ISI
1.1. Pengertian Jasa
Menurut Kotler (2004: 476) merumuskan jasa sebagai berikut adalah setiap tindakan atau
unjuk kerja yang ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak yang lain secara prinsip intangible dan
tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Produksinya bisa terkait dan bisa juga tidak
terikat pada suatu produk fisik. Sedangkan Berry, seperti dikutip oleh Ziethmal dan Bitner (2000:2)
mendefinisikan jasa itu sebagai deeds (tindakan, prosedur, aktivitas) proses-proses dan kerja untuk
yang intangible.
Dalam rumusan yang agak mirip dengan Kotler (2004), Payne (1993), dalam Peter et al
(2000:3), merumuskan jasa sebagai aktivitas ekonomi yang mempunyai sejumlah elemen (nilai atau
manfaat) intangible yang berkaitan dengannya, yang melibatkan sejumlah interaksi dengan
pelanggan atau dengan barang-barang milik, tetapi tidak menghasilkan transfer kepemilikan.
Perubahan dalam kondisi bisa saja muncul dan produksi suatu jasa bisa memiliki atau bias juga tidak
mempunyai kaitan dengan produk fisik. Zeithmal dan Bitner (2000:5) memberi solusi, dengan cara
merangkum semua definisi jasa diatas, yang menurut mereka, jasa itu mencakup semua aktivitas
ekonomi yang keluarannya bukanlah produk atau kontruksi fisik, yang secara umum konsumsi dan
produksinya dilakukan pada waktu yang sama dan nilai tambah yang diberikannya dalam bentuk
(kenyamanan, secara prinsip, intangible bagi pembeli pertama). Sedangkan menurut Gilbert (2003:7)
menyatakan bahwa jasa memiliki tiga karakteristik yang membedakannya dari barang, yaitu tidak
tampak secara fisik (intangible) tidak tahan lama (perishability), dan dapat berubah setiap saat
(variability). Engel (2004:10) mengkategorikan jasa menjadi dua yaitu :
1) Visible service, yaitu jasa yang dilihat langsung oleh pelanggan, yakni jasa yang dapat disediakan
oleh personil yang langsung bertatap muka dengan pelanggan. Misalnya restoran, jasa dokter,
perawat memberikan layanan kepada pasien.
2) Invisible service, yaitu jasa yang tidak dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh pelanggan, tapi
menunjang sistem visible service, misalnya karyawan bagian akuntansi, petugas gizi rumah sakit,
koki ,restoran, dan lain-lain.
Terdapat tiga karakteristik utama dari produk jasa yang membedakannya dengan produk
retail (Engel, 2004:16), yaitu :
a) Relative intangibility of service, di mana pelanggan tidak mendapatkan sesuatu barang dari hasil
sebuah jasa, sehingga hasil dari jasa lebih berupa pengalaman dan bukan kepemilikan.
b) Simultaneous of service production and consumption, yaitu adanya tenggang waktu antara
produksi dan pelanggan, di mana untuk produk manufaktur ada tenggang waktu antara
diproduksinya suatu barang dan dikonsumsi, sedangkan untuk jasa antara produksi dan pelanggan
terjadi pada saat yang bersamaan.
c) Customer participation, artinya jasa tidak akan ada tanpa adanya partisipasi pelanggan untuk,
menciptakan suatu jasa.
Oleh karena itu dari definisi di atas, maka jasa bisa dikarakteristikan sebagai berikut (Gilbert,
2003:15):
a. Lebih bersifat tidak berwujud daripada berwujud (more intangible than tangible).
b. Produksi dan konsumsi bersamaan waktu (simulataneouns production and cunsumtion).
c. Kurang memiliki standar dan keseragaman (less standardized and uniform).
Industri jasa tumbuh secara bervariasi di pemerintah, nirlaba swasta, realestate, manufaktur
dan bisnis. Pertumbuhan ini mengundang pertanyaan logis, apakah sebenarnya binis jasa itu,
bagaimana klasifikasinya, karakteristiknya yang menonjol, bagaimana kualitasnya dan aspek-aspek
yang membuatnya sukses. Adanya berbagai jenis jasa tersebut menimbulkan pemahaman bahwa jasa
memiliki klasifikasi dan masing-masing punya karakteristik yang berbeda.
Secara definitive jasa ialah kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain,
yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun, serta produksi
jasa mungkin berkaitan atau mungkin tidak berkaitan dengan fisik (Kotler, 2008:24). Komponen jasa
bisa merupakan bagian kecil atau bagian utama dari keseluruhan penawaran. Kotler (2008:38)
membedakan penawaran sektor ini menjadi lima kategori. Pertama disebut penawaran barang
berwujud murni, yang penawarannya hanya terdiri atas barang berwujud, dan tidak ada jasa yang
menyertai produk yang ditawarkan itu. Kedua disebut penawaran barang berwujud disertai jasa.
