Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Kurikulum PAI
Dosen Pengampu : Siti Nurjanah, M.Pd.I.
Kelas : PAI VI A
Kelompok 4
1. Rosi Nariyana R. (20172505088)
2. Siti Masruroh (20172505110)
3. Winda Astutik (20172505155)
Segala puji dan syukur kami sampaikan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini.
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada manusia paling mulia Nabi
Muhammad Saw. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari jaman kebodohan ke
dalam jaman yang berilmu pengetahuan.
Makalah yang berjudul “Macam-Macam Konsep Kurikulum” ini penulis buat guna
memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Kurikulum PAI yang diberikan oleh bapak/ibu
dosen di IAINU Tuban. Dengan adanya makalah ini, penulis berharap bisa meningkatkan
semangat penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya untuk memahami dan
mempelajari tentang pentingya mempelajari tentang konsep kurikulum agar kita sebagai calon
pendidik dapat mengembangkan kurikulum sesuai dengan perkembangan jaman.
Sebagai manusia biasa, penulis menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang konstruktif dari para pembaca sangat
penulis butuhkan demi kesempurnaan pembuatan makalah-makalah selanjutnya.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL......................................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan..........................................................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN.................................................................................................3
2.1. Kurikulum Subjek Akadenis........................................................................................3
2.2. Kurikulum Humanistik.................................................................................................8
2.3. Kurikulum Rekonstruksi Sosial....................................................................................11
2.4. Kurikulum Teknologi...................................................................................................15
BAB III : PENUTUP.........................................................................................................18
3.1. Kesimpulan...................................................................................................................18
REFERENSI...................................................................................................................... 20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisannya adalah sebagai
berikut :
1.3.1. Untuk menjelaskan tentang kurikulum subjek akademis
1.3.2. Untuk menjelaskan tentang kurikulum humanistik
1.3.3. Untuk menjelaskan tentang kurikulum rekonstruksi sosial
1.3.4. Untuk menjelaskan tentang kurikulum teknologi
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
c. Pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamental. Mereka tetap
mengajar berdasarkan mata pelajaran dengan menekankan membaca, menulis, dan
memecahkan masalah-masalah sistematis. Pelajaran-pelajaran lain seperti ilmu
kealaman, ilmu sosial, dan lain-lain dipelajari tanpa dihubungkan dengan
kebutuhan praktis pemecahan masalah dalam kehidupan.
Mereka mengembangkan suatu model kurikulum yang terintegrasi (integrated
curriculum ). Ada beberapa ciri model kurikulum yang dikembangkan.
a. Menentukan tema-tema yang membentuk satu kesatuan (unifying theme), yang
dapat terdiri atas ide atau konsep besar yang dapat mencakup semua ilmu atau suatu
proses kerja ilmu, fenomena alam, atau masalah sosial yang membutuhkan
pemecahan secara ilmiah.
b. Menyatukan kegiatan belajar dari beberapa disiplin ilmu. Kegiatan belajar
melibatkan isi dan proses dari satu atau beberapa ilmu sosial atau perilaku yang
mempunyai hubungan dengan tema yang dipilih/ dikerjakan.
c. Menyatukan berbagai cara/metode belajar. Kegiatan belajar ditekankan pada
pengalaman konkret yang bertolak dari minat dan kebutuhan murid serta
disesuaikan dengan keadaan setempat.
Pendekatan ketiga, adalah pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah
fundamentalis. Mereka tetap mengajar berdasarkan mata-mata pelajaran dengan
menekankan membaca, menulis, dan memecahkan masalah-masalah matematis.
Pelajaran-pelajaran lain seperti ilmu kealaman, ilmu sosial, dan lain-lain dipelajari tanpa
dihubungkan dengan kebutuhan praktis pemecahan masalah dalam kehidupan.
