Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Aliran Murji’ah dan Jabariah

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 2

1.Jumardin Lalesa

2.Siti Nuralifa F.Miolo

KELAS : 3A

Mata Kuliah : Ilmu Kalam

Oleh Dosen : Dr.Jufri D.,M.Ag

JURUSAN EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SULTAN AMAI GORONTALO 2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Aliran Murji’ah ”
Pada makalah ini kami banyak mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan
dari berbagai pihak .oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah
ini.

Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
semua pihak yang membaca…

Gorontalo, 16 Oktober 2021


DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................. i

Daftar Isi...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 2

1.3 Tujuan................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 3

2.1 Sejarah Aliran Murji’ah........................................................................ 3

2.2 Doktrin-Doktrin Murji’ah..................................................................... 4

2.3 Sekte-sekte dan Ajaran Dalam Aliran Murji’ah.....................................5

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Aliran Murji’ah..........................................7

2.5 Latar Belakang Lahirnya Jabariah................................................................... 7

2.6 Ajaran Penting Aliran Jabariah....................................................................... 8

2.7 Para Pemuka Jabariah Dan Doktrin-Doktrinnya............................................. 8

BAB III PENUTUP..................................................................................... 9

3.1 Kesimpulan.............................................................................................9

3.2 Saran.......................................................................................................9

DAFTARPUSTAKA....................................................................................10
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah

Persoalan Iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran Islam yang didakwahkan
oleh Nabi Muhammad. Pentingnnya masalah aqidah ini dalam ajaran Islam tampak jelas pada
misi pertama dakwah Nabi ketika berada di Mekkah. Pada periode Mekkah ini, persoalan aqidah
memperoleh perhatian yang cukup kuat dibanding persoalan syari’at, sehingga tema sentral dari
ayat-ayat al-Quran yang turun selama periode ini adalah ayat-ayat yang menyerukan kepada
masalah keimanan.

Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang Ilmu Kalam. Kalam
secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam berdebat dengan kata-kata dalam
mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut sebagai mutakallim yaitu
ahli debat yang pintar mengolah kata. Ilmu kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau
ushuluddin, ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari agama. Mempelajari teologi akan
memberi seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah digoyahkan.

Munculnya perbedaan antara umat Islam. Perbedaan yang pertama muncul dalam Islam bukanlah
masalah teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi perselisihan politik ini, seiring dengan
perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan teologi. Perbedaan teologis di kalangan umat
Islam sejak awal memang dapat mengemuka dalam bentuk praktis maupun teoritis. Secara
teoritis, perbedaan itu demikian tampak melalui perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul
tentang berbagai persoalan. Tetapi patut dicatat bahwa perbedaan yang ada umumnya masih
sebatas pada aspek filosofis diluar persoalan keesaan Allah, keimanan kepada para rasul, para
malaikat, hari akhir dan berbagai ajaran nabi yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk
memperdebatkannya.

Misalnya tentang kekuasaan Allah dan kehendak manusia, kedudukan wahyu dan akal, keadilan
Tuhan. Perbedaan itu kemudian memunculkan berbagai macam aliran, diantaranya Jabariyah dan
Murji,ah serta aliran-aliran lainnya. Makalah ini akan mencoba menjelaskan aliran Jabariyah.
Dalam makalah ini penulis hanya menjelaskan secara singkat dan umum tentang aliran
Jabariyah. Mencakup di dalamnya adalah latar belakang lahirnya sebuah aliran dan ajaran-
ajarannya secara umum.

.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaiamana Sejarah Aliran Murji’ah

2. Bagaiamana Doktrin-Doktrin Murji’ah

3. Bagaiamana Sekte-sekte dan Ajaran Dalam Aliran Murji’ah

4. Bagaiamana Kelebihan dan Kekurangan Aliran Murji’ah

5. Apa pengertian jabariah?

6. Siapa tokoh jabariah?

7. Apa saja ajaran penting aliran jabariah?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui Sejarah Aliran Murji’ah

2. Mengetahui Doktrin-Doktrin Murji’ah

3. Mengetahui Sekte-sekte dan Ajaran Dalam Aliran Murji’ah

4. Mengetahui Kelebihan dan Kekurangan Aliran Murji’ah

5. Untuk mengetahui pengertian jabariah

6. Untuk mengetahui tokoh jabariah

7. Untuk mengetahui ajaran penting apa saja yang ada pada aliran jabariah
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Aliran Murji’ah

Nama Murji’ah berasal dari kata irja atau arja’a yang berarti penundaan, penangguhan, dan
pengharapan. Kata arja’a juga memiliki arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada
pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah. Oleh karena itu, murji’ah
artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan
Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.