Penawaran ini terdiri atas barang berwujud disertai satu atau sejumlah jasa untuk mempertinggi daya
tarik pelanggan. Misalnya, Levitt (1972, dalam Rangkuti, 2005:39) mengamati bahwa semakin
canggih teknologi produk umum (seperti mobil dan komputer), penjualannya semakin tergantung
kepada kualitas dan tersedianya pelayanan pelanggan yang menyertainya. Contohnya : ruang
pameran, pengiriman, perbaikan dan pemeliharaan, petunjuk penggunaan, pelatihan operator, nasihat
pemasangan, pemenuhan jaminan. Dalam hal ini, General Motors lebih padat jasa daripada
manufaktur, dan tanpa jasa penjualannya akan menyusut. Dalam realitanya banyak produsen
menemukan peluang untuk menjual jasa mereka sebagai pusat laba terpisah. Ketiga disebut
campuran yang menjelaskan penawaran terdiri atas barang dan jasa dengan proporsi yang sama.
Misalnya, restoran didukung oleh makanan dan pelayanannya. Keempat, jasa utama disertai barang
dan jasa tambahan. Penawaaran ini terdiri atas jasa utama dengan jasa tambahan serta barang
pelengkap. Kelima ialah jasa murni. Penawaran ini hanya terdiri atas jasa. Misalnya jasa psikoterapi,
jasa memijat, atau jasa menjaga bayi.
1.1.1. Aspek Sukses Industri Jasa
Sebagai akibat bauran barang ke jasa yang bervariasi dan berbeda-beda itu, sulit untuk
menyamaratakan jasa kecuali dengan perbedaan lebih lanjut. Jasa berbeda berdasarkan basis
peralatan atau basis orang, berdasarkan kehadiran klien, berdasarkan kebutuhan perorangan,
kebutuhan bisnis dan perbedaan dalam sasarannya Kolter ( 2008:211).
Umumnya, jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersama-sama. Jasa tidak seperti produk
fisik yang diproduksi, disimpan dalam persediaan, didistribusikan melalui berbagai penjual
kemudian barulah dikonsumsi. Jika jasa dilakukan oleh orang, penyediaannya ialah bagian dari jasa
itu. Oleh karena klien hadir ketika jasa tersebut dilakukan, interaksi penyedia jasa merupakan ciri
khusus dari pemasaran jasa. Dengan demikian, penyediaannya maupun klien mempengaruhi hasil
jasa.
Dalam hal hiburan dan profesional, pembeli amat berminat kepada penyedia yang spesifik.
Suatu konser akan berbeda jika Krisdayanti sakit dan digantikan oleh Melly Guslaw, atau jika suatu
pembelaan hukum dilakukan oleh Farhat karena Buyung Nasution tidak hadir. Jika klien memiliki
preferensi yang kuat terhadap penyedia jasa, harga meningkat karena terbatasnya waktu penyedia
yang lebih disukai.
Ada beberapa aspek sukses yang dapat dilakukan untuk membangun strategi keberhasilan.
Penyedia jasa dapat belajar bekerja sama dengan kelompok yang lebih besar. Penjual jamu gendong
dapat bergerak dari penjualan kepada orang perorang dengan mengelilingkan dagangan dari
kampung ke kampung ,kelompok kecil hingga kelompok besar hingga lebih dari 100 orang di luar
lobby hotel berbintang. Penyedia jasa dapat bekerja lebih spesifik dan cepat dengan menghabiskan
sedikit waktu untuk melayani para pengguna hotel berbintang. Meskipun jasa juga bisa berupa
produk fisik, tetapi pada umumnya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium
sebelum jasa tersebut dibeli. Sesorang yang membutuhkan makanan tradisional untuk memenuhi
seleranya tidak dapat menikmati harapannya sebelum membeli jasa itu. Untuk mengurangi ketidak
pastian, pembeli akan mencari tanda atau bukti dari kualitas jasa tersebut. Mereka akan menarik
simpulan mengenai kualitas jasa dari tempat, orang, peralatan, alat komunikasi, symbol, dan harga
yang dilihatnya. Diduga dimensi-dimensi kualitas tersebut ada di dalam produk campuran (fisik dan
jasa), harga, pelayanan, serta rasa yang dikembangkan oleh penyedianya.
Oleh karena itu, penyedia jasa bertugas mengelola dimensi-dimensi itu untuk mewujudkan
yang tidak berwujud. Jika pemasar produk ditantang untuk menambah gagasan abstrak, pemasar jasa
ditantang untuk menempatkan bukti fisik dan pengkodean (perumpamaan) pada penawaran abstrak
mereka (Kotler, 2008: 551). Sementara itu Cristian Gronroos menyatakan, pemasaran jasa tidak
hanya membutuhkan pemasaran eksternal, tetapi juga pemasaran internal dan interaktif (Griffin,
2002:36-44). Pemasaran eksternal menggambarkan pekerjaan normal yang dilakukan perusahaan
untuk menyiapkan, menetapkan harga, mendistribusikan, dan mempromosikan jasa ke pelanggan.
