Yunan Aftiar:
Adanya pandangan pemahaman yang keliru, jika dikatakan jihad maka yang
ada dalam pikiran sebagian orang adalah kekerasan, peperangan, teror, bom bunuh
diri. Anggapan ini muncul sejak terjadinya peristiwa kekerasan yang dilakukan
oleh sekelompok yang menamakan islam beberapa silam yang puncaknya
terhadap serangan Word Trade centre (WTC) 11 september pada tahun 2001 yang
lalu.
Distorsi makna jihad sebagai kegiatan yang lebih cenderung bermakna fisik
yang amat partikular, pada urutannya bukan saja terus menodai citra agama
(Islam) sebagai pembawa rahmat bagi semesta, melainkan juga terus menghantui
umat sebagai kekuatan laten yang destruktif dan traumatik, justru dari dalam
psikologis umat sendiri. Alhasil, implikasi negatif itu tak lain hanyalah sebuah
beban psikologis-historis umat yang malah menambah persoalan, bukan solusi itu
sendiri yang cenderung digembor-gemborkan, padahal perjuangan yang dilakukan
dengan sungguh-sungguh, tekun, tabah, dan tidak kenal putus asa dapat disebut
sebagai jihad. Dalam terjemahan bahasa Indonesia disebut sebagai perjuangan
Yusuf Qaradhawi tampil mengartikan makna jihad pada skop yang lebih luas,
memperluaskan skop jihad kepada segala sesuatu usaha yang dilakukan untuk
menegakkan kalimah Allah pada tempatnya dalam segala bidang kehidupan
seperti ekonomi, pendidikan, politik, maka jihad pun terbuka luas, yaitu melalui
audio visual, melalui media elektronik, saluran satelit dan jaringan internet, serta
media-media lainnya dan untuk dapat melaksanakan jihad dalam pendidikan harus
membangun pendidikan dengan metode yang sesuai, sarana audio visual,
teknologi yang canggih dan lain-lain..
Penelitian pustaka ini dilakukan untuk mengkaji beberapa buku Yusuf
Qardhawi dalam bukunya Fiqh Prioritas Sebuah Kajian Berdasarkan Al-Quran
Dan As-Sunnah, Bagaimana Seharusnya Menampilkan Wajah Islam, serta
membedah islam ekstrem dan buku-buku yang lainnya. Disini didapatkan arti
jihad dalam konteks pendidikan, bahwa jihad memiliki arti yang sangat luas.
Mencari ilmu juga bagian daripada berjihad. Jihad pada masa sekarang ini
bukanlah jihad dengan kekerasan atau peperangan tetapi bagaimana caranya
mengembangkan potensi umat, masyarakat, dan bangsa, agar terciptalah ilmuwan-
ilmuwan muslim yang professional yang dapat mewujudkan misi islam sebagai
agama yang rahmatan lil alamin.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Wajah islam tampak seram di mata masyarakat Barat. Anggapan
bahwa Islam tidak toleran dan mendakwahkan agamanya dengan pedang
mendapatkan momentum yang pas dengan adanya tragedi 11 september.
Sebenarnya, menurut Karen Amstrong, kekerasan dan intoleransi yang ada
dalam tubuh umat islam tidak bersumber dari ajaran islam yaitu Al-Quran
dan As-Sunnah. Islam adalah agama yang cinta damai dan islam sendiri
memproklamirkan dirinya sebagai agama yang rahmatan lil alamin, bukan
hanya kepada umat islam tapi untuk semua manusia, termasuk kepada alam.
Tapi sayangnya, wajah islam yang cinta damai harus tertutupi oleh perikau
segelintir penganutnya yang menyimpang, bahkan bertentangan dari pesan
moral islam. Di Indonesia, wajah umat santri pun sempat tercoreng oleh
berbagai tindakan kekerasan, seperti peledakan bom yang memang biadab itu,
yang paling dahsyat itu adalah tragedi bom bali 12 oktober 2002 yang
menewaskan hampir 200 manusia, yang terbanyak adalah turis australia.
