Anda di halaman 1dari 17

EKSISITENSI PANCASILA DI ERA GLOBALISASI

DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pancasila


Dosen Pembimbing : Dra. Mujinem, M. Hum.

Disusun Oleh :

Damax Dyah Kirana NIM. 16108241006


Riska Cindy H. A. NIM. 16108241120
Angga Bima Sakti NIM. 16108244012
Fitri Nur Aini NIM. 16108244058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2017

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin. Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang


Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.

Makalah yang berjudul ini secara garis besar berisi tentang eksistensi pancasila dalam
perkembangan pendidikan di Indonesia, yang mana banyak diwarnai dengan adanya kasus-
kasus kekerasan. Hal ini tentunya menimbulkan sebuah tanda tanya akan sejauh mana peran
dan keefektifan pancasila bagi kehidupan bangsa Indonesia, khususnya dalam dunia
pendidikannya. Betapa pun, kekerasan dalam pendidikan harus segera dicegah dan dihentikan.
Karena sejatinya, tak seorang pun menginginkan terjadinya kekerasan.

Makalah ini merupakan salah satu bentuk keprihatinan kami akan perkembangan
pendidikan di Indonesia. Tentunya, hal tersebut didukung oleh berbagai informasi yang dapat
menimbulkan gagasan dalam pembuatan makalah ini. Informasi tersebut kami dapatkan dari
beberapa buku referensi, beberapa informasi dari internet maupun gagasan pribadi kami
dalam konsepsi pembuatan makalah ini.

Selesainya makalah ini tentunya tidak terlepas dari kerja sama dari berbagai pihak. Oleh
sebab itu kamu mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerja sama dari pihak-pihak yang
terlibat, yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya. Amiin.

Yogyakarta, Februari 2017


Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul......................................................................................................... i
Kata Pengantar......................................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................................. 2
D. Manfaat........................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Eksistensi Pancasila sebagai Ideologi Bangsa............................................... 3
B. Pengamalan Pancasila sesuai Zaman Sekarang............................................. 4
C. Implementasi Nilai-Nilai Pancasila................................................................ 6
D. Peraan Pancasila dalam Kekerasan Pendidikan............................................. 9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.................................................................................................... 14
B. Saran............................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 15

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Di era globalisasi seperti sekarang ini, pendidikan merupakan sesuatu hal yang
penting dan terus menerus mengalami perkembangan. Hal tersebut tentunya juga
menuntut adanya partisipasi aktif dari berbagai pihak. Terutama dan utama adalah pihak
yang mengalami kontak langsung dalam praktik pendidikan tersebut. Dalam hal ini adalah
antara pendidik dengan siswa yang di didik, dan pihak yang berwenang lainnya.
Partisipasi aktif ini dimaksudkan agar praktik pendidikan dapat berjalan sesuai dengan apa
yang diharapkan. Namun, fakta memperlihatkan sekarang ini banyak terjadi
penyimpangan-penyimpangan dalam dunia pendidikan, terutama dalam dunia pendidikan
di Indonesia. Salah satu penyimpangan dalam dunia pendidikan yang paling banyak
terjadi adalah adanya praktik kekerasan di negara ini. Hal ini tentunya menjadi sebuah
potret buruk bagi wajah pendidikan di Indonesia. Kasus-kasus kekerasan yang sebenarnya
timbul karena adanya perbedaan pandangan, dan seharusnya dapat diselesaikan dengan
baik-baik, namun di zaman sekarang penyelesaian masalahnya dapat naik kelas sampai ke
pengadilan. Ironisnya lagi, kasus kekerasan tersebut dilakukan oleh guru kepada murid,
murid kepada guru, maupun orang tua murid kepada guru. Lalu pihak manakah yang
sebenarnya harus disalahkan dalam kasus-kasus tersebut masih menjadi sebuah retorika,
karena tentunya hal tersebut akan menghadirkan sebuah tanda tanya besar tentang
bagaimana eksistensi, peran dan efektifitas pancasila sebagai ideologi ataupun pandangan
hidup bagi bangsa Indonesia ini.
Oleh sebab itu, dibuatlah makalah ini untuk mengungkap eksistensi pancasila di era
global, faktor apa saja yang menyebabkan hal tersebut di atas terjadi, serta bagaimana
peran dan keefektifan pancasila apabila di tinjau dari perspektif kasus-kasus kekerasan
yang pernah terjadi.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang muncul dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana eksistensi pancasila sebagai ideologi bangsa di era global?
2. Bagaimana pengamalan Pancasila sesuai dengan zaman sekarang?
3. Bagaimana pengimplementasian nilai-nilai pancasila dalam dunia pendidikan?
4. Bagaimana peran pancasila dalam kasus-kasus kekerasan di dunia pendidikan
Indonesia?