Sedangkan pemasaran internal menggambarkan pekerjaan yang dilakukan perusahaan untuk melatih
dan memotivasi karyawannya agar melayani pelanggannya secara baik. Adapun pemasaran interaktif
menjelaskan keahlian karyawan dalam melayani pelanggan.
Meskipun demikian, pelanggan tidak hanya menilai kualitas jasa dari segi mutu teknis, tetapi
juga dari segi kualitas fungsionalnya. Ada berbagai dimensi dalam kualitas fungsional pelayanan
yang diyakini merupakan penentu respon pelanggan ialah konsistensi, kepedulian, empati, jaminan,
dan bukti nyata. Pemberian dimensi-dimensi tersebut secara nyata merupakan salah satu wujud
kesuksesan dari penyedia jasa, yang tentu saja pada akhirnya berpengaruh terhadap kepuasan
pelanggan, serta dapat menimbulkan loyalitas pelanggan. Berbagai kajian yang telah dilakukan
menunjukkan pemasar jasa sering\ mengeluh tentang kesulitan membedakan jasanya dengan jasa
para pesaingnya. Dalam hal ini Kotler (2008:557) menjelaskan, deregulasi beberapa industri jasa
utama komunikasi, transportasi, energi, perbankan, mengakibatkan persaingan harga yang ketat.
Sukses awal perusahaan penerbangan Peoples Express menunjukkan banyak penumpang jarak
pendek lebih memperhatikan biaya perjalanan dari pada pelayanan. Sukses besar Charles Schwab
dalam jasa perantara yang menawarkan diskon menunjukkan bahwa banyak pelanggan tidak terlalu
setia kepada badan perantara yang lebih mapan bila mereka dapat menghemat uang. Ditegaskan,
sepanjang pelanggan melihat suatu jasa cukup homogen, mereka lebih memperhatikan harga
Ahli pemasaran yang lain Parasuraman (2006:170) mengemukakan dalam hasil penelitiannya
bahwa dimensi kualitas layanan jasa terdiri dari sepuluh dimensi yaitu :
a) Reliability : terdiri dari konsistensi kerja dan kemampuan untuk dipercaya.
b) Responsiveness : yaitu kemampuan atau kesiapan karyawan untuk memberikan jasa yang
dibutuhkan pelanggan.
c) Competence : kemampuan dan pengetahuan yang dibutuhkan karyawan dalam memberikan jasa.
d) Acces, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui.
e) Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian dan keramahan.
f) Communication, memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang mudah dipahami.
g) Credibility, sifat jujur dan dapat dipercaya.
h) Security, aman dari bahaya, resiko dan keragu-raguan.
i) Understanding/Knowing the customer usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan.
j) Tangibles, bukti fisik dari jasa berupa fasilitas fisik, peralatan yang digunakan, representasi fisik.
Dalam perkembangan selanjutnya, dari kesepuluh dimensi kualitas tersebut ternyata bisa
dirangkum atau dikelompokkan ke dalam 5 dimensi yang sering digunakan sampai sekarang. Kelima
dimensi hasil temuannya Parasuraman (2006:190), tersebut sebagai bukti :
1) Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan pegawai dan sarana komunikasi.
2) Keandalan (reliability) yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera,
akurat dan memuaskan.
3) Daya tanggap (responsiveness) yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan
memberikan pelayanan dengan tanggap.
4) Jaminan (assurance) mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya.
5) Empaty meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian dan
memahami kebutuhan para pelanggan.
Kualitas jasa yang unggul dan konsisten dapat menumbuhkan kepuasan pelanggan yang pada
gilirannya akan memberikan berbagai manfaat (Tjiptono, 2000:94). Jasa dalam perekonomian secara
mutlak diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Karena itu jasa bisa dinikmati
masyarakat semakin meningkat jumlah dan
perkembangannya cukup pesat adalah :
1. Bisnis jasa : konsultan, keuangan, perbankan.
jenisnya.
Contoh-contoh bisnis
jasa yang
10
11
nyata menjadi penting sebagai ukuran terhadap pelayanan. Dalam hal ini, pelanggan akan menilai
apa yang diterimanya mengenai pelayanan dengan menggunakan inderanya. Pelanggan akan
memiliki persepsi bahwa rumah makan atau warung memiliki pelayanan yang baik jika ruang tempat
makannya mewah dengan keramik dan lampu kristal. Pelanggan memberikan penilaian yang baik
jika warung makanan tradisional menyajikan makanan dalam tempat makan (piring atau mangkuk)
yang terbuat dari marmer, atau keramik yang mengkilat bersih. Pelanggan tetap merasa mendapatkan
kepuasan ketika makan diwarung yang demikian, meskipun harganya sewajar yang ia rasakan,
karena warung itu dinilainya telah memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi. Selain gedung dan
peralatan, pelanggan akan menilai pakaian dan penampilan fisik karyawan. Dengan seragam dan
penampilan fisik yang baik, sebuah perusahaan akan mampu memberikan impresi yang positif
(Irawan, 2005:58).