4
dielaborasi (dilaksanakan) siswa sampai mereka kuasai. Konsep utama disusun secara
sistematis, dengan ilustrasi yang jelas untuk selanjutnya dikaji. Dalam materi disiplin
ilmu yang diperoleh, dicari berbagai masalah penting, kemudian dirumuskan dan dicarri
cara pemecahannya.
Melalui proses tersebut para siswa akan menemukan, bahwa kemampuan berpikir
dan mengamati digunakan dalam ilmu kealaman, logika digunakan dalam matematika,
bentuk dan perasaan digunakan dalam seni dan koherensi dalam sejarah. Mereka
mempelajari buku-buku standar untuk memperkaya pengetahuan, dan untuk memahami
budaya masa lalu dan mengerti keadaan masa kini.
Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis.
Pola-pola organisasi yang terpenting diantaranya :
1. Correlated curriculum adalah pola organisasi materi atau konsep yang dipelajari
dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan pelajarann lainnya tanpa
menghilangkan perbedaan esensia dari setiap mata pelajaran.
2. Unified atau Concentrated Curriulum adalah pola organisasi bahan pelajaran
tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai
pelajaran disiplin ilmu. Salah satu aplikasi kurikulum saat ini terdapat pada
pembelajaran yang sifatnya tematik. Dari satu tema yang diajukan misalnya
“lingkungan” selanjutnya dikaji dari berbagai disiplin ilmu misalnya, sains,
matematika, sosial, dan bahasa
(https://www.academia.edu/36738577/MAKALAH_EDISI_REVISI_MACAM_M
ACAM_MODEL_KONSEP_KURIKULUM, diakses pada 12 Oktober 2020).
3. Intregated curriculum. Pola organisasi kurikulum ini memperhatikan warna disiplin
ilmu. Bahan ajar diintegrasikan menjadi satu keseluruhan yang disajikan dalam
bentuk satuan unit. Dalam satu unit terdapat hubungan atara pelajaran serta
berbagai kegiatan siswa. Dengan keterpaduan bahan pelajaran tersebut diharapkan
siswa mempunyai pemahaman materi secara utuh. Oleh karena itu, inti yang
diajarkan kepada siswa harus memenuhi kebutuhan hidup di lingkungan
masyarakat.
4. Problem Solving curriculum adalah pola organisasi isi yang berisi topik pemecahan
masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan
dan keterampilan yang diperoleh dari berbagai mara pelajaran atau disiplin ilmu.
Pada kurikulum model ini guru lebih dimaknai sebagai seseorang yang harus
“digugu” dan “ditiru”.
5
Berdasarkan uraian tersebut, tujuan dan sifat mata pelajaran merupakan dua hal
yang mempengaruhi model evaluasi kurikulum subjek akademis. Ilmu yang termasuk
kategori ilmu-ilmu alam mempunyai model evaluasi yang berbeda dengan ilmu-ilmu
sosial. Kurikulum ini bersumber dari pendidikan klasik. Konsep pendidikan ini bertolak
dari asumsu bahwa seluruh warisan budaya, yaitu pengetahuan, ide-ide, atau nilai-nilai
telah ditemukan oleh para pemikir terdahulu.
Tentang kegiatan evaluasi, kurikulum subjek akademis menggunakan bentuk
evaluasi yang bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran. Dalam
bidang studi humaniora lebih banyak digunakan bentuk uraian (essay test) daripada tes
objektif. Bidang studi tersebut membutuhkan jawaban yang merefleksikan logika,
koherensi, dan integrasi secara menyeluruh. Bidang studi seni yang sifatnya ekspresi
membutuhkan penilaian subjektif yang jujur, disamping standar keindahan dan cita rasa.
Lain halnya dengan matematika, nilai tertinggi diberikan bila siswa menguasai landasan
aksioma serta cara perhitungannya benar. Dalam ilmu kealaman penghargaan tertinggi
bukan hanya diberikan kepada jawaban yang benar tetapi juga pada proses berpikir yang
digunakan siswa.
