Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

KURIKULUM PENDIDIKAN

Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Kurikulum
Pendidikan

Dosen Pengampu Titin Sunaryati, S.Pd.I., M.Pd

Disusun oleh :

Dewi Mulyani 131810025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS EKONOMI BISNIS DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS PELITA BANGSA

2020

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena
atas izin-Nya saya dapat menyelesaikan Tugas makalah ini sebagai Ujian Akkhir
Semester mata kuliah Kurikulum Pendidikan tepat pada waktunya. Sholawat serta
salam saya panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya,
sahabatnya serta para pengikutnya.

Tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada:

1. Titin Sunaryati, S.Pd.I, M.Pd selaku dosen mata kuliah kurikulum pendidikan.
2. Orang tua saya yang telah memberikan semangat dan dukungannya.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunaan makalah ini.
Saya menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangannya,
karena itu kritik dan sarannya dari pembaca yang bersifat membangun sangat saya
harapkan demi perbaikan di makalah mendatang.

Bekasi, Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

1. Model-model kurikulum..............................................................3
2. Struktur komponen-komponen kurikulum...................................10
3. Perubahan kurikulum 2019..........................................................17
4. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum...................................18

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................25
B. Saran............................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................27

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikulum menjadi komponen acuan oleh setiap pendidikan.
Kurikulum berkembang sejalan dengan teori dan praktik pendidikan, selain itu
juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianut.
Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan kepada
tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Sehingga kurikulum menjadi elemen
pokok dalam sebuah layanan program pendidikan, kaitannya yaitu dengan
penentu arah, isi dan proses pendidikan yang pada akhirnya menentukan
macam dan kualisifikasi lulusan suatau lembaga pendidikan. Dengan kata lain
kurikulum menjadi syarat mutlak dari pendidikan dan kurikulum menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan dan pengajaran. Sehingga
sangatlah sulit untuk dibayangkan bagaimana bentuk pelaksanaan pendidikan
tanpa adanya kurikulum.
Pada dasarnya kurikulum tidak hanya berisi tentang petunjuk teknis
materi pembelajaran. Kurikulum merupakan sebuah program terencana dan
menyeluruh, yang secara tidak langsung menggambarkan managemen
pendidikan suatu bangsa. Dengan begitu kurikulum memegangperan yang
sangat penting dan strategis dalam kemajuan dunia pendidikan suatu negara.
Efektivitas implementasi dan pengembangan kurikulum di lapangan
sangatlah bergantung pada kompetensi guru dan sarana yang tersedia di
sekolah untuk memfasilitasi guru dalam mengartikulasi topik-topik yang ada
pada kurikulum. Guru yang menjelaskan segala sesuatu yang terjadi di dalam
kelasnya maupun ektra-organisasi sekolah. Sehingga keberhasilan
pengembangan kurikulum juga bergantung pada managemen dari setiap guru.
Kurikulum sendiri pada setiap satuan pendidikan sebagai alat penggerak
pendidikan. Dengan kesesuaian dan ketepatan setiap komponen yang ada

1
dalam kurikulum diharapkan sesuai sasaran dan tujuan pendidikan akan
tercapainya secara maximal (Bmbang Indriyanto, 2012:446).
Dikarenakan kurikulum sangatlah penting dalam upaya pencapaian
tujuan pendidikan nasional, maka Pemerintah Indonesia telah melakukan
berbagai macam upaya merevisi, mengembangkan dan menyempurnakan
kurikulum sesuai perkembangan zaman dan perkembangan pendidikan yang
semakin maju.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja model-model kurikulum?
2. Apa saja struktur komponen-komponen kurikulum?
3. Apa saja rencana perubahan kurikulum yang akan diterapkan oleh menteri
pendidikan dan kebuduyaan 2019?
4. Apa saja prinsip-prinsip pengembangan kurikulum?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui model-model kurikulum.
2. Untuk mengetahui struktur komponen-komponen kurikukulum.
3. Untuk mengetahui perubahan kurikulum yang akan diterapkan oleh
menteri pendidikan dan kebudayaan.
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip kurikulum

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Model-Model Kurikulum
Menurut Good (1972) dalam (Sanjaya, 2008) model adalah abstraksi
dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau sistem, dalam bentuk
naratif, matematis, grafis serta lambing-lambang lainya. Model pada dasarnya
berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan
sesuatu kedalam realitas yang sifatnya lebih praktis. Model juga berfungsi
sebagai sarana untuk mempermudah komunikasi, sebagai petunjuk yang
bersifat prespektif untuk mengambil keputusan, dan sebagai petunjuk
perencanaan untuk kegiatan pengolahan. Dapat disimpulkan bahwa model
pengembangan kurikulum adalah pola, rancangan, konsep yang
menggambarkan proses dan prosedur suatu kurikulum untuk dijadikan acuan
dalam pelaksanaan pendidikan.
Dalam pengembangan kurikulum, terdapat beberapa model yang dapat
digunakan. Dimana, setiap model pengembangan kurikulum memiliki ciri
khas tertentu yang dapat dilihat dari keluasan pengembangan kurikulum
maupun tahapan pengembangan sesuai dengan pendekatannya.
Menurut Sukmadinata, Nana Syaodih (1997) ada beberapa model
pengembangan kurikulum. Adapun model-model pengembangan
kurikulumnya adalah sebagai berikut:
1. The Administrative (Line-Staff) Model
Model ini sering disebut Line-Staff karena dikembangkan dari atas ke
bawah, dimana gagasan pengembangan kurikulum dtang dari pejabat atau
administrator pendidikan kemudian pelaksanaan pengembangan
kurikulum di tingkat bawah menggunakan prosedur-prosedur administrasi.
Langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum dalam model Line-
Staff adalah sebagai berikut:

