Anda di halaman 1dari 19

TUGAS AGAMA

“KERAGAMAN BERAGAMA DAN PROBLEMATIKA


INTOLETANSI”

DISUSUN OLEH :
Gusti Ayu Ratih Wulandari (211310843)

DOSEN PENGAMPU :
A.A Gde Oka Widana , M.Pd.H

D3 TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun paper yang
berjudul “Keragaman Beragama dan Problematika Intoleransi” Tidak lupa penulis
mengucapkan terima kasih kepada Bapak A.A Gde Oka Widana , M.Pd.H selaku dosen
mata kuliah Agama, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menyusun paper ini. Semoga tugas yang telah diberikan ini dapat menambah wawasan
dan pengetahuan kita.
Dalam penyusunan paper ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan

akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu,

penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang

telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan

yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari

bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis

harapkan untuk penyempurnaan laporan selanjutnya.

Akhir kata semoga paper ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian..

Singaraja , 17 Januari 2022


Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3


2.1 Intoleransi .................................................................................................................. 3
2.2 Toleransi Kehidupan Beragama ................................................................................ 4
2.3 Intoleransi Beragama Yang Marak Terjadi Di Indonesia.......................................... 9
2.4 Kritik Atas Intoleransi Beragama Agama ............................................................... 11

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 15


3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 15
3.2 Saran........................................................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang bersifat pluralisme, artinya adalah negara Indonesia

memiliki keanekaragaman budaya,suku, bahasa, adat istiadat hingga agama.

Keanekaragaman ini adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Keanekaragaman

berikut dapat menjadi modal bangsa untuk maju dan berkembang dengan berbagai

potensi yang dimiliki bangsa Indonesia. Sebagai sebuah negara yang memiliki beragam

kemajemukan, Indonesia memiliki ruang atau celah yang cukup besar bagi munculnya

potensi gesekan antar masyarakat sebagai akibat perbedaan keyakinan dari para

masyarakat yang menghuni negara. Perbedaan keyakinan tersebut, pada kenyataanya

memiliki makna yang mendalam dari sekedar perbedaan sebagai pilihan individu,

perbedaan ini merupakan warisan secara historis dan mengakar dari nenek moyang atau

keluarga.

Dalam konteks kehidupan sosial, perbedaan pandangan pewarisan keyakinan

secara historis telah melahirkan adanya pengelompokkan yang dinamakan mayoritas

dan minoritas. Pengelompokan tersebut, seharusnya dimaknai sebagai salah satu

kekayaan yang muncul akibat adanya perbedaan keyakinan, yang menjadi sarana

pemersatu dalam kehidupan bernegara. Harus diakui, bahwa memposisikan kelompok

mayoritas dan minoritas, sebagai sebuah kekayaan budaya guna mempersatukan bangsa,

akan sangat dipengaruhi oleh nilai – nilai toleransi yang berkembang di tempat

kelompok itu berada. Pada sebuah negara yang multikultural seperti Indonesia,

penggolongan tersebut tetap akan berpotensi memunculkan celah dan gesekan sosial

1
yang cukup tinggi. Ketika suatu kelompok, memahami perasaan superioritas sebagai

sesuatu yang benar, maka tanpa disadari akan mengakibatkan nilai keyakinan,

primordialisme, dan chauvinisme yang berlebihan. Mereka tidak lagi menghargai

kemajemukan,namun mulai mempertentangkan perbedaan yang ada.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Intoleransi

Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Intoleransi dapat diartikan

sebagai rasa tidak tenggang rasa atau kebalikan dari kata toleransi. Sedangkan

toleransi didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai bersifat

atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian

(pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang

berbeda atau 10 bertentangan dengan pendirian sendiri. Sikap toleran tidak berarti

membenarkan pandangan yang dibiarkan itu, tetapi mengakui kebebasan serta hak -

hak asasi para penganutnya”. Di Indonesia masih sangat banyak contoh – contoh

kasus intoleransi, memang kenyataannya didunia nyata hidup dalam bermasyarakat

baik adanya tetapi jika dilihat dari internet, banyak sekali kasus intoleransi yang

terjadi. Kahmad juga memaparkan bahwa dengan adanya perbedaan pada

pemahaman saja bisa terjadi intoleransi yang dapat memicu adanya konflik.

