Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KURIKULUM PENDIDIKAN INDONESIA

DESAIN KURIKULUM

Dosen Pengampu:

Mufassirul Alam, M.Pd

Disusun oleh:

Muhamad Farel Ashrofi (201310081)

Ahmad Habibi (201310056)

Kurniawan (201310073)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN JAKARTA

2023 M/ 1444 H
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita
rahmat dan hidayah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Desain Kurikulum ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas dosen pada bidang studi/mata kuliah Kurikulum Pendidikan
Indonesia. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang topik
makalah bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kemudian kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengempu Bapak
Mufassirul Alam, M.Pd yang telah memberikan bimbingan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwasannya makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari teman-teman semua
akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini, dan semoga kita bisa menjadi lebih
baik lagi.

Jakarta, 8 Februari 2023

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3

A. Desain Kurikulum Disiplin Ilmu ........................................................... 3


B. Desain Kurikulum yang Berorientasi pada Masyarakat ........................ 6
C. Desain Kurikulum yang Berorientasi pada Siswa ................................. 8
D. Desain Kurikulum Teknologis ............................................................... 10

BAB III PENUTUP ................................................................................ 13

A. Kesimpulan ................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikulum dari pembelajaran, merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Sebagai suatu rencana atau program, kurikulum tidak bermakna manakala tidak
diimplementasikan dalam bentuk pembelajaran. Demikian juga sebaliknya, tanpa
kurikulum yang jelas sebagai acuan, maka pembelajaran tidak akan berlangsung secara
efektif.
Persoalan bagaimana mengembangkan kurikulum, ternyata bukanlah hal yang
mudah, serta tidak sederhana yang kita bayangkan. Dalam skala makro, kurikulum
berfungsi sebagai suatu alat dan pedoman untuk mengantar peserta didik sesuai dengan
harapan dan cita-cita masyarakat. Oleh karena itu, proses mendesain suatu kurikulum
mesti harus memperhatikan sistem nilai yang berlaku beserta perubahan-perubahan
yang terjadi dimasyarakat itu. Disamping itu, oleh karena kurikulum juga harus
berfungsi mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh anak didik sesuai dengan
bakat dan minatnya, maka proses pengembangannya harus memperhatikan segala
aspek yang terdapat pada peserta didik.
Kurikulum harus terus menerus dievaluasi dan dikembangkan agar isi dan
muatannya selalu relevan dengan tuntutan masyarakat yang selalu berubah sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Apalagi ditambah dengan
pengembangan kurikulum yang ada di Indonesia, menuntut suatu desain kurikulum
yang berorientasi pada masyarakat, siswa dan teknologi. Oleh karena itu sangat penting
bagi kita sebagai calon guru dalam mengetahui desain-desain kurikulum.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada sedikit uraian pada latar belakang maka penulis membuat
rumusan masalah yang akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan sebagai berikut:
1. Bagaimana Desain Kurikulum Disiplin Ilmu?
2. Bagaimana Desain Kurikulum yang Berorientasi pada Masyarakat?
3. Bagaimana Desain Kurikulum yang Berorientasi pada Siswa?
4. Bagaimana Desain Kurikulum Teknologis?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Desain Kurikulum Disiplin Ilmu.
2. Mengetahui Desain Kurikulum yang Berorientasi pada Masyarakat.
3. Mengertahui Desain Kurikulum yang Berorientasi pada Siswa.
4. Mengetahui Desain Kurikulum Teknologis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Desain Kurikulum Disiplin Ilmu