3
Pertama, membentuk suatu panitia pengarah yang terdiri dari pejabat
administrasi tingkat atas yang bertugas merumuskan konsep dasar,
landasan kebijakan dan strategi utama pengembangan kurikulum.
Kedua, setelah kebijakan pengembangan kurikulum dikembangkaan,
panitia pengarah memilih dan menugaskan para ahli sebagai panitia
pelaksana untuk bertanggung jawab dalam mengontruksikan kurikulum.
Ketiga, setelah panitia melaksanakan penyusunan kurikulum selanjutnya
kurikulum di revisi oleh panitia pengarah. Rencana kurikulum yang telah
di revisi dan final, kemudian di uji cobakan oleh panitia pelaksana yang
lain yang tidak terlibat dalam penyusunan kurikulum.
Keempat, bedasarkan hasil uji coba tersebut, dilakukan modisifikasi dan
selanjutnya kurikulum dilakukan atas arahan atasan ke bawahan, bukan
bedasarkan kebutuhan dan aspirasi dari bawah ke atas, begitu pula
perubahan kurikulumnya tidak mengacu pada kebutuhan masyarakat
melainkan manipulasi organisasi dengan pembentukan macam-macam
kepanitiaan (Rusman, 2012).

2. The Grass-Roots Model


Model ini merupakan lawwan dari Line-Staff, pengembangan model
kurikulum The Grass-Roots (akar rumput) berada di tangan guru-guru
sebagai pelaksana murikulum di sekolah, baik yang bersumber dari satu
sekolah maupun dari beberapa sekolah sekaligus. Metode ini didasari oleh
dua hal pokok, yaitu:
Pertama, implementasi kurikulum akan lebih berhasil apabila guru-guru
sebagai pelaksana terlibat secara langsung dalam pengembangan
kurikulum.
Kedua, pengembangan kurikulum bukan hanya melibatkan personel yang
professional (guru) saja, melainkan siswa juga, orang tua dan masyarakat.
Smith, Stanley dan Shores (1957) Mengemukakan model Grass-Roots
ini didasarkan pada empat prinsip, yaitu:

4
a) Kurikulum akan bertambah baik, jika guru terlibat secara aktif dalam
merevisi kurikulum.
b) Kompetensi guru akan bertambah baik, jika guru terlibat secara aktif
dalam merevisi kurikulum.
c) Jika guru telibat dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai,
menyeleksi, mendefinisikan dan memecahkan masalah, mengevaluasi
hasil, maka hasil pengembangan kurikulum akan lebih bermakna.
d) Hendaknya diantara guru terjadi kontak langsung sehingga mereka
dapat memahami dan mencapai suatu konsentrasi khusus tentang
prinsip-prinsip dasar, tujuan dan perencanaan.

Kelemahan model Grass-Roots adalah metode partisipasi yang demokratis


dalam proses yang khusus, bersifat teknis dan kompleks sehingga setiap
keputusan haruslah memperhatikan pendapat masyarakat umumnya
seperti orang tua murid dan tokoh masyarakat.

3. The Demonstration Model


Menurut Smith, Stanley dan Shores dalam (Rusman, 2012) model
demonstrasi dilaksanakan dalam dua bentuk, yaitu:
a) Bentuk pertama cenderung bersifat formal, sekelompok guru
diorganisasikan dalam satu sekolah secara terpisaah yang ditugaskan
untuk mengembangkan proyek perubahan kurikukulum. Tujuannya
yaitu untuk menghasilkan segmen baru dalam kurikulum sekolah.
b) Bentuk kedua dianggap kurang formal, karena guru-guru yang merasa
kurang puas dengan kurikulum yang ada membuat eksperimen di
dalam area tertentuu, dengan tujuan menghasilkan alternatif praktik
kurikulum, Jika eksperimen berhasil maka diajukan untuk diadopsi
penggunanya di sekolah. Bentuk ini mewakili pendekatan Grass-
Roots untuk merekayasa kurikulum.

5
Keuntungan model demonstrasi antara lain:

a) Karena kurikulum yang dihasilkan telah di ujicoba dalam praktik yang


nyata, maka dapat memberi alternative yang dapat bekerja.
b) Perubahan kurikulum pada bagian tertentu lebih mudah dispakati dan
diterima dari secara keseluruhan.
c) Menempatkan guru sebagai inisiatif dan narasumber sehingga para
administrator dapat mengarahkan minat dan kebutuhan guru-guru
dalam mengembangkan program baru (arifin, 2012).

Kelemahan utama model ini adalah model menciptakan pertentangan-


pertentangan baru dikalangan guru, karena guru-guru yang tidak terlibat di
dalam proses pengembangan cenderung bersikap ragu dan cemburu
sehingga mereka akan menerima kurikulum baru itu dengan sepele atau
setengah hati (rusman, 2012).