Disamping itu, seragam yang baik dapat memberikan kenikmatan penglihatan pelanggan.
Demikian pula atribut-atribut tangible lainnya, seperti materi promosi, brosur, leaflet yang dipajang
akan mempengaruhi pelanggan dalam menilai kualitas pelayanan. Tangible yang baik dapat
mempengaruhi persepsi pelanggan. Ia juga merupakan salah satu sumber yang mempengaruhi
harapan pelanggan, disamping itu, tangible yang baik menjadikan responden menjadi meningkat atau
tinggi. Oleh karena itu, penting bagi suatu perusahaan untuk mengetahui seberapa jauh aspek nyata
yang paling tepat, yaitu masih memberikan impresi positif terhadap kualitas pelayanan yang
diberikan namun tidak menyebabkan harapan pelanggan menjadi terlalu tinggi. Hal ini penting
disadari oleh setiap pengusaha, karena tangible amat cocok bagi pelanggan baru. Tingkat
kepentingan aspek ini umumnya relatif lebih rendah bagi pelanggan yang telah lama menjalin
hubungan dengan penyedia jasa. Implikasinya, jika perusahaan amat fokus mengandalkan pelanggan
lama sebagai strategi pertumbuhannya, maka investasi dalam dimensi tangible ini harus selektif.
Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan juga ditentukan oleh dimensi dapat dipercaya atau
reliability.
Dimensi ini mengukur kehandalan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggannya. Dibandingkan dengan empat dimensi kualitas pelayanan lainnya, dimensi ini sering
dipersepsi paling penting bagi pelanggan dari berbagai industri jasa. Dalam dimensi ini ada dua
aspek yang perlu diperhatikan perusahaan. Yang Pertama ialah kemampuan perusahaan dalam
memberikan pelayanan seperti yang telah dijanjikan, dan yang Kedua ialah seberapa jauh perusahaan
mampu memberikan pelayanan yang akurat. Dengan demikian, perusahaan harus benar-benar
12
memegang teguh ketepatan dalam janji, dan tidak melakukan kesalahan dalam memberikan
pelayanan. Setidaknya, ada 3 hal utama yang bisa dilakukan perusahaan dalam upaya meningkatkan
tingkat reliability. Masing-masing ialah pembentukan budaya kerja, infrastruktur yang memberikan
pelayanan tanpa kesalahan atau no mistake, dan tes yang diadakan sebelum suatu pelayanan
dijalankan. Disamping itu, kualitas pelayanan juga ditentukan oleh responsiveness, yaitu dimensi
yang menjelaskan tentang kecepatan pelayanan. Zero waiting for ialah solusi sempurna bagi
penciptaan kesan pelayanan yang baik, sebab pelanggan dibebaskan dari waktu menunggu. Tetapi,
pencapaian prestasi ini membutuhkan kemampuan mengkoordinasi antar dimensi pelayanan,
sehingga sebuah pelayanan cepat bias dilaksanakan.
Seperti halnya dimensi pelayanan yang lain, kepuasan terhadap dimensi cepat ini
didasarkan persepsi dan bukan aktualnya. Karena persepsi mengandung aspek psikologis lain, maka
faktor komunikasi dan situasi fisik di seputar pelanggan yang menerima pelayanan merupakan hal
yang penting dalam mempengaruhi penilaian pelanggan. Seseorang akan memiliki toleransi yang
lebih besar jika menunggu di rumah makan atau di warung yang nyaman. Tempat duduk yang
empuk, suasana ruangan yang asri, berangin sejuk, bersinar lembut, waiter yang tampak rapi, serta
hiasan-hiasan yang menarik pada dinding rumah makan, akan membuat pelanggan mampu
menunggu selama beberapa puluh menit sebelum makanan dihidangkan. Sebaliknya, pelanggan yang
sama akan memberikan toleransi yang lebih kecil jika menunggu di rumah makan/ restoran yang
tidak nyaman (comfort). Oleh karena itu, mengkomunikasikan kepada pelanggan mengenai proses
pelayanan yang diberikan akan membentuk persepsi lebih positif. Pelayanan yang tanggap juga amat
dipengaruhi oleh sikap pelayan (front line staff), seperti kesigapannya maupun ketulusannya dalam
menjawab pertanyaan, atau permintaan pelanggan. Disamping itu, kepuasan pelanggan juga
ditentukan oleh kualitas perusahaan dan pelayanan dalam menanamkan rasa percaya kepada
pelanggan. Berdasarkan berbagai riset yang telah dilakukan, ada empat aspek dalam dimensi ini,
yakni keramahan, kompetensi, dan keamanan.