C. TUJUAN
1
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, antara lain :
1. Untuk mengetahui eksistensi pancasila di era global
2. Untuk mengetahui sejauh mana pengamalan pancasila sesuai dengan zaman
sekarang.
3. Untuk mengetahui pengimplementasian nilai-nilai pancasila dalam dunia
pendidikan.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor pemicu terjadinya kasus penyimpangan dalam
pendidikan di Indonesia.
5. Untuk mengetahui sejauh mana peran pancasila bagi kehidupan bangsa Indonesia,
khususnya dalam kasus-kasus penyimpangan dalam pendidikan Indonesia.

D. MANFAAT
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini, antara lain :
1. Dapat meningkatkan kesadaran, menambah daya berpikir kritis dan berpartisipasi
aktif dalam menyikapi perkembangan pendidikan yang ada di Indonesia.
2. Dapat mengambil sikap yang sekiranya diperlukan demi terciptanya pendidikan
tanpa kekerasan di Indonesia, dengan kata lain digunakan untuk memininalisir
munculnya kasus-kasus yang serupa.
3. Dapat menumbuhkan jiwa pancasilais dan lebih menghargai pancasila yang
digunakan sebagai ideology dan pandangan hidup bangsa Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. EKSISTENSI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA


Kondisi pancasila di era globalisasi sangatlah terkontaminasi dari adanya berbagai
macam aspek yang membuat pancasila tersebut menjadi tidak seperti yang seharusnya.
Dilihat dari melencengnya nilai-nilai pancasila yang selama ini telah ditanamkan oleh para
pendiri bangsa ini, sebagai contoh ialah terjadinya dis-integrasi bangsa yang telah jelas-
jelas melanggar sila ke-3 yaitu persatuan Indonesia, atau masih banyak yang lainnya.
Dan jika dilihat lagi dari berbagai aspek masalah yang sedang dihadapi bangsa
indonesia, kita seharusnya kembali menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila tersebut. Karena pancasilalah yang merupakan pondasi bangsa indonesia untuk
menghadapi bebagai masalah khususnya di era global seperti saat ini, yang membuat
rentan sekali nilai-nilai pancasila tersebut memudar dikarenakan perubahan zaman oleh
adanya globalisasi.
Seharusnya pancasila sanggup menjawab berbagai tantangan di era globalisasi,
karena dari implikasi dari dijadikannya pancasila sebagai pandangan hidup maka bangsa
yang besar ini haruslah mempunyai sense of belonging dan sense of pride atas pancasila.
Setidaknya ada dua alasan yang menyebabkan suatu ideologi tetap eksis. Pertama adalah
jumlah penganut atau pengikut. Semakin banyak pengikut dari suatu ideologi, maka
ideologi tersebut akan semakin kuat. Pancasila merupakan ideologi yang diikuti oleh
seluruh rakyat Indonesia. Secara konseptual, pancasila adalah ideologi yang kokoh.
Pancasila tidak akan musnah sepanjang masih ada pengikut yang memperjuangkannya.
Kedua adalah seberapa besar pengikut tersebut mempercayai dan menjadikan ideologi
sebagai bagian dari kehidupannya. Semakin kuat kepercayaan seseorang, maka semakin
kuat posisi ideologi tersebut. Sebaliknya, walaupun banyak pengikut, tetapi apabila
pengikut tersebut sudah tidak menjadikan ideologi sebagai bagian dari kehidupannya,
maka ideologi dikatakan lemah.
Posisi pancasila di era globalisasi sangat rawan terhadap gangguan. Secara formal,
pancasila tetap diakui oleh seluruh bangsa Indonesia sebagai ideologi mereka. Namun di
tataran aplikatif, prilaku masyarakat banyak yang mengalami pergeseran nilai. Secara
tidak langsung pergeseran nilai tersebut membuat masyarakat perlahan-lahan melupakan
pancasila. Salah satu alasan pancasila masih tetap eksis adalah karena pancasila digali dari
nilai-nilai yang ada di masyarakat seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan

