeler (Wheeler’s phases) adalah:
Selection of aims, goals, and objectives (seleksi maksud, tujuan, dan sasarannya)
Selection of learning exprerinces to help achieve these aims, goals and objectives (seleksi
pengalaman belajar untuk membantu mencapai maksud, tujuan, dan sasaran.)
a. Selection of content through which certain types of experiences may be offered
(Seleksi isi melalui tipe-tipe tertentu dari pengalaman yang mungking ditawarkan)
b. Organization and intergration of learning exprinces and content with respect to the
teaching learning process (organisasi dan intergrasi pengalaman belajar dan isi yang berkenaan
dengan proses belajar dan mengajar)
c. Evalution of esch phase and the problem of goals (evaluasi setiap fase dan
masalah-masalah tujuan)
Kelebihangan dari model adalah :
a. Memasukan berbagi kematangan yang berhubungan dengan objectives
b. Struktur logis kurikulum yang dikembangkannya
c. Menerapkan situasiasional analisys sebagai titik permulaan
Kekurangan dari model ini:
a. Wajahnya yang bersifat logis
b. Pengimplementasinya
9. Audrey dan Howard Nicholls
Dalam bukunya, developing curriculum: A Participial Guide (1978), Audrey dan Howard
Nicholls mengembangkan suatu pendekatan yang cukup tegas mencakip elemen-elemen
kurikulum dengan jelas dan ringkas. Buku tersebut sangat popular di kalangan pendidik,
khususnya di Inggirs, di mana pengembangan kurikulum pada tingkat sekolah sudah lama ada.
Nicholas menitikberatkan pada pendekatan pengembangan kurikulum yang rasional,
khususnya kebutuhan untuk kurikulum yag munculnya dari adanya perubahan situasi. Mereka
berpendapat bahwa :” …change should be planed and introduced on a rational and valid this
according to logical process, and this has not been the case in the vast majority of changes that
have already taken place”
Audrey dan Nichllos mendifisikan kembali metodenya Tyler, Taba, Wheeller dengan
menekan pada kurikulum proses yang bersiklus atau bentuk lingkaran, dan ini dilakuakan demi
langkah awal, yaitu analisis situasi (situasional analysis). Kedua penulis ini mengukapkan bahwa
sebelum elemen-elemen tersebut diambil atau dilakukan dengan lebih jelas, konteks dan situasi
di mana keputusan kurikulum itu harus dibuat harus diperrtimbangkan dengan secara mendetail
dan serius. Dengan demikian, analisis situasi menjadi langkah pertama (preliminary stage) yang
membuat para pengembang kurikulum memahami faktor-faktor yang akan mereka kembangkan.
Terdapat lima langkah atau tahap (stage) yang diperlukan dalam proses pengembangan
secara kontinu (continue curriculum process). Langkah-langkah terbut menurut Nicholls adalah;
a. Situsional analysis (analisis situasional)
b. Selection of objectives (seleksi tujuan)
c. Selection ang organization of content (seleksi dan organisasi isi)
d. Selction and organization of methods (seleksi dan organisasi metode)
e. Evaluation (evaluasi)
Masuknya fase analisis situasi (situasioanal analysis) merupakan suatu yang disengaja
untuk memaksa para pengembang kurikulum lebih reposintif terhadap lingkungan dan secara
khusus dengan kebutuhan anak didik, kedua penulis ini menekankan perlunya memakai
pendekatan yang lebih komprehensif untuk mendiagnosis semua faktor menyangkut semua
situasi dengan diikuti penggunaan pengetahuan dan pengertian yang berasal dari analisis tersebut
dalam perencanaan kurikulum.
10. Decker Walker
Pada awal 1970, Decker Walker berpendapat bahwa objectives atau rational model dalam
proses kurikulum ini tidak menerrima pendapat dalam literaratur yang tidak populer. Walker
(1971) berpendapat bahwa pengemabangan kurikulum tidak mengikuti pendekatan yang telah
ditetntukan dari urutan yang rational dari elemen-elemen kurikulum ketika mereka
mengembangkan kurikulum. Lebih baik memprosesnya melalui tiga fase di dalam persiapan
natural daripada dalam kurikulum.
