Disusun Oleh :
Kelas : B
1
Latar Belakang
Dalam Islam, jihad merupakan puncak ajaran, pagar penjaga dasar-dasar agama, dan juga
pelindung bagi negara Islam dan umat Islam. Jihad merupakan salah satu dasar ajaran Islam yang
paling utama sebab jihad merupakan media untuk meraih kejayaan, kemuliaan, dan juga
kedaulatan. Atas dasar itulah jihad baik dalam artian fisik maupun non fisik diwajibkan hingga
hari kiamat. Setiap kaum yang meninggalkan kewajiban jihad maka mereka akan terhina,
rumahrumah mereka akan diserang musuh, martabatnya direndahkan oleh Allah SWT dan
mereka akan dikuasai oleh orang-orang yang hina dan tidak bermoral.
Seruan jihad merupakan isu yang sangat sensitif karena sering dikaitkan dengan terorisme. Jihad
menjadi bahan perdebatan dalam media massa dan buku-buku akademis, baik di Timur maupun
di Barat. Jihad merupakan salah satu ajaran Islam yang paling sering disalah pahami, bahkan
jihad seringkali disebut sebagai penyebab munculnya aksi kekerasan atau teror. Sebagai seorang
muslim tentunya kita sangat tidak sepakat dan menolak dengan sangat keras jika jihad dipahami
sebagai tindakan kekerasan (terorisme). Karena sangat jelas garis pemisah antara keduanya,
bagaikan kutup utara dan kutub selatan.
B. Rumusan Masalah
3. Bagaimana Fatwa MUI terhadap Jihad, Terorisme, dan Bom Bunuh Diri?
C. Tujuan Penulisan
3. Untuk mengetahui Fatwa MUI terhadap Jihad, Terorisme, dan Bunuh Diri.
2
3
A. Pengertian Jihad dan Terorisme
1. Jihad
Jihad berasal dari bahasa Arab, yaitu jaahada yujaahidu jihaadan dan mujaahadatan. yaitu upaya,
kesulitan, kekuatan, kesanggupan dan bersunggug-sungguh. Dalam Media Dakwah (Iskandar,
2006) dijelaskan bahwa kata jihad yang terdiri dari akar kata “J-H-D“ bisa diartikan
sebagai: usaha, upaya, karya, penggunaan, penyelenggaraan, kerajinan, ketekunan. Sementara
itu, jihad khusus untuk kata jadian (derivatif) dapat diartikan: berjuang melawan kesulitan-
kesulitan, atau berjuang melawan kekufuran dan kemaksiatan. (Asiyah et al., 2020) Al-Julail
menjelaskan adapun secara terminology jihad telah didefinisikan oleh keumuman para ilmuwan
fikih dengan pengertian seorang muslim memerangi orang-orang kafir setelah menunaikan
dakwah kepada mereka untuk masuk Islam, atau membayar jizyah jika mereka telah membayar
jizyah maka cukup bagi mereka. (Triana, 2018) Ahmad Warson Munawir dalam Kamus Arab
Indonesia Al-Munawir mengartikan lafal jihad sebagai kegiatan mencurahkan segala
kemampuan. Jika dirangkai dengan lafal fi sabilillah, berarti berjuang, berjihad, berperang di
jalan Allah. Ibn Mandzur dalam Lisan al-‘Arab menulis, jihad adalah memerangi musuh,
mencurahkan segala kemampuan dan tenaga berupa kata-kata, perbuatan, atau segala sesuatu
yang dimampui. Dalam kitab Al-Fiqh Al-Muyassar jihad merupakan mengerahkan segala
kemampuan dan kekuatan dalam memerangi orang-orang kafir dan melawan mereka. (Asmara,
2016)
2. Terorisme
Terorisme bukan persoalan siapa pelaku, kelompok dan jaringannya. Namun, lebih dari itu,
terorisme merupakan tindakan yang memiliki akar keyakinan, doktrin dan ideologi yang dapat
menyerang kesadaran masyarakat. (Hendroprioyono, 2009) Terorisme adalah penggunaan
kekerasan atau ancaman untuk menurunkan semangat, menakut-nakuti, dan menakutkan
terutama untuk tujuan politik. (Pendahuluan, 2015) Kata Terorisme berasal dari Bahasa Perancis
le terreur yang semula dipergunakan untuk menyebut tindakan pemerintah hasil Revolusi
Perancis yang mempergunakan kekerasan secara brutal dan berlebihan dengan cara memenggal
40.000 orang yang dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah. Selanjutnya kata Terorisme
dipergunakan untuk menyebut gerakan kekerasan anti pemerintah di Rusia. Dengan demikian
kata Terorisme sejak awal dipergunakan untuk menyebut tindakan kekerasan oleh pemerintah
maupun kegiatan yang anti pemerintah. (Windiani, 2018)
Habibie memberikan batasan pengertian terorisme sebagai "Terrorismis the systematic use of
terroror unpredictable violence against governments, publics, or individuals to atttain a political
objective."
