Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Segala puji dan puji syukur senantiasa saya panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa

yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga dalam penulisan makalah ini tidak

ada kendala yang berarti hingga terselesaikannya makalah yang diberi judul “Menangkal

Radikalisme Melalui Pendidikan Pancasila Bagi Setiap Warga Negara” Pada kesempatan ini,

dalam penulisan makalah ini saya mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak, dan ingin

mengungkapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang terkait dan turut serta membantu

dalam pembuatan makalah ini. Saya sangat menyadari tidak ada manusia yang sempurna begitu

juga dalam penulisan makalah ini, apabila terdapat kekurangan, kesalahan dalam makalah ini,

saya selaku penulis berharap kepada seluruh pihak agar dapat memberikan kritik dan juga saran

seperlunya. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan bahan pembelajaran

kepada kita semua.

Palopo, 28 Mei 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

SAMPUL

KATA PENGANTAR................................................................................................................................................

DAFTAR ISI...............................................................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 3

B. Rumusan Masalah 4

C. Tujuan 4

BAB 11 PEMBAHASAN

A. Definisi Pendidikan Pancasila5

B. Definisi Radikalisme 10

C. Hubungan Antara Pendidikan Pancasila dengan Radikalisme 13

D. Peran Pendidikan Pancasila dalam Menangkal Radikalisme bagi Warga Negara 15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 18

B. Saran 18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akhir-akhir ini isu tentang agama semakin menonjol. Kasus-kasus terkait dengan

ahmadiyah, bom di masjid polres Cirebon, bom buku, perekrutan anggota NII dengan

cara cuci otak terkait dengan agama. Namun sayangnya, isu agama yang muncul bukan

yang tampak damai, sejuk dan toleran sebagaimana misi agama itu sendiri, melainkan

justru berwajah keras, memaksa, dan intoleran.

Negara Kesatuan Republik Indonesia tengah diguncang oleh tindakan oknum-

oknum yang ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi suatu agama, dalam hal

ini oknum yang mengatasnamakan Islam sebagai dasar gerakan mereka. Kasus peledakan

bom di berbagai daerah di Indonesia atas nama "jihad" hingga isu perekrutan anggota

oleh gerakan yang bernama Negara Islam Indonesia (NII) kerap diberitakan di berbagai

media massa. Kejadian-kejadian tersebut tentu saja meresahkan masyarakat yang

menginginkan kehidupan yang aman, tentram, tanpa adanya rasa was-was akibat tindakan

oknum tersebut yang anarkis, tidak manusiawi, dan cenderung destruktif.

Apabila Ideologi negara sudah tidak kokoh maka akan berdampak terhadap

ketahanan nasional. Meningkatnya kasus radikalisme saat ini tak lepas dari lemahnya

sikap pemerintah dalam mengatasi tumbuhnya kelompok atau perseorangan yang

menyimpang dari komitmen NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika. Tak

adanya sikap tegas pemerintah membuat TNI/Polri ragu bertindak. Masyarakat juga

kurang peduli terhadap masalah ini. Kondisi ini bisa berkembang di lingkungan

masyarakat luas.

3
Berbagai opini dan pendapat dari berbagai kalangan pun bermunculan. Ada yang

berpendapat bahwa maraknya aksi radikalisme agama timbul akibat lemahnya dan tidak

seriusnya pemerintah dalam menangani kasus radikalisme yang semakin berkembang

akhir-akhir ini. Kinerja Badan Intelejen Negara (BIN) pun kembali dipertanyakan sebab

dianggap lambat merespon aktivitas kawanan teroris sehingga kasus perusakan dan

peledakan bom dapat terjadi.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Pendidikan Pancasila ?

2. Apakah yang Dimaksud dengan Radikalisme ?

3. Apakah hubungan antara Pendidikan Pancasila dengan Radikalisme ?

4. Bagaimanakah peran Pendidikan Pancasila dalam Menangkal Radikalisme bagi setiap

Warga Negara ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Pendidkan Pancasila.

2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Radikalisme.

3. Untuk mengetahui hubungan Antara Pendidikan Pancasila dengan Radikalisme.

4. Untuk mengetahui bagaimana peran Pendidikan pancasila dalam Menangkal

Radikalisme bagi setiap warga Negara.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Pendidikan Pancasila

Di dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

tercantum pengertian pendidikan sebagai berikut: 

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan pontensi

dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan oleh

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Depdiknas, 2003: 20). 