Kesimpulan tersebut berasal dari analisis Walker terhadap laporan proyek kurikulum,
seperti CHEM Stuidi, BSCS, SMSG serta partisipasi pribadinya dalam proyek kurikulum bidang
kesenian. Analisis Walker menguraikan apa yang telah dilihat sebagai model alami dalam proses
kurikulum. It is a naturalistic model in the sense that it was constructed to represent phenomena
and realtions observed in actual curriculum projects faithfully as possible with a few terns and
principles.
Ada empat fase dalam pengembangan model kurikulum ini yakni:
a. Fase pertama
Walker mempunyai argument bahwa pernyataan platform di organisasikan oleh para
pengembang kurikulum dan pernyataan tersebut berisi serangkian ide, prefensi dan pilihan,
pendapat, keyakinan, dan nilai-nilai yang dimiliki kurikulum. Aspek-aspek tersebut mungkin
tidak definisikan atau secara logis, tapi mereka membrntuk basis platform sehingga kurikulum
mendatang bisa dibuat oleh pengembang kurikulum (curriculum developers).
b. Fase kedua
Walker berpendaoat bahwa pengembang kurikulum tidak memula tugas dalam keadaan
kosong (a blank state), nilai-nilai, konnsepsi, dan hal-hal pengembangan kurikulum sebagai
menngindinkasikan adanya kesukaan den perlakuan sebagai dasar (paltfrom) mengembangkan
kurikulum. Walker mengajurkan bahwa: The Platfrom includes an idea of what is ought to be
and these guides the curriculum developer in the dertemining what should be do to realize his
vision
c. Fase ketiga
Ketika interaksi di antara individu dimulai, mererka kemudian memasuki fase
pertimabangan yang mendalam. Walker berpendapat bahwa selama fase ini, individu
mempertahankan pertanyaan platform mereka sendiri dan menekanakan pada idde-ide yang ada.
Berbagai peristiwa ini memberikan suatu (developers) juga beusaha menjelaskan ide-ide mereka
mencapai suatu konsesus. Dari periode yang agak kacau, fase yang telah dipertimbangkan
menghasilkan suatu ilmuniti yang penuh pertimbangan.
d. Fase keempat
Fase model terakhir Walker adalah menggunakan bentuk design. Pada fase ini,
developers membuat keputusan tentang berbagai komponen proses atau elemen-elemen
kurikulum. Keputusan akan dicapai setelah ada diskusi mendalam dan dikompromikan oleh
individu-individu. Keputusan-keputusan itu kemudian deirekam dan menjadi basis data untuk
dokumen kurikulum atau materi yang lebi spesifik
11. Malcolm Skilbeck
Malkom Skilback, direktur Pusat Pengembangan Kurikulum Austalia ( Australia’s
Curriculum Development Center), mengembangkan suatu interaksi altertnatif atau model
dinamis bagi suatu interaksi alternatif atau model dinamis bagi model proses kurikulum. Dalam
sebuah artikelnya, Skilbeck (1976) mengajurkan suatu pendekatan dan mengembangkan
kurikulum pada tingkat sekolah. Pendapatnya mengenai sekolah di dasarkan pada pengembangan
kurikulum (SCBD), sehingga Skilbeck memberikan suatu model yang membuat pendidik dapat
mengembangkan kurikulum secara tepat dan realistic. Dalam hal ini, Skilbeck
memepertimbangkan model dynamic in nature.
Model dinamis atau interaktif (dyanamic or interactive models) menetapakan
pengembangan kurikulum harus mendahulukan sustu elemen kurikulum dan memualianya
dengan suatu dari urutan yang telah ditetntukan dan diajurkan oleh model rasional. Skilbeck
mendukung petunjuk tersebut, menambahkan sangat penting bagi developers untuk menyadari
sumber-sumber tujuan mereka. Untuk mengetahui sumber-sumber tersebut, Skilbeck
berpendapat bahwa “a situasional analysis” harus dilakukan. Untuk lebih mudah memahami
model yang ditawarkan Skilbeck, gamabr ini mungking bisa membantu:
Model ditas mengkalim bahwa agar School-Based Curriculum Development (SBCD)
dapat bekerja secara efektif, lima langkah (steps) diperlukan dalam suatu proses kurikulum.