Setidaknya konflik yang terjadi tersebut berasal dari intra agama atau yang sering

disebut dengan konflik antar mazhab, yang diakibat oleh adanya perbedaan

pemahaman dari ajaran agama itu sendiri. Pemahaman terhadap agama tersebut

memilika dua pendekatan yaitu pertama agama yang dipahami oleh masyarakat

sebagai doktrin, dan kedua agama yang dipahami masyarakat sebagai aktualisasi

dari doktrin tersebut. Melihat dari beberapa teori yang dipaparkan ahli, intoleransi

bisa terjadi karena kurang adanya pemahaman manusia dalam melihat perbedaan

antar sesama manusia khusunya pada masalah yang menyangkut aspek agama,

3
karena aspek agama merupakan aspek yang sangat sensitif jika disalah artikan oleh

orang yang tidak memiliki keyakinan atau agama yang sama. Indikator dalam

melihat sebuah informasi atau konten atau komentar itu merupakan sesuatu yang

intoleransi dapat dilihat dari tidak adanya kesamaan dalam berpendapat. Seperti

yang dikatakan oleh dosen komunikasi pada wawancara bahwa Salah satu cara yang

mudah untuk melihat bahwa konten atau informasi atau komentar itu memuat unsur

intolerasi yaitu dengan adanya penolakan terhadap perbedaan, maka itu salah satu

indikator dari intoleran, jadi secara umum tidak menerima perbedaan

2.2 Toleransi Kehidupan Beragama

Keragaman beragama dalam segala segi kehidupan merupakan realitas yang

tidak mungkin untuk dihindari. Keragaman tersebut menyimpan potensi yang dapat

memperkaya warna hidup. Setiap pihak, baik individu maupun komunitas dapat

menunjukkan eksistensi dirinya dalam interaksi sosial yang harmonis. Namun,

dalam keragaman tersimpan juga potensi destruktif yang meresahkan yang dapat

menghilangkan kekayaan khazanah kehidupan yang sarat keragaman. Oleh karena

itu, berbagai upaya dilakukan agar potensi destruktif ini tidak meledak dan

berkelanjutan. Salah satu cara yang banyak dilakukan adalah memperkokoh nilai

toleransi beragama. Toleransi menurut KBBI (Alwi, et al., 2002:1478) adalah sifat

atau sikap toleran. Sikap toleran yang dimaksud adalah sikap menenggang

(menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan,

kepercayaan, kebiasaan, kelakukan, dsb.) yang berbeda atau bertentangan dengan

pendirian sendiri. Toleransi beragama dapat diartikan sebagai sikap menenggang

terhadap ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan

4
peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan

dengan pergaulan manusia dan manusia dan lingkungannya. Pada masyarakat yang

multiagama, Harold Howard (Saefullah dalam Suryana, 2011: 133) mengatakan

bahwa ada tiga prinsip umum dalam merespon keanekaragaman agama : pertama,

logika bersama, Yang Satu yang berwujud banyak. Kedua, agama sebagai alat,

karenanya wahyu dan doktrin dari agama- agama adalah jalan atau dalam tradisi

Islam disebut syariat untuk menuju Yang Satu. Ketiga, pengenaan kriteria yang

mengabsahkan, maksudnya mengenakan kriteria sendiri pada agama-agama lain.