Dengan kata lain, yang dimaksud dengan pendidikan pancasila adalah

“Pendidikan tentang Pancasila”. Kalimat itulah yang dapat kami cerna

sebagaimana dijelaskan dalam sejumlah literatur. Pendidikan tentang pancasila

merupakan salah satu cara untuk menanamkan pribadi yang bermoral dan

berwawasan luas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu,

pendidikan tentang pancasila perlu diberikan disetiap jenjang pendidikan mulai

dari tingkat dasar, menengah hingga perguruan tinggi. 

Maman Rachman (1999: 324) menyatakan bahwa : Pendidikan tentang

pancasila memegang peranan penting dalam membentuk kepribadian mahasiswa

di perguruan tinggi. Setelah lulus dari perguruan tinggi, diharapkan mereka tidak

sekedar berkembang daya intelektualnya saja namun juga sikap dan perilakunya.

Sikap dan perilakunya itu diharapkan menjadi dasar keilmuan yang dimilikinya

agar bermanfaat pada diri, keluarga, dan masyarakat. Untuk merealisasikan tujuan

5
tersebut, maka pendidik dalam hal ini dosen tidak hanya mentransfer ilmu

pengetahuan saja, tetapi juga memberikan pemahaman akan nilai-nilai yang

terkandung dalam pancasila sehingga diharapkan mahasiswa memiliki

kepercayaan terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sehingga dapat

digunakannya dalam prektek kehidupannya sehari-hari.

Pendidikan tentang pancasila sebagai pendidikan kebangsaan berangkat

dari keyakinan bahwa pancasila sebagai dasar negara, falsafah negara Indonesia

tetap mengandung nilai dasar yang relevan dengan proses kehidupan dan

perkembangan dalam berbangsa dan bernegara. Pancasila memiliki landasan

eksistensial yang kokoh, baik secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis. 

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada

pasal 3 berbunyi: “berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia,sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis dan bertanggungjawab” dijadikan dasar dalam menetapkan kurikulum

pendidikan di perguruan tinggi. 

1.  Empat landasan Pendidikan pancasila

a. Landasan Historis 

Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai jaman

kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya penjajah. Bangsa

Indonesia berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang

merdeka dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup

serta filsafat hidup, di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat karakter bangsa

6
yang berbeda dengan bangsa lain. Oleh para pendiri bangsa kita (the founding

father) dirumuskan secara sederhana namun mendalam yang meliputi lima

prinsip (sila) dan diberi nama Pancasila. 

Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan pandangan

hidup yang kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing di tengah

masyarakat internasional. Hal ini dapat terlaksana dengan kesadaran

berbangsa yang berakar pada sejarah bangsa. Landasan Pendidikan Pancasila

Secara historis maknanya nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila

Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia

secara obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga

asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia

sendiri, atau bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila.

b. Landasan Kultural 

Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat

pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang

terkandung dalam sila-sila Pancasila bukanlah merupakan hasil

konseptualseseorang saja melainkan merupakan suatu hasil karya bangsa

Indonesia sendiri yang diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki melalui

proses refleksi filosofis para pendiri negara. Oleh karena itu generasi penerus

terutama kalangan intelektual kampus sudah seharusnya untuk mendalami

serta mengkaji karya besar tersebut dalam upaya untuk melestarikan secara

dinamis dalam arti mengembangkan sesuai dengan tuntutan jaman. 

7
c. Landasan Yuridis 

Landasan Pendidikan Pancasila khususnya perkuliahan Pendidikan Pancasila

di Perguruan Tinggi secara yuridis diatur dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, pasal 39 menyatakan : Isi kurikulum setiap jenis,

jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan

Agama, Pendidikan Kewarganegaraan. 