Skilbeck berkata bahwa model dapat diaplikasikan secara bersama dalam pengemban kurikulum,
observasi dan peneliaan sistem kurikulum, dan aplikasi nilai dari model tersebut pada nilai dan
model tersebut terletak pada pilihan pertama.
Mengingat susunan model ini secara logis termasuk kategori rational by natur, namun
Skilbeck mengingatkan bahwa agar tidak terjurumus pada perangkap (trap). Skilbeck
mengingatkan bahwa pengembangan kuriulum (curriculum development) perlu mendahulukan
rencana mereka dengan memulainya dari salah satu langakah (stage) tersebut secara bersamaan.
Pengertian model di atas sangat sangat membingungkan, karena sebenarnya model
tersebutmendukung pendekang rasional daripada pengembangan kurikulum. Namun demikian,
Skilbeck berkata: The model outlined does not presuppose a means and analysis at all, it simply
encourages teams and or groups of curriculum developers to take account different elements and
aspects of the curriculum development process, to the see the process as an organic whole and to
wrok in a moderately systematic way
Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa alat ini tidak mengisyaratkan suatu alat.
Tujuananya adlah menganalisis secara keseluruhan; tetapi secara simbol telah mendorong teams
atau groups dari pengembang kurikulum untuk lebih memperhatikan perbedaan-perbedaan
elemen dan aspek-aspek proses pengembangan kurikulum, agar lebih bisa melihat proses bekerja
dengan cara sistematik dan moderat.
12. The Systematic action-reasearch model
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum
merupakan perubahan sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang melbatkan kepribadian orang
tua, siswa guru, strutur sistem sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan
maysrakat. Sesuai dengan asumsi model tersebut model ini menekenakan pada tiaga hal itu:
hubungan insane, sekolah dan organisasi masyarakat, serta dari pengeratahuan professional.
Kurikulum dikemabanmgkan dalam konteks harapan warga masyarakat, para orang tua,
tokoh masyarakat, pengusaha, siswa, guru, dll, mempumyai pandangan tentang bagiamana
pendidikan, bagiamana anak belajar, dan bagiamana peranan kurikulum dalam pendidikan dan
pengajaran. Penyususnan kurikulum harus memasukan pandanagn dan harapan-harapan
masyarakat, dan salah satu cara untuk mencapai hal itu adalah dengan prosedir action research.
Langkah pertama, mengadakan kajian secara seksama tentang masalah kurikulum, berupa
pengumpilan data yang bersifat menyeluruh, dan mengidentifikasi faktor-faktor, kekuatan dan
kondisi disusun rencana yang menyeluruh tentang cara menagtasi maslah-maslah tersebut, seta
tindalan yang harus diambil.
Kedua,implementasi keputusan yang dimabil dlam tindakan pertama. Tindakan ini sgera
diikuti oleh kegaiatan pengmpulan data dan fakta-fakta Kegiatan pengumpulan data ini
memeliki beberapa fungsi :
a. Memnyiapakan data bagi evaluasi tindakan
b. Sebagai pemahaman masalah yang dihadapi
c. Sebagai bahan menialai dan mengadakan modifikasi
d. Sebagai bahan untuk untuk menentukan tindkan lebih lanjut

13. Emerging Thenical models


Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serat nilai-nilai efesiansi dan
efektifitas dalam binis, juga mempengaruhi perkembangan model-model kurikulum. Tumbuh
kecendrung-kecendrungan baru yang didasarkan hal itu di antaranya:
The behevorial analysis models, menekakan pengusaaan prilaku atau kemampuan. Suatu
kemampuan/prilaku yang kompleks diuraiakan menjadi prilaku-prilaku yang sedehana yang
tersususn secara hierakis. Siswa menjadi prilaku-prilakusecara berangsur-angsur mulai yang
sederhana menjadi lebih kompleks.
