Anda di halaman 1dari 3

Pancasila dan Permasalahan SARA

Prof. Mr. Dr. R.M Soeripto (Anggota Konstituanse Fraksi PNI)1 “Pancasila sebagai dasar negara
telah dipergunakan selama lebih dari 12 tahun tahan uji. Bilamana negara kita sekarang
mengalami kesulitan-kesulitan kenegaraan, ini disebabkan oleh hal di luar Pancasila. Menurut
hemat kami di antaranya oleh karena itu tidak mentaati dasar musyawarah dari demokrasi
Indonesia, yaitu dasar keempat dari Pancasila, tetapi memakai system demokrasi Barat yang
tidak sesuai dengan kejiwaan kita”.

Konflik itu dapat berupa konflik vertikal maupun horisontal. Konflik vertikal misalnya antara si
kuat dengan si lemah, antara penguasa dengan rakyat, antara mayoritas dengan minoritas, dan
sebagainya. Sementara itu konflik horisontal ditunjukkan misalnya konflik antarumat beragama,
antarsuku, atarras, antargolongan dan sebagainya. Jurang pemisah ini merupakan potensi bagi
munculnya konflik.
Data-data empiris menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang tersusun
atas berbagai unsur yang sangat pluralistik, baik ditinjau dari suku, agama, ras, dan golongan.
Pluralitas ini di satu pihak dapat merupakan potensi yang sangat besar dalam pembangunan
bangsa, namun di lain pihak juga merupakan sumber potensial bagi munculnya berbagai konflik
yang mengarah pada disintegrasi bangsa.
Pada prinsipnya Pancasila dibangun di atas kesadaran adanya kompleksitas, heterogenitas atau
pluralitas kenyataan dan pandangan. Artinya segala sesuatu yang mengatasnamakan Pancasila
tetapi tidak memperhatikan prinsip ini, maka akan gagal.
Berbagai ketentuan normatif tersebut antara lain: Pertama, Sila ke-3 Pancasila secara eksplisit
disebutkan “Persatuan Indonesia“. Kedua, Penjelasan UUD 1945 tentang Pokok-pokok Pikiran
dalam Pembukaan terutama pokok pikiran pertama. Ketiga, Pasal-Pasal UUD 1945 tentang
Warga Negara, terutama tentang hak-hak menjadi warga negara. Keempat, Pengakuan terhadap
keunikan dan kekhasan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia juga diakui, (1) seperti
yang terdapat dalam penjelasan UUD 1945 tentang Pemerintahan Daerah
yang mengakui kekhasan daerah, (2) Penjelasan Pasal 32 UUD 1945 tentang puncak-puncak
kebudayaan daerah dan penerimaan atas budaya asing yang sesuai dengan budaya Indonesia; (3)
penjelasan Pasal 36 tentang peng-hormatan terhadap bahasa-bahasa daerah. Kiranya dapat
disimpulkan bahwa secara normatif, para founding fathers negara Indonesia sangat menjunjung
tinggi pluralitas yang ada di dalam bangsa Indonesia, baik pluralitas pemerintahan daerah,
kebudayaan, bahasa dan lain-lain. Justru pluralitas itu merupakan aset yang sangat berharga bagi
kejayaan bangsa.
beberapa prinsip yang dapat digali dari Pancasila sebagai alternatif pemikiran dalam rangka
menyelesaikan masalah SARA ini antara lain: Pertama, Pancasila merupakan paham yang
mengakui adanya pluralitas (keberagaman) kenyataan, namun mencoba merangkumnya dalam
satu wadah ke-Indonesiaan. Kesatuan tidak boleh menghilangkan pluralitas yang ada, sebaliknya
pluralitas tidak boleh menghancurkan persatuan Indonesia. Implikasi dari paham ini adalah
berbagai produk hukum dan perundangan yang tidak sejalan dengan pandangan ini perlu ditinjau
kembali, kalau perlu dicabut, karena jika tidak akan membawa risiko sosial politik yang tinggi.
Kedua, sumber bahan Pancasila adalah di dalam tri prakara, yaitu dari nilai-nilai keagamaan,
adat istiadat dan kebiasaan dalam kehidupan bernegara yang diterima oleh masyarakat. Dalam
konteks ini pemikiran tentang toleransi, kerukunan, persatuan, dan sebagainya idealnya digali
dari nilai-nilai agama, adat istiadat, dan kebiasaan kehidupan bernegera yang diterima oleh
masyarakat
Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia, mengandung nilai-nilai
dalam tiap-tiap silanya. Nilai-nilai tersebut patut dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.3