Demikian juga berdasarkan SK Mendiknas RI, No.232/U/2000, tentang

Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil

Belajar Mahasiswa, pasal 10 ayat 1 dijelaskan bahwa kelompok Mata Kuliah

Pendidikan Kewarganegaraan, wajib diberikan dalam kurikulum setiap

program studi, yang terdiri atas Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan

Pendidikan Kewarganegaraan. Sebagai pelaksanaan dari SK tersebut, Dirjen

Pendidikan Tinggi mengeluarkan Surat Keputusan No.38/DIKTI/Kep/2002,

tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian

(MPK). Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa kompetensi kelompok mata kuliah

MPK bertujuan menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional dan

dinamis, berpandangan luas sebagai manusia intelektual. Adapun rambu-

rambu mata kuliah MPK Pancasila adalah terdiri atas segi historis, filosofis,

ketatanegaraan, kehidupan berbangsa dan bernegara serta etika politik.

Pengembangan tersebut dengan harapan agarmahasiswa mampu mengambil

sikap sesuai dengan hati nuraninya, mengenali masalah hidup terutama

kehidupan rakyat, mengenali perubahan serta mampu memaknai peristiwa

sejarah, nilai-nilai budaya demi persatuan bangsa.

8
d. Landasan Filosofis

Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa

Indonesia, oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk

secara konsisten merealisasikan dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara.  Secara filosofis bangsa Indonesia sebelum

mendirikan negara adalah sebagai bangsa yang berketuhanan dan

berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan obyektif bahwa manusia

adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Setiap aspek penyelenggaraan negara

harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila termasuk sistem peraturan

perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu dalam realisasi kenegaraan

termasuk dalam proses reformasi dewasa ini merupakan suatu keharusan

bahwa Pancasila merupakan sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan, baik

dalam pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, sosial budaya,

maupun pertahanan keamanan. 

B. Definisi Radikalisme

Radikalisme, berasal dari kata radikal yang berarti secara mendasar (sampai

kepada hal yang prinsip); amat keras menuntut perubahan ( undang-undang

pemerintah dan sebagainya ); maju dalam berfikir atau bertindak.

Sedangkan radikalisme adalah paham atau aliran yang radikal dalam politik;

paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan

politik dengan cara kekerasan atau drastis; sikap ekstrim dalam suatu aliran

politik.

9
1. Faktor Penyebab Radikalisme

a. Faktor Pemikiran

Pada masa sekarang muncul dua pemikiran yang menjadi trend, yang

pertama yaitu mereka menentang terhadap keadaan alam yang tidak dapat

ditolerir lagi, seakan alam ini tidak mendapat keberkahan lagi dari Allah

SWT lagi, penuh dengan penyimpangan. Sehingga satu-satunya jalan

adalah dengan mengembalikannya kepada agama. Namun jalan yang

mereka tempuh untuk mengembalikan keagama itu ditempuh dengan jalan

yang keras dan kaku. Padahal nabi Muhammad SAW selalu

memperingatkan kita agar tidak terjebak pada tindakan ekstremisme (at-

tatharuf al-diniy), berlebihan (ghuluw), berpaham sempit (dhayyiq), kaku

(tanathu’/rigid), dan keras (tasyaddud).

Pemikiran yang kedua yaitu bahwa agama adalah penyebab kemunduran

umat Islam, sehingga jika mereka ingin unggul maka mereka harus

meninggalkan agama yang mereka miliki saat ini. Pemikiran ini

merupakan hasil dari pemikiran sekularisme, yaitu dimana paham atau

pandangan filsafat yang berpendirian bahwa moralitas tidak perlu

didasarkan atas pada ajaran agama. Kedua pemikiran tersebut sangat

berlawanan, dimana yang pertama mengajak kembali kepada agama

dengan jalan yang kaku dan keras, dan yang satunya lagi menentang

agama. Hal itu juga bertentangan dengan misi diciptakannya manusia oleh

10
Allah Swt di semesta ini sebagai mahluk yang seharusnya mendatangkan

kemakmuran dunia.

2. Faktor Ekonomi

Kemiskinan, pengangguran dan problematika ekonomi yang lain dapat

merubah sifat seseorang yang baik menjadi orang yang kejam. Karena

dalam keadaan terdesak atau himpitan ekonomi, apapun bisa mereka

lakukan, bisa saja mereka juga melakukan teror.

Mereka juga berasumsi bahwasannya perputaran ekonomi hanya dirasakan

oleh yang kaya saja, hal itu menyebabkan semakin curamnya jurang

kemiskinan bagi orang tak punya. Sehingga mereka tidak segan-segan

melakukan hal-hal yang diluar dugaan kita.

Sebagaimana hadist nabi “kefakiran dapat menyeret kita kepada

kekafiran”.