Para ahli disiplin ilmu sering memiliki sifat ambivalen terhadap evaluasi. Satu
pihak melihatnya sebagai suatu kegiatan yang sangat berharga, yang dapat memberikan
informasi yang dibutuhkan. Pada pihak lain mereka mengkhawatirkan kegiatan evaluasi
dapat mempengaruhi hubungan antara guru dan siswa. Evaluasi yang dilakukan dalam
waktu singkat tidak akan memberikan gambaran yang benar tentang perkembangan dan
penguasaan siswa. Kekhawatiran mereka dapat sedikit dikurangi dengan
dikembangkannya model evaluasi formatif dan sumatif.
Pendidikan berfungsi untuk memelihara, mengawetkan, dan meneruskan budaya
tersebut kepada generasi berikutnya, sehingga kurikulum ini lebih mengutamakan isi
pendidikan. Oleh karenanya kurikulum ini lebih bersifat intelektual.
Kelemahan dari kurikulum subjek akademis ini adalah :
1. Teralu menonjolkan domain kognitif-akademis sehingga domain afektif,
psikomotor, sosial, emosional menjadi terabaikan
2. Konsep yang dikembangkan oleh para ahli belum tentu sesuai dengan minat dan
kebutuhan anak
3. Tidak semua peserta didik dapat memahami dan menggunakan metode ilmiah
untuk mempelajari disiplin ilmu
4. Tidak semua anak akan menjadi ilmuan profesional
6
5. Guru tidak atau jarang terlibat dalam penelitian karena tidak menguasai metode
ilmiah (scientific method) (Arifin, 2014 : 129)
7
indiviidu dan kebutuhan setempat. Ketiga, pemanfaatan fasilitas dan sumber daya yang
ada pada masyarakat.
8
mengembangkan sendiri segala potensi yang dimilikinya. Pendidikan merupakan upaya
untuk menciptakan situasi yang memungkinkan anak berkembang optimal. Pendidik
adalah ibarat petani yang berusaha menciptakan tanah yang gembur, air dan udara yang
cukup, terhindar dari berbagai hama, untuk tumbuhnya tanaman yang penuh dengan
berbagai potensi. Dalam pendidikan tidak ada pemaksaan, yang ada adalah dorongan dan
rangsangan untuk berkembang.
Mitikisme modern adalah aliran yang menekankan latihan dan pengembangan
kepekaan perasaan, kehalusan budi pekerti, melalui sensitivity training, yoga, meditasi,
dan sebagainya.
Kurikulum humanistik didasarkan pada aliran pendidikan humanisme atau pribadi.
Aliran pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa peserta didik adalah yang pertama dan
utama dalam pendidikan. Peserta didik adalah subjek yang menjadi pusat kegiatan
pendidikan yang mempunyai potensi, kemampuan, dan kekuatan untuk bekembang
(Arifin, 2014 : 132). Tugas individu yang berkaitan dengan konsep ini adalah membantu
individu dalam upaya mencapai perwujudan diri melalui pengembangan potensi yang
dimiliki. Dalam hal ini, pendidikan bukan hanya sekadar memberi tetapi menumbuhkan
keberanian kepada siswa untuk berbuat atau melakukan sesuatu (Ali, 1992 : 11).
Dengan demikian, prioritas pendekatan ini adalah pengalaman belajar yang
diarahkan terhadap tanggapan minat, kebutuhan, dan kemampuan siswa. Pendekatan ini
berpusat pada siswa dan mengutamakan perkembangan unsur efeksi. Pendidikan ini
diarahkan kepada pembinaan manusia yang utuh, bukan saja segi fisik dan intelektual
tetapi juga segi sosial dan afeksi.