4. Beauchamp’s System Model


Sistem yang diformalisasikan oleh G. A. Beauchamp (1975) dalam
bukunya “Curiculum Theory”, dalam (arifin, 2012) mengemukakan
adanya lima langkah kritis dalam pengambilan keputusan pengembangan
kurikulum, yaitu:
a) Menentukan lokasi pengembangan kurikulum. Lokasi ini bias berupa,
kelas, sekolah, sistem persekolahan atau sistem pendidikan nasioanal.
b) Memilih dan mengikutsertakan personalia yang akan ikut terlibat
dalam pengembangan kurikulum.
c) Mengorganisasikan personalia tersebut kedalam lima tim yang terdiri
dari: tim pengembang kurikulum, tim peneliti kurikulum, tim
penyusun baaru kurikulum, tim perumus kriteria kurikulum, serta tim
penyusun dan penulis kurikulum baru.
d) Menentukan implementasi kurikulum

6
e) Evaluasi kurikulum, yang meli[uti empat dimensi: penggunaan
kurikulum oleh guru, desain kurikulum, hasil belajar peserta didik dan
sistem kurikulum (rusman, 2012).

5. Taba’s Interved Model


Pengembangan model ini menitikberatkan pada bagaimana
mengembangkan kurikulum sebagai proses perbaikan dan penyempurnaan
melalui tahapan-tahapan yang harus dikembangkan dan dilakukan pleh
para pengembang kurikulum. Ada lima langkah pengembangan menurut
model terbalik dari Taba, yaitu:
1) Menghasilkan unit-unit percobaan melalui langkah-langkah sebgai
berikut:
a) Mendiagnosis kebutuhan
b) Memformulasikan tujuan
c) Memilih isi
d) Mengorganisasi isi
e) Memilih pengalaman belajar
f) Mengorganisasi pengalaman belajar
g) Menentukan alat evaluasi serta prosedur yang harus dilakukan
siswa
h) Menguji keseimbangan kurikulum
2) Menguji coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka
menentukan validitas dan kelayakan penggunanya
3) Merevisi dan mengkonsolidasikan unit-unit eksperimen berdasarkan
data yang diperoleh dalam uji coba.
4) Mengembangkan keseluruhan kerangka kurikulum
5) Implementaasi kurikulum yang telah teruji (sanjaya, 2008).

7
6. Roger’s Interpersonal Relations Model
Muriel Grosby Rogers dalam bukunya yang berjudul Who Changes
The Curriculum dalam [ CITATION rus12 \l 1057 ] mengungkapkan bahwa
“perubahan kurikulum adalah perubahan manusia”. Menurut Rogers
(1970: 338) manusia berada dalam proses perubahan (becoming,
developing, changing). Sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi
untuk berkembang sendiri, tetapi karna ada hambatan-hambatan tertentu ia
membutuhkan orang lain untuk memperlancar atau mempercepat
perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainnya hanyalah pendorong dan
pemberi kemudahan terhadap perkembangan anak.
Ada empat langkah pengembangan kurikulum menurut Rogers
(1967: 722) yaitu pemilihan target dari sistem pendidikan, partisipasi guru
dalam pengembangan kelompok imtensif, pengembangan pengalaman
kelompok yang intensif bagi kelas, dan partisipasi orang tua dalam
kegiatan kelompok [ CITATION rus12 \l 1057 ].
Kelebihan dari model ini diperuntukan bagi semua pihak yaitu:
1) Bagi pejabat pendidkan, dapat membangun suasana rileks dan
komunikasi lebih jelas serta realistis terhadap atasan, bawahan dan
sesama anggota, serta lebih mudah menerima ide pembaruan dan
mengurangi kekuasaan birokratis.
2) Bagi guru atau administrator pendidikan lebih mampu mendengar
keluhan siswa dan mampu membangun suasana belajar yang harmonis
dan adil
3) Bagi siswa, merasa bebas mengemukakan pendapat dan tidak merasa
tertekan serta memiliki tenggang rasa antara siswa

8
4) Bagi orangtua, memudahkan pemecahan masalah yang bersifat pribadi
maupun akademis karena paritisipasi antara orangtua dengan
administrator pendidikan [ CITATION rus12 \l 1057 ].

7. The Systematic Action-Research Model


Pengembangan kurikulum dengan menggunakan Model Penelitian
Tindakan Sistematik yang dikembangkan oleh Smith, Stanley, dan Shores
(1957: 436) mendasarkan pada asumsi bahwa perubahan kurikulum adalah
perubahan sosial, yakni suatu proses yang melibatkan kepribadian orang
tua, siswa dan guru, struktur dan sistem sekolah, pola relasi personal dan
kelompok antara sekolah dan masyarakat. [ CITATION rus12 \l 1057 ].
Tiga faktor utama yang dijadikan bahan pertimbangan dalam model
ini adalah adanya hubungan antarmanusia, organisasi sekolah, dan
masyarakat, serta otoritas ilmu. Langkah-langkah dalam model ini yaitu:
a) Studi diagnostik masalah dalam kelas atau sekolah
b) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya
c) Merencanakan pemecahan masalahnya
d) Menentukan keputusan yang diambil sehubungan dengan masalah
tersebut
e) Melaksanakan keputusan yang telah diambil dan menjalankan rencana
yang telah disusun
f) Mencari fakta secara meluas
g) Menilai tentang kekuatan dan kelemahannya [ CITATION zai12 \l 1057 ]

9
B. Struktur dan Komponen-Komponen Kurikulum

Struktur merupakan susuna atau pola yang terarah dan terencana.


Komponen adalah bagian yang integral dan fungsional yang tidak terpisahkan
dari suatu sistem kurikulum karena komponen itu sendiri mempunyai peranan
dalam pembentukan sistem kurikulum.

Kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan kebudayaan, sosial,


olahraga, dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid-murid di
dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolongnya untuk berkembang
menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai
dengan tujuan-tujuan.
Sedangkan dalam kurikulum terdapat komponen-komponen yang membentuk
suatu struktur. Struktur kurikulum mempunyai momponen-komponen sebagai
berikut:
1. Komponen Tujuan
Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang
diharapkan dari pelaksanaan kurikulum. Dalam skala makro, rumusan
tujuan kurikulum erat kaitannya dengan filsafat atau sistem nilai yang
dianut masyarakat. Sedangkan dalam skala mikro, tujuan kurikulum
berhubungan dengan visi dan misi sekolah serta tujuan-tujuan yang lebih
sempit.
Menurut Bloom dalam bukunya Taxonomy of Educational Objectives
tahun 1995, bentuk perilaku sebagai tujuan yang harus dirumuskan dapat
digolongkan ke dalam tiga klasifikasi atau tiga domain (bidang), yaitu:

10
1) Domain Kognitif
Domain kognitf adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan
kemampuan intelektual atau kemampuan berpikir seperti kemampuan
mengingat dan kemampuan memecahkan masalah. Domain kognitif
terdiri dari enam tingkatan, yaitu:
a) Pengetahuan (knowledge)
Pengeahuan adalah kemampuan mengingat dan kemampuan
mengungkapkan kembali informasi yang sudah dipelajarinya
(recall). Kemampuan bidang ini dapat berupa:
Pertama pengetahuan tentang sesuatu yang khusus, misalnya
mengetahui tentang terminologi atau istilah-istilah yang
dinyatakan dalam bentuk simbol-simbol terbentuk baik verbal
maupun nonverbal. Pengetahuan mengingat fakta semacam ini
sangat bermanfaat untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi.
Kedua pengatahuan tentang cara/prosedur atau cara suatu proses
tertentu. Misalnya kemampuan untuk mengungkapkan suatu
gagasan, mengurutkan langkah-langkah tertentu, dll.
b) Pemahaman (comprehension)
Pemahaman adalah kemampuan untuk memahami suatu objek atau
subjek pembelajaran. Pemahaman lebih tinggi tingkatannya dari
pengetahuan. Pemahaman bukan hanya sekedar mengingat fakta,
tetapi berkenaan dengan kemampuan menjelaskan, menerangkan,
menafsirkan atau kemampuan menangkap makna atau arti suatu
konsep. Pemahaman menafsirkan sesuatu contohnya menafsirkan
grafik, bagan atau gambar. Sedangkan pemahaman ekstrapolasi
yakni kemampuan untuk melihat dibalik yang tersirat atau tersurat,
melanjutkan atau memprediksi sesuatu berdasarkan pola yang
sudah ada.
c) Penerapan (aplication)

11
Penerapan adalah kemampuan untuk menggunakan konsep,
prinsip, prosedur pada situasi tertentu. Kemampuan menerapkan
merupakan tujuan kognitif yang lebih tinggi tingkatannya
dibandingkan pengetahuan dan pemahaman. Tujuan ini
berhubungan dengan kemampuan mengaplikasikan suatu bahan
pelajaran yang sudah dipelajari seperti teori, rumus-rumus, dalil,
hukum, konsep, ide, dll ke dalam situasi baru yang konkret.
d) Analisis
Analisis adalah kemempuan menguraikan atau memecah suatu
bahan pelajaran ke dalam bagian-bagian atau unsur-unsur serta
hubungan antar bagian bahan itu. Analisis berhubungan dengan
kemampuan nalar. Oleh karena itu biasanya analisis diperutukkan
bagi pencapaian tujuan pembelajaran untuk siswa-siswa tingkat
atas.
e) Sintesis
Sintesis adalah kemampuan untuk menghimpun bagian-bagian ke
dalam suatu keseluruhan yang bermakna, seperti merumuskan
tema, rencana atau melihat hubungan abstrak dari berbagai
informasi yang tersedia. Sintesis merupakan kebalikan dari
analisis. Kalau analisis mampu menguraikan.
f) Evaluasi
Evaluasi adalah tujuan yang paling tinggi. Tujuan ini berkenaan
dengan kemampuan membuat penilaian terhadap sesuatu
berdasarkan maksud atau kriteria tertentu. Terkandung pula
kemampuan untuk memberikan suatu keputusan dengan berbagai
pertimbangan dan ukuran-ukuran tertentu.

2) Domain Afektif

12
Domain afektif berkenaan dengan sikap, nilai-nilai dan apresiasi.
Menurut Krathwohl dan kawan-kawan (1964) dalam bukunya
Taxonomy of Education Objectives: Affective Domain, domain afektif
memiliki 3 tingkatan, yaitu:
a) Penerimaan
Penerimaan adalah sikap kesadaran atau kepekaan seseorang
terhadap gejala, kondisi, keadaan atau suatu masalah. Seseorang
memiliki perhatian yang positif terhadap gejala-gejala tertentu
manakala mereka memiliki kesadaran tentang gelaja, kondisi atau
objek yang ada.
b) Merespons
Merespons atau menanggapi ditunjukkan oleh kemauan untuk
berpartisipasi aktif dalam kegiatan tertentu seperti kemauan untuk
menyelesaikan tugas tepat waktu, kemauan untuk membantu orang
lain dll. respons biasanya diawali dengan diam-diam, kemudian
dilakukan dengan sungguh-sungguh.
c) Menghargai
Tujuan ini berkenaan dengan kemauan untuk memberi penilaian
atau kepercayaan kepada gejala atau suatu objek tertentu.
d) Mengorganisasi
Hal ini berkenaan dengan pengembangan nilai ke dalam sistem
organisasi tertentu, termasuk hubungan antarnilai dan tingkat
prioritas nilai-nilai itu. Tujuan ini terdiri dari mengonseptualisasi
nilai, serta mengorganisasi suatu sistem nilai.
e) Karakerisasi Nilai
Tujuan ini adalah mengadakan sintesis dan internalisasi sistem
nilai dengan pengkajian secara mendalam, sehingga nilai-nilai
yang di bangunnya itu dijadikan pandangan (falsafah) hidup serta
dijadikan pedoman dalam bertindak dan berprilaku.

