DISUSUN OLEH :
GUSTI AYU RATIH WULANDARI
(211310843)
DOSEN PENGAMPU :
ANAK AGUNG AYU EKA CAHYANI, S.Si.,M.Kes
Darah adalah suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma yang dapat dianggap
sebagai jaringan pengikat dalam arti luas, karena pada dasarnya darah terdiri atas
unsur-unsur sel dan substansi interseluler yang berbentuk plasma. Fungsi utama dari
darah adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel diseluruh tubuh.
Darah manusia bisa dijadikan suatu preparat untuk diamati, prosedur yang paling
sering dilakukan dalam pembuatan preparat atau jaringan sediaan histology atau
irisan jaringan yang dapat dipelajari dengan bantuan mikroskop cahaya. Di bawah
mikroskop cahaya, jaringan diamati melalui berkas cahaya yang menembus jaringan.
Karena jaringan dan organ biasanya terlalu tebal untuk ditembus cahaya, jaringan
tersebut harus diiris menjadi lembaran-lembaran tipis yang translusendan kemudian
diletakkan diatas kaca objek sebelum jaringan tersebut diperiksa (Mescher, 2012).
Darah tersusun atas plasma dan sel darah. Sel darah mencakup eritrosit, leukosit, dan
trombosit. Plasma darah mengandung sekitar 90% air dan berbagai zat terlarut /
tersuspensi di dalamnya (Isnaeni, 2006).
Jenis sel darah:
1. Eritrosit, berbentuk sebagai cakram bulat bikonkaf dengan diameter sekitar
7,2 µm tanpa memiliki inti.
2. Leukosit, mempunyai fungsi utama dalam sistem pertahanan. Berdasarkan
ada tidaknya butir-butir dalam sitoplasma dibedakan:
3. Granulosit yaitu adanya butir-butir spesifik yang mengikat zat warna dalam
sitoplasma.
- Neutrofil, berlobus berjumlah 2—5 lobi atau lebih, berwarna biru atau
ungu.
- Eosinofil, inti terdiri atas 2 lobi, berwarna merah atau orange.
- Basofil, separuh sel dipenuhi inti, berwarna biru tua dan kasar
memenuhi sitoplasma.
4. Agranulosit, tidak mempunyai butir-butir spesifik
- Limfosit, inti gelap berwarna ungu
- Monosit, inti berbentuk oval seperti tapal kuda.
5. Trombosit, berbentuk seperti kepingan-kepingan sitoplasma berukuran 2—
5µm (Subowo, 2002).
Malaria merupakan penyakit yang dapat bersifat akut ataupun kronik yang
disebabkan oeh protozoa genus Plasmodium ditandai dengan
demam ,menggigil,,anemia,dan splenomegaly. Malaria yang diesertai
komplikasi disebut malaria berat. Parasit malaria termasuk dalam filum
apicomplexa kelas sporozoida genus plasmodium yang terbagi menjadi empat
species yang dapat menginfeksi manusia , diantaranya adalah : P.
Vivax,P.Ovale,P.Falcifarum dan P.Malariae.
Daur hidup plasmodium terdiri dari fase Aseksual dalam tubuh manusia dan
fase seksual dalam tubuh vector nyamuk Anopheles betina sebagai hospes
definitif.
1. Fase Aseksual dalam tubuh manusia
- Fase eksoeritrositer
Saat nyamuk Anopheles infektif menghisap darah
manusia,sporozoid masuk ke dalam aliran darah manusia menuju
sel hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang terdiri
dari 10.000-30.000 merozoid. Proses ini berlangsung kurang lebih
dua minggu. Pada P.Vivax dan P.Ovale, sebagian sporozid
membentuk hipnozoid (dorman) dalam hati sehingga dapat relaps
jangka panjang dan infeksi rekurens. Pada akhir fase ,skizon pecah
mengeluarkan merozoid yang masyuk ke aliran darah.
- Fase eritrositer
Merozoit menyerang eritrosit dan membentuk trofozoid dan
sebagiannya membentuk gametosit dalam eritrosit. Kemudian dari
trofozoid terbentuklah skizon dan meozoid kemudian eritosit akan
pecah dan melepskan merozid yang dapat menyerang eritrosit lain.
Waktu antara awal infeksi hingga ditemukannya parasite daam
darah tepi disebut masa prapaten sedangkan waktu antara
masuknya sporozoit dalam badan hospes hingga timbulnya gejala
disebut masa inkubasi.
2. Fase Seksual dalam tubuh nyamuk
Bentuk gametosit dalam eritrosit yang terhisap oleh nyamuk
Anopheles masuk kedalam lamung nyamuk melalui gigitan dan
terjadilah pembuahan yang disebut zigot. Zigot berkembang menjadi
ookinet yang menembus dinding lambung dan menjadi ookista.
Ookista yang pecah mencapai kelenjar liur nyamuk dan dapat
ditularkan kembali kepada manusia melalui gigitan nyamuk infektif
ini.
IV. PRINSIP
- Pembuatan sediaan tetes tebal
Darah kapiler diambil secara aseptis lalu diteteskan 12 mikron pada kaca
objek. Kemudian darah dibuat melingkar dari luar ke dalam 1x1 cm.
Dibiarkan sampai mengering.
- Pembuatan sediaan tetes tipis
Darah kapiler diambil secara aseptis lalu diteteskan 6 mikron pada kaca
objek. Kemudian darah dihapuskan dengan kaca objek lain hingga
membentuk seperti lidah kucing. Lalu dibiarkan hingga mengering.