Dalam European Concention on the Suppression of Terorism (ECST), tahun 1977, disebutkan
bahwa pada awalnya terorisme dikategorikan sebagai kejahatan melawan negara atau crimes
4
against states. Namun, pengertian tersebut dikhawatirkan akan menimbulkan multi interpretasi
yang mengarah pada kepentingan state dimana penguasa dapat memperluas pengertian terorisme
menurut kepentingannya sendiri. Maka, seiring berkembangnya zaman pengertian terorisme
menjadi lebih demokratis yang kemudian dirumuskan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan
atau crimes against humanity yang dapat bersifat internasional, regional, dan nasional, lebih-
lebih bila diarahkan kepada jiwa-jiwa orang yang tidak bersalah (public by innocent). (Setiawan,
2002)
Praktik Bom Bunuh Diri berbeda dengan tindakan bunuh diri orang-orang yang menentang
praktik syahid dan mengatakan hal itu merupakan praktik bunuh diri sangat-sangat keliru. Itu
karena bila mencermati mentalitas orang yang man syahid dan mentalitas orang yang mati bunuh
diri, kita akan menemukan perbedaan nyata di antara keduanya. Orang yang bunuh diri adalah
akibat kegagalan dirinya dalam transaksi, cinta, uji an, atau hal-hal lainnya. Ia tidak berdaya
dalam menghadapi kenyataan, lalu memutus kan untuk lari dari kehidupan dengan menjemput
kematian. Sementara itu, syahid sama sekali tidak memandang kepentingan dirinya sendiri.
Orang yang melakukan praktik syahid rela mengorbankan dirinya untuk kepentingan yang besar.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, ia memandang remeh segala pengor- banan. Ia menjual
dirinya kepada Allah untuk membeli surga. Allah Swt. berfirman, Sesungguhnya Allah membeli
dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka de- ngan memberikan surga untuk
mereka (QS Al-Taubah [9]: 111); Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya
untuk mencari keridhaan Allah. Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya (QS Al-
Baqarah [2]: 207). Jika orang yang bunuh diri mati karena menghindar dan mundur karena takut,
orang yang melakukan praktik syahid meninggal karena berani maju dan menyerang. Jika orang
5
yang bunuh diri tidak memiliki tujuan selain lari dari pertarungan, seba- liknya orang yang
melakukan praktik syahid memiliki tujuan yang jelas, yaitu meraih ridha Allah Swt.,
sebagaimana Dia berfirman, Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya untuk
mencari keridhaan Allah. Dan Allah Maha Penyantun kepa da hamba-hamba-Nya (QS Al-
Baqarah [2]: 207), yakni menjual dirinya kepada Allah.
Praktik Bom Bunuh Diri bisa menimpa warga sipil ada keraguan bahwa praktik syahid menimpa
masyarakat sipil, seperti kaum peres puan, orang tua, anak-anak, karyawan, buruh, dan tingkatan
masyarakat sipil lainnya yang tidak bersenjata. Saya ingin menjelaskan di sini bahwa prinsip
dalam praktik syahid ini ditujuka kepada tentara pasukan Israel di tempat-tempat mereka biasa
kumpul, dan tidak din kan kepada anak kecil, orang tua, dan perempuan yang bukan tentara.
Disebutkan dalam hadis-hadis bahwa Nabi Saw. melarang membunuh mereka da lam perang
konfrontasi antara pasukan Muslim dan pasukan musuh, dan beliau tidak menginginkan
perempuan terbunuh dalam pertempuran tersebut. Oleh karena itu, lla melarang pembunuhan
kepada mereka. Ini pula yang diinginkan oleh saudara-saudan kita di Palestina, sebagaimana
diinginkan oleh hukum Islam. Adapun adanya bentuk lain di luar syariat, seperti pembunuhan
terhadap anak-anak. perempuan, dan orang tua, hal itu terjadi karena kekeliruan yang tidak
disengaja, atau karena kondisi darurat yang memaksa, terutama pada zaman sekarang. Apa yang
terjadi dalam kondisi darurat tidak boleh diperluas, tetapi tetap dalam pengecualian dan di naungi
kaidah yang berlaku: "Apa yang dibolehkan karena darurat, ditentukan sesuai kadamya"
Ada pula keraguan bahwa praktik syahid justru merugikan rakyat Palestina, yang akibat- nya
menimpa mereka sendiri, yaitu dengan adanya pembunuhan, penghancuran, dan pembakaran
sebagai bentuk pembalasan Zionis, karena Israel memiliki kekuatan dan kemampuan lebih besar.