3
dan keadilan. Ada atau tidak adanya pancasila, nilai-nilai tersebut memang sudah ada di
masyarakat sehingga tetap berlaku di masyarakat.
Jika masyarakat melaksanakan nilai dan norma yang berkembang, secara otomatis
masyarakat juga mengamalkan pancasila. Sebagai contoh ketika umat islam beribadah.
Dasar mereka melakukan ibadah adalah ketaatan terhadap ajaran agama, bukan karena
pancasila. Namun melaksanakan ibadah secara tidak langsung mengamalkan sila pertama
pancasila. Demikian pula dengan sila-sila yang lain, masyarakat pada dasarnya tidak
mengamalkan pancasila secara langsung. Mereka hanya mengikuti tata nilai dan hukum
adat masing-masing. Tetapi karena nilai-nilai itu terangkum dalam pancasila, maka secara
tidak langsung masyarakat juga menjalankan pancasila.
Dengan demikian eksis dan tidaknya pancasila di era global sangat tergantung dari
nilai-nilai masyarakat. Jika nilai-nilai tersebut tetap tumbuh dan berkembang, maka
pancasila juga akan terus eksis. Sebaliknya jika nilai tersebut mengalami pergeseran, besar
kemungkinan pancasila juga akan mengalami pergeseran. Jika globalisasi mampu
menggeser nilai-nilai di masyarakat dan mengganti dengan tatanan nilai yang baru, maka
besar kemungkinan eksistensi pancasila akan runtuh. Oleh karena itu, perlu adanya
pemahaman nilai-nilai pancasila sebagai dasar, pandangan hidup, dan ideologi sekaligus
sebagai benteng diri dan filterisasi terhadap nilai-nilai yang masuk sebagai dampak dari
globalisasi.

B. PENGAMALAN PANCASILA SESUAI ZAMAN SEKARANG


Pancasila merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa,
maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup ketatanegeraan. Pancasila
berperan sebagai pengatur sikap dan tingkah laku orang Indonesia masing-masing dalam
hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa (Sila-I), dengan sesama manusia (sila II)
dengan tanah air dan nusa bangsa Indonesia (Sila-III) dengan kekuasaan dan pemerintahan
negara (kerakyatan) dan dengan negara sebagai kesatuan dalam rangka realisasi
kesejahteraan (sila-V). Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam
rumusan yang agak berbeda, namun dalam 3 buah Undang-Undang Dasar yaitu dalam
pembukaan UUD45, dalam mukadimah konstitusi RIS dan dalam mukadimah UUDS RI
(1950). Pancasila tetap tercantum di dalamnya. Pancasila yang selalu dikukuhkan dalam
kehidupan konstitusional itu dan menjadi pegangan bersama pada saat-saat terjadi krisis
nasional dan ancaman terhadap ekosistem bangsa kita, merupakan bukti sejarah bahwa
pancasila memang selalu dikehendaki oleh bangsa Indonesia sebagai dasar kehormatan

4
Indonesia, yaitu sebagai dasar negara, hal ini karena telah tertanam dalam kalbunya rakyat
dan dapat mempersatukan seluruh rakyat.
Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat
dipisahkan dari bangsa Indonesia serta merupakan ciri khas yaitu membedakan bangsa
Indonesia dari bangsa lain. Terdapat kemungkinan, bahwa tiap-tiap sila secara terlepas
dari yagn lain, bersifat universal yang juga dimiliki bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan
tetapi ke-5 sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah pula itulah yang
menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Kenyataan sehar-hari yang kita lihat dalam
masyarakat bangsa Indonesia antara lain :
Bangsa Indonesia sejak dahulu sebagai bangsa yang religius, percaya akan adanya
zat yang maha kuasa dan mempunyai keyakinan yang penuh, bahwa segala sesuatu yang
ada dimuka bumi ini akan ciptaan Tuhan. Dalam sejarah nenek moyang, kita ketahui
bahwa kepercayaan kepada Tuhan itu dimulai dari bentuk dinamisme (serba tenaga), lalu
animisme (serba arwah), kemudian menjadi politeisme (serba dewa)dan akhirnya menjadi
monoteisme (kepercayaan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa) sisanya dalam bentuk
peninggalan tempat-tempat pemujaan dan peribadatan upacara-upacara ritual keagamaan.
Sejak dahulu, bangsa Indonesia berkeyakinan bahwa pada hakekatnya semua
manusia dilahirkan sama, dan karena itu yang hidup dan menikmati kehadapan
sepenuhnya watak mesti bangsa Indonesia yang sebenarnya, tidak menyukai perbedaan
perihal martabat yang disebabkan karena perbedaan warna kulit, daerah keturunan dan
kasta seperti yang terjadi masyarakat feodal.
Karena pengaruh keadaan geografisnya yang terpencar antara satu wilayah dengan
wilayah yang lainnya, antar satu pulau dengan pulau lainnya maka Indonesia terkenal
mempunyai banyak perbedaan yang beraneka ragam sejak dari perbedaan bahasa daerah,
suku bangsa, adat istiadat, kesenian dan kebudayaannya (bhineka), tetapi karena
mempunyai kepentingan yang sama, maka setiap ada bahagian yang mengancam dari luar
selalu menimbulkan kesadaran bahwa dalam kebhinekaan itu terdapat ketunggalan yang
harus diutamkana kesadaran kebangsaan yang berbeda yaitu sebagai bangsaIndonesia.
Ciri khas yang merupakan kepribadian bansga dari berbagai suku, bangsa Indonesia
adalah adanya prinsip musyawarah diantara warga masyarakat sendiri dalam mengatur
tata kehidupan mereka. Sedang kepala desa, kepala suku,dan sebagainya.
Hanya merupakan pamong (pembimbing mereka yang dipilih dan dari antara
mereka sendiri, prinsip musyawarah dan masyarakat yang merupakan inti dari kerakyatan
telah dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat adat seperti : desa marga, kurnia, nagori,
banua, dsb.

