1. Kesalahan guru terhadap murid dari film india diantaranya yaitu :
1) Guru terlalu keras terhadap anak atau guru tidak mengetahui bahwa ada hal yang tidak beres terhadap perilaku atau sikap anak (ihsaan), guru terlalu memaksa anak untuk membaca padahal anak mengalami kesulitan dan disaat anak tidak bisa membaca guru membentak dan memarahinya serta bahkan menghukumnya. 2) Guru mengina peserta didik (ihsaan) saat tidak dapat menjalankan perintah gurunya yaitu perintah untuk membaca, menghina dengan kata “tidak tahu malu”. 3) Pendidik mengajar dengan memegang sebilah batang kayu, tentunya hal ini sangat disayangkan karena peserta didik belajar karena keterpaksaan dan takut oleh pendidik, takut diberikan hukuman. 4) Saat peserta didik menjawab tidak tepat terhadap pertanyaan yang diajukan pendidik, jangan langsung membentak dan menyela bahwa jawabannya salah dan langsung menyalahkan peserta didik, hal ini dapat membuat peserta didik mengalami down dalam pembelajaran. 5) Guru Kelas Seni menggunakan kekerasan untuk memfokuskan peserta didik terhadap apa yang pendidik gambar atau ajarkan di kelas tersebut dengan cara melemparkan kapur tulis ke kepala peserta didik. 6) Guru Kelas Seni menggunakan ancaman dan hukuman (punisment) agar siswa nya fokus dengan memukul tangan peserta didik. 7) Guru Bahasa Inggris menerangkan materinya dengan sangat cepat, sehingga peserta didik tidak dapat memahaminya. 8) Guru memberikan label kepada peserta didik, seperti ”idiot, lazy dan crazi” 9) Pihak sekolah ataupun pihak guru terlalu memaksakan anak dalam pembelajaran untuk masuk ke keinginan guru atau ke dunia guru. 10) Guru terlalu menyepelekan bahwa ABK tidak mempunyai masa depan jadi tidak penting memberikan pembelajaran bagi ABK.
2. Bagaimana seharusnya seorang guru bertindak dalam film tersebut!
1) Guru terlalu keras terhadap anak atau guru tidak mengetahui bahwa ada hal yang tidak beres terhadap perilaku atau sikap anak (ihsaan), guru terlalu memaksa anak untuk membaca padahal anak mengalami kesulitan dan disaat anak tidak bisa membaca guru membentak dan memarahinya serta bahkan menghukumnya. Seharusnya seorang guru mengetahui anak muridnya mengalami kesulitan membaca dan menulis bahkan saat anak tersebut (ihsaan) kelas III merupakan hal yang tidak normal, maka perlu seorang guru peka terhadap perkembangan peserta didik dan melakukan evaluasi atau tinjauan untuk mengetahui masalah yang dihadapi anak tersebut. 2) Guru mengina peserta didik (ihsaan) saat tidak dapat menjalankan perintah gurunya yaitu perintah untuk membaca, menghina dengan kata “tidak tahu malu”. Seharusnya guru tidak melakukan hinaan terhadap peserta didik, karena hal tersebut merupakan hal yang tidak pantas dilakukan oleh pendidik. Faktor lain yang menjadi faktor seorang pendidik tidak boleh melakukan hinaan kepada peserta didik dikarenakan dapat menyebabkan peserta didik mengalami frustasi dalam belajar bahkan yang lebih parahnya peserta didi tidak ingin berangkat sekolah lagi. Seorang guru dalam menghadapi permasalahan peserta didik, khususnya masalah tidak dapat membaca dan menulis bukan hinaan yang dibutuhkan peserta didik, namun pemberian penguatan dan motivasi kepada peserta didik lah yang sangat diperlukan. Contohnya dengan kalimat “Bagus, terimakasih sudah berusaha menjawab namun jawaban yang diberikan kurang tepat” atau bisa dengan guru tersebut mendampingi siswa tersebut untuk dapat membaca kalimat nya. 3) Pendidik mengajar dengan memegang sebilah batang kayu, tentunya hal ini sangat disayangkan karena peserta didik belajar karena keterpaksaan dan takut oleh pendidik, takut diberikan hukuman. Seharusnya suasana belajar peserta didik khususnya siswa sekolah dasar berkonsep pada pembelajaran yang menyenangkan efektif dan bermakna, agar peserta didik merasa menyenangkan dalam pembelajaran yang sedang berlangsung, hal ini dapat meningkatkan hasil peserta didik dalam belajar. 