Akibat keganasan ini, tidak saja nama santri yang dikaitkan pada tragedi itu
jadi ternoda, citra bangsa Indonesia yang dihuni mayoritas muslim itu pun
semakin buram. Seolah-olah kaum santri secara keseluruhan menjadi
tertuduh, suatu tuduhan yang tidak dapat diterima.1
1
A.Syafii Maarif . meluruskan makna jihad,(jakarta:CMM 2005) cet. pertama. hal 3.
1
2
2
A.Syafii Maarif . meluruskan makna jihad,(jakarta:CMM 2005) cet.pertama. hal 173
3
M. T. Misbah Yazdi. Perlukah Jihad ? Meluruskan Salah Paham tentang Jihad dan
Terorisme. terj. Akmal Kamil, (Jakarta: Al-Huda, 2006), cet. Pertama, hal. vii
4
M. T. Misbah Yazdi. Perlukah Jihad ? Meluruskan Salah Paham tentang Jihad dan
Terorisme. terj. Akmal Kamil, (Jakarta: Al-Huda, 2006), cet. Pertama, hal. vii
3
dimana jihad seringkali diartikan sebagai perang suci (holy war) untuk
menyebarkan agama Islam.5
Padahal Nabi Muhammad telah mengajarkan/mencontohkan kepada
kita selaku umatnya bagaimana sebenarnya cara berjihad di jalan Allah. Salah
satunya dengan memacu semangat persatuan, tolong menolong dan
persaudaraan sesama muslim. Sesungguhnya golongan orang-orang kafir dan
munafik benar-benar murka bila mereka melihat orang mukmin komitmen
kepada agamanya dan antusias untuk merealisasikan tuntutan Allah,
sebagaimana marah mereka semakin memuncak bila mereka melihat kaum
Muslimin bersatu padu, bersaudara, saling menyayangi, saling mencintai dan
tolong-menolong dalam bidang amal saleh dan takwa. Inilah fenomena kaum
Muslimin yang dapat membangkitkan rasa amarah golongan orang-orang
kafir dan munafik.
Distorsi makna jihad sebagai kegiatan yang lebih cenderung bermakna
fisik yang amat partikular, pada urutannya bukan saja terus menodai citra
agama (Islam) sebagai pembawa rahmat bagi semesta, melainkan juga terus
menghantui umat sebagai kekuatan laten yang destruktif dan traumatik, justru
dari dalam psikologis umat sendiri. Alhasil, implikasi negatif itu tak lain
hanyalah sebuah beban psikologis-historis umat yang malah menambah
persoalan, bukan solusi itu sendiri yang cenderung digembor-gemborkan,
padahal perjuangan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, tekun, tabah,
dan tidak kenal putus asa dapat disebut sebagai jihad. Dalam terjemahan
bahasa Indonesia disebut sebagai perjuangan.6
Konsepsi islam jihad dengan maknanya yang luas lagi itu berwujud
segala rupa perjuangan yang sangat banyak kandungannya dan sangat besar
gelanggang usahanya meliputi segala macam pergerakan dan segenap usaha
yang dikerjakan karena Allah, dilaksanakan atas kehendaknya dan untuk
mencari keridhaaNya semata-mata.
5
Istilah holy war berasal dari sejarah Eropa yang bermakna perang karena alasan-alasan
keagamaan. Lihat Ahmadi Sofyan, Islam On Jihad, (Jakarta: Lintas Pustaka, 2005), hlm. vi.
6
Ahmadi Sofyan, Islam On Jihad, hlm. 7.
4
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Qs.At-
Taubah:122)
Ayat di atas jelas menunjukkan kepada kita tidak seharusnya untuk
semuanya berjihad ke (medan perang) tapi kita juga diharuskan untuk
berjihad dalam pengajaran dan pendidikan, hal ini mengingatkan betapa
pentingnya pendidikan dan pengajaran diniyah. Kata nafar dalam ayat diatas
jelas menuju kepada pendidikan dan pengajaran yang biasa di gunakan untuk
berjihad.