3. Faktor Politik

Memiliki pemimpin yang adil, memihak kepada rakyat, dan tidak hanya

sekedar menjanjikan kemakmuran kepada rakyatnya adalah impian semua

warga masyarakat. Namun jika pemimpin itu mennggunakan politik yang

hanya berpihak pada pemilik modal, kekuatan-kekuatan asing, bahkan

politik pembodohan rakyat, maka akan timbul kelompok-kelompok

masyarakat yang akan menamakan dirinya sebagai penegak keadilan, baik

kelompok dari sosial, agama maupun politik, yang mana kelomok-

kelompok tersebut dapat saling menghancurkan satu sama lain. Seperti

11
halnya golongan khawarij yang lahir pada masa kholofah Ali bin Abi

Tholib  yang disebabkan oleh ketidak stabilan politik pada masa itu,

sehingga muncullah golongan syi’a dan khawarij yang meresa paling

benar sendiri dan saling menstatmen kafir.

4. Faktor Sosial

Faktor sosial ini masih ada hubungannya dengan faktor ekonomi.

Ekonomi masyarakat yang amat rendah membuat mereka berfikir sempit,

dan akhirnya mereka mencari perlindungan kepada ulama yang radikal,

kerena mereka berasumsi akan mendapat perubahan perekonomian yang

lebih baik. Dimulai dari situ masyarakat sudah bercerai berai, banyak

golongan-golongan Islam yang radikal. Sehingga citra Islam yang

seharusnya sebagai agama penyejuk dan lembut itu hilang.

Disinilah tugas kita untu mengembalikan Islam yang seharusnya sebagai

“rohmatallil alamin” agar saudara muslim kita yang tadinya sedikit

bergeser tidak semakin bergeser dan kembali kepada akidah-akidah dan

syari’ah Islam yang sebenarnya.

5. Faktor Psikologis

Pengalaman seseorang yang mengalami kepahitan dalam hidupnya, seperti

kegagalan dalam karier, permasalahan keluarga, tekanan batin, kebencian

dan dendam. Hal-hal tersebut dapat mendorong seseorang untuk berbuat

penyimpangan dan anarkis. Kita yang seharusnya senantiasa

mengingatkan kepada mereka dari penyimpangan.

12
Dr. Abdurrahman al-Mathrudi pernah menulis, bahwa sebagian besar

orang yang bergabung kepada kelompok garis keras adalah mereka yang

secara pribadi mengalami kegagalan dalam hidup dan

pendidikannya. saudara muslim kita yang seperti itulah yang menjadi

target sasaran orang radikal untuk diajak bergabung dengan mereka.

Karena dalam keadaan seperti itu mereka sangat rentan dan mudah

terpengaruh.

6. Faktor Pendidikan

Pendidikan bukanlah faktor yang langsung menyebabkan radikalisme.

Radikalisme dapat terjadi dikarenakan melalui pendidikan yang salah.

Terutama adalah pendidikan agama yang sangat sensitif, kerena

pendidikan agama “amal ma’ruf nahi munkar”, namun dengan pendidikan

yang salah akan berubah menjadi “amal munkar”.  Dan tidak sedikit

orang-orang yang terlibat dalam aksi terorisme justru dari kalangan yang

berlatar pendidikan umum, seperti dokter, insinyur, ahli teknik, ahli sains,

namun hanya mempelajari agama sedikit dari luar sekolah, yang

kebenaran pemahamananya belum tentu dapat dipertanggungjawabkan.

Atau dididik oleh kelompok Islam yang keras dan memiliki pemahaman

agama yang serabutan.

C. Hubungan Antara Pendidikan Pancasila dengan Radikalisme

Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia,

sehingga berbagai perundangan dan peraturan baik di pemerintahan maupun

pemerintahan daerah seharusnya tidak boleh keluar dari koridor Pancasila dan

13
UUD 1945 agar Warga Negara dapat menangkal radikalisme melalui pondasi

Pendidikan Pancasila yang kokoh. Namun demikian, sampai sejauh ini masih

banyak perundangan yang tidak mengedepankan nilai-nilai sebagaimana

terkandung dalam pancasila dan UUD 1945. Bahkan uji materiil perundangan di

Mahkamah Konstitusi hanya diuji pada batang tubuh (pasal-pasal) tetapi tidak

diuji dari Pembukaan UUD1945. Alhasil pancasila sebagai ‘pusat kekuatan‘

kurang berdampak pada kehidupan bangsa dan negara secara keseluruhan.