- Pewarnaan sediaan darah tetes tebal dan tipis dengan Giemsa 10 %
Sediaan tetes tebal dihemolisa dengan aquades selama 3 menit. Sediaan
tetes tipis difiksasi dengan metanol p.a selama 3 menit. Lalu masing-
masing ditambahkan giemsa 10 % dan dibiarkan 30 menit. Kemudian
dibilas dengan aquades. Sel eritrosit yang terinfeksi parasit malaria dapat
terlihat kelainan morfologinya.
B. Bahan
1. Larutan warna Giemsa 10%
2. Aquadest
3. Metanol
4. Buffer phosfat pH 6,8
5. Alkohol 70%
6. Lancet
7. Kapas kering
8. Alkohol swab
9. Tissue
10. Label
11. Preparat malaria
12. Oil imersi
C. PROSEDUR KERJA
PROSES PENGECATAN
GIMSA DAN FIKSASI
E. PEMBAHASAN
Pada pembuatan apusan darah sebelum melakukan praktikum dilakukan
terlebih dahulu pengambilan sampel darah EDTA dan darah tepi.
Pengambilan sampel darah EDTA diambil pada vena pasien sedangkan darah
tepi dilakukan pengambilan pada jari tengan dan jari manis tangan kiri
karena tangan kiri lebih sedikit bekerja dibandingkan tangan kanan. Sebelum
pengambilan darah, jari yang akan ditusuk didesinfeksi dengan kapas alkohol
70% atau dengan alkohol swab agar terbebas dari bakteri. Desinfeksi
dilakukan dengan mengusap/memutar alkohol swab dari dalam ke luar secara
searah. Hal ini bertujuan agar kotoran yang sudah dibersihkan tidak kembali
lagi kebagian yang sudah dibersihkan. Saat pengambilan darah, jari ditekan
agar terbendung pada bagian yang akan ditusuk. Jari ditusuk dengan lanset
dengan bantuan autoclick dimana kedalaman penusukan disesuaikan dengan
jari pasien. Darah yang keluar pertama dihapuskan dengan tissue. Hal ini
bertujuan untuk meminimalisir kontaminasi oleh alkohol. Darah berikutnya
diteteskan secara terpisah pada kaca objek. Untuk sediaan darah tebal
diteteskan 12 mikron darah (± 3 tetes) sedangkan untuk sediaan darah tipis
diteteskan 6 mikron darah (± 2 tetes).Dalam Praktikum ini, pengambilan
sampel darah tepi diambil darah pasien A umur (19 thn). Tetesan darah yang
diambil kemudian dihapuskan menjadi sediaan apus tebal dan apus tipis.
1. Lebar dan panjangnya tidak memenuhi seluruh kaca benda sehingga masih
ada tempat untuk pemberian label
2. Penebalannya nampak berangsur-angsur menipis dari kepala ke ekor
3. Ujung atau ekornya tidak membentuk kepala robek
4. Tidak berlubang-lubang karena bekas lemak masih ada diatas kaca objek
5. Tidak terputus-putus karena gerakan gesekan yang ragu-ragu
6. Tidak terlalu tebal atau tidak terlalu tipis
Setelah itu apusan darah dikeringkan dalam kamar bebas debu. Setelah
kering sediaan segera diwarnai dengan Giemsa 10%. Prinsip pewarnaan
giemsa adalah presipitasi hitam yang terbentuk dari penambahan larutan
metilen biru dan eosin yang dilarutkan didalam metanol. Pengecatan Giemsa
dilakukan dengan menggunakan Giemsa 10% . Larutan ini dapat dibuat
dengan melarutkan 1 ml Giemsa dengan 9 ml Buffer Phosphat pH 6,8.
Sebaoknya larutan Buffer Phosphat yang digunakan dengan pH 7,2 agar
memperoleh hasil pewarnaan yang baik. Sediaan darah tipis difiksasi dengan
metanol p.a. dengan cara diteteskan dan dibiarkan 3 menit. Sedangkan sediaan
darah tebal dihemolisis dengan aquadest sampai seluruh hemoglobin hilang (±
3 menit). Setelah itu sediaan ditetesi dengan larutan Giemsa 10% sampai
menutupi seluruh permukaan dan dibiarkan selama 30 menit. Sediaan darah
dibilas dengan aquades yang mengalir sehingga larutan Giemsa turut mengalir
dengan air. Dengan demikian tidak ada sisa cat yang mengendap pada sediaan
darah. Sediaan darah tpis yang difiksasi dengan metanol p.a. bertujuan untuk
melekatkan sel-sel darah dan mikroorganisme pada kaca objek, menon-
aktifkan mikroorganisme dan mengawetkan mikroorganisme pada slide.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pewarnaan Giemsa adalah :
1. Dalam pengeringan sediaan darah tebal tidak boleh dipanasi karena
tindakan ini menyebabkan eritrosit susah dihemolisis pada proses
pewarnaan.
2. Pewarnaan tidak boleh >24 jam setelah kering, karena jika terlalu lama
didiamkan eritrosit sukar dihemolisis saat pewarnaan.
3. Metanol tidak boleh menegnai sediaan tetes tebal karena akan membuat
bagian tersebut terfiksasi dan hasil pewarnaan tidak sesuai keinginan.
4. Hati-hati membilas sediaan tetes tebal karena bagian tersebut tidak
terfiksasi dan tidak menempel pada objek gelas
5. Sediaan darah tipis tidak boleh terkena aquades agar sel-sel darah tidak
lisis.
F. KESIMPULAN
G. DAFTAR PUSTAKA