9
Kurikulum humanistik menuntut hubungan emosional yang baik anata guru dan
murid. Guru selain harus mampu menciptakan hubungan yang hangat dengan murid, juga
mampu menjadi sumber. Ia harus mampu memberikan materi yang menarik dan mampu
menciptakan situasi yang memperlancar proses belajar guru harus memberikan dorongan
kepada murid atas dasar saling percaya. Peran mengajar bukan saja dilakukan oleh guru
tetapi juga oleh murid. Guru tidak memaksakan sesuatu yang tidak disenangi murid.
Sesuai prinsip yang dianut, kurikulum humanistik menekankan integrasi, yaitu
kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindakan.
Kurikulum humanistik juga menekankan keseluruhan. Kurikulum harus mampu
memberikan pengalaman yang menyeluruh, bukan pengalaman yang terpenggal-penggal.
Kurikulum ini kurang menekankan sekuens, karena dengan sekuens murid-murid kurang
mempunyai kesempatan untuk memperluas dan memperdalam aspek-aspek
perkembangannya. Penyusunan sekuens dalam pengajaran yang sifatnya afektif,
dilakukan oleh Shiflett (Shifflet, 1975 : 121-139) dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
1. Menyusun kegiatan yang dapat memunculkan sikap, minat atau perhatian tertentu.
2. Memperkenalkan bahan-bahan yang akan dibahas dalam setiap kegiatan.
Didalamnya tercakup topik-topik, bahan ajar serta kegiatan belajar yang akan
membantu siswa dalam merumuskan apa yang ingin mereka pelajari. Kegiatan
yang diutamakan adalah yang akan membangkitkan rasa ingin tahu dari
pemahaman.
3. Pelaksanaan kegiatan, para siswa diberi pengalaman yang menyenangkan baik
berupa gerakan-gerakan maupun penghayatan.
4. Penyempurnaan, pembahasan hasil-hasil yang telah dicapai, penyempurnan hasil
serta upaya tindak lanjutnya.
Dalam evaluasi, kurikulum humanistik berbeda dengan yang biasa. Model lebih
mengutamakan proses daripada hasil. Kalau kurikulum yang biasa terutama subjek
akademis mempunyai kriteria pencapaian, maka dalam kurikulum humanistik tidak ada
kriteria. Sasaran mereka adalah perkembangan anak supaya menjadi manusia yang lebih
terbuka, lebih berdiri sendiri. Kegiatan yang mereka lakukan hendaknya bermanfaat bagi
siswa. Kegiatan belajar yang baik adalah memberikan pengalaman yang akan membantu
para siswa memperluas kesadaran akan dirinya dan orang lain dan dapat
mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Penilaiannya bersifat subjektif baik
dari guru maupun para siswa.
10
2.3. Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Kurikulum rekonstruksi sosial berbeda dengan model-model kurikulum lainnya.
Kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapinya
dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional.
Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi,
dan kerjasama. Kerjasama atau interkasi tidak hanya terjadi antara murid dan guru, tetapi
juga antara siswa dengan siswa, siswa dengan orang-orang di lingkungannya, dan dengan
sumber belajar lainnya. Melalui interaksi dan kerjasama ini siswa berusaha memecahkan
problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan
masyarakat yang lebih baik.
Pandangan rekonstruksi sosial di dalam kurikulum dimulai sekitar tahun 1920-an.
Harold Rug mulai melihat dan menyadarkan kawan-kawannya bahwa selama ini terjadi
kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat. Ia menginginkan para siswa dengan
pengetahuan dan konsep-konsep baru yang diperolehnya dapat mengidentifikasi dan
memecahkan masalah-masalah sosial untu kemudian dapat menciptakan masyarakat baru
yang lebih stabil (Sukmadinata, 2009 : 91).
Konsep kurikulum ini menekankan pentingnya kurikulum sebagai alat untuk
melakukan rekonstruksi atau penyusunan kembali corak kehidupan dan kebudayaan
masyarakat. Di dalam kurikulum disusun rencana yang berkaitan dengan bagaimana
menata kembali kehidupan masyarakat menuju tatanan yang dipandang lebih baik.