13
3) Domain Psikomotor

Domain psikomotor adalah tujuan yang berhubungan dengan


kemampuan keterampilan atau skill seseorang. Berikut terdapat tujuh
tingkatan yang termasuk ke dalam domain ini:

a) Presepsi (preception)
Presepsi merupakan kemampuan seseorang dalam memandang
sesuatu yang dipermasalahkan.
b) Kesiapan (set)
Kesiapan berhubungan dengan kesediaan seseorang untuk melatih
diri tentang keterampilan tertentu yang direfleksikan dengan
perilaku-perilaku khusus.
c) Meniru (imitation)
Meniru adalah kemampuan seseorang dalam mempraktikkan
gerakan-gerakan sesuai dengan contoh yang diamatinya.
d) Membiasakan (habitual)
Membiasakan adalah kemampuan seseorang untuk mempraktikkan
gerakan-gerakan tertentu tanpa harus melihat contoh.
e) Menyesuaikan (adaptation)
Emenyesuaikan atau beradaptasi adalah gerakan atau kemampuan
itu sudah disesuaikan dengan keadaan situasi dan kondisi yang
ada.
f) Menciptakan (organization)
Menciptkan atau mengorganisasikan, yakni kemampuan seseorang
untuk berkreasi dan mencipta sendiri suatu karya.

14
2. Komponen Isi atau Materi Pelajaran
Isi kurikulum merupakan komponen yang berhubungan dengan
pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa. Isi kurikulum itu
menyangkut semua aspek baik yang berhubungan dengan pengetahuan
atau materi pelajaran yang biasanya tergambarkan pada isi setiap mata
pelajaran yang diberian maupun aktivitas dan kegiatan siswa.
Untuk menentukan isi kurikulum tersebut harus disesuaikan dengan
tingkat dan jenjang pendidikan, perkembangan yang terjadi dalam
masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, disamping
juga tidak terlepas dari kaitannya dengan kondisi peserta didik (psikologi
anak) pada setiap jenjang pendidikan tersebut.

Kriteria pemilihan isi kurikulum dapat mempertimbangkan sebagai


berikut:

1.  Sesuai tujuan yang ingin dicapai


2.  Sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.
3.  Bermanfaat bagi peserta didik, masyarakat, bangsa dan negara baik
untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.

Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Materi


kurikulum pada hakekatnya adalah isi kurikulum yang dikembangkan dan
disusun dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

15
1. Materi kurikulum berupa bahan pelajaran terdiri dari bahan kajian atau
topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses
pembelajaran
2. Mengacu pada pencapaian tujuan setiap satuan pelajaran

3. Diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

3. Komponen Metode/Strategi

Metode dan strategi merupakan komponen ketiga dalam


pengembangan kurikulum. Komponen ini merupakan komponen yang
memiliki peran yang sangat penting, sebab berhubungan dengan
implementasi kurikulum. Bagaimana bagus dan idealnya tujuan yang
harus dicapai tanpa strategi yang tepat untuk mencapainya, maka maka
tujuan itu tidak mungkin dapat tercapai. Strategi merujuk pada
pendekatan dan metode serta peralatan mengajar yang digunakan dalam
pengajaran.

Strategi pembelajaran dalam pelakasanaan suatu kurikulum adalah


cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya
mencapai tujuan pembelajaran. Suatu strategi pembelajaran mengandung
pengertian terlaksananya kegiatan guru dan kegiatan siswa dalam proses
pembelajaran. Mutu proses itu banyak sekali bergantung pada kemampuan
guru dalam menguasai dan mengaplikasikan teori-teori keilmuan
pendidikan. Sedangkan Metode menempati fungsi penting dalam
implementasi kurikulum, karena memuat tugas-tugas yang perlu
dikerjakan oleh siswa dan guru.

4. Komponen Evaluasi

16
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting dan merupakan bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari kurikulum karena melalui evaluasi, dapat
ditentukan nilai dan arti kurikulum sehingga dapat dijadikan bahan
pertimbangan apakah suatu kurikulum perlu dipertahankan atau tidak, dan
bagian – bagian mana yang harus disempurnakan.

Evaluasi secara etimologis berasal dari kata “evaluation” yang berarti


“penilaian terhadap sesuatu”. Dalam pengertian terbatas, evaluasi
kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-
tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang
bersangkutan.

Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi


yang menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat
sorotan adalah dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan
untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif berbeda dengan dimensi
kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi
kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes diagnostik dan lain-
lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat
digunakan kuisioner, inventori, interview dan sebagainya.

