Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI

“PEMBUATAN APUSAN TEBAL DAN TIPIS DARAH


PADA PEMERIKSAAN MALARIA”

DISUSUN OLEH :
GUSTI AYU RATIH WULANDARI
(211310843)

DOSEN PENGAMPU :
ANAK AGUNG AYU EKA CAHYANI, S.Si.,M.Kes

D3 TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2022
I. JUDUL
Pembuatan Apusan Tebal Dan Tipis Darah Pada Pemeriksaan Malaria

II. DASAR TEORI

Darah adalah suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma yang dapat dianggap
sebagai jaringan pengikat dalam arti luas, karena pada dasarnya darah terdiri atas
unsur-unsur sel dan substansi interseluler yang berbentuk plasma. Fungsi utama dari
darah adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel diseluruh tubuh.
Darah manusia bisa dijadikan suatu preparat untuk diamati, prosedur yang paling
sering dilakukan dalam pembuatan preparat atau jaringan sediaan histology atau
irisan jaringan yang dapat dipelajari dengan bantuan mikroskop cahaya. Di bawah
mikroskop cahaya, jaringan diamati melalui berkas cahaya yang menembus jaringan.
Karena jaringan dan organ biasanya terlalu tebal untuk ditembus cahaya, jaringan
tersebut harus diiris menjadi lembaran-lembaran tipis yang translusendan kemudian
diletakkan diatas kaca objek sebelum jaringan tersebut diperiksa (Mescher, 2012).
Darah tersusun atas plasma dan sel darah. Sel darah mencakup eritrosit, leukosit, dan
trombosit. Plasma darah mengandung sekitar 90% air dan berbagai zat terlarut /
tersuspensi di dalamnya (Isnaeni, 2006).
Jenis sel darah:
1. Eritrosit, berbentuk sebagai cakram bulat bikonkaf dengan diameter sekitar
7,2 µm tanpa memiliki inti.
2. Leukosit, mempunyai fungsi utama dalam sistem pertahanan. Berdasarkan
ada tidaknya butir-butir dalam sitoplasma dibedakan:
3. Granulosit yaitu adanya butir-butir spesifik yang mengikat zat warna dalam
sitoplasma.
- Neutrofil, berlobus berjumlah 2—5 lobi atau lebih, berwarna biru atau
ungu.
- Eosinofil, inti terdiri atas 2 lobi, berwarna merah atau orange.
- Basofil, separuh sel dipenuhi inti, berwarna biru tua dan kasar
memenuhi sitoplasma.
4. Agranulosit, tidak mempunyai butir-butir spesifik
- Limfosit, inti gelap berwarna ungu
- Monosit, inti berbentuk oval seperti tapal kuda.
5. Trombosit, berbentuk seperti kepingan-kepingan sitoplasma berukuran 2—
5µm (Subowo, 2002).
Malaria merupakan penyakit yang dapat bersifat akut ataupun kronik yang
disebabkan oeh protozoa genus Plasmodium ditandai dengan
demam ,menggigil,,anemia,dan splenomegaly. Malaria yang diesertai
komplikasi disebut malaria berat. Parasit malaria termasuk dalam filum
apicomplexa kelas sporozoida genus plasmodium yang terbagi menjadi empat
species yang dapat menginfeksi manusia , diantaranya adalah : P.
Vivax,P.Ovale,P.Falcifarum dan P.Malariae.

Daur hidup plasmodium terdiri dari fase Aseksual dalam tubuh manusia dan
fase seksual dalam tubuh vector nyamuk Anopheles betina sebagai hospes
definitif.
1. Fase Aseksual dalam tubuh manusia
- Fase eksoeritrositer
Saat nyamuk Anopheles infektif menghisap darah
manusia,sporozoid masuk ke dalam aliran darah manusia menuju
sel hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang terdiri
dari 10.000-30.000 merozoid. Proses ini berlangsung kurang lebih
dua minggu. Pada P.Vivax dan P.Ovale, sebagian sporozid
membentuk hipnozoid (dorman) dalam hati sehingga dapat relaps
jangka panjang dan infeksi rekurens. Pada akhir fase ,skizon pecah
mengeluarkan merozoid yang masyuk ke aliran darah.
- Fase eritrositer
Merozoit menyerang eritrosit dan membentuk trofozoid dan
sebagiannya membentuk gametosit dalam eritrosit. Kemudian dari
trofozoid terbentuklah skizon dan meozoid kemudian eritosit akan
pecah dan melepskan merozid yang dapat menyerang eritrosit lain.
Waktu antara awal infeksi hingga ditemukannya parasite daam
darah tepi disebut masa prapaten sedangkan waktu antara
masuknya sporozoit dalam badan hospes hingga timbulnya gejala
disebut masa inkubasi.
2. Fase Seksual dalam tubuh nyamuk
Bentuk gametosit dalam eritrosit yang terhisap oleh nyamuk
Anopheles masuk kedalam lamung nyamuk melalui gigitan dan
terjadilah pembuahan yang disebut zigot. Zigot berkembang menjadi
ookinet yang menembus dinding lambung dan menjadi ookista.
Ookista yang pecah mencapai kelenjar liur nyamuk dan dapat
ditularkan kembali kepada manusia melalui gigitan nyamuk infektif
ini.