5
Salah satu bentuk khusus dari kerakyatan ialah kerakyatan dibidang ekonomi, yang
dirumuskan sebagai keadilan atau kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia, asas ini
sudah dikenal berabad-abad lamanya yang sisanya masih dapat kita jumpai dalam
masyarakat terutama di desa, yaitu kebisaaan tolong menolong antara sesama masyarakat,
gotong royong dalam mengusahakan kepentingan bersama atau membantu (menolong
seseorang yang sangat membutuhkan seperti materialistik, kapitalisme dan individualisme
sama sekali tidak disukai oleh bangsa Indonesia, karena tidak memungkinkan tercapainya
keadilan / kesejahteraan sosial.
Pancasila sebenarnya adalah cita-cita yang ingin dicapai bersama oleh bangsa
Indonesia. Oleh karena itu, pancasila sering disebut dengan landasan ideal. Maksud dari
ideal adalah bahwa pancasila merupakan hal yang menjadi sebuah gagasan dan dambaan.
Hal ini sesuai dengan pengeraian pancasila sebagai ideologi negara. Dalam era yang
hiruk-pikuk ini, eksistensi pancasila sudah mulai dipertanyakan. Benarkah pancasila
memang menjadi dasar hidup bangsa, benarkah pancasila merupakan identitas bagi bangsa
Indonesia. Melihat realita yang ada, sulit untuk membuktikan bahwa pancasila masih
menjiwai dan mendarah-daging dalam diri manusia Indonesia.
Pancasila pada saat ini cenderung menjadi lambing dan hanya menjadi formalitas
yang dipaksakan kehadirannya di Indonesia. Kehadiran pancasila pada saat ini bukan
berasal dari hati nurani bangsa Indoensia. Bukti dari semua itu adalah tidak aplikatifnya
sila-sila yang terkandung dalam pancasila dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

C. IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASILA


Pancasila merupakan dasar negara Indonesia termasuk juga dasar pendidikan di
Indonesia. Implementasi nilai-nilai sila pancasila dalam pendidikan antara lain sebagai
berikut.

1. Implementasi sila Ketuhanan dalam pendidikan


Di dalam suatu sekolah biasanya guru mengajarkan mengenai pendidikan
agama. Dari situ kita dapat memahami lebih dalam mengenai sila ini. Melalui
pembelajaran keagamaan seseorang hanya memiliki Tuhan yang Esa. Dari
pembelajaran keagamaan ini juga kita dapat lebih mendekatkan diri kita kepada
Tuhan kita. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran surah Al-Kafirun yaitu untukmu
agamamu dan untukku agamaku. Untuk itu melalui pembelajaran ini kita belajar
tentang agama kita masing-masing agar kita dapat bertaqwa kepada Tuhan kita.

6
Selain melalui pembelajaran juga ada praktek langsung dalam kehidupan
sehari-hari dimana seorang guru mencontohkan pada muridnya bagaimana cara
beribadah kepada Tuhan kita. Namun bukan hanya sekedar contoh namun guru
mengajak secara langsung kegiatan praktiknya kepada murid-muridnya.
Selain itu implikasi sila tersebut dalam pendidikan di sekolah adalah
tersedianya fasilitas tempat beribadah yang kebanyakan adalah tempat beribadah
untuk umat Islam yang setiap hari digunakan untuk shalat.
2. Implikasi sila kemanusiaan dalam pendidikan
Implementasi nilai kemanusiaan dalam pendidikan ini adalah pemerintah
megusahakan pendidikan di Indonesia dengan tanpa adanya kekerasan dalam
pembelajarannya. Termasuk juga kekerasaan saat penerimaan murid baru yang
biasanya terjadi masa orientasi sekolah yang sering diwarnai dengan kekerasaan.
Sekarang kebanyakan sekolah-sekolah melarang hal yang demikian.
Di sekolah biasanya tidak hanya diajarkan mengenai materi pengetahuan saja
namun juga diajarkan bagaimana saling tolong menolong dengan teman kita. Selain
itu dalam suatu pembelajaran seorang guru harus memperhatikan nilai kemanusiaan,
yaitu dengan tidak menggunakan kekerasan dan menghargai muridnya. Seorang guru
dilarang menggunakan kekerasan pada muridnya saat pengajaran.
Implementasi sila kemanusiaan dalam pendidikan juga dilakukan oleh murid-
muridnya. Seorang murid kini diajarkan oleh gurunya dalam pengaplikasian nilai-
nilai pancasila bahkan sejak anak duduk di bangku SD. Pengajaran nilai
kemanusiaan ini dapat membiasakan anak untuk memiliki rasa kemanusiaan terhadap
sesama manusia lainnya.
Dengan pengajaran yang demikian maka anak akan tergugah hatinya untuk
mencintai sesamanya. Hal ini terlihat dengan perwujudan dari anak yang mau peduli
dengan temannya, membantu temannya yang membutuhkan, menjenguk temannya
yang sakit, saling menyayangi dengan temannya, dan lain sebagainya.
Dari contoh yang sederhana demikian, maka kelak anak tersebut akan memiliki
jiwa kemanusiaan yang nantinya akan bermanfaat bagi orang lain. Selain itu, ia tidak
akan menjadi pribad yang egois yang hanya mementingkan diri sendiri, namun ia
akan memperhatikan dan ikut merasakan kesusahan orang lain, terutama temannya
sendiri.
3. Implikasi sila persatuan dalam pendidikan
Implementasi sila persatuan dalam pendidikan di Indonesia ini terwujud
melalaui tujuan pendidikan yang sama yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dimana kurikulum yang disusun oleh pemerintahlah yang menyamakan sistem