Menagkal ideologi radikalisme global antara lain :

1. Upaya mendasar yang paling efektif utuk menanngkal ideologi radikalisme

global adalah dengan memperkuat ketahanan nasional dalam bidang ideologi.,

antara lain dengan meningkatkan relevansi Pancasila dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga rakyat bukan  saja

memahaminya secara efektif dan menindaklanjutinya secra psikomotoris.

Dengan cara demikian, bukan saja kewibawaan Pancasila semakin meningkat

oleh karena didukung oleh kenyataan, tetapi juga daya tarik ideologi

radikalisme global semakin menurun. 

2. Upaya mendasar berikutnya untuk menangkal ideologi radikalisme global

adalah dengan mengkaji pola pikir yang paling dalam dari ideologi

radikalisme global tersebut dan membuktikan kekeliruan dan kelemahan dalil-

dalil yang dianutnya, bukan saja dari aspek internal tetapi juga dari aspek

eksternalnya.

3. Upaya pencegahan yang sangat efektif yang dalam mencegah timbulnya minat

terhadap ideologi radikalisme global adalah dengan meniadakan kondisi yang

14
memungkinkan tumbuh dan bekembangnya ideoloi tersebut, antara lain

dengan menegakkan keadilan kebenaran, menghargai harkat dan martabat

manusia, mencegah terjadinya diskriminasi dan mencegah dan mengambil

tindakan terhadap pelanggaran hak asasi manusia. 

4. Mengambil tindakan preventif serta represif yang tepat dan cepat terhadap

indikasi telah adanya aksi-aksi radikalisme di dalam masyarakat.

D. Peran pendidikan Pancasila dalam Menangkal Radikalisme bagi setiap

Warga Negara

Bunyi Pancasila →

Pancasila

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

3. Persatuan Indonesia

4. Kemanusiaan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam

permusyawaratan dan perwakilan

5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia

Pancasila adalah Ideologi dari negara Indonesia untuk mempersatukan

rakyat Indonesia namun belakangan hari Pancasila mulai pudar karena mulai

sedikit orang yang mengetahui makna dari Pancasila tersebut, di samping itu

muncunlah beberapa faktor radikalis yang di buat segelintir orang untuk

mencapai tujuan tertentu tetapi dengan menggunakan cara yang salah bahkan

menggunakan dengan kekerasan.  Di situ lah sebenarnya peran Pancasila 

untuk menyelesaikan masalah radikalis, tetapi untuk menyelesaikan masalah

15
tersebut  tidak sesederhana yang kita pikirkan. Kita membutuhkan kerja keras

dan konsistensi yang cukup untuk membumikan kembali ideologi Pancasila.

Sebab, dalam konteks kekinian ideologi Pancasila telah dihimpit (berada

dalam saingan) oleh berbagai ideologi alternatif lain. Penanaman nilai-nilai

pancasila harus terus dibumikan, karena pancasila merupakan dasar negara

yang harus tertanam dan dapat diimplementasikan dalam kehidapan sejak dini.

Makna Sila Pertama, menuntut setiap warga negara mengakui Tuhan

Yang Maha Esa sebagai pencipta dan tujuan akhir, baik dalam hati dan tutur

kata maupun dalam tingkah laku sehari-hari. Konsekuensinya adalah

Pancasila menuntut umat beragama dan kepercayaan untuk hidup rukun

walaupun berbeda keyakinan.

Selanjutnya pada sila kedua yaitu kemanusian yang adil dan beradab.

Menjadi warga indonesia yang adil dan beradap merupakan keharusan.