Tatanan ini meliputi segi-segi sosial, politik, ekonomi, mental, dan spiritual. Melalui
pendidikan di sekolah yang merupakan implementasi kurikulum siswa diajak untuk
mengenali berbagai permasalahan yang muncul di masyarakat sesuai dengan tingkat
kemampuan berfikirnya kemudian berupaya mencari alternatif pemecahannya (Ali,
1992 : 11-12).
Kurikulum ini pada dasarnya menghendaki adanya proses belajar yang
menghasilkan perubahan secara relatif tetap dalam perilaku, yaitu dalam berpikir, merasa,
dan melakukan. Kurikulum ini memiliki hubungan dengan kegiatan kemasyarakatan yang
di dalamnya terdapat kegiatan interaksi. Kurikulum ini dikembangkan oleh aliran
interaksional. Pakar di bidang ini berpendapat bahwa pendidikan merupakan upaya
bersama dari berbagai pihak untuk menumbuhkan adanya interaksi dan kerjsama. Tujuan
utama kurikulum jenis ini adalah mempersiapkan peserta didik untuk dapat menghadapi
tantangan, termasuk di dalamnya ancaman dan hambatan. Tantangan dianggap sebagai
bidang garapan salah satu disiplin ilmu, namun perlu juga didekati dengan ilmu-ilmu lain.
11
Dalam praktiknya, perancang kurikulum rekonstruksi sosial selalu berusaha
menyelaraskan antara tujuan nasional dengan tujuan siswa. Kerjasama antarindividu
maupun kelompok merupakan kegiatan yang sangat dominan dalam pengajaran yang
menggunakan kurikulum jenis ini. Dengan demikian, kompetisi antarindividu maupun
kelompok bukan hal yang diprioritaskan. Ahli kurikulum yang berorientasi pada
kemajuan di masa yang akan datang menyarankan pentingnya kurikulum yang
difokuskan pada hal terkait kehidupan sosial kemasyarakatan.
12
2.3.2. Komponen Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Kurikulum rekonstruksi sosial memiliki komponen-komponen yang sama dengan
model kurikulum lain tetapi isi dan bentuk-bentuknya berbeda.
1. Tujuan dan isi kurikulum. Tujuan program pendidikan setiap tahun berubah. Dalam
program pendidikan ekonomi-politik, umpamanya tahun pertama tujuannya
membangun kembali dunia ekonomi-politik. Kegiatan yang dilakukan untuk
mencapai tujuan tersebut adalah :
a. Mengadakan survai secara kritis terhadap masyarakat
b. Mengadakan studi tentang hubungan antara keadaan ekonomi lokal dan
ekonomi nasional serta dunia
c. Mengadakan studi tentang latar belakang historis dan kecenderungan-
kecenderungan perkembangan ekonomi, hubungannya dengan ekonomi lokal
d. Mengkaji praktik politik dalam hubungannya dengan faktor ekonomi
e. Memantapkan rencana perubahan praktik politik
f. Mengevaluasi semua rencana dengan kriteria, apakah telah memenuhi
kepentingan sebagian besar orang
2. Metode. Dalam pengajaran rekonstruksi sosial para pengembang kurikulum
berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan siswa.
Guru-guru berusaha membantu para siswa menemukan minat dan kebutuhannya.
Sesuai dengan minat masing-masing siswa, baik dalam kegiatan pleno maupun
kelompok-kelompok berusaha memecahkan masalah sosial yang dihadapinya.