Senyuman seorang pelayan ialah the moment of truth awal yang menentukan persepsi
pelanggan terhadap kualitas pelayanan. Dimensi ini paling murah untuk dilaksanakan, dan sering
menjadi program utama peningkatan kepuasan pelanggan di berbagai perusahaan. Selanjutnya,
mungkin seorang pelanggan ingin mendapatkan informasi mengenai menu. Dalam hal ini, pelayan
harus bisa menjawabnya. Pelayan yang cerdas dan pintar mampu membangun keyakinan pelanggan
terhadap kualitas pelayanannya. Demikian pula dalam hal reputasi perusahaan. Melalui pengetahuan
yang cukup lengkap mengenai sejarah rumah makan, prestasi dan konsistensinya dalam membuat
13
menu, seorang pelanggan sebuah rumah makan merasa mendapatkan jaminan mengenai ketetapan
rasa, ketetapan mutu makanan, atau lainnya dan dengan itu ia menilai rumah makan itu telah
menjamin kepuasan atau harapannya. Pelanggan pun mempunyai rasa aman dalam melakukan
transaksi, sebab perusahaan jujur dalam melakukan transaksi, jujur dalam berproduksi, dan
memberikan kepastian kepadanya.
Sementara itu, pelanggan kelompok menengah atas punya harapan yang tinggi agar penyedia
jasa mengenalnya secara pribadi, seperti mengetahui namanya, kebutuhannya secara spesifik, bahkan
karakter personal lainnya. Bagi mereka dimensi pelayanan yang ini penting karena merupakan
kebutuhan yang bersifat ego dan aktualisasi diri. Mereka pergi kerumah makan bukan sekedar
memenuhi kebutuhan pembebasan rasa lapar atau hausnya saja. Ia ingin menjawab ego-nya. Ia
berharap dapat mengaktualisasikan dirinya. Kebutuhan mengenai dua hal ini dalam teori Maslow
dikatakan banyak berhubungan dengan dimensi empati.
14
15
produk atau jasa yang sanggup memenuhi kebutuhan yang diharapkan oleh pelanggan. Pemenuhan
tersebut tentu saja mencakup faktor-faktor responsinya terhadap nilai kepuasan.
Dari segi teori perilaku pelanggan, kepuasan lebih banyak didefinisikan berdasarkan
persepektif pengalaman pelanggan sesudah mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa.
Dalam hal ini, Richard Oliver mendefinisikan. Kepuasan pelanggan ialah hasil penilaian atau respon
pelanggan terhadap produk atau pelayanan yang telah memberikan tingkat kenikmatan yang lebih
atau kurang (Irawan, 2002:3). Sementara Irawan sendiri mendefinisikan kepuasan sebagai persepsi
terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapan pelanggan. Atas dasar ini, logis pelanggan
tidak puas bila harapannya belum terpenuhi, dan puas jika persepsinya sama atau lebih daripada yang
diharapkan. Dalam pandangan seperti itu kepuasan yang terjadi amat bergantung pada total persepsi
yang diberikan oleh pelanggan bukan kepada yang aktual. Dengan demikian dapat terjadi, secara
aktual suatu produk memiliki potensi untuk memenuhi harapan pelanggan tetapi secara nyata hasil
persepsi pelanggan tidaklah sama dengan yang diinginkan oleh produsen. Hal ini bisa terjadi karena
adanya jarak (gap) dalam komunikasi. Disisi lain, kepuasan pelanggan amat bergantung kepada
harapan pelanggan. Oleh karena itu, strategi pencapaian kepuasan pelanggan haruslah didahului oleh
pengetahuan yang rinci dan akurat mengenai harapan pelanggan. Tentu saja harapan tersebut
merupakan faktor-faktor yang dapat dikontrol oleh perusahaan. Untuk itu, setiap pengusaha harus
menyadari bahwa kepuasan pelanggan merupakan akumulasi penggunaan produk atau jasa yang
dilakukan oleh pelanggan. Dengan demikian, setiap transaksi atau pengalaman baru akan
memberikan pengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Jadi, kepuasan pelanggan memiliki dimensi
waktu, sehingga hal ini menjadi bagian dari strategi pemasaran jangka panjang atau terus menerus.
Yang perlu digaris bawahi dari uraian di atas ialah pelanggan merupakan bagian penting perusahaan,
dan dalam hal ini mereka yang tidak bergantung kepada perusahaan namun sebaliknya. Pelanggan
dengan demikian menjadi landasan bagi perusahaan untuk membangun suatu orientasi. Dengan
pijakan demikian, sebuah perusahaan menjadikan dirinya sebagai bagian dari kepentingan pasar.
Banyak studi dalam bidang kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan yang telah memberikan
simpulan bahwa 70% kegagalan perusahaan untuk memberikan pelayanan yang diharapkan
pelanggan disebabkan oleh human factor. Sedangkan sisanya disebabkan oleh faktor teknologi dan
sistem (Tjiptono, 2000:78). Atas pertimbangan temuan ini diyakini perusahaan tidak dapat
mendasarkan peningkatan kualitas pelayanannya hanya kepada perubahan teknologi. Ia harus
menyiapkan infrastruktur lain yang penting dalam konteks pencapaian kualitas pelayanan, antara
lain: kehandalan (reliability), kecepatan (responsiveness), empati, jaminan, dan bukti yang nyata
16
(tangible). Ada dua aspek reliability yang harus dijaga dan dikembangkan oleh perusahaan. Pertama
ialah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan. Kedua ialah
kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan secara akurat atau pelayanan tanpa kesalahan.