Desain (design) dalam bahasa Inggris memiliki arti rancangan, pola, dan atau
model, maka pengertian design kurikulum yaitu menyusun rancangan atau menyusun
model kurikulum sesuai dengan visi dan misi suatu instansi, terutama sebuah sekolah.
Seorang desain kurikulum harus menentukan dan merancang model kurikulum,
kemudian membangun dan mengaplikasikan apa yang telah dirancangnya. Tujuan
sebuah desain adalah untuk mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah
dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia.1
Beberapa tokoh pendidikan pun mengemukakan pendapatnya mengenai definisi
desain kurikulum. Salah satunya Nana S. Sukmadinata yang mengatakan bahwa
desain kurikulum adalah menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau
komponen kurikulum. Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi,
yaitu dimensi horizontal dan dimensi vertikal. Dimensi horizontal berkenaan dengan
penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Sedangkan dimensi vertikal menyangkut
penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran.
Desain kurikulum ini merupakan desain kurikulum yang berpusat kepada
pengetahuan (the knowledge centered design) yang dirancang berdasarkan struktur
disiplin ilmu, oleh karena itu model desain ini dinamakan juga model kurikulum
subjek akademis yang penekanannya diarahkan untuk pembagian intelektual siswa.
Para ahli memandang desain ini berfungsi untuk mengembangkan proses kognitif atau
pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui latihan menggunakan gagasan dan
melakukan proses penelitian ilmiah.
Model kurikulum yang berorientasi pada pengembangan intelektual siswa
dikembangkan oleh para ahli mata pelajaran sesuai dengan disiplin ilmu masing
masing. Mereka menyusun materi pembelajaran apa yang harus dikuasai siswa baik
menyangkut fakta, konsep maupun teori yang ada dalam setiap disiplin ilmu mereka
masing-masing. Selain menentukan materi kurikulum, juga para pengembang

1
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. (Jakarta: Kencana), 2008, h. 65.

3
kurikulum menyusun bagaimana melakukuan pengkajian materi pembelajaran
melalui proses penelitian ilmiah sesuai dengan corak masalah yang terkandung dalam
disiplin ilmu. Jadi, dengan demikian dalam desain model ini bukan hanya diharapkan
siswa semata-mata dapat menguasai materi pelajaran sesuai dengan disiplin ilmu,
akan tetapi juga menguasai proses berpikir melalui proses penelitian ilmiah yang
sistematis.
Dalam implementasinya, strategi yang banyak digunakan adalah strategi
ekspositori. Melalui strategi ini, gagasan atau informasi disampaikan oleh guru secara
langsung kepada siswa. Evaluasi yang digunakan bervariasi sesuai dengan tujuan
pelajaran. Terdapat tiga bentuk organisasi kurikulum yang berorientasi pada disiplin
ilmu, yaitu: subject centered curriculum, correlated curriculum, dan integrated
curriculum.

1. Subject Centered Curriculum


Bentuk desain kurikulum ini merupakan bentuk desain yang paling
populer dan paling tua serta paling sering digunakan. Dalam hal ini, kurikulum
ditekankan pada isi atau materi bahan ajar yang akan dipelajari oleh siswa.
Kurikulum pun tersusun atas sejumlah mata pelajaran yang akan dipelajari
oleh siswa secara teprisah-pisah. Karena terpisah inilah maka desain
kurikulum ini disebut pula dengan separated subject curriculum.
Kurikulum mata pelajaran dapat menetapkan syarat-syarat minimum yag
harus dikuasai siswa sehingga siswa bisa naik kelas. Biasanya alat dan sumber
utama pelajaran adalah bahan pelajaran itu sendiri dan textbook. Kurikulum
mata pelajaran atau subject curriculum terdiri dari mata pelajaran (subject)
yang terpisah-pisah, dan subject itu merupakan himpunan pengalaman dan
pengetahuan yang diorganisasikan secara logis dan matematis oleh para ahli
kurikulum.2

2. Correlated Curriculum
Kurikulum jenis ini mengandung makna bahwa sejumlah mata pelajaran
dihubungkan antara yang satu dengan yang lain sehingga ruang lignkup bahan

2
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum: Teori & Praktik, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media), 2013,
h. 164-165.

4
yang tercakup semakin luas, contohnya seperti pada mata pelajaran fiqh dapat
dihubungkan dengan mata pelajaran Al-Qur’an dan Hadits. Pada saat anak
didik mempelajari shalat, dapat dihubungkan dengan pelajaran Al-Qur’an
(surat Al-Fatihah dan surat lainnya) dan hadits yang berhubungan dengan
shalat, dan sebagainya.
Terdapat tipe korelasi utnuk menghubungkan pelajaran dalam kegiatan
kurikulum, diantaranya:
a. Korelasi okasional/insidental, maksudnya korelasi didasarkan secara
tiba-tiba atau insidental, contohnya pada pelajaran sejarah dapat
dibicarakan tentang geografi dan tumbuh-tumbuhan.
b. Korelasi etis, yang bertujuan mendidik budi pekerti sehingga
konsentrasi-konsentrasi pelajarannya dipilih pendidikan agama.
Contohnya pada pendidikan agama itu dibicarakan cara-cara
menghormati guru, orang tua, tetangga, teman, dan lain sebagainya.
c. Korelasi sistematis, yaitu yang biasanya direncanakan oleh guru.
Misalnya bercocok tanam padi dibahas dalam geografi dan ilmu
tumbuh-tumbuhan.3