7
Widodo.l Amin,fiqh siasah dalam hubungan internasional (Yogyakarta:Tiara Wacana
Yogya,1994)hal 7
5
hendak mengemban panji perbaikan dan kebangkitan. Usaha seperti itu harus
mendahului perjuangan bersenjata untuk mengubah suatu masyarakat dan
mendirikan agama.
11
Ibnu Qayyim, Zaad al-Maad, (Beirut, al-Risalah Publisher, 1998), cet.3, jilid 3, hal.8
12
Abdullah Azzam, Tarbiyah Jihadiyah, (Solo:Pustaka al-Alaq, 2003), Jilid 9, cet 1,
hal.152
13
Ibnu Rusyd, Muqaddimah, (Beirut: Dar al-Fiqr, t.t), Jilid 1, hal. 369
14
Ibnu Taimiyah, Majmu al-Fatawa, (Beirut: Dar Fiqr, t.t.), hal.10-191/92
7
2. Perumusan Masalah
a. Bagaimana konsep jihad dalam pendidikan ?
b. Bagaimana DR. Yusuf Qardhawi Mengartikan makna jihad dalam
pendidikan?
c. Bagaimana metode pembelajaran dalam pendidikan dan relevansinya
dengan konsep jihad dalam pendidikan menurut DR. Yusuf Qardhawi
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini dilakukan dalam rangka :
a. Untuk mendapatkan sebuah pemahaman baru dalam kajian tentang
konsep jihad yang sebenarnya menurut Islam, seiring dengan kesalahan
tentang pemahaman dan perealisasian jihad yang baru-baru ini semakin
mencuat ke permukaan.
b. Untuk mengetahui bagaimana konsepsi Jihad menurut Ulama
kontemporer khususnya Imam Yusuf Al-Qaradhawi.
2. Penelitian ini juga bermanfaat;
a. Untuk menambah wawasan keilmuan mengenai makna jihad.
b. Bagi pengembangan disiplin Ilmu, penulisan skripsi ini diharapkan
dapat memberikan sumbangsih dan bahan masukan pada
pengembangan disiplin ilmu.
D. Metodologi Penelitian
Dalam skripsi ini, ada tiga aspek penelitian yang digunakan.
1. Metode pengumpulan data
Penelitian skripsi ini termasuk penelitian kepustakaan (library
research), suatu metode dengan cara mengumpulkan data dan informasi,
baik berupa buku-buku maupun artikel-artikel yang kemudian
diidentifikasikan secara sistematis dan analitis, dengan didukung dan
dibantu dengan berbagai macam sarana yang terdapat di ruang pustaka.
Sedangkan data-data yang diperlukan dapat dicari dari sumber-
sumber kepustakaan yang bersifat primer, yaitu disebut sebagai sumber
9
utama, dalam hal ini yang menjadi sumber utama adalah kitab-kitab yang
khususnya membahas tentang karya Yusuf al-Qaradhawi tentang jihad.
Kemudian data yang bersifat sekunder, yaitu data-data yang lebih dahulu
dikumpulkan dan dilaporkan dari sumber-sumber yang lain, yang ada
relevansinya dengan masalah yang diteliti yang kemudian disebut dengan
data atau sumber pendukung.
2. Metode Pembahasan
Dalam metode ini penulis menggunakan :
a. Metode Deskriptif, yaitu suatu pembahasan yang bermaksud untuk
menggambarkan mengenai data-data dalam rangka menguji hipotesa
atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu
sedang berjalan dari pokok masalah. Langkah ini diambil sebagai awal
yang sangat penting karena akan menjadi dasar bagi penelitian
selanjutnya.
b. Metode Analisis, yaitu suatu bahasan dengan cara memberikan
interpretasi-interpretasi terhadap data-data yang terkumpul dan
tersusun. Jadi metode deskriptif analitis adalah suatu pembahasan yang
bertujuan untuk membuat gambaran terhadap data-data yang telah
tersusun dan terkumpul dengan cara memberikan interpretasi terhadap
data tersebut.