Sedangkan responsiveness merupakan dimensi kualitas pelayanan paling dinamis, dan dipastikan
dapat berubah dari waktu ke waktu. Pengalaman pelanggan dalam mendapatkan pelayanan di masa
lalu yang akan mengubah harapan pelanggan.
Beberapa puluh tahun yang lalu, pelanggan telkom dapat menunggu berbulan-bulan untuk
mendapatkan pelayanan atas sambungan telpon rumah. Tetapi, lima tahun yang lalu kesanggupan itu
pastilah berubah dalam bentuk pemberian toleransi oleh pelanggan selama hanya satu minggu saja
untuk menunggu sambungan telpon rumahnya dipasang pihak telkom. Kini, perusahaan
telekomunikasi ini hanya membutuhkan waktu 24 jam untuk memasang sambungan baru telpon
rumah. Bahkan untuk jenis telepon seluler, pelanggan tak perlu menunggu waktu karena semuanya
telah siap pakai. Dengan demikian terbukti bahwa kecepatan pelayanan memberikan manfaat positif
kepada pelanggan.
Sementara itu, jaminan merupakan dimensi pelayanan yang ditimbulkan oleh kemampuan
perusahaan penyedia jasa dalam menanamkan rasa percaya dan yakin kepada para pelanggan.
Berdasarkan banyak riset yang telah dilakukan para ahli, ada empat aspek yang membentuk dimensi
ini: keramahan, kompetensi, kredibilitas, dan keamanan. Pelayanan yang memberikan nilai-nilai
dimensional jaminan ini cukup signifikan dalam memberikan kepuasan kepada pelanggan. Kepuasan
pelanggan juga ditandai oleh kesediaannya membayar dengan harga premium, biaya pemasaran
(khususnya iklan) yang lebih efektif karena sebagian besar promosi dilakukan oleh pelanggan sendiri
dari mulut ke mulut. Sebaliknya, pelanggan yang tidak puas akan menjadi penyebar kesan negatif
yang efektif. Dengan demikian, perusahaan yang lebih banyak memiliki pelanggan baik umumnya
lebih efisien biaya operasinya, terutama dalam hal re-do. Disamping itu, pelanggan yang puas akan
memberikan lebih banyak cross selling atau membeli lebih banyak produk atau jasa. Akan tetapi,
pembelian ulang sering mensyaratkan pemecahan masalah yang berlanjut. Beberapa faktor respon
pelanggan dapat menjadi penyebab hal ini. Salah satu yang penting ialah kekecewaan dengan pilihan
yang dibeli sebelumnya. Pergantian jenis produk mungkin terjadi. Tetapi, hal ini juga terjadi jika stok
produk kosong atau sulit didapatkan dalam suatu waktu. Sekarang, pelanggan (pembeli) harus
mempertimbangkan konsekuensi dari investasi waktu dan energy dalam pembelian di tempat lain.
Demikian pula, wajar untuk berganti produk hanya karena pencarian variasi, karena hal ini
17
merupakan respon dari mengapa tak mencobanya? serta sering diakibatkan oleh adanya pilihan
yang serupa.
Meskipun demikian, Itamar Simonson (2005:32-45) meyakini bahwa simpulan tentang
pilihan cenderung tidak stabil dan rentan terhadap berbagai pengaruh tidak berlaku sama untuk
semua tingkat pilihan. Khususnya, banyak riset yang mendukung gagasan bahwa pilihan disusun dan
rentan terhadap berbagai pengaruh yang tampaknya tidak releven berlaku pilihan-pilihan dengan nilai
atribut yang berbeda, yang ada pada kategori yang berbeda bisa sulit dan rentan terhadap pengaruh,
namun pilihan akan kategori atau tipe produk dan jasa lebih stabil dan didefinisikan secara baik.