3. Integrated Curriculum
Integrated curriculum merupakan konsep desain kurikulum yang
menggunakan model integrated, yakni tidak lagi menampakkan nama-nama
mata pelajaran atau bidang studi. Belajar dari suatu pokok permasalahan yang
harus diselesaikan, masalah tersebut kemudian dinamakan unit. Belajar
berdasarkan unit bukan hanya menghafal sejumlah fakta, tetapi juga mencari
dan menganalisis fakta-fakta sebagai bahan materi dalam memecahkan
masalah. Belajar melalui pemecahan masalah itu diharapkan perkembangan
siswa tidak hanya terjadi pada segi intelektual saja, tetapi seluruh aspek seperti
sikap, emosi, dan keterampilan.4

3
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum: Teori & Praktik, …, h. 166.
4
Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group), 2008, h. 41.

5
B. Desain Kurikulum yang Berorientasi pada Masyarakat
Bentuk rancangan kurikulum ini didasarkan pada tujuan sekolah yang melayani
kebutuhan masyarakat, maka kebutuhan masyarakat harus dijadikan dasar dalam
menentukan isi kurikulum. Beberapa ahli kurikulum merumuskan bahwa kurikulum
sebagai sebuah desain kelompok sosial untuk dijadikan pengalaman belajar anak di
dalam sekolah. Artinya, permasalahan yang dihadapi dan dibutuhkan oleh suatu
kelompok sosial harus menjadi bahan kajian anak didik di sekolah.
Ada beberapa perspektif desain kurikulum yang berorientasi pada kehidupan
masyarakat, yaitu: perspektif status quo (the status quo perspective); perspektif
reformis (the reformist perspective); dan perspektif masa depan (the futurist
perspective).
a. Perspektif Status Quo (Status Quo Perspective)
Kurikulum ini dirancang dan diarahkan untuk melestarikan nilai-nilai
budaya masyarakat, dalam hal ini merencanakan untuk memberikan
pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik sebagai persiapan menjadi
orang dewasa yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat. Maka aspek-
aspek penting dalam kehidupan masyarakat dijadikan sebagai dasar kurikulum
oleh para perancangnya.
Franklin Bobbit mengkaji secara ilmiah berbagai kebutuhan masyarakat
yang harus menjadi isi kurikulum. Ia berpendapat bahwa sekolah sebagai
suatu lembaga pendidikan formal harus mendidik anak agar menjadi manusia
dewasa dalam masyarakatnya. Kemudian ia menemukan kegiatan-kegiatan
utama dalam kehidupan masyarakat yang disarankan untuk menjadi isi
kurikulum, diantaranya:
1.) Kegiatan berbahasa atau komunikasi sosial.
2.) Kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan.
3.) Kegiatan dalam kehidupan sosial seperti bergaul dan berkelompok
dengan orang lain.
4.) Kegiatan menggunakan waktu senggang dan menikmati rekreasi.
5.) Usaha menjaga kesegaran jasmani dan rohani.
6.) Kegiatan yang berhubungan dengan religius.
7.) Kegiatan yang berhubungan dengan peran orang tua seperti
membesarkan anak, memelihara kehidupan keluarga yang harmonis.
8.) Kegiatan praktis yang bersifat vokasi atau keterampilan tertentu.
6
9.) Melakukan pekerjaan sesuai dengan bakat seseorang.

b. Perspektif Pembaharuan (The Reformist Perspective)