The system analysis model Berasal dari gerakan efensiasi bisnis. Langakah pertama dari
model ini adalah menettukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikusai. Langakah
kedua, menyusun instrumen untuk menilai ketercapaian hasil-hasil belajar tersebut. Langkah
ketiga mengidentifikaskan tahap-tahap kertercapaian hasil serta perkiraan biaya yang diperlukan.
Langakah keemapat membandingakan keuntuangan dari beberapa program pendidikan.
The computer-based models, suatu model pengembangan kurikulum dengan
memenfaatkan computer. Pengembanganya di mulai dengan mengidentifikasikan seluruh unit-
unit kurikulum, tiap unit unit kurikulum telah memilki rumusan tentang hasil-hasil bealajar yang
dicapai siswa disimpan dalam computer.
14. The Leyton Soto Model
Dengan berkolaborasi dengan Ralph Tyler, Mario Leton Soto merivisi dan memperluas
model yang dipersentasikan oleh Tyler. Leyton Soto mengobservasi sifat linear dari model Tyler
dan pemisahan dari tiga sumber objektif. Dia memasukan dalam representasi skematinya dalam
model Tyler pemahaman bahwa dua dasar filsafat dan psikologi tidak selalu diterapkan dalam
urutan pilihan tetapi salah satu bisa mungking bisa mendahului yang lain. Dalam model
terintergrasi Leyton Soto memhilangakan beberapa hal yang ada dalam model Tyler dan
menambahkan beberapa perbaikan dan klirifikasinya sendiri.
Pada leyton Soto model memetakan tiga eleman dasar: filosofi, psikologi, dan sumber
dan tiga proses seleksi, organisasi dan evaluasi. Secara signnifan Leyton soto jelas menunjukan
keterkaitan antara berbagai model komponen.
Model ini dimulai dengan dua dasar lebih dari tiga sumber. Jelaslah bahwa sumber itu
sendiri di pengaruhi oleh filsafat dan dasar psikologi dan sebaliknya. Sefangkan Tyler sendiri
menjelaskan 1 pemilihan tujuan dan 2 pemilihan organisasi dan evaluasi pengalaman belajar,
Leyton Soto membedakan antara pengelaman belajar dan kegiatan belajar. Dia mendefisikan
tujuan sebagi kombinasi dari pengalaman yang pelajar mencoba untuk mencapai pengalaman.
Dalam model ini leyton Soto terminology adalah prilaku yang tertulis ke dalam tujuan,
sedangkan kegiatan adalah pengelama mereka menyanggupi pelajar untuk mencapai prilaku
yang diharapkan dan kegaiatan yuang dipilih dan diatur, tapi hanya mengalami perilaku terminal
yang dievaluasi.
Dengan demikian, Leyton Soto telah mempersentasikan sebuah intergrasi dan
komperhensif, meskipun model yang relative kompleks untuk pengembangan kurikulum dari
sudut memilih tujuan ke titik mengevaluasi pengalaman.
15. The Saylor and Alexander Model
Model ini membentuk curriculum planning process (proses perencanaan
kurikulum).Untuk mengerti model ini, kita harus menganalisa konsep kurikulum dan konsep
rencana kurikulum mereka. Kurikulum menurut mereka adalah "a plan for providing sets of
learning opportunities for persons to be educated" ; sebuah rencana yang menyediakan
kesempatan belajar bagi orang yang akan dididik. Namun, rencana kurikulum tidak dapat
dimengerti sebagai sebuah dokumen tetapi lebih sebagai beberapa rencana yang lebih kecil untuk
porsi atau bagian kurikulum tertentu.