7
pendidikan di Indonesia. Dengan adanya alat pemersatu pendidikan tersebut maka
diharapkan tujuan pendidikan dapat tercapai dengan mudah.
Di sekolah, sekolah tidak mengajarkan persaingan pada setiap muridnya,
namun sekolah mengajarkan muridnya untuk bekerja sama dan mengajarkan untuk
selalu tetap kompak walaupun ada perbedaan dintara mereka.
Implikasi sila persatuan dalam pendidikan ini terwujud juga dengan adanya
upacara yang dapat mempersatukan mereka. Selain itu kegiatan-kegiatan di sekolah
yang melatih mereka untuk saling bersatu juga akan mengajarkan mereka tentang
makna persatuan.
Selain penerapan dari siswanya, guru beserta staff sekolah yang lainnya juga
harus bekerja sama agar membentuk siswa yang unggul serta mencintai tanah airnya.
Agar kelak setelah dewasa nanti siswa diharapkan bekerja sama dengan orang lain
dalam menghadapi persaingan dan masalah yang akan timbul dalam kehidupan
nantinya. Selain itu penerapan nilai persatuan ini terwujud dengan adanya Persatuan
Guru Republik Indonesia yang disingkat PGRI.
4. Implikasi sila kerakyatan dalam pendidikan
Implementasi sila kerakyatan tersebut dalam pendidikan adalah dimana adanya
usulan-usulan pendidikan dari sekolah-sekolah kepada pemerintah untuk memajukan
sistem pendidikan di Indonesia. Melalui usulan dari sekolah-sekolah tersebut jika
disetujui oleh pemerintah maka diharapkan sekolah mampu menjalankan
pembelajaran guna mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai apa yang telah dicita-
citakan bangsa Indonesia.
Implementasi yang demikian terwujud melalui permusyawarahan yang
dilakukan oleh guru-guru di sekolah. Kemudian perwakilan dari guru di sekolah
tersebut bermusyawarah dengan sekolah lain dan seterusnya yang kemudian
perwakilan dari beberapa sekolah tersebut bermusyawarah dengan menteri
pendidikan dan pihak lain yang terkait untuk membentuk suatu kurikulum dan
kebijakan pendidikan yang nantinya digunakan untuk kepentingan dan kesuksesan
pendidikan di Indonesia.
Sedangkan implementasi kerakyatan bagi murid dalam pendidikan ini adalah
dimana terdapat contoh sederhana. Contoh tersebut adalah dimana anak diajarkan
untuk bertanya kepada gurunya apa yang tidak ia pahami. Selain itu anak juga
diperbolehkan untuk menanggapi apa yang diajarkan oleh guru.
5. Implikasi sila keadilan dalam pendidikan
Implikasi sila keadilan dalam pendidikan dari segi pemerintah adalah dimana
pemerintah memberikan bantuan operasional yang sama kepada setiap sekolah sesuai

8
dengan jenjang pendidikannya masing-masing. Pemerintah memberikan bantuan
yang sama rata dan adil agar sekolah dapat melengkapi sarana dan prasarana serta
fasilitas yang kurang guna kesejahteraan sekolah.
Di sekolah juga sekarang sekolah tidak membedakan muridnya dari kalangan
yang tidak mampu atau mampu. Sekolah menerima murid baru sesuai dengan
persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya, bukan karena uang sumbangan yang
lebih besar dari yang lainnya seorang murid diterima. Apabila seorang murid
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan namun ia kurang mampu, maka sekolah
akan membantu murid tersebut agar tetap dapat melanjutkan sekolah.
Kini di sekolah-sekolah juga dilengkapi dengan ruang BK dimana setiap siswa
yang bermasalah baik akademik, biaya atau lainnya boleh meminta bantuan kepada
sekolah. Hal ini menunjukkan betapa sekolah mencoba berlaku adil kepada setiap
muridnya.