Kurikulum dalam perspektif ini dikembangkan untuk lebih meningkatkan
kualitas masyarakat pada daerah tersebut, disebabkan karena hal tersebut
merupakan menghendaki peran serta masyarakat total dalam proses
pendidikan. Menurut pandangan beberapa ahli yang menganut perspektif ini,
dalam proses pembangunan pendidikan sering digunakan untuk menindas
masyarakat miskin untuk kepentingan elit yang berkuasa atau untuk
mempertahankan struktur sosial yang sudah ada. Dengan demikian,
masyarakat lemah akan tetap berada dalam ketidakberdayaan. Oleh sebab itu,
menurut aliran reformis, pendidikan harus mampu mengubah keadaan
masyarakat tersebut, baik pendidikan formal maupun non-formal harus
mengabdikan diri semi tercapainya orde sosial baru berdasarkan pembagian
kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata.
Paulo Friere dan Ivan Illich, tokoh dalam perspektif ini berpendapat bahwa
kurikulum yang sekedar mencari pemecahan masalah sosial tidak akan
memadai. Kurikulum sebagai rancangan pendidikan seharusnya mampu
meormbak tata sosial dan lembaga-lembaga sosial yang sudah ada dan
membangun struktur sosial baru. Mereka berpendapat bahwa sekolah yang
dikembangkan negara bersifat opresif dan tidak humanistik serta digunakan
sebagai alat golongan elit untuk mempertahankan status quo.

c. Perspektif Masa Depan (The futurist Perspective)


Perspektif ini sering dikaitkan dengan kurikulum rekontruksi sosial, yang
menekankan pada proses mengembangkan hubungan antara kurikulum dan
kehidupan sosial, politik, dan ekonomi masyarakat. Model kurikulum ini lebih
mengutamakan kepentingan sosial daripada kepentingan individu. Setiap
individu harus mampu mengenali berbagai permasalahan yang ada di
masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan yang sangat cepat.
Tujuan utama dalam perspektif ini adalah mempertemukan siswa dengan
masalah-masalah yang dihadapi umat manusia. Para ahli rekontruksi sosial,
Harold Rug, percaya bahwa masalah-masalah yang dihadapi masyarakat
bukan hanya dapat dipecahkan melalui “Bidang Studi Sosial” saja tetapi juga
7
oleh setiap disiplin ilmu termasuk ekonomi, estetika, kimia, dan matematika.
Berbagai macam krisis yang dialami masyarakat harus menjadi bagian dari isi
kurikulum.
Terdapat 3 (tiga) kriteria yang harus diperhatikan dalam proses
mengimplementasikan kurikulum ini. Ketiganya menuntut pembelajaran
nyata (real), berdasarkan pada tindakan (action), dan mengandung nilai
(values). Ketiga kriteria tersebut adalah:
1) Siswa harus memfokuskan pada salah satu aspek yang ada di
masyarakat yang dianggapnya perlu diubah.
2) Siswa harus melakukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi
masyarakat itu.
3) Tindakan siswa harus didasarkan kepada nilai (values), apakah
tindakan itu patut dilaksanakan atau tidak, apakah memerlukan kerja
individual atau kelompok atau bahkan keduanya.5

C. Desain Kurikulum yang Berorientasi pada Siswa


Asumsi landasan kurikulum ini yaitu bahwa pendidikan diselenggarakan untuk
membantu ank didik. Oleh karena itu, pendidikan tidak boleh terlepas dari kehidupan
anak didik. Kurikulum yang berorientasi pada siswa menekankan kepada siswa
sebagai isi kurikulum. Segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum tidak boleh terlepas
dari kehidupan siswa sebagai peserta didik.
Dalam mendesain kurikulum yang berorientasi pada siswa, Alice Crow
menyarankan hal-hal berikut:
1. Kurikulum harus disesuaikan dengan perkembangan anak.
2. Isi kurikulum harus mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang
dianggap berguna untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.
3. Anak hendaknya ditempatkan sebagai subjek belajar yang berusaha untuk
belajar sendiri. Artinya, siswa harus didorong untuk melakukan berbagai
aktivitas belajar, bukan hanya sekedar menerima informasi dari guru.
4. Diusahakan apa yang dipelajari siswa sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat
perkembangan mereka. Artinya, apa yang seharusnya dipelajari bukan

5
Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, …, h. 41-40.

8
ditentukan dan dipandang baik dari sudut guru atau dari sudut orang lain akan
tetapi ditentukan dari sudut anak itu sendiri.
Terdapat dua perspektif yang berkaitan dengan desain kurikulum yang
berorientasi pada siswa, yakni perspektif kehidupan anak di masyarakat (The child-
in-society perspective) dan perspektif psikologi (The psychological curriculum
perspective).