Kaum Murji’ah ditimbulkan oleh persoalan politik sama halnya dengan kaum Khawarij,
tegasnya persoalan kholifah yang membawa perpecahan dikalangan umat Islam setelah
terbunuhnya Usman Ibn Affan. Seperti telah dibahas, kaum Khawarij pada mulanya adalah
penyokong Ali tetapi kemudian menjadi musuhnya. Karena adanya perlawanan ini, kelompok
yang setia pada Ali bertambah keras dan kuat membelanya dan merupakan satu golongan lain
yang disebut Syi’ah. Akan tetapi mereka sama-sama menentang kekuasaan Bani Umayyah,
tetapi dengan motif yang berbeda.

Dalam permusuhan inilah muncul satu aliran baru yang bersikap netral yang tidak ikut dalam
kafir-mengkafirkan yang terjadi pada golongan tersebut. Bagi merekan golongan yang
bertentangan itu merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan yang
benar. Oleh karena itu, mereka tidak mengeluarkan pendapat siapa yang salah dan benar dan
lebih baik menunda penyelesaian hingga hari perhitungan di depan Allah. Dengan demikian,
kaum Murji’ah adalh kaum yang tidak ikut campur dalam pertentangan tersebut dan mengambil
sikap menyerahkan penentuan kafir atau tidaknya orang-orang yang bertentangan tersebut
kepada Allah.

Ada beberapa teori tentang kemunculan Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa gagsan irja
atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat untuk menjamin persatuan dan kesatuan umat
Isam ketika terjadi pertikaian politik antara Khawarij dan Syi’ah. Diperkirakan Murji’ah muncul
bersamaan dengan kemunculan Khawarij dan Syiah.

Teori lain mengatakan bahwa Murji’ah muncul pertama kali sebagai gerakan politik oleh cucu
Ali, yaitu Al-Hasn bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun 695. Teori lain menceritakan
bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Muawiyah, dilakukan tahkim (arbitrase) atas
usulan Amr bin Ash, seorang kaki tangan Muawiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu,
kubu yang pro dan kubu yang kontra. Kubu yang kontra akhirya keluar dari Ali, yakni kaum
Khawarij. Mereka berpendapat bahwa tahkim merupakan dosa besar dan orang yang
melaksanakanya termasuk orang yang kafir. Pendapat ini ditentang oleh kaum Murj’ah.
2.2 Doktrin-Doktrin Murji’ah

Di bidang politik, doktrin irja diimplementasikan dengan sikap politik netral atau nonblok, yang
hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Itulah sebabnya, kelompok murji’ah dikenal
pula sebagai the queietists( kelompok bungkam). sehingga membuat murji’ah selalu diam dalam
persoalan politik.Adapun di bidang teologi, doktrin irja dikembangkan Murji’ah ketika
menanggapi persoalan-persoalan teologis yang muncul pada saat itu. Pada perkembangan
berikutnya, persoalan-persoalan yang di tanggapinya menjadi semakin kompleks sehingga
mencakup iman, kufur, dosa besar dan ringan, tauhid, tafsir Al-Qur’an, eskatologi, pengampunan
atas dosa besar, kemaksuman nabi, hukuman atas dosa(punishment of sins), ada yang kafir
(infidel) dikalangan generasi awal islam, tobat (redress of wrongs).

Berkaitan dengan doktrin teologi murji’ah, W. Montgomery watt merincinya sebagai berikut ;

a. Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah memutuskannya di


akhirat kelak.

b. Penangguhan Ali untuk menduduki ranking keempat dalam peringkat Al-khalifah Ar-
Rasyidun.

c. Pemberian harapan terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan
dan rahmat dari Allah.

d. Doktrin-doktrin murji’ah menyerupai pengajaran (madzhab) para skeptic dan empiris dari
kalangan Helenis.