D. PERAN PANCASILA DALAM KEKERASAN PENDIDIKAN


Kekerasan dalam dunia pendidikan pastinya tidak bisa terlepas dari faktor-faktor
pemicu timbulnya sebuah kasus kekerasan. Pemicu bersumber secara langsung dari kasus
itu sendiri. Tanpa pemicu, maka tidak akan muncul kekerasan, dan antara pelaku dan
korban tidak terjadi apa-apa. Di sisi lain, pemicu juga belum tentu menimbulkan efek
yang sama pada kasus yang serupa. Hal ini memungkinkan apabila dalam kasus tersebut
telah ditemukan solusi terbaik, sehingga pemicu tidak sampai menimbulkan perilaku
kekerasan. Namun, lain halnya apabila kasus yang muncul tidak mendapat penyelesaian
dari kedua belak pihak. Dengan begitu, sangat memungkinkan apabila terjadi perilaku
kekerasan, bahkan kekerasan susulan.
Pemicu dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu pemicu internal dan pemicu
eksternal. Pemicu internal muncul dari dalam kasus itu sendiri, yakni bisa dari pelaku
maupun korban. Misalnya, rasa dendam, iri hati, dengki, tersinggung karena ejekan, salah
paham, ditipu, dimarahi, dihukum, dan lain-lain, dimana hal tersebut dipandang
berlebihan oleh salah satu pihak, baik korban maupun pelaku. Sementara, pemicu
eksternal berasal dari luar diri, seperti pada kasus-kasus penyimpangan aturan,
penggelapan dana, tidak transparan, tidak demokratis, dan lain sebagainya. Kekerasan
merupakan hal yang kompleks, karena masing-masing pihak memiliki argumen untuk
membenarkan peilakunya, sebagai bagaina dari sistem pertahanan dirinya. Kadang kala,
pemicu muncul tanpa sengaja, namun respons dari pihak lain amat berlebihan. Akibatnya,
masalah yang semula sepele menjadi besar hingga dapat memicu timbulnya aksi massal.

9
Kekerasan dalam pendidikan dapat dikategorikan dalam tiga tingkatan yaitu ringan,
sedang dan berat. Kekerasan tersebut tidak selalu terjadi secara beruntun dari potensi
(ringan), menjadi kekerasan (sedang), lalu tindak criminal (berat). Bisa saja kekerasan
yang berlangsung hanya sampai pada tingkatan potensi saja, tidak berlanjut ke tingkat
berikutnya. Akan tetapi ditemukan pula kasus tertentu potensi kekerasan ringan berlanjut
menjadi kekerasan sedang, bahkan menjadi tindak kriminal.
Sebagaimana telah diuraikan diatas, dapat dikemukakan tipologi kasus dari masing-
masing potensi kekerasan sebagai berikut.
1. Potensi kekerasan (kekerasan ringan)
Sebagai contoh adalah masalah kenaikan biaya pendidikan. Dampak dari krisis
ekonomi nasional yang berlangsung sejak 1997, hingga kini masih terasa. Harga
barang membumbung tinggi, kebutuhan meningkat sementara daya beli masyarakat
menurun. Dalam konteks inilah, persoalan kenaikan biaya pendidikan menjadi hal
yang dilematis. Di satu sisi, biaya pendidikan harus disesuaikan dengan perkembangan
harga, di sisi lain masyarakat menuntut pendidikan murah. Akibatnya, isu seperti
kenaikan Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan (SPP) menjadi hal sensitif.
Unjuk rasa bermunculan dari berbagai kalangan pelajar dan mahasiswa yang
menolak kenaikan biaya pendidikan, dan di lain pihak, para pendidik menuntut
kenaikan kesejahteraan. Sesungguhnya hal tersebut dipicu oleh biaya pendidikan yang
oleh sebagian orang dianggap tidak terjangkau. Selama krisis ekonomi berlangsung
dan rendahnya kesejahteraan masyarakat belum terselesaikan, selama itu pula unjuk
rasa dengan tema yang sama akan tetap ada.
2. Kekerasan dalam pendidikan (kekerasan sedang)
Kekerasan tingkat ini merupakan kekerasan yang banyak mendapat sorotan
dan menjadi bahan perbincangan di berbagai media. Bagaimana tidak, kasus-kasus
yang ada di Indonesia belakangan ini sebagian besar adalah kasus kekerasan sedang.
Ironisnya, kasus-kasus kekerasan tersebut sebagian besar dilakukan oleh guru terhadap
siswa dan pelajar terhadap guru. Namun, tidak menutup kemungkinan juga terjadi
kasus kekerasan antar pihak sekolah, kasus kekerasan antar pelajar/ mahasiswadan
kasus kekerasan mahasiswa terhadap masyarakat.
Berdasarkan hal diatas, pada bagian ini akan diuraikan gambaran kasus per
kasus yang banyak ditemukan.
a. Kasus kekerasan guru terhadap siswa
Kekerasan yang biasa ditimbulkan dari kasus ini meliputi hukuman yang
melebihi kepatuhan, penganiayaan, sampai dengan tindak asusila. Contoh
hukuman yang berlebihan adalah kasus yang terjadi di Klaten pada 23 Juli 2001,