Pancasila dan Permasalahan HAM


Hubungan antara Hak asasi manusia dengan Pancasila dapat dijabarkan Sebagai berikut:4
1. Sila ketuhanan yang maha Esa, menjamin hak kemerdekaan untuk memeluk agama,
melaksanakan ibadah dan menghormati perbedaan agama.
2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, menempatkan hak setiap warga negara pada
kedudukan yang sama dalam hukum serta serta memiliki kewajiban dan hak-hak yang sama
untuk mendapat jaminan dan perlindungan undang-undang.
3. Sila persatuan Indonesia, mengamanatkan adanya unsur pemersatu diantara warga Negara
dengan semangat rela berkorban dan menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas
kepentingan pribadi atau golongan, hal ini sesuai dengan prinsip HAM dimana hendaknya
sesama manusia bergaul satu sama lainnya dalam semangat persaudaraan.
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dicerminkan dalam kehidupan pemerintahan, bernegara, dan
bermasyarakat yang demokratis. Menghargai hak setiap warga negara untuk bermusyawarah
mufakat yang dilakukan tanpa adanya tekanan, paksaan, ataupun intervensi yang membelenggu
hak-hak partisipasi masyarakat.
5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mengakui hak milik perorangan dan
dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta memberi kesempatan sebesar-besarnya pada
masyarakat.
Tanggung jawab pemerintah untuk melindungi HAM yang terdapat pada pasal pasal UUD
1945, yaitu:
1. Pasal 28 I Ayat 4
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara,
terutama pemerintah. Sedangkan pada Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia terdapat pada:

2. Pasal 71
Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan
memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perundang-
undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara
Republik Indonesia.

3. Pasal 72
Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, meliputi
langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya
pertahanan keamanan negara, dan bidang lain.

Pancasila dan Permasalahan Krisis Ekonomi


Thun 1998 menjadi saksi bagi tragedi perekonomian bangsa, keadaannya berlangsung sangat
tragis dan tercatat sebagai periode paling suram dalam sejarah perekonomian Indonesia,
mungkin dia akan selalu diingat, sebagaimana kita selalu mengingat black Tuesday yang
menandai awal resesi ekonomi dunia tanggal 29 Oktober 1929.
Hanya dalam waktu setahun, perubahan dramatis terjadi, prestasi ekonomi yang dicapai dalam
dua dekade, tenggelam begitu saja. Dia juga sekaligus membalikkan semua bayangan indah dan
cerah di depan mata menyongsong melenium ketiga.
Selama periode sembilan bulan pertama tahun 1998 tak pelak lagi merupakan periode paling
hiruk pikuk dalam perekonomian. Krisis yang sudah berjalan enam bulan selama tahun 1997
berkembang semakin buruk dalam tempo cepat. Dampak krisis pun mulai dirasakan secara
nyata oleh masyarakat, dunia usaha.
Dana Monoter Internasional (IMF) mulai turun tangan sejak Oktober 1997, namun terbukti
tidak bisa segera memperbaiki stabilitas ekonomi dan rupiah. Bahkan situasi seperti lepas
kendali, bagai layang- layang yang putus talinya. Krisis ekonomi Indonesia bahkan tercatat
sebagai yang terparah di Asia Tenggara.

Anda mungkin juga menyukai