Toleransi kehidupan beragama di masyarakat Indonesia perlu ditingkatkan

mengingat ada lima agama yang diakui resmi oleh pemerintah, yaitu Islam, 6

Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, dan Budha. Suryana (2011: 133)

menyatakan bahawa kerukunan beragama tidak berarti merelatifkan agama-agama

yang ada dengan melebur kepada satu totalitas (sinkretisme agama) dengan

menjadikan agama-agama yang ada itu sebagai unsur dari agama totalitas tersebut.

Urgensi dari kerukunan adalah mewujudkan kesatuan pandangan dan sikap guna

melahirkan kesatuan perbuatan dan tindakan serta tanggung jawab bersama

sehingga tidak ada pihak yang melepaskan diri dari tanggung jawab atau

menyalahkan pihak lain. Kerukunan beragama berkaitan dengan toleransi, yakni

istilah dalam konteks sosial, budaya, dan agama yang berarti sikap dan perbuatan

yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda

atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya

toleransi beragama, yakni penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan

keberadaan agama-agama lainnya. Dalam pengertian yang luas toleransi lebih

5
terarah pada pemberian tempat yang luas bagi keberagaman dan perbedaan yang ada

pada individu atau kelompok-kelompok lain. Oleh sebab itu, perlu ditekankan

bahwa tidak benar bilamana toleransi dimaknai sebagai pengebirian hak-hak

individu atau kelompok tertentu untuk disesuaikan dengan kondisi atau keadaan

orang atau kelompok lain, atau sebaliknya mengorbankan hak-hak orang lain untuk

dialihkan sesuai dengan keadaan atau kondisi kelompok tertentu. Toleransi justru

sangat menghargai dan menghormati perbedaan-perbedaan yang ada pada masing-

masing individu atau kelompok tersebut, namun di dalamnya diikat dan disatukan

dalam kerangka kebersamaan untuk kepentingan yang sama. Toleransi adalah

penghormatan, penerimaan dan penghargaan tentang keragaman yang kaya akan

kebudayaan dunia kita, bentuk ekspresi kita dan tata cara sebagai manusia. Hal itu

dipelihara oleh pengetahuan, keterbukaan, komunikasi, dan kebebasan pemikiran,

kata hati dan kepercayaan. Toleransi adalah harmoni dalam perbedaan (UNESCO

APNIEVE, dalam Endang, 2013: 92) Toleransi terhadap keragaman mengandung

pengertian bahwa setiap orang harus mampu melihat perbedaan pada diri orang lain

atau kelompok lain sebagai sesuatu yang tidak perlu dipertentangkan. Sesuatu yang

berbeda pada orang lain hendaknya dipandang sebagai bagian yang dapat menjadi

kontribusi bagi 7 kekayaan budaya sehingga perbedaan-perbedaan yang ada akan

memiliki nilai manfaat apabila digali dan dipahami dengan lebih arif. Imron (2000:

95) mengatakan bahwa diperlukan keteladanan para pemimpin agama (ulama,

pastur, pendeta, dan lain sebagainya) dan pemimpin organisasi keagamaan dalam

kehidupan sosial masyarakat baik dalam berbicara, bersikap, maupun berperilaku.

Para pemimpin ini perlu menunjukkan sikap dan tindakan yang bersahabat dengan

6
individu maupun kelompok yang menganut agama lain, atau agama yang sama

tetapi berbeda faham. Suasana sejuk yang jauh dari konflik perlu diusahakan oleh

para pemimpin ini. Bukan sebaliknya menjadi provokator dalam menghidupkan

fanatisme buta pada agama sehingga menganggap kelompok beragama lain sebagai

musuhnya. Selain itu, Imron (2000: 95) menambahkan perlunya mengefektifkan dan

mengintensifkan forum komunikasi antar-pemimpin umat beragama secara

terprogram dan kontinyu. Dengan forum komunikasi itu, para pemimpin agama

dapat duduk semeja menjalin hubungan akrab di antara mereka sehingga tercipta

suasana psikologis dan politis yang kondusif.