C. Rencana Perubahan Kurikulum yang akan diterapkan oleh Menteri


Pendidikan dan Kebuduyaan 2019
Dalam pidatonya di hari guru Mentri Pendidikan dan Kebudayaan
memaparkan beberapa langkah perubahan di masa jabatannya sebagai Mentri
Pendidikan dan Kebudayaan yang dilakukan dari hal kecil, diantaranya yaitu:
1. Ajaklah kelas berdiskusi, bukan hanya mendengar
2. Berikan kesempatan kepada murid untuk mengajar di kelas
3. Cetuskan proyek bakti social yang melibatkan seluruh kelas

17
4. Temukan suatu bakat dalam diri murid yang kurang percaya diri
5. Tawarkan bantuan kepada guru yang sedang mengalami kesulitan
Dalam pidatonya, Nadiem Anwar Makarim menjelaskan bahwa “jika
setiap guru melakukannya secara serentak, kapal besar bernama Indonesia
ini pasti akan bergerak”.

D. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum


1. Prinsip-Prinsip Umum
Sukmadinata (2012) menjelaskan ada beberapa prinsip umum dalam
pengembangan kurikulum, yaitu:
1) Prinsip relevansi
Secara umum, istilah relevansi pendidikan dapat diartikan sebagai
kesesuaian dan keserasian pendidikan dengan tuntutan kehidupan.
Dengan kata lain, pendidikan dipandang relevan bila hasil yang
diperoleh dari pendidikan tersebut berguna atau fungsional bagi
kehidupan (sanjaya, 2009)
Ada dua macam prinsip relavansi yang harus dimiliki kurikulum,
yaitu relevansi keluar dan relevansi didalam kurikulum itu sendiri.
Relevansi keluar mempunyai maksud yaitu tujuan, isi, dan proses
belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya harus relevan
dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Kurikulum
menyiapkan siswa untuk bisa hidup dan bekerja dalam masyarakat.
Apa yang tertuang kurikulum hendaknya mempersiapkan siswa untuk
tugas tersebut. Kurikulum bukan hanya menyiapkan anak untuk
kehidupannya sekarang tetapi juga yang akan datang. Kurikulum juga
harus memiliki relevansi di dalam, yaitu ada kesesuaian atau

18
konsistensi antara komponen-komponen kurikulum, yaitu antara
tujuan, isi, proses penyampaian dan penilaian. Relevansi internal ini
menunjukkan suatu keterpaduan kurikulum.

2) Prinsip Fleksibilitas
Kurikulum hendaknya memilih sifat lentur atau fleksibel.
Kurikulum mempersiapkan anak untuk kehidupan sekarang dan akan
datang, disini dan ditempat lain, bagi anak yang memiliki latar
belakang dan kemampuan yang berbeda. Suatu kurikulum yang baik
adalah, kurikulum yang berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam
pelaksanaannya memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian
berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan, dan latar
belakang anak.
Prinsip fleksibilitas memiliki dua sisi: 
a. Fleksibel bagi guru, yang artinya kurikulum harus memberikan
ruang gerak bagi guru untuk mengembangkan program
pengajarannya sesuai dengan kondisi yang ada. 
b. Fleksibel bagi siswa, artinya kurikulum harus menyediakan
berbagai kemungkinan program pilihan sesuai dengan bakat dan
minat siswa. 

3) Prinsip Kontinuitas
Prinsip kontinuitas yaitu kesinambungan. Perkembangan dan
proses belajar anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak
terputus-putus atau berhenti-henti. Oleh karena itu, pengalaman-
pengalaman belajar yang di sediakan kurikulum juga hendaknya
berkesinambungan antara satu tingkat kelas, dengan kelas lainnya,
dengan satu jenjang pendidikan dengan jenjang lainnya, juga antara
jenjang pendidikan dengan pekerjaan. Pengembangan kurikulum perlu

19
dilakukan serempak bersama-sama, perlu selalu ada komunikasi dan
kerja sama antara para pengembang kurikulum sekolah dasar dengan
SMTP, SMTA, dan Perguruan Tinggi.
a) Kesinambungan antara berbagai tingkat sekolah

Dalam penyusunan kurikulum sekolah, hendaknya


dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a.) Bahan-bahan pelajaran yang diperlukan untuk belajar lebih


lanjut pada tingkat sekolah yang berikutnya hendaknya sudah
diajarkan pada tingkat sekolah yang sebelumnya.
b.) Bahan pelajaran yang sudah diajarkan pada tingkat sekolah
yang lebih rendah tidak perlu diajarkan lagi pada sekolah yang
lebih tinggi.
b) Kesinambungan antara berbagai bidang studi

Bahan yang diajarkan dalam berbagai bidang studi sering


mempunyai hubungan satu sama lainnya. Sehubungan dengan hal
itu urutan dalam penyajian berbagai bidang studi hendaknya
diusahakan sedemikian rupa agar hubungan tersebut dapat terjalin
dengan baik. Sebagai contoh, untuk mengubah angka temperature
dari skala celcius ke skala Fahrenheit dalam IPA dibutuhkan
ketrampilan dalam pengalian dalam bilangan pecahan. Untuk itu
pelajaran mengenai bilangan pecahan ini dalam bidang matematika
hendaknya sudah diberikan sebelum murid mempelajari cara
mengubah temperature di atas.