Masih berkaitan dengan doktrin teologi murji’ah, Harun Nasution menyebutkan empat ajaran
pokoknya, yaitu ;

a. Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ary yang
terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.

b. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.

c. Meletakkan ( pentingnya) iman dari pada amal.

d. Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan
dan rahmat dari Allah.

sementara itu, Abu ‘A’ la Al-Maududi menyebutkan dua doktrin pokok ajaran Murji’ah, yaitu ;

a. Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan tidak
merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap di anggap
mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang di fardhukan dan melakukan dosa besar.
b. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak
dapat mendatangkan madarat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan
pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan
akidah tauhid.

2.3 Sekte-sekte dan Ajaran Dalam Aliran Murji’ah

Sekte dalam aliran Murji’ah tidak jelas jumlahnya karena masing-masing ahli memiliki pendapat
masing-masing. Al-Baghdadi membagi mereka dalam tiga golongan ,

yaitu al-Murji’ah yang dipengaruhi ajaran-ajaran al-Qodariyah, al-Murji’ah yang yang


dipengaruhi ajaran-ajaran al-Jabariyah, dan al-Murji’ah yang tidak dipengaruhi keduanya.
Golongan ketiga ini terdiri dari lima sekte, yaitu al-Yunusiyah, al-Ghazaniyah, al-Saubaniyah,
al-Tumaniyah, dan al-Murisiyah. Al-Asy’ary membagi menjadi 12 golongan, sedangkan al-
Syahrastani membagi menjadi tiga sekte, yaitu al-Murji’ah al-Khawarij, al-Murji’ah al-
Jabariyah, dan al-Murji’ah asli.

Aliaran murji’ah dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu golongan moderat dan
golongan ekstrem.

Al-Murji’ah moderat disebut juga al-Murji’ah al-Sunnah yang pada umum terdiri dari para
fuquha dan muhditsin. Mereka berpendapat bahwa orang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak
kekal dalam neraka, dia akan dihukuk dalam neraka sesuai dosa yang telah diperbuatnya dan
kemungkinan Allah bisa mengampuni dosanya. Dengan demikian, Murji’ah moderat masih
mengakui keberadaan amal perbuatan dan mengakui pentingnya amal perbutan manusia,
meskipun bukan bagian dari iman. Yang termasuk golongan al-Murji’ah moderat, di antaranya
al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Tholib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli
hadis.

Golongan al-Murji’ah yang eksterm adalah mereka yang secara berlebihan mengadakan
pemisahan antara iman dan amal perbuatan. Mereka menghargai iman terlalu berlebihan dan
merendahkan amal perbuatab tanpa perhitungan sama sekali. Amal perbutan tidak ada
pengaruhnya terhadap iman. Iman hanya berkaitan dengan Tuhan dan hanya Tuhan yang
mengetahuinya. Oleh karena itu, selagi orang beriman, perbuatan apapun tidak dapat merusak
imanya sehingga tidak menyebabkan kafirnya seseoarang.

Adapun yang termasuk al-Murji’ah eksterm sebagai berikut :

1. Golongan al-Jahmiyah
Golongan ini merupakan para pengikut Jahm bin Safwan. Mereka berpendapat bahwa orang
Islam yang percaya kepada Tuhan tidak akan menjadi kafir menyatakan kekufuran secara lisan
karena iman dan kufur letaknya dalam hati.

2. Golongan al-Sahiliyah

Golongan ini merupakan pengikut Abu Hasan al-Salahi. Iman adalah mengetahui secara mutlak
Tuhan. Kufur adalah tidak mengetahui Tuhan. Yang disebut ibadah adalah iman.

3. Golongan al-Yunusiyah

Golongan ini merupakan pengikut Yunus bin Aun al-Numairi. Melakukan maksiat atau
pekerjaan jahat tidaklah merusak iman seseorang.

4. Golongan al-Ubaidiyah

Pengikut dari Ubaid al-Muktaib. Berpendirian sebagaimana al-Yunusiyah dengan menambahkan


jika sesorang mati dalam iman, dosa-dosa, dan perbuatan jahat yang dikerjakan tidak merugikan
bagi yang bersangkutan.

5. Golongan al-Ghozaniyah

Pengikut Ghassan al-Kuffi, berpendirian bahwa iman adalah mengenal Allah dan Rosul-Nya
serta mengakui apa-apa yang diturunkan Allah dan yang dibawa Rosul-Nya.