Model ini menunjukkan bahwa perencana kurikulum mulai dengan menentukan atau
menetapkan tujuan sasaran pendidikan yang khusus dan utama yang akan mereka capai. Saylor,
Alexander dan Lewis, mengklasifikasi serangkaian tujuan ke dalam empat (4) bidang kegiatan
dimana pembelajaran terjadi, yaitu : perkembangan pribadi, kompetensi social, ketrampilan yang
berkelanjutan dan spesialisasi. Setelah tujuan dan sasarn serta bidang kegiatan ditetapkan,
perencana memulai proses merancang kurikulum. Diputuskan kesempatan belajar yang tepat
bagi masing-masing bidang kegiatan dan bagaimana serta kapan kesempatan ini akan disediakan.
Setelah rancangan dibuat (mungkin lebih dari satu rancangan), guru-guru yang menjadi bagian
dari rencana kurikulum, harus membuat rencana pengajaran. Mereka memilih metode bagaimana
kurikulum dapat dihubungkan dengan pelajar. Guru pada tahap ini harus dikenalkan dengan
istilah tujuan pengajaran. Sehingga guru dapat memerinci tujuan pengajaran sebelum memilih
strategi atau cara presentasi.
Akhirnya perencana kurikulum dan guru terlibat dalam evaluasi. Mereka harus memilih
teknik evaluasi yang akan digunakan. Saylor dan Alexander mengajukan suatu rancangan yang
mengijinkan : (1) evaluasi dari seluruh program pendidikan sekolah, termasuk tujuan, subtujuan,
dan sasaran; keefektifan pengajaran akan pencapaian siswa dalam bagian tertentu dari program,
juga (2) evaluasi dari program evaluasi itu sendiri. Proses evaluasi memungkinkan perencana
kurikulum menetapkan apakah tujuan sekolah dan tujuan pengajaran telah tercapai
16. Model Olivia
Model perkembangan kurikulurn menurut Oliva terdiri dari tiga kriteria, yaitu : simpel,
komprehensif dan sistematis. Walaupun model ini mewakili komponen-komponen paling
penting, namun model ini dapat diperluas menjadi model yang menyediakan detail tambahan dan
menunjukkan beberapa proses yang diasumsikan oleh model yang lebih sederhana. Model
perkembangan kurikulurn dari Oliva 12 komponen yaitu:
a. Perumusan filosofis, sasaran, misi, serta visi lembaga pendidikan, yang
kesemuanya bersumber dari analisis kebutuhan siswa dan kebutuhan masyarakat;
b. Kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada, kebutuhan siswa dari urgensi
dari disiplin ilmu yang harus diberikan oleh sekolah;
c. Tujuan umum yang didasarkan pada komponen 1 dan 2;
d. Tujuan khusus yang didasarkan pada komponen 1 dan 2;
e. Bagaimana mengorganisasi rancangan dan mengimplementasikan kurikulum
f. Menjabarkan kurikulum dalam bentuk tujuan umum;
g. Menjabrkan kurikulum dalam bentuk tujun khusus;
h. Menetapkan strategi pembelajaran yang dimungkinkan dapat mencapai tujuan;
i. Teknik penilaian;
j. Pengembangan kurikulum;
k. Evaluasi pembelajaran;
l. Evaluasi kurikulum.
Model tersebut digambarkan dalam bentuk segi empat dan lingkaran.Segi empat
menggambarkan tentang proses perencanaan sedangkan lingkaran menggambarkan proses
operasional.Proses dimulai dengan komponen I, karena pada fase ini para pengembang
kurikulum menentukan tujuan dari pendidikan serta landasan filosophy dan psikologi.Tujuan ini
diyakini berasal dari kebutuhan masyarakaty dan kebutuhan hidup individu
dimasyarakat.Komponen ini menggabungkan konsep yang sama dengan tyler.
Komponen II membutuhkan sebuah analisis kebutuhan masyarakat dimana suatu sekolah
berada,kebutuhan siswa dilayani oleh masyarakat.Komponen III dan IV disebut sebagai tujuan
khusus kurikulum berdasarkan tujuan, keyakinan. Tugas dari komponen V adalah untuk
mengorganisir dan mengimplementasikan kurikulum, membentuk dan membangun struktur
dengan kurikulum yang akan diorganisir.