Diagnosis malaria dapat ditegakan dengan melakukan pemeriksaan


sediaan darah tebal dan tipis dengan mikroskop untuk memnetukan
ada tidaknya spesies,stadium dan kepadatan plasmodium
( semikuantitatif,kuantitatif).
1. Plasmodium Vivax
a. Bentuk Trofozoid muda :
- Berbentuk cincin,inti merah,sitoplasma biru
- Terdapat vakuola didalamnya
- Plasma yang berhadapan dengan inti menebal
- Letak plasmodium sentral didalam eritrosit.biasanya hanya satu
dalam satu eritrosit
b. Bentuk Trofozoid tua :
- Bentuk ameboid
- Sitoplasma Nampak teratur
- Khas : Nampak titik Schuffner
c. Bentuk skizon muda :
- Bentuk bulat,mengisi hampir separuh eritrosit,plasma padat
tidak berakuola
- Inti sudah membelah
- Antara inti-inti ada titik-titik berwarna coklat yang diesebut
butir hematin
- Terdapat titik schuffner
d. Bentuk skizon tua :
- Inti sudah membelah terbagi menjadi 12-24
- Tiap pembelahaan inti diikuti sitoplasma sehingga tampak 12-
24 buah merozoid
- Mengisi penuh eritrosit
- Di tengah –tengah terdapat pigmen malaria
- Titik schuffner tetap terlihat
e. Bentuk gametosit jantan ( mikrogametosit)
- Bentuknya bulat besar,lebih kecil dari makrogametosit
- inti besar pucat,dan letaknya sentral
- plasma Nampak pucat kelabu sampai merah muda
- pigmen malaria tersebar
f. bentuk gametosit betina ( Makrogametosit
- bentuk lonjong atau bulat lebih besar dari mikrogametosit
mengisi hampir seluruh eritrosit
- inti Nampak kexil,kompak(padat) ,letaknya eksentris
- plasma biru
- pigmen malaria tersebar
2. Plasmodium falciparum
a. bentuk trofozoid muda :
- bentuk cincin kecil 0.1-0.3 kali eritrosit
- sitoplasma tanoak halus kadang kadang seperti cincin atau
burung di pinggir eritrosit ( accole)
- inti di tepi eritrosit,merah,kadang kadang ada lebih dari satu
inti ( pada infeksi multiple)
b. bentuk skzon muda:
- mengisi kira-kira separuh eritrosit
- bentuk agak membulat
- inti sudah membelah tapi belum diikuti sitoplasmanya
- pigmen malaria mulai nampak diantara inti
- titik Maurer dalam eritrosit menghilang
c. bentuk skizon matang :
- sitoplasma tidak mengisi seluruh eritrosit( ¾ eritrosit)
- inti sudah membelah menjadi 15-30 buah
- diikuti pemebelahan sitoplasma sehingga tampak merozoit-
merozoit
- pigmen malaria sudah menggumpal
d. bentuk mikrogametosit
- bentuk pisang atau ginjal ,tampak lebih gemuk
- plasma merah muda
- inti lebih besar,tersebar,pucat
- pigmen malaria tersebar diantara inti ,ukuran 2-3 x 9-14
mikrometer
e. bentuk makrogametosit
- bentuk langsing
- plasma biru
- inti kecil,padat,senrtal
- pigmen malaria tersebar disekitar inti
3. Plasmodium malariae :
a. bentuk trofozoid muda :
- bentuk cincin,inti merah,sitoplasma biru
- cincin lebih besar dari P.falciparum
b. bentuk trofozoid tua :
- eritrosit tidak membesar
- amuboid
- plasma melintang berbentuk pita
- inti memanjang berbentuk pita
- parasite tampak lebih nyata karena plasma kasar dan padat
c. bentuk skizon muda :
- sitoplasma padat hampir mengisi seluruh eritrosit
- inti sudah membelah
- terdapat pigmen malaria disekitar inti
d. bentuk skizon tua :
- seperti bunga mawar
- mengisi seluruh eritrosit
- inti membelah menjadi 3-12 akan membentuk merozoit
- pigmen berkumpu di pusat
e. bentuk mikrogametosit :
- bentuk bulat hampr mengisi seluruh eritrosit,plasma merah
muda
- inti besar tersebat,pucat ,sentral
- pigmen malaria kasar tersebar
f. bentuk makrogametosit
- bentuk lonjong atau bulat ,lebih besar dari mikrogametosit
- sitoplasma biru
- inti tampak kecil,padat,eksentris
- pigmen kasar tersebar
III. TUJUAN
- Dapat membuat sediaan darah tipis dan darah tebal
- Dapat melakukan pewarnaan terhadap sediaan darah tipis dan tebal
dengan menggunakan cat giemsa 10 %.