3. Metode Penulisan
Secara tekhnis penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku
Pedoman Akademik Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN syarif
Hidayatullah Jakarta.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG JIHAD
A. Definisi Jihad
1. Pengertian Jihad Menurut Bahasa Arab
Dalam hal ini, Syaikh Zhfir al-Qasimy menulis:
Tidak diragukan lagi, sesungguhnya kata jihad adalah kata/istilah Islami yang
khusus digunakan setelah kedatangan Islam dan belum dikenal pada masa
jahiliyah. Perkataan ini tidak terdapat dalam syair-syair jahiliyah (Arab kuno),
baik yang lampau maupun baru, baik yang semakna maupun yag menyerupainya.
Dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwasanya kata jihad adalah kata yang
berhubungan dengan urusan deen (agama); datang bersamaan dengan datangnya
Islam, sebagaimana kata shalat, zakat dan lain-lainnya yang tidak terdapat dalam
perkataan jahiliyah. Jadi, hanya dikhususkan untuk peristilahan dalam Islam
dengan makna/pengertian yang khusus pula, tidak serupa dengan makna kalimat
lainnya.1
Jika ditelaah akar katanya dalam bahasa Arab, kata jihad berasal
dari akar kata jahada yajhadu jahdan/juhdan, yang diartikan sebagai
ath-thaqah, al-masyaqah dan mubalaqah kekuatan, kesulitan dan
usaha.
Adapun jihad berkedudukan sebagai masdar kata benda daripada
jahada, yaitu bab faaala daripada jahada di atas dan diartikan sebagai:
berusaha menghabiskan segala daya kekuatan, baik berupa perkataan
maupun perbuatan.2
1
Syaikh Zhfir al-Qsim, al-Jihad wa al-Huqq ad-Dauliyah a-mmah fi al-Islam
(Beirut: Dr al-Ilm li al-Malyn, 1986), hal. 13
2
Ibnu Manzr, Lisn al-Arab, (Qaherah: ad-Dr al-Mishriyyah li al-Talfi wa al-
Tarjamah, t.t.), jilid 3, hal. 109
10
11
3
Abdul Baqi Ramadhan, al-Jihad Sabiluna (Tabuk: Muthobi al-Shamal al-Qubra, 1986),
hal. 13
4
Hilmi Bakar Al-Mascaty, Panduan Jihad untuk Aktivis Gerakan Islam, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001), cet.1, hal. 4
5
Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath Al-Bariy, juz 6. hal. 5
6
Abdul Qadir Djaelani, jihad fi sabilillah dan tantangan-tantangannya,(Jakarta:CV.
Pedoman Ilmu Jaya) cet.pertama. hal 3
12
7
Taufiq Ali Wahbah, aljihad fil islam, (Saudi: dar allawa). hal 21
8
Mohammad Khair Haekal, Al-Jihaad wa Al-Qitaal, juz 2. hal. 852
9
Syamsudin Ramadhan Al-Nawiy, Hukum Islam Seputar Jihad dan Mati Syahid, hal.
67
10
Ibnu Al-Qudamah, Al-Mughniy juz 10. hal. 364
11
Syamsudin Al-Nawiy, Hukum Islam Seputar Jihad dan Mati Syahid..., hal. 69
13
12
Muhammad Chirzin, Jihad menurut Sayyid Quthub dalam Tafsir Fi Zhilal Al-Quran,(
Solo: Era Intermedia, 2001), cet.1, hal. 66
14
13
Ibnu Qayyim, Zaad al-Maad (Mesir, Matbaah Mishriyyah, t.t.), jilid, 2, hal. 30
15
Dan barang siapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah
untuk dirinya sendiri.