10
dimana seorang guru SLTP menghukum murid kelas III dengan push up sebanyak
100 kali dan roll depan sepanjang lapangan. Hukuman diberikan karena guru
tersebut menilai para muridnya tidak memperhatikan latihan baris berbaris.
Akibatnya, 15 murid pingsan, 3 diantaranya dirawat di rumah sakit, sedang siswa
lain mengalami lecet dan terkilir.
Lebih keras dari hukuman, adalah kasus penganiayaan guru terhadap murid. Di
Jeneponto, Sulawesi Selatan seorang, seorang guru memukul muridnya dengan
menggunakan tangan dan batang sapu karena tidak terima ada murid yang gaduh
saat kelasnya.
Perilaku ketiga dari kekerasan guru terhadap murid adalah tindak pencabulan.
Kekerasan ini tergolong tindak kriminal dan ditangani oleh pihak berwajib,
karenanya tidak masuk dalam kategori ini.
Perilaku kekerasan guru terhadap siswa ini bisa terjadi karena adanya sikap
otoriter, dalam artian bahwa guru berwenang penuh terhadap siswa, termasuk
memarahi dan memberi hukuman.
b. Kasus kekerasan pelajar terhadap guru
Dalam kategori ini, ditemukan dua kasus. Yang pertama terjadi pada tahun
2002 di Kebumen. Akibat menangani siswa yang bandel dengan menyabetkan tali
peluit ke tubuh siswanya, seorang guru SLTP di kota itu dianiaya di sekolah oleh
tiga orang tak dikenal. Pihak sekolah akhirnya mengeluarkan siswa bermasalah
tersebut. Kasus kedua terjadi pada tahun 2016 di Sekolah Menengah Pertama
Islam Terpadu Al Karim, kecamatan Serayu, provinsi Sumatera selatan. Akibat
menegur dan melarang seorang siswanya masuk kelas karena takut mengganggu
berlangsungnya lomba puisi, seorang guru ditikam oleh siswa tersebut
menggunakan pisau yang diperoleh dari kantin sebanyak 13 kali tikaman.
Akibatnya, sang guru harus mendapatkan perawatan intensif di sebuah rumah
sakit, sedangkan pelaku diantarkan kedua orang tuanya ke kantor polisi untuk
menyerahkan diri.
Dari kedua kasus di atas dapat diketahui bahwa munculnya kekerasan dimulai
dengan hukuman yang dianggap berlebihan oleh pihak siswa. Hal ini kemudian
menimbulkan aksi balas dendam dan kekerasan susulan.
3. Kriminalitas dalam pendidikan (kekerasan berat)
Umumnya kasus kekerasan dalam kategori ini mengambil bentuk tindakan agresi
atau kekerasan offensive, baik secara individual maupun kolektif (crowd).
Tindakan kriminal jelas meresahkan masyarakat karena menimbulkan perasaan
tidak aman di hati masyarakat. Kekerasaan yang kerap terjadi di kalangan pelajar/

11
mahasiswa antara lain pencabulan, penculikan, pencurian, peredaran dan konsumsi
narkoba serta pembunuhan.

Untuk menghindari atau meminimalisisr terjadinya perilaku kekerasan dalam


pendidikan, tiap kasus yang muncul harus ditempuh penyelesaian, atau alternatif solusi
yang dapat disepakati oleh pihak-pihak yang terkait.