Tindakan Intoleransi dalam Kehidupan Beragam Tindakan intoleransi dalam

kehidupan beragama sering menimbulkan teror di masyarakat. Terorisme secara

klasik diartikan sebagai kekerasan atau ancaman kekerasan yang dilakukan untuk

menciptakan rasa takut dalam masyarakat (Hakim, 2004). Dengan berdalih pada

agama seseorang atau sekelompok orang melakukan kekerasan terhadap orang lain

sehingga orang lain atau kelompok merasa takut atau terancam hidupnya. Tindakan

intoleransi sering mengarah pada radikalisme. Alwi, et al. (2002: 919) mengartikan

radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau

pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Paham ini

menganggap apa yang diyakini sebagai suatu kebenaran yang harus disebarluaskan

kepada masyarakat agar terjadi perubahan dalam masyarakat sesuai dengan

keyakinan yang dianut. Cara yang dilakukan dengan memaksakan kehendak kepada

orang lain atau menimbulkan kekerasan dan teror menimbulkan konflik sosial. 8

Pembahasan radikalisme yang sering menimbulkan kerusuhan dan konflik sosial

7
sering dikaitkan dengan agama. Imron (2000: 86) menyebutkan minimal ada dua

alasan mengapa dimensi agama perlu ditekankan dalam pembahasan mengenai

kerusuhan ataupun konflik sosial. Pertama, adanya indikasi bahwa modernisasi

sosial-ekonomi di berbagai tempat yang berpenduduk muslim, justru mendorong

peningkatan religiusitas, bukan sekularisme. Walaupun peningkatan religiusitas juga

terjadi di kalangan pemeluk agama lain, yang terjadi pada umat Islam sangat

mencolok. Persoalannya adalah bahwa proses itu ternyata memuat potensi yang

dapat mengganggu keselarasan dalam hubungan antarumat beragama. Dalam

masyarakat seperti itu, militansi cenderung meningkat, fundamentalisme

berkembang, toleransi antar pemeluk agama menurun. Kedua, adanya dugaan bahwa

proses yang sama menghasilkan pengenduran hubungan antara sebagian pemeluk

agama dengan lembaga-lembaga keagamaan yang melayaninya. Tindakan

radikalisme sering juga terjadi pada umat Islam. Arif (2010: 113) menyatakan

bahwa radikalisme Islam sering muncul di “Islam Kota” yang tidak berada pada

rengkuhan budaya Islam. Dia menyatakan bahwa pesantren adalah wujud “Islam

desa” yang tidak terjadi radikalisme karena Islam telah lama tumbuh dalam struktur

budaya di pesantren. Berbeda dengan itu, “Islam kota” sering terseret pada

globalisasi Islam karena budaya Islam kurang merengkuh dengan baik. Sebagian

besar aktivis Islam tidak mengenyam pendidikan kultural Islam seperti pesantren.

Hal ini menyebabkan pemahaman para aktivis terhadap agama sangat dangkal dan

tidak substansial. Aktivis yang semacam inilah yang sering bertindak secara radikal

karena mudah tersulut oleh provokasi dari lingkungannya.

8
2.3 Intoleransi Beragama Yang Marak Terjadi Di Indonesia

Intoleransi adalah suatu kondisi dimana suatu kelompok seperti masyarakat,

kelompok agama, atau kelompok non-agama yang secara spesifik menolak untuk

menoleransi praktik-praktik, para penganut, atau kepercayaan yang berlandaskan

agama. Namun, jika pernyataan bahwa kepercayaan atau praktik agamanya adalah benar

sementara agama atau kepercayaan lain adalah salah maka ini bukanlah termasuk

intoleransi beragama, namun inilah yang disebut intoleransi ideology.

Pada saat ini intoleransi sedang menjadi buah bibir , intoleransi terjadi pada agama

maupun etnis tertentu yang minoritas. Fenomena kelompok teroris juga terus muncul

serta semakin banyak sindikat- sindikat jaringan kelompok teroris yang terus menerus

bertambah dan meluas, meskipun beberapa sindikat sudah ditumpas tetap saja jaringan

teroris itu muncul kembali.