Kerja sama baik antara individu dalam kegiatan kelompok, maupun antar kelompok
dalam kegiatan pleno sangat mewarnai metode rekonstruksi sosial. Kerja sama ini
juga terjadi antara para siswa dengan manusia sumber dari masyarakat. Bagi
rekonstruksi sosial, belajar merupakan kegiatan bersama, ada kebergantungan
antara seorang dengan yang lainnya. Dalam kegiatan belajar tidak ada kompetisi,
yang ada adalah kooperasi atau kerja sama, saling penegrtian dan konsensus. Anak-
anak sejak sekolah dasarpun diharuskan turut serta dalam survai kemasyarakatan
seta kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Untuk kelas-kelas tinggi selain mereka
dihadapkan kepada situasi nyata juga mereka diperkenalkan degan situasi-situasi
ideal. Denga hal itu diharapkan para siswa dapat menciptakan model-model kasar
dari situasi yang akan datang.
3. Evaluasi. Dalam kegiatan evaluasi para siswa juga libatkan. Keterlibatan mereka
terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan. Soal-
soal yang akan diujikan dinilai lebih dulu baik ketepatan maupun keluasan isinya,
13
juga keampuhan menilai pencapaian tujuan-tujuan pembangunan masyarakat yang
sifatnya kualitatif. Evaluasi tidak hanya menilai apa yang telah dikuasai siswa,
tetapi juga menilai pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyarakat. Pengaruh
tersebut terutama menyangkut perkembangan masyarakat dan peningkatan taraf
kehidupan masyarakat.
14
Shane menyarankan para pengembang kurikulum, agar mempelajari kecenderungan
(trends) perkembangan. Kecenderungan utama adalah perkembangan tekono;ogi dengan
berbagai dampaknya terhadap kondisi dan perkembangan masyarakat. Kecenderungan
lain adalah perkembangan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Dalam perkembangan
sosial yang perlu mendapatkan perhatian utama adalah perkembangan manusia, baik
sebagai individu, maupun dalam interaksinya dengan yang lain. Untuk
mengindentifikaasi dan menganalisis kecenderungan-kecenderungan tersebut diperlukan
bantuan dari para ahli disiplin ilmu. Dalam pemecahan problema sosial dan membuat
kebijaksanaan sosial diperlukan musyawarah dengan warga masyarakat.
Pandangan rekonstruksi sosial berkembang karena keyakinan pada kemampuan
manusia untuk membangun dunia yang lebih baik. Juga penekanannya tentang peranan
ilmu dalam memecahkan masalah-masalah sosial. Beberapa kritikus pendidikan menilai
pandangan ini sukar diterapkan langsung dalam kurikulum (pendidikan). Penyebabnya
adalah interpretasi para ahli tentang perkembangan dan masalah-masalah sosial berbeda.
Kemampuan warga untuk ikut serta dalam pemacahan masalah juga bervariasi.
15
kurikulum merupakan suatu sistem yang dikembangkan dengan pendekatan sistem.
Sebagai suatu sistem, kurikulum mempunyai sejumlah komponen yang saling
kebergantungan dan keterkaitan dalam mengefektifkan pencapaian tujuan. Oleh karena
itu, pengembangan kurikulum yang menggunakan pendekatan sistem dimulai dari
perumusan tujuan yang akan dicapai. Berdasarkan tujuan, dirumuskan alat untuk
mengukur keberhasilan pencapaiannya. Selanjutnya, dirumuskan bahan-bahan pelajaran,
dan kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan, seperti metode dan alat yang dipandang
dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan itu.
Terdapat korelasi yang positif antara ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan akan berdampak positif terhadap teknologi yang
dihasilkan. Demikian pula sebaliknya, kemajuan teknologi juga berpengaruh besar
terhadap perkembangan model konsep kurikulum.
16
1. Prosedur pengembangan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh pengembang
kurikulum yang lain
2. Hasil pengembangan terutama yang berbentuk model adalah yang bisa diuji coba
ulang, dan hendaknya memberikan hasil yang sama
Inti dari pengembangan kurikulum teknologi adalah penekanan pada kompetensi.
Pengembangan dan penggunaan alat dan media pengajaran bukan hanya sebagai alat
bantu tetapi bersatu dengan program pengajaran dan ditujukan pada penguasaan
kompetensi tertentu.