Kepuasan pelanggan merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan suatu
badan usaha. Hal ini didukung oleh pernyataan Hoffman dan Bateston (1997:270), yaitu: without
customers, the service firm has no reason to exist. Definisi kepuasan pelanggan menurut Mowen
(1995:511) : Customer satisfaction is defined as the overall attitudes regarding goods or services
after its acquisition and uses. Oleh karena itu, badan usaha harus menyediakan produk atau
layanan yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan sehingga mencapai kepuasan
pelanggan dan lebih jauh lagi dapat menciptakan kesetiaan pelanggan, sebab bila tidak dapat
memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan akan menyebabkan ketidakpuasan pelanggan, yang
akhirnya pelanggan beralih ke produk atau layanan lain yang disediakan oleh badan usaha pesaing
(rivals). Pelanggan yang puas akan mendukung pengembangan badan usaha tetapi pelanggan yang
tidak puas dapat menghancurkan badan usaha. Badan usaha harus memperhatikan kebutuhan dan
keinginan pelanggan. Pemenuhan persyaratan yang diinginkan oleh pelanggan hal mutlak bagi badan
usaha untuk mencapai kepuasan pelanggan. Hal ini didukung oleh Huriyati (2005:59), sebagai
berikut : sales product or service must satisfy the customers objectives and requirements. Untuk
mengukur kepuasan pelanggan, digunakan atribut-atribut yang berisi tentang bagaimana pelanggan
menilai suatu produk atau layanan yang ditinjau dari sudut pandang pelanggan. Menurut Dutka
(1995:41), kepuasan pelanggan dapat diukur melalui atribut-atribut pembentuk kepuasan yang terdiri
atas :
1. attributes related to the product
2. attributes related to the service
3. attributes related to the purchase
Attributes related to the product meliputi :
1. Value to price relationship adalah hubungan antara harga yang ditetapkan oleh badan usaha
untuk dibayar pelanggan dengan nilai atau manfaat yang diperoleh pelanggan. Apabila nilai
18
yang diperoleh pelanggan melebihi biaya yang telah dikeluarkan berarti suatu dasar yang
penting dari kepuasan pelanggan telah tercipta.
2. Product quality adalah penilaian dari kualitas produk atau layanan yang dihasilkan oleh
badan usaha.
3. Product benefit adalah manfaat yang diperoleh oleh pelanggan dari produk yang dihasilkan
oleh badan usaha.
4. Product feature adalah karakteristik atau ciri-ciri tertentu yang mendukung fungsi dasar dari
suatu produk sehingga berbeda dengan produk yang ditawarkan pesaing.
5. Product design adalah proses untuk merancang tampilan dan fungsi produk.
6. Product reliability and consistency adalah keandalan dan keakuratan produk yang dihasilkan
oleh suatu badan usaha.
7. Range of product or service adalah macam dari produk atau layanan yang ditawarkan oleh
badan usaha.
Attributes related to the service meliputi :
1. Guarantee or warranty adalah jaminan atau garansi yang diberikan oleh badan usaha dengan
harapan dapat memuaskan pelanggannya.
2. Delivery communication adalah pesan atau informasi yang disampaikan oleh badan usaha
kepada pelanggannya.
3. Complaint handling adalah sikap badan usaha dalam menangani keluhan dari pelanggan.
4. Resolution of problem adalah tanggapan badan usaha dalam membantu memecahkan masalah
pelanggan berkaitan dengan layanan yang dikonsumsi.
Selanjutnya attributes related to purchase meliputi :
1. Couresy adalah kesopanan, perhatian dan keramahan karyawan.
2. Communication adalah kemampuan karyawan dalam melakukan komunikasi dengan
pelanggan.
3. Ease or convenience of acquisition adalah kemudahan yang diberikan oleh badan usaha
kepada pelanggan untuk mendapatkan produk atau layanan yang ditawarkan.
4. Company reputation adalah baik tidaknya reputasi yang dimiliki badan usaha.
5. Company competence adalah baik tidaknya kemampuan badan usaha dalam melayani
pelanggan.
1.7. Loyalitas pelanggan
Pelanggan yang loyal adalah pelanggan yang memegang sikap yang akan datang dari
perusahaan, kesepakatan untuk membeli ulang barang atau jasa dan merekomendasi produk ke yang
lain. Sebagaimana diketahui bahwa ada hubungan yang positif antara loyalitas pelanggan dengan
19
profitabilitas (Bowen & Chen, 42 2001). Loyalitas pelanggan sulit untuk didefinisikan secara umum,
ada 3 (tiga) pendekatan yang jelas untuk mengukur loyalitas (Bowen & Chen, 2001) :
1. Ukuran perilaku
Ukuran perilaku yang konsisten, perilaku pembelian ulang sebagai indikator loyalitas/kesetiaan.
2. Ukuran sikap
Ukuran sikap menggunakan data untuk merefleksikan emosional dan psikologi sebagai pelengkap
dalam loyalitas.
3. Ukuran gabungan
Pendekatan ini menggabungkan dimensi pertama dan kedua dan ukuran loyalitas oleh
kesukaan produk pelanggan, kesukaan propensitas perpindahan brand, frekuensi pembelian,
pembelian baru dan total jumlah pembelian (Pritchard & Howard, 1997; Hunter, 1998; Wong, 1999).
Pelanggan yang loyal akan membantu mempromosikan perusahaan. Mereka akan melakukan word of
mouth yang kuat, menciptakan penyerahan bisnis, memberikan referensi dan memberikan nasehat
kepada orang lain atau merekomendasi (Raman, 1999 dalam Bowen & Chen, 2001). Dengan adanya
kegiatan bagi para pelanggan yang loyal/setia, maka ada beberapa keuntungan sebagaimana
dijelaskan di atas, akan tetapi disamping itu loyalitas pelanggan juga akan meningkatkan penjualan
melalui pembelian yang lebih luas dan membuat frekuensi pembelian lebih banyak. Pelanggan yang
loyal lebih banyak membeli makanan dan persediaan dibanding pelanggan yang tidak loyal.