Mengingat perilaku kriminalitas dalam pendidikan cenderung kian memprihatinkan,


maka dibutuhkan penanganan dari pihak berwajib dan dukungan perangkat hukum yang
jelas. Bagi bangsa Indonesia sendiri, tentunya untuk meyikapi kasus seperti di atas, telah
memiliki dasar acuan ataupun pedoman dalam berperilaku sehari-hari, yang tak lain
adalah pancasila yang memang digunakan sebagai ideologi, dasar negara, dan pandangan
hidup bangsa. Apabila dilihat dari fungsi pancasila itu sendiri, tentunya kasus-kasus di
atas telah menyimpang dari pedoman yang ada. Sehingga seharusnya orang-orang tak
perlu lagi mempertanyakan dan meragukan peran pancasila karena memang peran dan
fungsinya sudah jelas. Namun apabila dilihat dari segi efektivitas Pancasila dalam
menghadapi tantangan global, khususnya dalam dunia pendidikan, hal ini cenderung
mengarah kepada pemahaman masing-masing individu dalam mengamalkan nilai-nilai
pancasila. Oleh karena itu, hendaknya nilai-nilai pancasila benar-benar ditanamkan,
dipahami dan diamalkan oleh segenap bangsa Indonesia agar perannya dapat berfungsi
secara efektif. Sehingga tercipta kedamaian dan kenyamanan hidup berbangsa dan
bernegara, serta dapat melahirkan generasi-generasi pancasilais yang berkualitas.

12
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Eksistensi pancasila di era globalisasi ini sangatlah rawan terhadap gangguan.
Gangguan yang dapat menyebabkan menurunnya nilai-nilai kemasyarakatan, sehingga
memicu terjadinya penyimpangan nilai-nilai pancasila, yang sejatinya telah menjadi
ideologi, dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Penyimpangan nilai-nilai
pancasila tersebut tercermin dari masih banyaknya kasus-kasus kekerasan dalam dunia
pendidikan.
Dengan demikian eksis dan tidaknya pancasila di era global sangat tergantung dari
nilai-nilai masyarakat. Jika nilai-nilai tersebut tetap tumbuh dan berkembang, maka
pancasila juga akan terus eksis. Sebaliknya jika nilai tersebut mengalami pergeseran, besar
kemungkinan pancasila juga akan mengalami pergeseran bahkan bisa juga mengalami
keruntuhan. Begitupun apabila dihubungkan dengan kasus-kasus kekerasan dalam
pendidikan, apabila pemahaman akan nilai-nilai pancasila telah tertanam kuat dan
diimplementasikan secara baik maka akan dapat mengurangi angka terjadinya kasus
kekerasan yang ada. Hingga pada akhirnya, terciptalah kedamaian dan kenyamanan hidup
berbangsa dan bernegara, serta dapat melahirkan generasi-generasi pancasilais yang
berkualitas.

B. SARAN
Di era global ini, sudah seharusnya kita mahasiswa, generasi penerus bangsa untuk
selalu menanamkan, menumbuhkan, serta mengimplementasikan sikap pancasilais.
Penanaman nilai pancasilais ini bisa dengan berpartisipasi dan berkontribusi aktif untuk
kemajuan bangsa dan negara ini, dengan mengembangkan nilai-nilai luhur, mencintai, dan
bangga menjadi bagian bangsa Indonesia sehingga pancasila dapat terus eksis sebagai
ideologi, dasar negara dan pandangan hidup bangsa.

13
DAFTAR PUSTAKA

Assegraf, Abd. Rahman. 2004. Pendidikan Tanpa Kekerasan. Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya.

Diansyah, Amarullah. 2016. Tersinggung, Siswa SMP Nekat Tikam Guru 13 Kali.
https://daerah.sindonews.com/read/1153906/190/tersinggung-siswa-smp-nekat-tikam-
guru-13-kali-1478666066/13, diakses tanggal 28 Februari 2017 jam 18. 03 WIB.

Inolva, Feris. 2013. Makalah Pancasila di Era Globalisasi.


http://feris42.blogspot.co.id/2013/03/makalah-pancasila-di-era-globalisasi.html?
m=1, diakses tanggal 27 Februari 2017 jam 13.00 WIB.

Mallombasang. 2016. Empat Siswi SMP di Jeneponto Mengaku Dipukul Guru.


https://daerah.sindonews.com/read/1138316/192/empat-siswi-smp-di-jeneponto-
mengaku-dipukul-guru-1473494636, diakses tanggal 28 Februari 2017 jam 18.01
WIB.

Paksi, Hendrik Pandu. 2014. Eksistensi Pancasila di Era Globalisasi.


https://journal424.wordpress.com/2013/02/10/eksistensi-pancasila-di-era-
globalisasi/comment-page-1/, diakses tanggal 27 Februari 2017 jam 12. 37 WIB.

Setiyaningsih, Trisna. 2012. Implementasi Nilai-Nilai Pancasila.


http://trisna-setiyaningsih.blogspot.co.id/2012/12/implementasi-nilai-nilai-
pancasila.html, diakses tanggal 27 Februari 2017 jam 10.00 WIB.

14

Anda mungkin juga menyukai