Berangkatlah kamu, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa
berat dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian
itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Masud bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
Tiada seorang Nabi pun yang diutus Allah pada umat sebelumku kecuali ada pada
mereka di antara umatnya orang-orang hawari (pengikut setia) dan sahabat-
sahabat yang mengambil sunnahnya dan berpegang teguh pada perintahnya,
kemudian datanglah sesudah mereka beberapa generasi yang mengatakan apa yang
mereka tidak lakukan dan melakukan apa yang mereka tidak perintahkan. Barang
siapa yang berjihad atas mereka dengan tangannya, ia adalah orang mukmin dan
barang siapa yang berjihad atas mereka dengan lisannya, ia adalah orang mukmin
dan barang siapa yang berjihad atas mereka dengan hatinya, ia adalah orang
mukmin. Tidak ada selain itu daripada iman sebesar biji sawi pun. (HR. Muslim)
Jihad menggunakan tangan adalah peperangan menggunakan
senjata, jihad menggunakan lisan adalah seruan dan peringatan
(dakwah), sedangkan hati adalah berdiam diri karena tidak mampu
mengubahnya. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi SAW
Barang siapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran maka rubahlah dengan
tangannya (kekuasaan), maka apabila tidak bisa rubahlah dengan lisannya maka
apabila tidak bisa dengan hati. Itulah selemah-lemahnya iman (HR.Imam
Muslim)
14
Imam Muslim, Mukhtashar Shahih Muslim, (Amman: Al-Maktab al-Islm, 2000)
cet.1, hal. 16
17
15
Imam Muslim, Mukhtashar Shahih Muslim, (Amman: Al-Maktab al-Islm, 2000)
cet.1, hal. 386
16
Imam at-Tirmidzi, Jami at-Tirmidzi, (Riyadh: Dar al-Salam, 1999), cet.1, hal. 499
17
Imam Bukhari, Mukhtasar Shahih Bukhari, (Damsyiq, Dar al-Ulum, 1999), hal. 406
18
C. Macam-Macam Jihad
Jihad-jihad yang disebutkan dalam Kitabullah dan As-Sunnah dapat
digolongkan menjadi lima jihad,yaitu:
1. jihad dengan lisan (jihad bil lisan)
2. jihad dengan pengajaran dan pendidikan (jihad at- talim)
3. jihad dengan kekuatan tangan/kekuasaan (jihad bil yad)
4. jihad politik (jihad as-siyasah) dan,
18
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Dar al-Kitab al-Lubnani, t.t.), jilid 2, hal. 968
19
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari, (Qaherah: Dr al-
Rayyn, 1986), cet. 1, jilid 13, hal. 97
19
20
Yusuf Al-Qaradhawi,dkk,berjuang di jalan Allah, (jakarta; gema insani press), 1992
hal 50
20
Kata nafar dalam ayat diatas jelas menuju kepada pendidikan dan
pengajaran yang biasa digunakan untuk berjihad. 21
21
Yusuf Al-Qaradhawi,dkk ,berjuang di jalan Allah, (jakarta; gema insani press, 1992 hal
52
22
Salman Harun dkk, Tahdzib Jurnal Pendidikan Agama Islam. ( Jakarta: Jurusan
Pendidikan Agama Islam FITK vol.II. 2008) hal 84
21
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Qs.At-Taubah:122)23
Dalam ayat 122 surat At-Taubah diatas terdapat dua perintah Allah
kepada orang-orang yang beriman. Pertama perintah untuk pergi ke medan
perang(berperang) melawan musuh kafir. Kedua perintah untuk
memperdalam ilmu pengetahuan. Keduanya, baik pergi ke medan perang
maupun menuntut ilmu itu merupakan wajib.
Ayat diatas diawali tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mumin
itu pergi semuanya (ke medan perang) ayat ini menuntut adanya pembagian
tugas. Pembagian tugas ini harus didasari oleh kesanggupan dan kemampuan.