Pada komponen VI dan VII melukiskan perincian lebih lanjut dalam pelaksanaan lewat
pengajaran yang mencakup tujuan instruksional umum dan khusus.Komponen VIII
menunjukkuan strategi agar tujuan tercapai dikelas.Sekaligus dalam fase ini pembina kurikulum
secara pendahuluan mencari teknik evaluasi(komponen IX) yang dilanjutkan dengan komponen
X dimana pembelajaran dilaksanakan. KomponenXI adalah evaluasi sesungguhnya mengenai
prestasi siswa, keefektifan pengajaran.
Komponen XII merupakan evaluasi kurikulum atau keseluruhan program.hal terpenting
adalah umpan balik dari setiap evaluasi untuk pengembangan lebih lanjut.Jadi inti dari
semua komponen adalah komponen I sampai IV dan VI sampai IX adalah tahap
perencanaan, sementara X-XII adalah tahap operasional. Komponen V merupakan
perpaduan antara perencanaan dan operasional.Model Oliva dapat dipandang terdiri dari
dua submodel:komponen I-V dan XII sebagai submodel pengembangan
kurikulum.Komponen VI-XI sebagai model pengembangan pengajaran. Secara terperinci
model tersebut mengikuti langkah-langkah berikut:
a. Spesifikasi kebutuhan siswa umumnya
b. Spesifikasi kebutuhan masyarakat
c. Pernyataan filsafat dan tujuan pendidikan
d. Spesifikasi kebutuahn siswa tertentu
e. Spesifikasi kebutuhan masyarakat lingkungan sekolah
f. Spesifikasi kebutuhan mata pelajaran
g. Spesifikasi tujuan kurikulum sekolah
h. Spesifikasi tujuan kurikulum sekolah lebih lanjut(lebih khusus)
i. Organisasi dan implementasi kurikulum
j. Spesifikasi tujuan instruksional umum
k. Spesifikasi lebih lanjut dan khusus tujuan instruksional
l. Seleksi strategi instruksional
m. Seleksi awal strategi evaluasi
n. Implementasi pengajaran/instruksional
o. Seleksi akhir strategi evaluasi
p. Evaluasi pengajaran dan modifikasi komponen-komponennya
q. Evaluasi kurikulum dan modifikasi komponen-komponen kurikulum
Model dapat digunakan dalam berbagai cara:
a. Model mengusulkan sebuah proses untuk pengembangan secara menyeluruh dari
kurikulum sekolah.
b. Sebuah Sekolah/Fakultas boleh memfokuskan pada komponen dari model
(komponen 1-5 dan 12) untuk memutuskan program.
c. Sekolah/Fakultas boleh memusatkan pada komponen pembelajaran(komponen 6-11).
Saran dari 12 langkah perkembangan kurikulum diatas yaitu: langkah 1 – 5 dan merupakan
submodel dari sebuah kurikulum, langkah 6 – 11 sub model pembelajaran.17
17. Kurikulum terpadu (integrated curriculum)
Model pengembangan kurikulum terpadu (integrated curriculum) mengikuti cara yang
pada dasarnya mengandung aspek-aspke yang sama dengan pengembangan kurikulum lainya,
hanya saja setiap kurikulum kurikulum memiliki variasi menurut hakikkat kurikulum
bersangkutan. Kurikulum terpadu pada dasarnya pemecahan pada suatu problem, yakni ‘problem
sosial’ (social problem) yang dianggap penting dan menarik bagi anak didik.
Dalam melaksanakan kurikulum terpadu, disusunlah unit sumber (reaasch unit) yang mencakup
bahan (subject matter), kegaiatan belajar (learning activity), dan sumber-sumber (resoserces)
yang sangat luas. Sumber unit digunakan sebagai sumber untuk satuan pelajaran (learning unit)
yang dipelajari anak didik di kelas. Perbedaan individual anak didik tidak harus selalu
mempelajari yang sama, dan ada kebebasan bagi anak untuk memilih pelajaran yang minat,
bakat dan kemamampuan mereka masing-masing. Pemahamanya bahwa unit sumber merupakan
anak yang secara ideal dapat dipelajari anak didik, sedangkan satuan pelajaran merupakan apa
yang secara aktual dipelajari anak didik.