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Aliran Murji’ah

Kelebihan dari aliran ini adalah golongan ini tidak akan memudaratkan perbuatan maksiat itu
terhadap keimanan. Demikian juga sebaliknya, “tidaklah akan memberi manfaat dan memberi
faedah ketaatan seseorang terhadap kekafirannya”. Artinya, tidaklah akan berguna dan tidaklah
akan diberi pahala perbuatan baik yang dilakukan oleh orang kafir. Maka dari itu, mereka tidak
mau mengkafirkan seseorang yang telah masuk Islam, sebab golongan ini sagat mementingakan
kewajiban sesama manusia.

Kekurangan aliran ini adalah lebih mementingkan urusan dunia dari pada akhirat.Karena
menurut mereka, iman adalah mengetahui dan mengakui sesuatu yang menurut akal wajib
dikerjakan.Berarti, kelompok ini mengakui adanya kewajiban-kewajiban yang dapat diketahui
akal sebelum datangnya syariat.
Firman Allah SWT dalam surat Ar Ra’du ayat 28 :

ّ
‫تطمئن القلوب‬ ّ
‫وتطمئن قلوبهم بذكر هللا قلى اال بذكر هللا‬ ‫الّذين امنوا‬

Artinya :

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat
Allah.Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenteram”.

Apabila seseorang sudah mempercayai Allah SWT dan rasul-rasul-Nya dan segala sesuatu yang
datang dari Allah SWT, berarti ia mukmin meskipun ia menyatakan dalam perbuatannya hal-hal
yang bertentangan dengan imannya. Seperti berbuat dosa, menyembah berhala, dan minum-
minuman keras.Golongan ini juga meyakini bahwa surga dan neraka itu tidak abadi, karena
keabadian hanya bagi Allah SWT semata.

Firman Allah SWT dalam surat Al Anfal ayat 2 disebutkan :

‫واذا تليت عليهم اياته زادتهم ايمانا‬

Artinya :

“Dan apabila dibacakan terhadap ayat-ayat-Nya, maka ayat-ayat itu menambah iman mereka”.

2.5 Latar Belakang Lahirnya Jabariah

Secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung pengertian memaksa. Di
dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang
mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Salah satu sifat dari Allah
adalah al-Jabbar yang berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah
menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah.
Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).

Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan
manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa
setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan
oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam
berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahlkan bahwa Jabariyah adalah
aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.

Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran Jabariyah tidak adanya penjelasan yang sahih.
Abu Zahra menuturkan bahwa paham ini muncul sejak zaman sahabat dan masa Bani Umayyah.
Ketika itu para ulama membicarakan tentang masalah Qadar dan kekuasaan manusia ketika
berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan. Adapaun tokoh yang mendirikan aliran ini
menurut Abu Zaharah dan al-Qasimi adalah Jahm bin Safwan, yang bersamaan dengan
munculnya aliran Qadariyah.

Pendapat yang lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak sebelum agama
Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara
telah memberikan pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Di tengah bumi yang disinari terik
matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara yang panas ternyata dapat tidak memberikan
kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman, tapi yang tumbuh hanya rumput
yang kering dan beberapa pohon kuat untuk menghadapi panasnya musim serta keringnya udara.

Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian masyarakat arab tidak melihat jalan
untuk mengubah keadaan disekeliling mereka sesuai dengan kehidupan yang diinginkan. Mereka
merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Artinya mereka banyak tergantung
dengan Alam, sehingga menyebabakan mereka kepada paham fatalisme.

Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal lahirnya aliran ini, dalam Alquran sendiri banyak
terdapat ayat-ayat yeng menunjukkan tentang latar belakang lahirnya paham Jabariyah,
diantaranya:

a. QS ash-Shaffat: 96

َ‫َوهللا خَ لَقَ ُك ْم َو َما تَ ْع َملُوْ ن‬

Artinya: “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".

b. QS al-Anfal: 17

‫فَلَ ْم تَ ْقتُلُو هُ ْم َولَ ِك َّن هللاَ قَتَلَهُ ْم َو َما َر َميْتَ إِ ْذ َر َميْتَ َولَ ِك َّن هللاَ َر َمى َولِيُ ْبلِ َي ْال ُم ْؤ ِمنِ ْينَ ِم ْنهُ بَآل ًء َح َسنًا إِ َّن هللاَ َس ِم ْي ٌع َعلِ ْي ٌم‬

Artinya: “Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah
yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-
lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi
kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”

c. QS al-Insan: 30

‫َو َما تَ َشآ ءُونَ إِالَّ أَ ْن يَ َشآ َء هللاَ إِ َّن هللاَ َكا نَ َعلِ ْي ًما َح ِك ْي ًما‬