Ia akan membalas satu kilogram dengan dua kilogram, atau bahkan sepuluh kilogram. Terhadap
hal ini, kami memberikan jawaban sebagai berikut.
a. Israel selalu memulai kejahatan dan gangguan, dan perlawanan adalah usaha untuk
menjawab dan membela diri. Fakta ini tak bisa diingkari oleh pihak manapun.
b. Permusuhan merupakan karakter abadi Israel sejak berdiri hingga sekarang. Bahkan,
negara itu berdiri di atas tindakan kesewenang-wenangan dan pelanggaran terhadap jiwa,
kehormatan, dan harta. Sesuatu yang menjadi esensi tidak boleh dilupakan." Sekiranya rakyat
Palestina menyarungkan senjata mereka yang tersembunyi dan sedikit itu, niscaya orang-orang
Israel akan terus membunuh, membantai, dan menghancurkan.
6
dan perasaan mereka, dapat mengurangi kekuatan mereka dalam bidang politik, ekonomi, dan
lain-lain.
Itu pula mengapa Israel dan Amerika Serikat sebagai pendukung utama Zionis, berusaha keras
untuk menghentikan praktik syahid dengan berbagai cara. Di antaranya adalah dengan mendesak
pemerintah Palestina untuk membungkam perlawanan tersebut lewat klaim untuk melawan teror.
Jika kita sakit, mereka juga lebih sakit. Allah Swt. berfirman, Jika kamu menderita kesakitan,
ketahuilah mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu rasakan, sedang kamu
masih dapat mengharapkan dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Allah Maha Mengetahui,
Mahabijaksana (QS Al-Nisa' [4]: 104).
Allah Swt. juga berfirman, Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, mereka Pun (pada
Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehan- curan) itu, Kami
pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan
orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya
(gugur sebagai syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zalim, dan agar Allah
membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang
kafir (QS Ali Imran [3]: 140-141).
d. Jika kekejaman Israel dan sekutunya terus dibiarkan, penderitaan rakyat Palestina akan
semakin besar, lingkupnya semakin luas, semakin banyak darah rakyat Palestina yang
tertumpah, rumah-rumah yang dihancurkan, dan bangunan-bangunan yang dirobohkan.
Ada hak bahkan kewajiban bagi orang-orang berpengaruh di Palestina, untuk memikirkan
pengganti dari praktik-praktik seperti ini, yang membebani. Syariat Islam itu praktis, di
dalamnya ada kelonggaran dan keluwesan yang menjadikannya mampu menghadapi setiap
masalah baru dengan ijtihad yang baru. Ada kaidah yang mengatakan, "Fatwa bisa berubah
karena perubahan waktu, tempat, dan keadaan. Ada pula kaidah fiqih yang menyebutkan,
"Bahaya bisa dihilangkan menurut kemampuan" dan "Bahaya tidak bisa dihilangkan dengan
bahaya yang sama atau yang lebih besar."
7
b. Saudara-saudara di Palestina dijadikan oleh Allah untuk tidak lagi membu- tuhkan
praktik istisyhädiyyah ini, bila mereka telah memiliki roket-roket yang bisa me nyerang ke dalam
Israel sendiri, walaupun tidak sehebat roket-roket Israel. Namun, hal itu dinilai bisa
mengganggu, menggelisahkan, dan menggentarkan mereka, sehingga me- reka tidak perlu
bergantung pada praktik syahid, seperti keadaan sebelumnya. Setiap keadaan ada ketentuannya
tersendiri, dan setiap tingkatan ada ukurannya tersendiri. (Qardhawi, 2010)
Dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 tentang Terorisme, setelah
menimbang beberapa hal mengenai Terorisme dengan tetap mengacu kepada Firman Allah agar
tidak menyimpang dari syariat Islam, maka ditetapkan dalam ketetapan umum dalam poin ke-3
yaitu mengenai perbedaan antara terorisme dengan jihad, antara lain sebagai berikut.
1. Terorisme
b. Tujuannya untuk menciptakan rasa takut dan/ atau menghancurkan pihak lain.