Ada yang sanggup hanya pergi medan perang dan ada yang sanggup hanya
pergi ke medan ilmu.(Hamka, juz XI, 1994: 87) kedua tugas itu wajib dan
penting serta saling melengkapi. Berdasarkan pembagian tugas itu maka tidak
wajib bagi semua orang beriman berangkat ke medan perang, bersenjata
melawan musuh sampai mati syahid sedangkan tidak ada yang memperdalam
ilmu dan agama. Juga tidak wajib semua orang beriman berangkat
23
Yusuf qaradhawi,dkk,berjuang di jalan Allah, (jakarta; gema insani press), 1992 hal.68
22
Manusia yang paling dekat dengan derajat kenabian adalah orang berilmu dan orang yang
berperang membela agama Allah. Orang berilmu mengajarkan kepada manusia tentang
segala sesuatu yang didatangkan oleh rasul. Sedangkan orang yang berperang membela
agama Allah mereka berperang menyelematkan apa yang dibawa oleh rasul. (HR. Abu
Naim)
Dalam hadist yang lain dijelaskan bahwa orang yang pergi dari
rumahnya,mengembara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ke tempat lain
maka orang tersebut dihitung sebagai orang yang berjuang(jihad) di jalan
Allah swt. Hal ini dijelaskan dalam hadist nabi yang diriwayatkan oleh Imam
Turmudzi:
orang yang keluar dalam mencari ilmu maka dia adalah berada di jalan Allah sampai ia
kembali. (HR. Bukhari)25
24
Salman Harun dkk, Tahdzib Jurnal Pendidikan Agama Islam. ( Jakarta: Jurusan Pendidikan
Agama Islam FITK vol.II. 2008) hal 85
25
Imam Bukhari, Shahih Bukhari (Damsyiq, Dar al-Ulum, 1999.). No 2859. H 148 juz 10.
23
Kalau kita perhatikan sejarah para sahabat nabi yang empat(Abu Bakar,
Umar, Usman, dan Ali), selain mereka memiliki ilmu pengetahuan yang
mendalam tentang agama mereka juga memimpin Negara dan memimpin
peperangan. Sahabat rasul yang lain seperti Ibnu Abbas, Ibnu Masud, Ibnu
Umar selain mereka orang yang mendalam ilmu agamanya juga mereka ahli
dalam peperangan.
Lanjutan ayat diatas berbunyi Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.
Ayat ini secara tegas menunjukkan bahwa kewajian memperdalam ilmu
agama itu bukan untuk semua ummat islam, tapi sebagiannya saja. Pada
zaman nabi masih hidup keadaan selalu dalam keadaan perang. Oleh karena
itu, diperlukan kader-kader yang siap untuk terjun ke medan perang. Saat ini
kitapun harus tetap waspada terhadap musuh-musuh islam yang akan
menyerang. Seandainya keadaan mendesak kitapun wajib ambil bagian pergi
ke medan perang. Namun yang paling mendesak saat ini adalah jihad dengan
ilmu yakni menghapuskan masyarakat dari kobodohan dan keterbelakangan.
Masih banyak umat islam yang tidak mengerti agamanya sendiri. Sehingga ia
tidak tahu kewajiban agama yang harus dilakukan. Oleh karena itu,
masyarakat terutama pemerintah berkewajiban untuk memfasilitasi
masyarakat agar mereka bisa menuntut ilmu.