Sejumlah keuntungan akan diperoleh organisasi yang mempertahankan dan mengembangkan
dasar-dasar kesetiaan pelanggan, yang antara lain berupa:
1) Meningkatkan pembelian
Hasil study yang dilakukan Reicheld dan Sasser (dikutip dari Zeithmal dan Bitner, 1996)
memperlihatkan bahwa pada akhir-akhir ini, setiap tahun pelanggan dari berbagai industri cenderung
semakin terlibat dalam hubungan partnership daripada periode-periode sebelumnya. Begitu
pelanggan mengenal perusahaan dan puas dengan kualitas jasa perusahaan relatif terhadap jasa
pesaing, pelanggan akan cenderung berbisnis lebih banyak dengan perusahaan. Dan begitu pelanggan
menginjak dewasa (dalam umur, tahapan kehidupan, dan pertumbuhan bisnis), mereka semakin
memerlukan sesuatu pelayanan khusus.
2) Mengurangi biaya
20
Ada sejumlah biaya pembukaan (start-up) yang berkaitan dengan penarikan pelanggan baru.
Biaya-biaya itu mencakup biaya periklanan dan promosi lainnya, biaya persiapan, pengorbanan
waktu untuk mengenal pelanggan. Dalam jangka pendek, kadang-kadang biaya-biaya awal ini dapat
melebihi pendapatan yang diharapkan dari pelanggan baru. Secara umum sipenjamin tidak bisa
menutup biaya-biaya persiapan penjualan sampai usia hubungan pelanggan dengan perusahaan
berjalan 9 bulan. Jadi, dari sisi pandang profit kelihatannya diperlukan biaya yang besar untuk
mempertahankan pelanggan begitu investasi awal untuk membina hubungan dengannya telah
ditanamkan. Ongkos pemeliharaan hubungan akan turun seiring dengan berjalannya waktu.
3) Mempertahankan karyawan
Keuntungan tidak langsung dari mempertahankan hubungan dengan pelanggan adalah
mempertahankan karyawan. Perusahaan akan lebih mudah mempertahankan karyawannya apabila
perusahaan itu mempuyai landasan yang stabil berupa pelanggan yang terpuasi. Orang suka untuk
bekerja kepada perusahaan yang para pelanggannya bahagia dan setia. Karena pekerjaan mereka
lebih memuaskan dan para karyawan juga akan lebih mampu mempergunakan waktunya untuk
memperkuat hubungan dengan pelanggan daripada berjuang untuk memperoleh pelanggan baru.
Pada gilirannya, pelanggan akan lebih terpuasi dan bahkan akan menjadi konsumen yang lebih baik.
Oleh karena karyawan bekerja lebih lama pada suatu perusahaan, kualitas jasa meningkat, biaya
turnover bisa ditekan, sehingga semakin menambah profit.
21
BAB II
KESIMPULAN
1. Jasa itu mencakup semua aktivitas ekonomi yang keluarannya bukanlah produk atau
kontruksi fisik, yang secara umum konsumsi dan produksinya dilakukan pada waktu yang
sama dan nilai tambah yang diberikannya dalam bentuk (kenyamanan, secara prinsip,
intangible bagi pembeli pertama).
2. Karakteristik jasa antara lain: (1) lebih bersifat tidak berwujud daripada berwujud (more
intangible than tangible); (2) Produksi dan konsumsi bersamaan waktu (simulataneouns
production and cunsumtion); (3) Kurang memiliki standar dan keseragaman (less
standardized and uniform).
3. pembahasan industri jasa harus meliputi status dan peran perusahaan, karyawan serta
pelanggan.
4. Kualitas total suatu jasa terdiri dari tiga komponen, yaitu: (1) Technical Quality: yaitu
komponen yang berkaitan dengan kualitas output jasa yang diterima pelanggan; (2) Fuctional
Quality: yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian suatu jasa; (3)
Corporate Image: yaitu profil, reputasi, citra umum dan daya tarik khusus suatu perusahaan.
5. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Terrence pada tahun 2003 dengan objek survei
5000 orang, menemukan bahwa kepuasan pelanggan dan loyalitas dipengaruhi oleh
pengalaman, kualitas produk, rasa, harga dan estetika. tampilan, kelengkapan bumbu,
konsistensi rasa aroma-warna, dan keawetan merupakan dimensi-dimensi kualitas produk.
6. Kepuasan ialah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang
dirasakannya dibandingkan dengan harapannya.
7. Untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, yang harus diperhatikan oleh suatu perusahaan
antara lain: kehandalan (reliability), kecepatan (responsiveness), empati, jaminan, dan bukti
yang nyata (tangible).
8. ada 3 (tiga) pendekatan yang jelas untuk mengukur loyalitas (Bowen & Chen, 2001): (1)
Ukuran perilaku; (2) Ukuran sikap; (3) Ukuran gabungan.
22
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.undip.ac.id/38826/3/BAB_II.pdf
http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-134-539394476-bab%202.pdf
23