Artinya : “Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Selain ayat-ayat Alquran di atas benih-benih faham al-Jabar juga dapat dilihat dalam beberapa
peristiwa sejarah:
a. Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah Takdir
Tuhan, Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari
kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai takdir.

b. Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika diintrogasi,
pencuri itu berkata "Tuhan telah menentukan aku mencuri". Mendengar itu Umar kemudian
marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta. Oleh karena itu Umar memberikan dua
jenis hukuman kepada orang itu, yaitu: hukuman potongan tangan karena mencuri dan hukuman
dera karena menggunakan dalil takdir Tuhan.

c. Ketika Khalifah Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam kaitannya dengan
siksa dan pahala. Orang tua itu bertanya,"apabila perjalanan (menuju perang siffin) itu terjadi
dengan qadha dan qadar Tuhan, tidak ada pahala sebagai balasannya. Kemudian Ali
menjelaskannya bahwa Qadha dan Qadha Tuhan bukanlah sebuah paksaan. Pahala dan siksa
akan didapat berdasarkan atas amal perbuatan manusia. Kalau itu sebuah paksaan, maka tidak
ada pahala dan siksa, gugur pula janji dan ancaman Allah, dan tidak ada pujian bagi orang yang
baik dan tidak ada celaan bagi orang berbuat dosa.

d. Adanya paham Jabar telah mengemuka kepermukaan pada masa Bani Umayyah yang
tumbuh berkembang di Syiria.

Di samping adanya bibit pengaruh faham jabar yang telah muncul dari pemahaman terhadap
ajaran Islam itu sendiri. Ada sebuah pandangan mengatakan bahwa aliran Jabar muncul karena
adanya pengaruh dari dari pemikriran asing, yaitu pengaruh agama Yahudi bermazhab Qurra dan
agama Kristen bermahzab Yacobit.

Dengan demikian, latar belakang lahirnya aliran Jabariyah dapat dibedakan kedalam dua factor,
yaitu factor yang berasal dari pemahaman ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Alquran dan
Sunnah, yang mempunyai paham yang mengarah kepada Jabariyah. Lebih dari itu adalah adanya
pengaruh dari luar Islam yang ikut andil dalam melahirkan aliran ini. Adapun yang menjadi
dasar munculnya paham ini adalah sebagai reaksi dari tiga perkara: pertama, adanya paham
Qadariyah, keduanya, terlalu tekstualnya pamahaman agama tanpa adanya keberanian
menakwilkan dan ketiga adalah adanya aliran salaf yang ditokohi Muqatil bin Sulaiman yang
berlebihan dalam menetapkan sifat-sifat Tuhan sehingga membawa kepada Tasybih.

Jika paham jabariyah yang dibawa oleh jahm bin Safwan diatas dibandingkan dengan
paham jabariah yang dikembangkan oleh Najjar dan Dirar, maka paham jabariah sebagaimana
yang dibawa oleh kedua orang yang disebut terakhir itu tidak lagi menggambarkan manusia
sebagai wayang. Dalam paham jabariah yang berakhir ini nampak bahwa diantara manusia dan
tuhan terdapat kerjasama dalam mewujudkan suatu perbuatan dan manusia tidak semata-mata
dipaksa dalam melaksanakan perbuatannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan , bahwa manusia dalam paham jabariah adalah
sangat lemah, tak berdaya, terikat dengan kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, tidak
mempunyai kehendak dan kemauan bebas sebagaimana dimiliki oleh paham qadariyah. Seluruh
tindakan dan perbuatan manusia tidak boleh tidak boleh lepas dari aturan, skenario dan
kehendak Allah SWT. Segala akibat baik dan buruk yang diterima manusia dalam perjalanan
hidupkan merupakan ketentuan Allah SWT.

2.6 Ajaran Penting Aliran Jabariah

Ajaran penting aliran jabariah adalah manusia sangat lemah, tidak berdaya, terikat dengan
kekuasaan mutlak tuhan. Seluruh tindakan dan perbuatan tidak boleh lepas dari aturan skenario
dan kehendak ALLAH SWT. Segala akibat baik dan buruk yang diterima manusia dalam
perjalanan hidupnya adalah merupakan ketentuan allah. Namun ada kecenderungan bahwa tuhan
lebih memperlihatkan sikap-Nya yang absolut dan berbuat sekehendak-Nya.