Pengembangan kurikulum ini membutuhkan kerjasama dengan para penyusun
program dan penerbit media elektronik dan media cetak. Di pihak lain harus dicegah agar
jangan sampai pengembangan kurikulum ini menjadi objek bisnis. Pengembangan
pengajaran yang betul-betul berstruktur dan bersatu dengan alat dan media membutuhkan
biaya yang tidak sedikit. Inilah hambatan utama pengembangan kurikulum ini, terutama
bagi sekolah atau daerah-daerah yang kemampuan finansialnya masih rendah.
Seperti halnya model yang lain, model kurikulum ini mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Program pengajaran yang menggunakan alat-alat yang berbau teknologi,
khususnya teknologi terbaru, secara umum lebih menyenangkan dan terkesan up to date.
Dari sisi pelaksanaannya, program pengajaran ini sangat mengedepankan efisiensi dan
efektiftas. Dengan model pengajaran seperti ini, standar penguasaan siswa jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan model-model lain.
Model kurikulum teknologi dikembangkan berdasarkan pemikiran teknologi
pendidikan. Model ini sangat mengutamakan pembentukan dan penguasaan kompetensi
dan bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya dan ilmu seperti pada pendidikan
klasik. Model kurikulum teknologi berorientasi pada masa sekarang dan yang akan
datang. Sedangkan pendidikan klasik berorientasi pada masa lalu.
17
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah diaparkan pada bab pembahasan di atas maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa kurikulum subjek akademis merupakan kurikulum yang
bersumber dari pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi pada
masa lalu. Semua ilmu pengetahuan dan nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir
masa lalu. Fungsi pendidikan memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu
tersebut. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Belajar adalah berusaha
menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar adalah orang
yang menguasai seluruh atau sebagian besar isi pendidikan yang diberikan atau disiapkan
oleh guru.
Kurikulum humanistik memiliki model yang lebih mengutamakan proses daripada
hasil. Kalau kurikulum yang biasa terutama subjek akademis mempunyai kriteria
pencapaian, maka dalam kurikulum humanistik tidak ada kriteria. Sasaran mereka adalah
perkembangan anak supaya menjadi manusia yang lebih terbuka, lebih berdiri sendiri.
Kegiatan yang mereka lakukan hendaknya bermanfaat bagi siswa. Kegiatan belajar yang
baik adalah memberikan pengalaman yang akan membantu para siswa memperluas
kesadaran akan dirinya dan orang lain dan dapat mengembangkan potensi-potensi yang
dimilikinya. Penilaiannya bersifat subjektif baik dari guru maupun para siswa.
Kurikulum rekonstruksi sosial memiliki ciri pengajaran yang banyak dilaksanakan
di daerah-daerah yang tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi.
Pelaksanaan pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka.
Sesuai dengan potensi yang ada dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi
tersebut, dengan bantuan biaya dari pemerintah sekolah berusaha mengembangkan
potensi tersebut. Di daerah pertanian umpamanya sekolah mengambangkan bidang
pertanian dan peternakan , di daerah industri mengembangkan bidang-bidang industri.
Kurikulum teknologi adalah kurikulum modern yang merupakan suatu pendekatan
sistem dalam memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Konsep ini
memandang bahwa kurikulum merupakan suatu sistem yang dikembangkan dengan
pendekatan sistem. Sebagai suatu sistem, kurikulum mempunyai sejumlah komponen
yang saling kebergantungan dan keterkaitan dalam mengefektifkan pencapaian tujuan.
Oleh karena itu, pengembangan kurikulum yang menggunakan pendekatan sistem
dimulai dari perumusan tujuan yang akan dicapai. Berdasarkan tujuan, dirumuskan alat
18
untuk mengukur keberhasilan pencapaiannya. Selanjutnya, dirumuskan bahan-bahan
pelajaran, dan kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan, seperti metode dan alat yang
dipandang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan itu.
19
REFERENSI
20