2. Jihad
b. Tujuannya menegakkan agama Allah dan / atau membela hak-hak pihak yang terzhalimi.
c. Dilakukan dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh syari’at dengan sasaran musuh
yang sudah jelas.
Adapun hukum melakukan terror dan jihad dalam fatwa Ulama sebagai berikut :
1. Hukum melakukan teror adalah haram, baik dilakukan oleh perorangan, kelompok,
maupun negara.
1. Orang yang bunuh diri itu membunuh dirinya untuk kepentingan pribadinya sendiri
sementara pelaku ‘amaliyah al-istisyhad mempersembahkan dirinya sebagai korban demi
agama dan umatnya. Orang yang bunuh diri adalah orang yang pesimis atas dirinya dan atas
8
ketentuan Allah sedangkan pelaku ‘amaliyah al-Istisyhad adalah manusia yang seluruh cita-
citanya tertuju untuk mencari rahmat dan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Bom bunuh diri hukumnya haram karena merupakan salah satu bentuk tindakan
keputusasaan (al-ya’su) dan mencelakakan diri sendiri (ihlak an-nafs), baik dilakukan di
daerah damai (dar al-shulh/dar al-salam /dar al-da’wah) maupun di daerah perang (dar al/dar
dibolehkan karena merupakan bagian dari jihad bin-nafsi yang dilakukan di daerah perang
(dar al-harb) atau dalam keadaan perang dengan tujuan untuk menimbulkan rasa takut (irhab)
dan kerugian yang lebih besar di pihak musuh Islam, termasuk melakukan tindakan yang
dapat mengakibatkan terbunuhnya diri sendiri. ‘Amaliyah al-Istisyhad berbeda dengan bunuh
diri.
1. Islam mengizinkan berperang karena pihak musuh telah memerangi orang Islam atau
menganiaya orang Islam atau telah mengusir orang Islam dari kampung halamannya tanpa
alasan yang benar. (QS. Al-Hajj [22]: 39 – 40)
2. Islam mengharamkan bunuh diri dengan cara apapun dan dengan alasan apapun. Tidak ada
balasan kelak di akherat kecuali neraka. (QS. An-Nisa [4] : 29 – 30)
4. Islam mengharamkan tindakan yang bersifat menakut-nakuti orang muslim lainnya dengan
cara apapun, seperti dengan mengacungkan senjata tajam. (al-Hadis No 2)
5. Tindakan terpaksa atau darurat yang bersifat khusus harus dihindari apabila tindakan
tersebut akan membawa dampak yang bersifat umum (lebih luas). (Qaidah Fiqhiyah)
Tindakan terorisme secara fisik dan psikis merupakan tindak pidana hirabah karena para
teroris telah mengangkat senjata melawan orang banyak (yang tidak jelas) dan menimbulkan
rasa takut di kalangan masyarakat.
1. Islam membedakan hukum terorisme dan jihad, baik dari aspek pengertian, tindakan yang
dilakukan dan tujuan yang ingin dicapai.
2. Hukum melakukan teror secara qoth’i adalah haram baik dengan alasan apapun apalagi
jika dilakukan di negeri damai (dar al-shulh) dan negara muslim seperti Indonesia.
3. Hukum melakukan jihad adalah wajib bagi yang mampu dengan syarat:
9
a. Untuk membela agama dan menahan agresi musuh yang menyerang terlebih
c. Terikat dengan aturan hukum Islam, seperti musuh yang jelas, tidak boleh membunuh
orang lansia, anak-anak, dsb.
Bom bunuh diri dengan alasan apapun tetap haram. Hanya boleh dilakukan jika dalam
kondisi perang (harb) dengan sasaran musuh Islam yang sudah jelas.
10
DAFTAR PUSTAKA
Asiyah, U., Prasetyo, R. A., & Sudjak, S. (2020). Jihad Perempuan Dan Terorisme. Jurnal
Sosiologi Agama, 14(1), 199. https://doi.org/10.14421/jsa.2020.141-08
Asmara, M. (2016). Reinterpretasi Makna Jihad Dan Teroris. Jurnal Hukum Islam, 1(1), 65.
Triana, R. (2018). Internalisisi Jihad Dalam Pendidikan Karater. Edukasi Islami : Jurnal
Pendidikan Islam, 7(01), 101. https://doi.org/10.30868/ei.v7i01.208
Windiani, R. (2018). Peran Indonesia Dalam Memerangi Terorisme. Jurnal Ilmu Sosial,
16(2), 135. https://doi.org/10.14710/jis.16.2.2017.135-152
11