Menurut Syahrastani aliran jabariah dalam menganalisa perbuatan manusia terdapat dua
pandangan yaitu:

1) Pandangan ekstrim yang disebut al-jabariah al-khalish, yaitu jabariah yang tidak
menetapkan perbuatan atau kekuasaan sedikitpun pada manusia. Sebagaiman yang telah
dikemukakan oleh Jahm bin Sofwan diatas.

2) Pandangan moderat yang diberi istilah al-jabariah al-mutawasithah, yaitu jabariah yang
menetapkan adanya qudrat pada manusia, tetapi qudrat tersebut tidak mempunyai efek atas
perbuatan. Pandangannya ini pelopornya adalah Husain Ibn Muhammad al-Najjar dan Dirar Ibn
‘Amr.

Menurut Najjar dan Dirar bahwa tuhanlah yang menciptakan perbuatan manusia baik itu
perbuatan positif maupun negatif. Namun dalam melakukan perbuatan itu manusia manusia
mempunyai bahagiaan yaitu daya diciptakan dalam diri manusia mampu melakukan perbuatan
itu. Daya yang diperoleh untuk mewujudkan perbuatan-perbuatan inilah yang disebut kasb atau
acuisition.

2.7 Para Pemuka Jabariah Dan Doktrin-Doktrinnya

Menurut asy-Syahratsani, Jabariyah dapat dikelompokan menjadi 2 bagian,Ekstrim dan


Moderat.Doktrin Jabariyah Ekstrim adalah pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan
merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri,tetapi perbuatan yang dipaksakan
atas dirinya.

1. Diantara pemuka Jabariyah Ekstrim adalah berikut ini:


a. Jahm bin Shofwan

Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jahm bin Shafwan. Ia berasal dari khurasan ,bertempat
tinggal di Khuffa. Ia seorang Da’I yang fasih dan lincah ( orator). Ia menjabat sebagai sekertaris
haris bin Surais, seorang Mawali yang menentang pemerintah Bani Umaiyah di Khurasan. Ia
ditawan dan dibunuh secara politis tanpa ada kaitannya dengan Agama.

Sebagi seorang penganut dan penyebar Paham jabariyah banyak usaha yang dilakukan jahm
yang tersebar keberbagai tempat,seperti ketirmidz dan balk. Pendapat Jahm yang berkaitan
dengan persoalan teologi adalah sebagai berikut :

1) Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa.Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai
kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.

2) Surga dan neraka tidak dikekal. Tidak kekal selai Tuhan

3) Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati.Dalam hal ini pendapatnya sama
dengan konsep iman yang diajukan kaum Murjiyah.

4) Kalam Tuhan adalah makhluk.Allah maha suci dari segala sifat dan keserupaan dengan
manusia seperti berbicara,mendengar,dan melihat.

5) Begitu pula Tuhan tidak dilihat dengan indra mata diakhirat kelak.

Dengan demikian dalam beberapa hal,pendapat Jahm hampir sama dengan Murji’ah, Mu’tazilah
dan Asy’ariyah.

b. Ja’d bin dirham

Al-ja’d adalah seorang Maulana bani Hakim, tiggal Di Damaskus. Dia dibesarkan didalam
lingkungan orang Kristen yang senang membicarakan teologi. Semula dipercaya untuk mengajar
di lingkungan pemerintah Bani umaiyah, tetapi setelah tampak pikiran – pikirannya yang
controversial, bani Umaiyah menolaknya.

Kemudian Al-ja’d lari ke kufah dan disana ia bertemu dengan Jahm serta mentransper pikirannya
kepada Jahm untuk dikembangkan dan disebar luaskan. Dokterin pokok Ja’d secara umum sama
dengan pikiran Jahm. Al-Ghuraby menjelaska sbb:

1) Al- Quran itu adalah Mahkluk. Oleh karena itu, dia baru.Sesuatu yang baru itu tidak dapat
di sefatkan kepada Allah.

2) Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan mahkluk, seperti berbicara, melihat dan
mendengar.

3) Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.