IV. PRINSIP
- Pembuatan sediaan tetes tebal
Darah kapiler diambil secara aseptis lalu diteteskan 12 mikron pada kaca
objek. Kemudian darah dibuat melingkar dari luar ke dalam 1x1 cm.
Dibiarkan sampai mengering.
- Pembuatan sediaan tetes tipis
Darah kapiler diambil secara aseptis lalu diteteskan 6 mikron pada kaca
objek. Kemudian darah dihapuskan dengan kaca objek lain hingga
membentuk seperti lidah kucing. Lalu dibiarkan hingga mengering.
- Pewarnaan sediaan darah tetes tebal dan tipis dengan Giemsa 10 %
Sediaan tetes tebal dihemolisa dengan aquades selama 3 menit. Sediaan
tetes tipis difiksasi dengan metanol p.a selama 3 menit. Lalu masing-
masing ditambahkan giemsa 10 % dan dibiarkan 30 menit. Kemudian
dibilas dengan aquades. Sel eritrosit yang terinfeksi parasit malaria dapat
terlihat kelainan morfologinya.

V. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
1. Objek glass
2. Cover glass
3. Rak pewarnaan
4. Auto click
5. Beaker glass 50 mL
6. Pipet tetes
7. Pipet ukur 1 mL dan 10 mL
8. Ball pipet
9. Botol semprot

B. Bahan
1. Larutan warna Giemsa 10%
2. Aquadest
3. Metanol
4. Buffer phosfat pH 6,8
5. Alkohol 70%
6. Lancet
7. Kapas kering
8. Alkohol swab
9. Tissue
10. Label
11. Preparat malaria
12. Oil imersi

C. PROSEDUR KERJA

 Pengambilan Sampel Darah Kapiler


1. Alat dan bahan disiapkan
2. Kaca objek dibersihkan dengan alcohol 70% (jika ada sebaiknya
digunakan alcohol 96%)
3. Kaca objek diberi label (nama, umur, jenis kelamin, tanggal
pembuatan)
4. Jari tengah atau jari manis (tangan kiri) pasien didesinfeksi dengan
alcohol swab
5. Ujung jari dibendung dengan cara ditekan, namun jangan dipijat – pijat
6. Bagian pinggir jari pasien ditusuk dengan lanset steril dengan bantuan
auto click.
7. Darah yang pertama keluar dihapus dengan tissue
8. Darah yang keluar berikutnya diteteskan pada objek glass secara
terpisah untuk sediaan darah tebal (12 µm) dan sediaan darah tipis (6
µm)
 Pembuatan Sediaan Tetes Tebal
1. Gunakan salah satu ujung kaca pendorong untuk meratakan darah
2. Ukuran apusan tebal kira-kira 1,5-2 cm
3. Biarkan apusan ini mongering dalam suhu kamar
4. Tetesi larutan giemsa 3 % dan biarkan 30 menit
5. Alirkan dengan air pada botol pada bagian atas dari apusan tebal
6. Biarkan mongering dan identifikasi

 Pembuatan Sediaan Tetes Tipis


1. Letakan objek glass berisi darah pada posisi mendatar diatas meja yang
datar tegak lurus terhadap pemeriksa.
2. Fiksasi ujung objek glass dengan tangan tidak dominan
3. Dengan tangan dominan ,letakan objek glass pendorong di atas tetesan
darah,buat sudut 450 antara objek glass yang berisi darah dengan objek
glass pendorong
4. Biarkan darah menyebar keseluruh ujung objek glass pendorong
5. Tarik pendorong kea rah pemeriksa 5 mm,kemudian dorong kearah
depan
6. Biarkan apusan mengering pada suhu kamar
7. Masukan dalam metanol 3-15 menit,angkat biarkan etanol pad apusan
mengering pada suhu kamar
8. Tetesi larutan giemsa 3% dan biarkan 30 menit
9. Alirkan dengan air pada botol pada bagian atas apusan yang telah
tercat
10. Biarkan mongering,dan identifikasi