Beradap dapat dimaknai memiliki karakter yang baik, tentunya dengan

menjadi manusia yang adil dan memiliki karakter yang baik, kesejahteraan

dan kenyamanan hidup rakyat indonesia akan tercapai. Adil dapat dimaknai

dengan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, tidak melanggar aturan,

menjaga tingkah laku agar sesuai dengan norma agama, adat istiadat, dan

budaya. Maka faham terorisme dan radikalisme sangat bertentangan dengan

nilai kemanusiaan yang adil dan beradap, karena tindakannya telah keluar dari

norma agama, adat istiadat, dan budaya. Tidak ada budaya membunuh orang

yang tidak bersalah itu dihalalkan, tidak ada norma agama yang menyuruh

pengikutnya untuk membunuh. Begitu juga dengan islam, dimana salah satu

16
prinsip hukumnya adalah menjaga nyawa (hifdzun naf). Maka tindakan

terorisme sangat bertentangan dengan pancasila sebagai falsafah negara dan

dan agama islam. Faham inilah yang harus ditanam sejak dini agar supaya

generasi penerus bangsa memiliki basic yang kuat dalam menangkal terrorism

dan radikalisme. 

     Bersatu menjadi warga indonesia dengan berbagai macam budaya, etnis,

agama, kepercayaan, bahasa, pulau dan lain merupakan kewajiban. Hal ini

merupakan bunyi sila ke tiga yaitu persatuan Indonesia. Atas nama indonesia,

mempertahankan negara kesatuan indonesia merupakan kewajiban, Maka

menjaga dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia

merupakan bentuk cinta terahadap tanah air.

Nliai sila ke empat adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Dalam kontek

keindonesiaan, menaati pemerintah dan perangkatnya merupakan kewajiban,

begitu juga dengan mengikuti aturan yang berlaku. Jadi, anggapan bahwa

pemerintah adalah thoghut merupakan persepsi atau faham yang sangat

bertentangan dengan agama islam, norma, dan adat-istiadat indonesia,

khususnya pancasila. 

Selanjutnya, sila ke lima adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat

indonesia menujukkan bahwa rakyat indonesia harus menjadi rakyat yang

adil. Keadilan ini tidak memandang ras, agama, kepercayaan, budaya, dan

lain-lain. Dengan satu tujuan bahwa rakyat Indonesia harus menjadi rakyat

yang adil, berjiwa sosial dengan saling membantu satu sama lain, saling

17
menerima dan menghargai, tidak diskrimaninasi, toleransi, karena rakyat

indonesai memilik hak yang sama, hak untuk hidup, hak berkreasi dan

berkarya, tanpa melihat dan membeda-bedakan warna kulit dan asal usul

sehingga menjadi rakyat yang sejahtera.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

pendidikan pancasila adalah “Pendidikan tentang Pancasila”.

Sebagaimana dijelaskan dalam sejumlah literatur. Adapun definisi

Radikalisme, berasal dari kata radikal yang berarti secara mendasar

(sampai kepada hal yang prinsip); amat keras menuntut perubahan

(undang-undang pemerintah dan sebagainya); maju dalam berfikir atau

bertindak.

Hubungan Antara Pendidikan Pancasila dengan Radikalisme ialah

Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia,

sehingga berbagai perundangan dan peraturan baik di pemerintahan

maupun pemerintahan daerah seharusnya tidak boleh keluar dari

koridor Pancasila dan UUD 1945 agar Warga Negara dapat menangkal

radikalisme melalui pondasi Pendidikan Pancasila yang kokoh.

18
Adapun Peran Pendidikan Pancasila dalam Menangkal Radikalisme

bagi Warga Negara telah Tercantum didalam kelima Pancasila NKRI.

B. Saran

Makalah yang saya susun semoga bisa membantu kita lebih


memahami tentang pentingnya peran pendidikan pancasila untuk
menangkal radikalisme bagi warga Negara. Mohon permakluman dari
semuanya jika dalam makalah saya ini masih terdapat banyak
kekeliruan baik bahasa maupun pemahaman. Karena tiadalah sesuatu
yang sempurna yang bisa manusia ciptakan.

DAFTAR PUSTAKA

https://etalasepustaka.blogspot.co.id/2016/09/pengertian-pendidikan-

pancasila-dan-empat-landasannya.html

http://ew4eyh4eh4h.blogspot.co.id/2016/03/pengertian-radikalisme-

dan-faktor.html

http://wulanilmu.blogspot.co.id/2017/05/peran-pancasila-dalam-

menangkal.html

19
MAKALAH

MENANGKAL RADIKALISME MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA BAGI SETIAP

WARGA NEGARA

DOSEN : NURYADIN, SH., MH

20
OLEH :

DEWI LESTARI 1701412051

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO

2017/2018

21

Anda mungkin juga menyukai