4) Saat peserta didik menjawab tidak tepat terhadap pertanyaan yang diajukan pendidik, jangan langsung membentak dan menyela bahwa jawabannya salah dan langsung menyalahkan peserta didik, hal ini dapat membuat peserta didik mengalami down dalam pembelajaran. Seharusnya pendidik menyampaikannya dengan bahasa yang tidak menyakiti perasaan peserta didik misalnya dengan kalimat “iya ihsaan jawabannya belum benar belum benar, coba ihsan dengarkan jawaban yang benar dari Minu Patel nanti dengarkan dan pahami baik-baik yah” 5) Guru Kelas Seni menggunakan kekerasan untuk memfokuskan peserta didik terhadap apa yang pendidik gambar atau ajarkan di kelas tersebut dengan cara melemparkan kapur tulis ke kepala peserta didik. Seharusnya seorang guru dalam hal mengalihkan perhatian siswa atau memfokuskan siswa jangan menggunakan kekerasan, melainkan dapat menggunakan trik sebuah permaianan untuk memfokuskan perhatian, misalnya “coba anak- anak lihat kemari, bapak punya sesuatu nih, adakah yang dapat memnebaknya?” 6) Guru Kelas Seni menggunakan ancaman dan hukuman (punisment) agar siswa nya fokus dengan memukul tangan peserta didik. Seharusnya hukuman yang diberikan guru menghindari kekerasan atau menyakiti peserta didik, disatu sisi dapat menyakiti peserta didik, di sisi lain juga di zaman sekarang ada UU yang melindungi anak dari kekerasan pendidik. 7) Guru Bahasa Inggris menerangkan materinya dengan sangat cepat, sehingga peserta didik tidak dapat memahaminya. Seharusnya pendidik menyampaikan materinya jangan terlalu cepat dan juga jangan terlalu lamban dengan tetap memperhatikan apakah pembelajaran tersebut telah dimengerti dan dipahami peserta didik atau tidak. Apalagi bahasa asing atau bahasa yang belum pernah didengar oleh peserta didik, tentunya dalam memahaminya peserta didik memerlukan konsentrasi dan waktu. 8) Guru memberikan label kepada peserta didik, seperti ”idiot, lazy dan crazi”. Seharusnya pendidik jangan memberikan label kepada peserta didiknya karena semua peserta didik sama pada hakikatnya, namun cara mereka berpikir yang berbeda atau cara mereka belajar yang berbeda. Guru perlu memahami bahwa setiap peserta didik memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing dalam belajar. 9) Pihak sekolah ataupun pihak guru terlalu memaksakan anak dalam pembelajaran untuk masuk ke keinginan guru atau ke dunia guru. Seharusnya bukan peserta didik yang dituntuk untuk mengikuti keinginan guru atau peserta didik di tuntut untuk memahami dunia guru, tapi gurulah yang dituntut untuk terjun kedalam dunia peserta didik dan memahami peserta didik, karena masanya anak sekolah dasar masih dalam masa kanak-kanak yang suka bermain dan ceria. 10) Guru terlalu menyepelekan bahwa ABK tidak mempunyai masa depan jadi tidak penting memberikan pembelajaran bagi ABK. Seharusnya pendidik tetaplah memberikan pembelajaran yang sama dengan pembelajaran peserta didik lainnya walau mengalami keterlambatan dalam memahami.