4) Prinsip Praktis
Prinsip praktis mudah di laksanakan, menggunakan alat-alat
sederhana dan biaya nya juga murah. Prinsip ini juga disebut juga
prinsip evisiensi. Betapapun bagus dan ideal nya suatu kurikulum

20
kalau menuntut keahlian-keahlian dan perlatan yang sangat khusus dan
mahal pula biayanya, maka kurikulum tersebut tidak praktis dan sukar
dilaksanakan. Kurikulum dan pendidikan selalu di laksanakan dalam
keterbatasan-keterbatasan, baik keterbatasan waktu, biaya, alat,
maupun personalia. Kurikulum bukan hanya harus ideal tetapi juga
praktis.

5) Prinsip efektivitas
Prinsip efektivitas walaupun harus murah, sederhana, dan murah
tetapi keberhasilannya tetap harus diperhatikkan. Keberhasilan
pelaksanaan kurikulum ini baik secara kuantitas maupun kualitas.
Pengembangan suatu kurikulum tidak dapat di lepaskan dan
merupakan penjabaran dari perencanaan pendidikan. Perencanaan di
bidang pendidikan juga merupakan bagian yang di jabarkan dari
kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan.
Keberhasilan kurikulum akan mempengaruhi keberhasilan pendidikan.

2. Prinsip-Prinsip Khusus
Ada beberapa prinsip yang lebih khusus dalam pengembangan
kurikulum. Prinsip-prinsip ini berkenaan dengan penyusunan tujuan, isi,
pengalaman, belajar, dan penilaian.
1) Prinsip Berkenaan dengan Tujuan Pendidikan
Tujuan menjadi pusat kegiatan dan arah semua kegiatan pendidikan.
Perumusan komponen-komponen kurikulum hendaknya mengacu
pada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan mencakup tujuan yang
bersifat umum atau berjangka panjang, jangka menengah, dan jangka
pendek (tujuan khusus). Perumusan tujuan pendidikan bersumber
pada:

21
a. Ketentuan dan kebijaksanaan pemerintah, yang dapat ditemukan
dalam dokumen-dokumen lembaga Negara mengenai tujuan, dan
strategi pembangunan termasuk di dalamnya pendidikan.
b. Survei mengenai persepsi orang tua atau masyarakat tentang
kebutuhan mereka yang di kirimkan melalui angket atau
wawancara dengan mereka.
c. Survei tentang pandangan para ahli dalam bidang-bidang tertentu
di himpun melalui angket, wawancara, observasi, dan dari berbagai
media masa.
d. Survei tentang manpower.
e. Pengelaman negara-negara lain dalam masalah yang sama.
f. Penelitian.
2) Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan

Memilih isi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang


telah di tentukan para perencana kurikulum perlu mempertimbangkan
beberapa hal:

a. Perlu penjabaran tujuan pendidikan/pengajaran kedalam bentuk


perbuatan hasil belajar yang khusus dan sederhana. Makin umum
suatu perbuatan hasil belajar di rumuskan semakin sulit
menciptakan pengalaman belajar.
b. Isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.
c. Unit-unit kurikulum harus di susun dalam urutan yang logis dan
sistematis. Ketiga ranah belajar, yaitu pengetahuan, sikap, dan
keterampilan di berikan secara simultan dalam urutan situasi
belajar.

3) Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar

22
Pemilihan proses belajar mengajar yang digunakan hendaknya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Apakah metode/teknik belajar mengajar yang di gunakan cocok


mengajarkan bahan pelajaran?
b. Apakah metode/teknik tersebut memberikan kegiatan yang
bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa?
c. Apakah metode/teknik tersebut memberikan urutan kegiatan yang
bertingkat-tingkat?
d. Apakah metode/teknik tersebut dapat menciptakan kegiatan untuk
mencapai tujuan kognitif, afektif dan psikomotor?
e. Apakah metode/teknik tersebut lebih mengaktifkan siswa, atau
mengaktifkan guru atau kedua duanya?
f. Apakah metode/teknik tersebut mendorong berkembangnya ke
kemampuan baru?
g. Apakah metode/teknik menimbulkan jalinan kegiatan belajar di
sekolah dan di rumah, juga mendorong penggunaan sumber yang
ada di rumah dan di masyarakat?
h. Untuk belajar keterampilan sangat di butuhkan kegiatan belajar
yang menekankan “learning by doing” di samping “learning by
seeing and knowing”.

4) Prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pengajaran


Proses belajar-mengajar yang baik perlu didukung oleh penggunaan
media dan alat-alat pengajaran yang tepat.
a. Alat/media pengajaran apa yang diperlukan. Apakah semuanya
sudah tersedia? Bila alat tersebut tidak ada apa penggantinya?
b. Kalau ada alat yang harus dibuat, hendaknya memperhatikan:

23
Bagaimana pembuatannya, siapa yang membuat, pembiayaannya,
waktu pembuatan?
c. Bagaimana pengorganisasian alat dalam bahan pelajaran, apakah
dalam bentuk modul, paket belajar, dll?
d. Bagaimana pengintegrasiannya dalam keseluruhan kegiatan
belajar?
Hasil yang terbaik akan diperoleh dengan multimedia.

5) Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian


Penilaian merupakan kegiatan integral dari pengajaran:
a. Dalam penyusunan alat penilaian (test) hendaknya dikuti langkah-
langkah sebagai berikut:
a) Rumusan tujuan-tujuan pendidikan yang umum, dalam ranah-
ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
b) Uraikan ke dalam bentuk tingkah-tingkah laku murid yang
dapat diamati.
c) Hubungkan dengan bahan pelajaran.
d) Tuliskan butir-butir test.
b. Dalam merencanakan suatu penilaian hendaknya diperhatikan
beberapa hal:
a) Bagaimana kelas, usia, dan tingkat kemampuan kelompok yang
akan di test.
b) Berapa lama waktu dibutuhkan untuk pelaksanaan tes?
c) Apakah tes tersebut berbentuk uraian atau objektif?
d) Berapa banyak butir tes perlu disusun?
e) Apakah tes tersebut diadmistrasikan oleh guru atau murid?
c. Dalam pengolahan suatu hasil penilaian hendaknya diperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a) Norma apa yang digunakan dalam pengolahan hasil tes?