Pada Tahun 2015, jumlah pengaduan kasus intoleransi yaitu 87 kasus. Tahun 2016

hampir 100 kasus. Pada tahun 2017 jumlah pengaduan meningkat menjadi 155 kasus.

Fenomena Intoleransi dan Faktornya Fenomena intoleransi dan konflik bernuansa

agama di Indonesia seakan menguatkan kecurigaan bahwa agama sebagai penyebab

konflik, pemicu tindak kekerasan, dan beragam perilaku yang terkadang bukan sekadar

melahirkan kebencian, tapi juga permusuhan, dan peperangan dahsyat di antara sesame

manusia. Menurut Kimball (2013:1), sejarah menujukkan bahwa cinta kasih,

pengorbanan, dan pengabdian kepada orang lain sering kali berakar pada pandangan

dunia keagamaan. Pada saat bersamaan, sejarah menunjukkan realitas agama yang

dikaitkan langsung dengan contoh terburuk sikap dan Tindakan manusia. Tak aneh bila

kemudian agama di dunia dinilai sebagai sesuatu yang paradoks. Indonesia adalah

9
bangsa yang memiliki keanekaragaman agama, ras, etnis, dan bahasa. Secara ilmiah, hal

tersebut tidak untuk dibeda-bedakan antara satu dan yang lainnya, justru perbedaan

tersebut dijadikan perekat dalam keragaman. Intoleransi keagamaan dan keberagamaan

di Indonesia sebagai masalah bangsa. Masalah intoleransi agama sebagai masalah

bangsa yang menjadi ancaman keutuhan berbangsa dan bernegara. Intoleransi

keagamaan juga didefinsikan sebagai masalah bangsa, khususnya terkait kesadaran

kebhinekaan. Berita “Semangat Kemajemukan Perlu Diperkuat Sejak Dini” melihat

masalah intoleransi sebagai masalah pendidikan dalam wujud keterkikisan semangat

kebinekaan. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya masalah intoleransi, yakni :

1. Masalah pemahaman agama para pelaku intoleransi yang dinilai dangkal,

parsial, radikal, dan tidak mendalam.

2. Masalah kentalnya nuansa politik, baik terkait dengan pilkada, pemanfaatan

agama untuk kepentingan politik, maupun terkait solusi pemerintah yang dalam

menyelesaikan masalah lebih bernuansa politis dibanding pendekatan hukum

yang jelas, tegas, dan berkeadilan.

3. Sistem pendidikan juga dinilai menjadi salah satu sumber penyebab masalah

intoleransi keagamaan dan keberagamaan di Indonesia. Sistem pendidikan baru

sebatas mengajarkan pengetahuan dan pengakuan terkait keberagaman dan

keberagamaan, belum mampu 9 mengajarkan pengalaman real di lapangan.

Faktor demikian diframing Kompas sebagai salah satu penyumbang masalah

lahirnya sikap intoransi keagamaan di Indonesia.

4. Penyebab masalah intoleransi keagamaan di Indonesia disebabkan karena kian

menipisnya rasa kebangsaan, kebhinekaan, dan rendahnya rasa nasionalisme.

10
5. Kurang Menghormati.

6. Menganggap rendah pemeluk agama lain yang tidak sama dengan agama yang

dipeluknya.

7. Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan

pemeluk agama lain.

8. Kaburnya batas antara memegang sikap teguh keyakinan agama dan toleransi

dalam kehidupan masyarakat.

9. Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan masyarakat.

10. Para pemeluk agama tidak mampu mengontrol diri, sehingga tidak menghormati

bahkan memandang rendah agama lainnya.