Islam mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu pengetahuan baik
laki-laki maupun perempuan. Waktunya sangat panjang, yaitu dari buaian ibu
sampia liang kubur. Tempatnya bias disekolah, dimajelis perpustakaan ,
mesjid, dan lain sebagainya. Kewajiban menuntut ilmu itu ditegaskan oleh
hadist nabi:
24
Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap umat islam. .(HR. Ibnu Majah)26
26
Ibnu majah, sunan ibnu majah no.229 h 269 juz 1
25
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. .(Qs.Al-Mujadilah: 11)
dapat kita melihat pada raut muka, pada wajah, pada sinar mata orang yang
beriman dan berilmu. Ada saja tanda yang dapat dibaca oleh orang yang arif
bijaksana bahwa si fulan ini beriman, si fulan ini orang berilmu. Iman
member cahaya pada jiwa, disebut juga pada moral. Sedang ilmu
pengetahuan member sinar pada mata. Iman dan ilmu membuat orang jadi
mantap, membuat orang jadi agung, walaupun tidak ada pangkat jabatan
yang disandangnya. Sebab cahaya itu datang dari dalam dirinya bukan
disepuhkan dari luar. Pokok hidup utama adalah iman dan pokok
pengiringnya adalah ilmu. Iman tidak disertai ilmu dapat membawa dirinya
terperosok mengerjakan pekerjaan yang disangka menyembah Allah, padahal
mendurhakai Allah. Sebaliknya orang yang berilmu saja tidak diserta atau
yang tidak membawanya kepada iman, maka ilmunya dapat membahyakan
bagi dirinya sendiri ataupun bagi sesame manusia. Ilmu manusia tentang
tenaga atom msalnya, alangkah penting ilmu itu, itu kalau disertai iman.
Karena ia akan membawa faedah bagi seluruh perikemanusiaan. Tetapi ilmu
itu pun dapat dipergunakan orang untuk memusnahkan sesamanya manusia,
karena jiwanya tidak di control oleh iman kepada Allah.(Hamka, juz
27
XXVIII, 1994:31)
Hal yang dipandang masih relevan dalam pembahasan peranan ilmu ini
adalah ulama. Kata ulama merupakan bentuk jama dari kata aliim yaitu
orang yang tahu atau yang memiliki pengetahuan agama dan alam raya di
mana pengetahuannya itu menimbulkan rasa takut atau tunduk kepada Allah
swt. Hal ini sejalan dengan firman Allah swt:
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,
hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
(QS. Al-Fathir: 28)
27
Salman Harun dkk, Tahdzib Jurnal Pendidikan Agama Islam. ( Jakarta: Jurusan
Pendidikan Agama Islam FITK vol.II. 2008) hal 82
27
28
Salman Harun dkk, Tahdzib Jurnal Pendidikan Agama Islam. ( Jakarta: Jurusan
Pendidikan Agama Islam FITK vol.II. 2008) hal 83
29
Yusuf qaradhawi,dkk,berjuang di jalan Allah, (Jakarta: Gema Insani Press) hal 68-69
28
Jihad taklim itu menyangkut taklim dan tarbiyah. Jadi tidak hanya
sebatas transfer ilmu, akan tetapi harus mendidik. Dan selain memberi ciri
intelek, jihad taklim juga harus mencerminkan akhlak yang terpuji.
1. Allah SWT berfirman :
Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami
telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat
Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al
kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu
ketahui. (QS. Al- Baqarah: 151)
Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab,
Hikmah dan kenabian, lalu Dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu
menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (dia
berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu
selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya
.(QS. Ali Imran: 79)
Keutamaan ilmu adalah lebih baik daripada keutamaan ibadah, dan yang
terbaik dalam dienmu adalah wara. (HR. Thabrani dalam Al-Ausath dan
Al-Bazar)
30
Yusuf qaradhawi,dkk,berjuang di jalan Allah..., hal 69-70
31
Sesungguhnya orang-orang yang Menyembunyikan apa yang telah
diturunkan Allah, Yaitu Al kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit
(murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam
perutnya melainkan api dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada
hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang Amat
pedih.
Mereka Itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan
siksa dengan ampunan. Maka Alangkah beraninya mereka menentang api
neraka. (Qs. AlBaqarah 174-175)
Barang siapa yang ditanya tentang ilmu yang memang dia ketahui tetapi enggan
memberi tahu (menyembunyikan) maka mulutnya akan dikekang dengan kendali api
neraka. (HR. Turmuzi dan abu daud).31
31
Yusuf qaradhawi,dkk,berjuang di jalan Allah..., hal 73