C. Jenis –Jenis Kurikulum
a. Separated Curriculum
Kurikulum ini dipahami sebagai kurikulum mata pelajaran yang terpisah satu sama
lainnya. Kurikulum mata pelajaran terpisah berarti kurikulumnya dalam bentuk mata pelajaran
yang terpisah-pisah, yang kurang mempunyai keterkaitan dengan mata pelajaran lainnya.
Pembelajaran bentuk kurikulum ini cenderung kurang memerhatikan aktivitas siswa, karena
yang dianggap penting adalah penyampaian sejumlah informasi sebagai bahan pelajaran dapat
diterima dan dihafal oleh siswa.
b. Correlated Curriculum
Kurikulum jenis ini mengandung makna bahwa sejumlah mata pelajaran dihubungkan
antara yang satu dan yang lain sehingga ruang lingkup bahan yang tercakup semakin luas.
kurikulum ini memungkinkan substansi pembelajaran bisa lebih bermakna dan mendalam
dibandingkan dengan mata pelajaran yang terpisah – pisah. Sebagai contoh, pada mata pelajaran
fiqih dapat dihubungkan dengan mata pelajaran AlQuran dan Hadis.
c. Broad Fields Curriculum
Kurikulum Board Field kadang-kadang disebut kurikulum fusi. Taylor dan Alexander
menyebutkan dengan sebutan The Board Field of Subject Matter. Board Fields menghapuskan
batas-batas dan menyatukan pelajaran yang berhubungan dengan erat. ini memiliki keunggulan
di antaranya adalah mata pelajaran akan semakin dirasakan kegunaanya, sehingga
memungkinkan pengadaan mayta pelajaran yang kaya akan pengertian dan mementingkan
prinsip dasar generalisasi. Ada pun kelemahannya adalah hanya memberikan pengetahuan secara
sketsa, abstrak, kurang logis dari suatu mata pelajaran. Sebagai contoh, sejarah, geografi, ilum
ekonomi dan ilmu politik menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
d. Integrated Curriculum
Kurikulm terpadu merupakan suatu produk dari usaha pengintegrasian bahan pelajaran
dari berbagai macam pelajaran. Integrasi diciptakan dengan memusatkan pelajaran pada masalah
tertentu yang memerlukan solusinya dengan materi atau bahan dari berbagai disiplin ata mata
pelajaran. Kurikulum ini memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar secara kelompok
maupun secara individu, lebih memberdayakan masyarakat sebagi sumber balajar,
memungkinkan pembelajaran bersifat individu terpenuhi, serta dapat melibatkan siswa dalam
mengembangkan program pembelajaran.
D. Fungsi Model Pengembangan Kurikulum Bagi Guru
Menurut pendapat Oemar Hamalik Pengembangan kurikulum adalah perencanaan
kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah peubahan-
perubahan yang diinginkan dan menilai hingga mana perubahan-perubahan itu telah terjadi pada
diri siswa. Sedangkan kesempatan belajar yang dimaksud adalah hubungan yang telah
direncanakan dan terkontrol antara para siswa, guru, bahan peralatan, dan lingkungan dimana
belajar yang diinginkan diharapkan terjadi. Ini terjadi bahwa semua kesempatan belajar
direncanakan oleh guru, bagi para siswa sesungguhnya adalah ”kurikulum itu sendiri”. Oleh
karena itu dalam memahami pengembangan kurikulum dengan lebih baik lagi guru dapat terlebih
dahulu mempelajari model-model pengembangan kurikulum agar lebih mudah mempelajari
bagaimana cara mengembangkan kurikulum tersebut. Menurut Nadler model yang baik adalah
model yang dapat menolong sipengguna untuk mengerti dan memahami suatu proses secara
mendasar dan menyuluruh. Hal ini berarti model pengembangan kurikulum yang baik adalah
model yang dapat membantu para pengembang kurikulum dalam mengembangkan kurikulum
dilapangan. Berkenaan dengan model-model pengembangan kurikulum, maka fungsi model
pengembangan kurikulum bagi guru adalah:
1. Sebagai pedoman bagi guru untuk memilih model pengembangan yang sesuai dengan
pelaksanaan pengembangan kurikulum di lapangan.