 Pembuatan Cat Giemsa 10%


1. 1 mL Giemsa dimasukkan ke dalam gelas beaker dengan pipet ukur.
2. Dilarutkan dengan 9 mL Buffer Fosfat pH 6,8
3. Larutan Giemsa 10% dihomogenkan dan ditutup dengan aluminium
foil

 Pewarnaan Tetes Tebal dengan Giemsa 10%


1. Sediaan darah diletakkan di rak pewarnaan dan diatur jaraknya
2. Sediaan darah tebal diteteskan dengan aquades secara merata,
dibiarkan sampai lisis ( + 3 menit )
3. Aquades ditiriskan
4. Sediaan diteteskan dengan larutan Giemsa 10% secara merata, lalu
dibiarkan 30 menit
5. Setelah 30 menit, warna Giemsa ditiriskan dan sediaan dibilas dengan
aquades
6. Sediaan dibiarkan kering dalam suhu ruang

 Pewarnaan Tetes Tipis dengan Menggunakan Giemsa 10%


1. Sediaan darah diletakkan di rak pewarnaan dan diatur jaraknya
2. Sediaan darah tipis diteteskan dengan methanol p.a secara merata,
dibiarkan + 5 menit
3. Setelah 5 menit metanol ditiriskan
4. Sediaan diteteskan dengan larutan Giemsa 10% secara merata, lalu
dibiarkan 30 menit
5. Setelah 30 menit, warna Giemsa ditiriskan dan sediaan dibilas dengan
aquades
6. Sediaan dibiarkan kering dalam suhu ruang

D. HASIL PEMBUATAN APUSAN DARAH DAN PROSES


PENGECATAN

SAMPEL DARAH EDTA


DAN DARAH KAPILER
PEMBUATAN APUSAN
DARAH

HASIL APUSAN TEBAL


DAN TIPIS

PROSES PENGECATAN
GIMSA DAN FIKSASI

HASIL PENGECATAN DAN


DIAMATI DI MOKROSKOP
DENGAN PEMBESARAN 100X
DIAMATI PADA MOKROSKOP
DENGAN PEMBESARAN 100X

E. PEMBAHASAN
Pada pembuatan apusan darah sebelum melakukan praktikum dilakukan
terlebih dahulu pengambilan sampel darah EDTA dan darah tepi.
Pengambilan sampel darah EDTA diambil pada vena pasien sedangkan darah
tepi dilakukan pengambilan pada jari tengan dan jari manis tangan kiri
karena tangan kiri lebih sedikit bekerja dibandingkan tangan kanan. Sebelum
pengambilan darah, jari yang akan ditusuk didesinfeksi dengan kapas alkohol
70% atau dengan alkohol swab agar terbebas dari bakteri. Desinfeksi
dilakukan dengan mengusap/memutar alkohol swab dari dalam ke luar secara
searah. Hal ini bertujuan agar kotoran yang sudah dibersihkan tidak kembali
lagi kebagian yang sudah dibersihkan. Saat pengambilan darah, jari ditekan
agar terbendung pada bagian yang akan ditusuk. Jari ditusuk dengan lanset
dengan bantuan autoclick dimana kedalaman penusukan disesuaikan dengan
jari pasien. Darah yang keluar pertama dihapuskan dengan tissue. Hal ini
bertujuan untuk meminimalisir kontaminasi oleh alkohol. Darah berikutnya
diteteskan secara terpisah pada kaca objek. Untuk sediaan darah tebal
diteteskan 12 mikron darah (± 3 tetes) sedangkan untuk sediaan darah tipis
diteteskan 6 mikron darah (± 2 tetes).Dalam Praktikum ini, pengambilan
sampel darah tepi diambil darah pasien A umur (19 thn). Tetesan darah yang
diambil kemudian dihapuskan menjadi sediaan apus tebal dan apus tipis.