1. Perspektif Kehidupan Anak di Masyarakat


Francis Parker menganjurkan siswa sebagai sumber kurikulum percaya
bahwa hakikat belajar bagi siswa adalah apabila siswa belajar secara nyata dari
kehidupan mereka di masyarakat, sebagaimana dimulai dari apa yang pernah
dialami siswa seperti pengalaman dalam keluarga, lingkungan fisik dan
lingkungan sosial mereka, serta dari hal-hal yang ada di sekeliling mereka.
Parker juga mengemukakan bahwa desain dalam perspektif ini berbeda
dengan kurikulum yang konvensional, yang mana proses pembelajarannya
menghafal dan menguasai materi yang ada di buku cetak, tetapi siswa harus
belajar mengetahui secara sadar bagaimana kehidupan nyata di masyarakat.
Contohnya seperti belajar Geografi, siswa tidak hanya dituntut untuk membaca
dan menghafal sejumlah data, tetapi siswa juga harus memahami data-data
Geografi melalui karya wisata. Demikian pula dengan belajar tata bahasa, siswa
tidak perlu menghafal aturan bahasa, tetapi bagaimana aturan tata bahasa
diterapkan dalam percakapan sehari-hari.

2. Perspektif Psikologi
Perspektif psikologi dalam desain kurikulum yang berorientasi pada siswa
sering diartikan sebagai kurikulum yang bersifat humanistik, yang muncul
sebagai reaksi terhadap proses pendidikan yang hanya mengutamakan segi
intelektual. Menurut para ahli dalam perspektif ini, tugas dan tanggung jawab
pendidikan di sekolah bukan hanya mengembangkan segi intelektual, tetapi
mengembangkan seluruh pribadi siswa sehingga dapat membentuk manusia
yang utuh.
Aliran humanis pun percaya bahwa fungsi kurikulum adalah menyediakan
berbagai pengalaman belajar yang menyenangkan untuk setiap siswa sehingga
dapat membantu pengembangan pribadi siswa secara utuh dan menyeluruh.
9
Tujuannya adalah mengembangkan proses pertumbuhan yang ideal, integritas,
dan otonomi pribadi, sehingga tujuan intinya yaitu aktualisasi diri.
Terdapat tiga hal yang dilakukan oleh guru dalam mengimplementasikan
kurikulum ini:
a. Dengarkan secara menyeluruh berbagai ungkapan siswa;
b. Bersikap lemah lembut dan kasih sayang terhadap siswa; dan
c. Bersikap wajar dan alami terhadap siswa serta jangan berpura-pura.

Kriteria keberhasilan dalam kurikulum ini ditentukan oleh perkembangan


anak supaya menjadi manusia terbuka dan berdiri sendiri, dan mengevaluasi
berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan, apakah kegiatan tersebut mampu
memberikan nilai untuk kehidupan masa yang akan datang. Maka proses
pembelajaran menurut kurikulum ini ialah ketika memberikan kesempatan
kepada siswa untuk tumbuh berkembang sesuai dnegan potensi yang
dimilikinya.6

D. Desain Kurikulum Teknologis


Model desain kurikulum teknologi difokuskan kepada efektivitas program,
metode, dan bahan-bahan yang dianggap dapat mencapai tujuan. Perspektive
teknologi telah banyak dimanfaatkan pada berbagai konteks, misalnya pada program
pelatihan di lapangan industri dan militer. Desain sistem instruktusional menekankan
kepada pencapaian tujuan yang mudah diukur, aktivitas, dan tes serta pengembangan
bahan-bahan ajar.
Teknologi memengaruhi kurikulum dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi penerapan
hasil-hasil teknologi dan penerapan teknologi sebagai suat sistem.
Sisi pertama yang berhubungan dengan penerapan teknologi adalah perencanaan
yang sistematis dengan menggunakan media atau alat dalam kegiatan pembelajaran
Penggunaan dan pemanfaatan alat tersebut semata- mata untuk meningkatkan
efektivitas dan efisien. Contoh penerapan hasil- hasil teknologi diantaranya adalah
pembelajaran dengan bantuan komputer, pengajaran melalui radio, film, video dan
sebagainya.

6
Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, …, h. 45-47.