11. Kecurigaan terhadap pihak lain, baik antar umat beragama, intern umat

beragama, atau antar umat beragama dengan pemerintah Penyebab masalah

sudah ditentukan, dibutuhkan sebuah argumen yang kuat untuk mendukung

gagasan tersebut. Intoleransi keagamaan dan keberagamaan di Indonesia dinilai

akan sangat berbahaya bila tidak segera diselesaikan dengan cepat dan tegas.

Bukan hanya mencidera nlai-nilai keberagaman dan harmoni antar-umat

beragama, tetapi juga dinilai akan mengancam keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI)

2.4 Kritik Atas Intoleransi Beragama Agama

Kritik atas intoleransi beragama adalah sistem yang mengatur tata keimanan

(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa, serta tata kaidah yang

berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Manusia

mengikatkan dirinya pada suatu agama, karena manusia membutuhkan pegangan hidup.

11
Dengan beragama, biasanya muncul kepercayaan dan ketenangan dalam diri, bahwa

semua yang dijalani ada yang mengatur, yakni Tuhan. Intoleransi adalah suatu kondisi

dimana suatu kelompok seperti masyarakat, kelompok agama, atau kelompok non-

agama yang secara spesifik menolak untuk menoleransi praktikpraktik, para penganut,

atau kepercayaan yang berlandaskan agama. Pada saat ini intoleransi sedang menjadi

buah bibir , intoleransi terjadi pada agama maupun etnis tertentu yang minoritas. Di

dunia luar makin banyak aliran- aliran yang mungkin terlihat aneh dan tumbuh bebas

serta dinamis tanpa terkendali. Banyak ustad/ ustadzah, mubaligh bahkan pemuka

agama yang tampil di televisi dengan pembicaraan humor dan lawak yang tidak

beraturan. Sehingga banyak umat beraggapan bahwa sebuah mubaligh yang

menyampaikan tersebut hanyalah iseng. Sikap intoleransi yang terjadi di Indonesia saat

ini tentunya tidak muncuk dengan sendirinya. Pastinya ada beberapa dorongan-

dorongan eksternal maupun internal. Pembentukan sikap pada setiap individu

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah pengalaman pribadi, kebudayaan,

pendidikan, media massa dal lain lain. Sikap individu terhadap berbagai hal

berkembang dan berjalan sesuai dengan interaksi dengan antar individu lainnya,

termasuk kegiatan kelompok yang ia ikuti sendiri ataupun kelompok yang tidak ia ikuti

/ kelompok lain. Pada saat ini Indonesia telah diguncang dengan adanya sikap sikap

atau pemikiran yang tidak kritis sehingga muncul berbagi masalah atau konflik yang

menyebabkan melunturnya nilai toleransi. Bibit bibit munculnya tindakan intoleransi

dan pelanggaran kebebasan beragama dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor

sosial, ekonomi, politik, termasuk juga meningkatnya ujaran kebencian yang terjadi di

12
kalangan masyarakat, kelompok, ataupun ras. Ada empat pemicu yang membuat

seseorang melakukan aksi intoleransi, yakni :

1. Perbedaan dalam memahami ajaran agama secara tekstual. Pemahaman ini

menghasilkan pengalaman yang berbeda bagi sesama penganut satu agama.

2. Aksi pemaksaan hak asasi yang dilakukan oleh kaum mayoritas kepada pihak

minoritas. Aksi lainya adalah pemakaian atribut keagaaman secara berlebihan

dan menyombongkan diri dengan segala atribut yang dipakainya.

3. Perbedaan adat istiadat juga dapat menjadi pemicu terjadinya kasus intoleransi,

faktor adat istiadat ini menyebabkan konflik yang dilator belakangi fanatisme/

fanatic kesukuan.

4. Ketidakadilan dari pihak aparatur negara ataupun pemerintah dalam menangani

berbagai masalah atau konflik yang terjadi, mereka cenderung memihak pada

salah satu kubu dengan alasan yang bermacam macam seperti uang, agama,

golongan, bahkan kasta.