2. Sebagai bahan pengetahuan untuk melihat lahirnya bagaimana sebuah kurikulum
tercipta dari mulai perencanaan sampai pelaksanaan di lapangan, yang mungkin selama ini guru
hanya mengetahui bahwa kurikulum itu sebagai sesuatu yang siap saji., padahal melalui proses
yang panjang sesuai dengan model mana yang dipilih oleh pengembang kurikulum atau
pengambil kebijaksanaan.
3. Sebagai bahan untuk menyusun kurikulum yang sesuai dengan visi, misi, karakteristik,
dan sesuai dengan pengalaman belajar yang diharapkan atau dibutuhkan oleh siswa.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Keberadaan model-model pengembangan kurikulum memegang peranan penting
dalam kegiatan pengembangan kurikulum dan dengan mempelajari model-model pengembangan
kurikulum dapat memudahkan dalam melakukan pengembangan kurikulum.
2. Pada saat ini banyak para ahli yang mengemukakan tentang model-model
pengembangan kurikulum, tetapi setiap model pengembangan tersebut memiliki karakteristik
yang berbeda-beda, juga memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing, dan masing-masing
model arahan pengembangannya berbeda-beda ada yang menitikberatkan pada pengambil
kebijaksanaan, pada perumusan tujuan, perumusan isi pelajaran, pelaksanaan kurikulum itu
sendiri dan evaluasi kurikulum.
3. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum sebaiknya perlu disesuaikan dengan
sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut dan mempertimbangkan
model pengembangan kurikulum yang sesuai dengan yang diharapkan.
4. Model-model kurikulum akan berkembang terus seperti kurikulum yang terus
berkembang sesuai dengan kebutuhan.
B. SARAN
Dari uraian yang kami sajikan di atas kemungkinan besar masih terdapat banyak
kekeliruan, Nmun dalam hal ini kami belajar untuk memperbaiki diri dalam proses belajar. Dan
apabila terdapat banyak kesalahan kami mohon maaf, dan kami angat berharap agar Pembina
mengoreksi dengan baik, agar menjadi perbaikan yang sifatnya positif dan membangun bagi
kami.
Kemudian mengenai model penembangan kurikulum ini saya sarankan agar di revisi dan
di tingkatkan model-modelnya guna menjalankan proses belajar mengajar yang baik sesuai
kebutuhan peserta didik dalam pendidikan .
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. (2009). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya.
Hamalik, Oemar. (2008). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya.
Henson, K.T. (1995). Curriculum Development for Education Reform. New York: Longman.
Sanjaya, Wina. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktik Pengembangan KTSP. Jakarta:
Kencana.
Sukmadinata, N.S. (2009). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja
RosdaKarya.
Print, Murray. (1993). Curriculum Development and Design. Sydney: Allen & Unwin.
Oliva, Peter. (1992). Developing Curriculum. New York: Harper & Publishers.
Abdulah Idi. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Pratik. Ar RUZZ: Jogjakarta
Burhan Nurgiyantoro. 1988. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah (Sebuah Pengantar
Teoritis dan Pelaksanaan). BPFE : Jogajakarta
Nana Syodih Sukmadinata. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Pratek. Remaja Rosdakarya: Bandung
Oliva, Petter F. 1982. Developing The Curriculum. Little, Brown and Company: Boston.
Sri Rahayu Chandrawati. 2009. Model-Model Pengembangan Kurikulum Dan Fungsinya
Recti Angralia. 2011. Model Pengembangan Kurikulum .

Anda mungkin juga menyukai