24
b) Apakah digunakan formula quessing?
c) Bagaimana pengubahan skor kedalam skor masak?
d) Skor standar apa yang digunakan?
e) Untuk apakah hasil-hasil tes digunakan?

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Sukmadinata, Nana Syaodih (1997) ada beberapa model
pengembangan kurikulum, diantaranya The Administrative (Line-Staff)
Model, The Grass-Roots Model, The Demonstratrion Model, Beachamp’s
System Model, Taba’s Interved Model, Roger’s Interpersonal Retations
Model, The Syatem Action-Research Model.
Kurikulum sendiri mempunyai beberapa komponen diantaranya yaitu:
1. Komponen tujuan
Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang dihasilkan
dari pelaksanaan kurikulum (Domain Kognitif, Domain Afektif, Domain
Psikomotor)
2. Komponen isi atau materi pelajaran

25
Isi kurikulum menyangkut semua aspek yang berhubugan dengan
pengetahuan atau materi pelajaran.
3. Komponen metode atau strategi
Metode dan strategi merupakan komponen yang sangat penting karna ada
hubungan implementasi kurikulum.
4. Komponen Evaluasi
Komponen evaluasi menentukan nilai dan arti kurikulum sehingga dapat
dijadikan bahan pertimbangan apakah suatu kurikulum perlu
dipertahankan atau tidak.
Dalam pidatonya di hari guru Mentri Pendidikan dan Kebudayaan
memaparkan beberapa langkah perubahan di masa jabatannya sebagai Mentri
Pendidikan dan Kebudayaan yang dilakukan dari hal kecil, diantaranya yaitu:
1. Ajaklah kelas berdiskusi, bukan hanya mendengar
2. Berikan kesempatan kepada murid untuk mengajar di kelas
3. Cetuskan proyek bakti social yang melibatkan seluruh kelas
4. Temukan suatu bakat dalam diri murid yang kurang percaya diri
5. Tawarkan bantuan kepada guru yang sedang mengalami kesulitan
Dalam pidatonya, Nadiem Anwar Makarim menjelaskan bahwa “jika
setiap guru melakukannya secara serentak, kapal besar bernama Indonesia ini
pasti akan bergerak”.
Dalam pengunaannya pengembangan kurikulum terdapat beberapa prinsip
diantaranya yaitu prinsip umum dan prinsip khusus.
1. Prinsip umum terdiri dari, prinsip relevansi, prinsip efektivitas, prinsip
efesiensi, prinsip kontinuitas, prinsip fleksibilitas.
2. Prinsip khusus berkenaan dengan penyusunan tujuan, isi, pengalaman,
belajar, dan penilaian.

B. Saran

26
Semoga makalah ini dapat memenuhi tugas Ulangan Akhir Semester
(UAS) mata kuliah Kurikulum Pendidikan, saya menyadari makalah ini masih
banyak kekurangan maka dari itu saya mengharapkan saran pembaca untuk
perbaikan makalah saya selanjutnya.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengemabangan Kurikulum: Teori dan Praktek


(Bandung): Remaja Rosdakarya.
Sanjaya, Wina, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktek
Pengembangan Kurikulum. (Bandung, 2009), hlm 168.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (1997). Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktik. Bandung; PT Remaja Rosdakarya.
Tim MKDK, 2016. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Raja
Grafindo Persoda: hal. 46-60
Zainal Arifin, 2012. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya

27
Bloom, B.S. (Ed.). Engelhart, M.D., Furst, E.J., Hill, W.H., Krathwohl, D.R.
(1956). Taxonomy of Educational Objectives, Handbook I: The
Cognitive Domain. New York: David McKay Co Inc.
Anderson, L.W., Krathwohl, D.R., Airasian, P.W., Cruikshank, K.A., Mayer,
R.E., Pintrich, P.R., Raths, J., Wittrock, M.C. (2001). A Taxonomy for
Learning, Teaching, and Assessing: A revision of Bloom's Taxonomy
of Educational Objectives. New York: Pearson, Allyn & Bacon.
Sanjaya, Wina. (2011). Kurikulum dan Pembelajaran:Teori dan Praktik
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (ktsp). Jakarta:
Kencana.

Arifin, z. (2012). konsep dan model pengembangan kurikulum. bandung: PT


remaja rosdakarya.

Beeby, C. (1979). assesment of indonesian education. Wellington: new


zealand council for educational reserach bekerjasama dengan oxford
university press.

Hamalik, o. (1993). evaluasi kurikulum. bandung: remaja rosdakarya offset.

Redaksi, t. (2013). himpunan lengkap undang-undang sisdiknas dan


sertifikasi guru. buku biru.

Rusman. (2012). manajemen kurikulum. jakarta: PT raja grafindo persada.

Sanjaya, w. (2008). kurikulum dan pembelajaran. jakarta: kencana prenada


media group.

Wahidmurni. (2010). pengembangan kurikulum ips & ekonomi di


sekolah/madrasah. malang: uin maliki press.

28

Anda mungkin juga menyukai