Dampak Negatif Intoleransi :

1. Adanya perpecahan bangsa yang terjadi karena konflik sosial dalam kehidupan

bermasyarakat. Bisa karena ekonomi, status sosial, ras. Suku, agama dan

kebudayaan.

2. Memandang masyarakat dan kebudayaan sendiri lebih baik, sehingga

menimbulkan sikap merendahkan kebudayaan lin. Sikap ini mendorong konflik

antar kelompok.

3. Terjadi konflik ras, antarsuku, atau agama.

13
4. Terjadi kemunduran suatu bangsa dan Negara, karena pemerintah sulit

membangun kebijakan.

5. Kurangna partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

6. Menghemat usaha pembangunan dan pemerataan sarana dan prasarana.

Cara Menghindari Sikap Intoleransi :

1. Tidak memaksakan kehendak diri sendiri kepada orang lain.

2. Peduli terhadap lingkungan sekitar.

3. Tidak mementingkan suku bangsa sendiri atau sikap yang menganggap suku

bangsa lebih baik.

4. Tidak menonjolkan suku, agama, ras, golongan, maupun budaya tertentu.

5. Tidak menempuh tindakan yang melanggar norma untuk mencapai tujuan.

6. Tidak mencari keuntungan diri sendiri dari pada kesejahteraan orang lain.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Setelah membuat makalah berjudul Beragama di Tengah Keragaman dan

Problematika Intolerantasi, dapat ditarik kesimpulan bahwa Intoleransi antar umat

beragama melanggar hak kebebasan beragama. Untuk menjaga persatuan ini maka umat

harus menjaga tali silaturrahmi antar manusia dan juga menjunjung tinggi toleransi.

Maka sudah seharusnya kita mampu menyikapi perbedaan dari sudut pandang yang

berbeda, saling menghargai adanya keberagaman maka akan terjadi keharmonisan

dalam hubungan masyarakat, sehingga kedamaian akan terus berjalan dan perpecahan

tidak akan terjadi.

3.2 Saran

Saran Makalah yang berjudul Beragama di Tengah Keragaman dan

Problematika Intoleransi ini telah kami selesaikan dengan semaksimal mungkin.

Namun, kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa, maka pasti ada kekurangan

dari isi makalah ini. Kami dengan terbuka menerima berbagai saran dan kritik yang

kami perlukan untuk bahan evaluasi makalah kami selanjutnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, H. A. (Ed.). (2013). Survei nasional kerukunan umat beragama di Indonesia.


Kementerian Agama RI, Badan Litbang dan Diklat, Puslitbang Kehidupan
Keagamaan.
Casram, Casram. “Membangun Sikap Toleransi Beragama Dalam Masyarakat Plural.”
Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, no. 2 (August 23, 2016):
187–198.
Dewantara, A. (2017). Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini.
Hidayatulloh, M. T. (2014). Penistaan/Penodaan Agama dalam Perspektif Pemuka
Agama Islam di DKI Jakarta. Harmoni, 13(2), 104-116.
Suryan A. Jamrah. “Toleransi Antarumat Beragama: Perspektif Islam.” Jurnal
Ushuluddin 23, no. 2 (2015): 185–200.
Wardaya, M. K. (2016). Pembubaran Ormas Anarkis: Sebuah Tinjauan Hukum Hak
AsasiManusia.
Wijaya, S. H. B., Mursito, B. M., & Anshori, M. (2013). Media Massa dan Intoleransi
Beragama (Studi Kasus tentang Wacana Intoleransi Beragama pada Surat Kabar
Lokal di Kota Surakarta Tahun 2012). Komunikasi, 6 (2), 175.
Yunus, Firdaus M. “Konflik Agama Di Indonesia Problem Dan Solusi Pemecahannya.”
Substantia 16, no. 2 (2014): 217–228. http://substantiajurnal.org.

16

Anda mungkin juga menyukai