Berbeda dengan jabariyah Ekstrim, Jabariyah Moderat mengatakan bahwa tuhan memang
menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik. Tetapi manusia
mempunyai bagian didalamnya. Tenaga yang diciptakan didalam diri manusia mempunyai efek
untuk mewujudkan perbuatanya. Inilah yang dimaksud dengan Kasab (Acquisitin). Menurut
Paham kasab, manusia tidaklah Majbur ( Dipaksa Oleh Tuhan), tidak seperti Wayang yang
dikendalikan Oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia
memperoleh perbuatan yang diciptakan Tuhan. Yang termasuk Tokoh Jabariyah Moderat adalah
sebagai berikut:

1. An- Najjar

Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An- Najjar ( Wafat 230 H ). Para pengikutnya
disebut An-Najariyah Al-hasainiyah.Diantara pendapat-pendapatnya adalah:

a) Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran
dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu.Itulah yang disebut khasab dalam teori Al-asy’ary.
Dengan demikian,Manusia dalam pandangan An-Najjar tidak lagi seperti wayang yang
gerakannya tergantung pada dalang,sebab tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia
mempunyai efek untuk mewujudkan perbuata-perbuatannya.

b) Tuhan tidak dapat dilihat diakhirat . akan tetapi, An-Najjar menyatakan bahwa tuhan dapat
saja memindahkan potensi hati ( Ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan.

2. Adh-Dhirar

Nama lengkapnya adalah Dhirar Bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan
husein An-Najjar, yakni bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakan
dalang.Secara tegas,Dhirar mengatakan bahwa suatu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua
pelaku secara bersamaan, artunya perbuatan manusia,tidak hanya dilakukan oleh Tuhan, tetapi
juga oleh manusia itu sendiri.

Mengenai Ru’yat Tuhan diakhirat, Dirar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat diakhirat
melalui indra ke enam.Ia juga berpendapat bahwa Hujjah yang dapat diterima oleh Nabi adalah
Ijtihad . Hadis ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan Hukum.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Kaum Murji’ah ditimbulkan oleh persoalan politik, tegasnya persoalan Kholifah setelah
terbunuhnya Usman Ibn Affan. Diantara pertikaian antara golongan yang setia pada Ali
dan keluar dari Ali, munculah satu aliran yang bersikap netral yang tidak ikut dalam
kafir-mengkafirkan yang terjadi antara golongan tersebut. Golongan yang bersifat netral
ini disebut Kaum Murji’ah.

 Kaum Murji’ah penentuan hukum kafir atau tidaknya orang yang terlibat dalam
pertentangan antara Ali dan Muawiyah kepada Allah kelak di hari akhir.

 Kaum Murji’ah dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu : Murji’ah Moderat dan
Murji’ah eksterm

 Nama jabariyah berasal dari Jabara yang mengandung arti memaksa .Aliran jabariyah
adalah suatu gerakan yang menentang kadariyah. Pembangunya adalah Jahm bin
Shafwan kadang-kadang jabariyah ini juga dinamakan jahmiah. Paham utamanya adalah
bahwa manusia dalam keadaan terpaksa, tidak bebas dan tidak mempunyai kekuasaan
sedikitpun untuk bertindak dalam keadaan terpaksa,tidak bebas dalam mengerjakan
sesuatu.

3.2 Saran

Pada hakikatnya semua aliran tersebut tidaklah keluar dari Islam, tetapi tetap Islam.Dengan
demikian tiap umat Islam bebas memilih salah satu aliran dari aliran-aliran teologi tersebut, yaitu
mana yang sesuai dengan jiwa dan pendapatnya.Hal ini tidak ubahnya pula dengan kebebasan
tiap orang Islam memilih madzab fikih mana yang sesuai dengan jiwa dan kecenderungannya.
Disinilah hikmah sabda Nabi Muhammad SAW: “perbedaan paham dikalangan umatku
membawa rahmat”. Memang rahmat besarlah kalau kaum terpelajar menjumpai dalamIslam
aliran-aliran yang sesuai dengan jiwa dan pembawaannya, dan kalau pula kaum awam
memperoleh dalamnya aliran-aliran yang dapat mengisi kebutuhan rohaninya.
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun. 2010. Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan.


Jakarta: UI Press

Nurdin, M.Amin. 2012. Sejarah Pemikiran Islam. Jakarta: Teruna Grafika

Rozak, Abdul. 2001. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia

Nata, Abuddin, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1993)

Mulyono, Studi Ilmu TAUHID/KALAM,(Malang: UIN-MALIKI PRESS)

Hamim, Ahmad, fajr al-islam, maktabah al-nahddhahbal misriyah, (qahiroh, 1975)

Anda mungkin juga menyukai