Perbedaan sediaan apus tebal dan tipis :


 Sediaan apus tebal
Lebih banyak membutuhkan darah. Jumlah selnya lebih banyak dalam satu
lapang pandang. Dalam sediaan ini, lebih mudah menginfeksi yang ringan.
 Sediaan apus tipis
Lebih sedikit membutuhkan darah. Sediaan apus tipis yang baik bentuknya
seperti lidah. Dalam sediaan ini, morfologi parasit lebih jelas dan
perubahan pada eritrosit dapat terlihat jelas.

Kriteria Preparat yang baik:

1. Lebar dan panjangnya tidak memenuhi seluruh kaca benda sehingga masih
ada tempat untuk pemberian label
2. Penebalannya nampak berangsur-angsur menipis dari kepala ke ekor
3. Ujung atau ekornya tidak membentuk kepala robek
4. Tidak berlubang-lubang karena bekas lemak masih ada diatas kaca objek
5. Tidak terputus-putus karena gerakan gesekan yang ragu-ragu
6. Tidak terlalu tebal atau tidak terlalu tipis
Setelah itu apusan darah dikeringkan dalam kamar bebas debu. Setelah
kering sediaan segera diwarnai dengan Giemsa 10%. Prinsip pewarnaan
giemsa adalah presipitasi hitam yang terbentuk dari penambahan larutan
metilen biru dan eosin yang dilarutkan didalam metanol. Pengecatan Giemsa
dilakukan dengan menggunakan Giemsa 10% . Larutan ini dapat dibuat
dengan melarutkan 1 ml Giemsa dengan 9 ml Buffer Phosphat pH 6,8.
Sebaoknya larutan Buffer Phosphat yang digunakan dengan pH 7,2 agar
memperoleh hasil pewarnaan yang baik. Sediaan darah tipis difiksasi dengan
metanol p.a. dengan cara diteteskan dan dibiarkan 3 menit. Sedangkan sediaan
darah tebal dihemolisis dengan aquadest sampai seluruh hemoglobin hilang (±
3 menit). Setelah itu sediaan ditetesi dengan larutan Giemsa 10% sampai
menutupi seluruh permukaan dan dibiarkan selama 30 menit. Sediaan darah
dibilas dengan aquades yang mengalir sehingga larutan Giemsa turut mengalir
dengan air. Dengan demikian tidak ada sisa cat yang mengendap pada sediaan
darah. Sediaan darah tpis yang difiksasi dengan metanol p.a. bertujuan untuk
melekatkan sel-sel darah dan mikroorganisme pada kaca objek, menon-
aktifkan mikroorganisme dan mengawetkan mikroorganisme pada slide.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pewarnaan Giemsa adalah :
1. Dalam pengeringan sediaan darah tebal tidak boleh dipanasi karena
tindakan ini menyebabkan eritrosit susah dihemolisis pada proses
pewarnaan.
2. Pewarnaan tidak boleh >24 jam setelah kering, karena jika terlalu lama
didiamkan eritrosit sukar dihemolisis saat pewarnaan.
3. Metanol tidak boleh menegnai sediaan tetes tebal karena akan membuat
bagian tersebut terfiksasi dan hasil pewarnaan tidak sesuai keinginan.
4. Hati-hati membilas sediaan tetes tebal karena bagian tersebut tidak
terfiksasi dan tidak menempel pada objek gelas
5. Sediaan darah tipis tidak boleh terkena aquades agar sel-sel darah tidak
lisis.

F. KESIMPULAN

1. Pada praktikum yang dilakukan Praktikan masih banyak melakukan


kesalahan dalam pembuatan apusan darah tebal dan tipis pada
pemeriksaan malaria dikarenakan kemampuan dan keterampilan praktikan
yang belum memadai sehingga masih perlu banyak berlatih dan
keterampilan pada pembuatan apusan darah
2. Pada proses pengecatan sangat perlu memperhatikan waktu pengecatan
agar hasil yang didapatkan pada pengamatan dimikroskop jelas

G. DAFTAR PUSTAKA

Buku Panduan Blok 3.03. 2017. Gangguan Hematologi. Fakultas Kedokteran


Universitas Kristen Duta Wacana

Handari, S. Suntoro. 1983. Metode Pewarnaan. Jakarta : Bhatara Karya


Aksara

Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius

Rudyatmi, Ely. 2015. Bahan Ajar Mikroteknik. Semarang: Jurusan Biologi


FMIPA Unnes.
Mansjoer, Arif. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

Mescher, Anthony L, 2012. Histologi Dasar. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Subowo. 2002. Histologi Umum. Jakarta: PT Bumi Aksara

Sinha. K . A. 2005. Malaria. A P H Publishing Corporation.

Anda mungkin juga menyukai