10
Teknologi sebagai suatu sistem, menekankan kepada penyusunan program
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem yang ditandai dengan
perumusan tujuan khusus sebagai tujuan tingkah laku yang harus dicapai. Proses
pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, keberhasilan
pembelajaran itu diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai atau mencapai
tujuan khusus tersebut Jadi, penerapan teknologi sebagai suatu sistem itu tidak
ditentukan oleh penerapan hasil-hasil teknologi akan tetapi bagaimana merancang
implementasi kurikulum dengan pendekatan sistem.
Sistem adalah kesatuan komponen yang satu sama lain saling berkaitan secara
fungsional untuk mencapai suatu tujuan Dengan demikian, akhir dari suatu proses
pembelajaran adalah ketercapaian tujuan yang dirumuskan sebelumnya. Segala daya
upaya yang dilakukan guru diarahkan untuk mencapai tujuan Untuk melihat
efektivitas proses dalam suatu sistem, maka tujuan yang dirumuskan harus dapat
diukur, bukan tujuan yang bersifat abstrak dan umum, semakin tujuan itu jelas dan
spesifik, maka semakin jelas pula merancang proses pembelajaran serta semakin jelas
pula menetapkan kriteria keberhasilan.
Kurikulum teknologi, banyak dipengaruhi oleh psikologi belajar behavioristik.
Salah satu ciri dari teori belajar ini adalah menekankan pola tingkah laku yang bersifat
mekanis seperti yang digambarkan dalam teori Stimulus-Respons. Lebih lanjut
tentang belajar kurikulum ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Belajar dipandang sebagai proses respons terhadap rangsangan.
2. Belajar diatur berdasarkan langkah-langkah tertentu dengan sejumlah tugas
yang harus dipelajari.
3. Secara khusus siswa belajar secara individual, meskipun dalam hal-hal
tertentu bisa saja belajar secara kelompok.

Menurut McNeil, tujuan kurikulum teknologis ditekankan kepada pencapaian


perubahan tingkah laku yanag dapat diukur, oleh karena itu tujuan umum dijabarkan
ke dalam tujuan- tujuan khusus. Tujuan-tujuan itu biasanya diambil dari setiap mata
pelajaran (disiplin ilmu). Tujuan yang berorientasi kepada tujuan kemasyarakatan
jarang digunakan. Semua siswa diharapkan dapat menguasai secara tuntas tujuan
pengajaran yang telah ditentukan.7

7
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelejaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), 2011, h. 52.

11
Sebagaimana tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, maka organisasi bahan
pelajaran dalam kurikulum teknologis memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Pengorganisasian materi kurikulum berpatokan pada rumusan tujuan.


b. Materi kurikulum disusun secara berjenjang.
c. Materi kurikulum disusun dari mulai yang sederhana menuju yang kompleks.

Selanjutnya untuk efektivitas dan keberhasilan implementasi kurikulum


teknologi hendaklah memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Kesadaran akan tujuan, artinya siswa perlu memahami bahwa pembelajaran


diarahkan untuk mencapai tujuan Oleh karena itu, siswa perlu diberi
penjelasan tujuan apa yang harus dicapai.
2. Dalam pembelajaran siswa diberi kesempatan mempraktikkan kecakapan
sesuai dengan tujuan.
3. Siswa perlu diberi tahu hasil yang telah dicapai. Dengan demikian, siswa
perlu menyadari apakah pembelajaran sudah dianggap cukup atau masih
perlu bantuan.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi
horizontal dan dimensi vertikal. Dimensi horizontal berkenaan dengan
penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Sedangkan dimensi vertikal
menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran.
Berdasarkan dengan pernyataan dan konsep desain kurikulum yang
dinyatakan oleh para ahli pendidikan, maka desain kurikulum dapat
dirumuskan menjadi 4 (empat) pola desain, yaitu:
1. Desain kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu (subject centered
design curriculum).
2. Desain kurikulum yang berorientasi pada masyarakat.
3. Desain kurikulum yang berorientasi pada siswa (student centered
design curriculum).
4. Desain kurikulum teknologis.

13
DAFTAR PUSAKA

Sanjaya, Wina. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.


Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008.

Sanjaya, Wina. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan


Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. 20011.

Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum: Teori & Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
2013.

Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya. 2013.

Nasution, S. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2009.

14

Anda mungkin juga menyukai