Anda di halaman 1dari 129

PENANAMAN NILAI-NILAI KE-NU-AN

PADA ANAK USIA DINI DI RA MA’ARIF PULUTAN


TAHUN PELAJARAN 2019/2020

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna


Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:

ALFA ALFI ROHMATIN

NIM: 23050-15-0022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019

I
II
PENANAMAN NILAI-NILAI KE-NU-AN
PADA ANAK USIA DINI DI RA MA’ARIF PULUTAN
TAHUN PELAJARAN 2019/2020

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna


Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:

ALFA ALFI ROHMATIN

NIM: 23050-15-0022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019

III
IV
V
VI
MOTTO

‫للا‬ َ ‫ب ا ْل ِع ْل ِم فَهُ َو فِى‬


ِ ‫س ِب ْي ِل‬ ِ َ‫َمنْ َخ َر َج فِى طَل‬

“Barang siapa keluar untuk mencari ilmu maka dia berada di jalan Allah”

(HR. Turmudzi)

VII
PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahim. Puji Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT,

yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya dalam menyelesaikan karya ini.

Kupersembahkan karya ini kepada:

1. Kedua orang tuaku tercinta (Bp. Hasan Kumaidi dan Ibu Umi Rotul

Anisah). Terimakasih atas kasih sayang, cinta, dorongan, kepercayaan,

kesabaran, jerih payah serta pengorbanan tanpa pamrih.

2. Saudara-saudara kandungku (Nailil Asna dan Raqa Adzihni) yang telah

memberikan semangat.

3. Bapak Dr. H. Achmad Maimun, M. Ag selaku Dosen Pembimbing yang

selalu memberikan motivasi, dorongan dan bimbingan dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Kepada Abah Kyai Muhsoni (Alm.) Ibu Nyai Mir‟atul serta para guru di

Pondok Pesantren Bina Insani yang tak kenal lelah untuk memberi

motivasi kepada penulis sebelum duduk di bangku kuliah.

5. Untuk Achmad Rifa‟i yang selalu bersedia membantu dalam proses

penyusunan skripsi hingga selesai.

6. Seluruh sahabat-sahabat alumni Bina Insani yang telah memberi support

terhadap saya.

7. Untuk teman seperjuangan prodi PIAUD yang telah memberi semangat

kepada saya.

8. Seluruh teman-teman seperjuangan prodi PIAUD angkatan 2015

VIII
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat, nikmat, taufik serta hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan lancar sebagai tahap akhir studi di jurusan

Pendidikan Islam Anak Usia Dini Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut

Agama Islam Negeri Salatiga.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan dan motivasi dari bebagai

pihak, skripsi ini tidak dapat selesai dengan baik. Oleh karena itu, ucapan

terimakasih di sampaikan sebesar-besarnya dan semoga Allah memberikan ridho-

Nya kepada:

1. Rektor Institut Agama Islam Negeri Salatiga, Bapak Prof. Dr. H.

Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag.

2. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri

Salatiga Bapak Prof. Dr. Mansur, M.Ag.

3. Ketua Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini Bapak Imam Mas

Arum, S.Pd., M. Pd

4. Bapak Dr. H. Achmad Maimun, M.Ag. selaku pembimbing skripsi yang

telah membimbing dan meluangkan waktunya dengan ikhlas untuk

penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini terselesaikan.

5. Segenap Dosen dan Karyawan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Institut Agama Islam Negeri Salatiga yang telah memberikan banyak ilmu

yang bermanfaat.

IX
6. Ibu Kepala RA beserta para guru dan karyawan RA Ma‟arif Pulutan yang

telah berkenan membantu dan memberikan data kepada penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini.

7. Semua pihak yang telah membantu maupun yang mendo‟akan penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga segala bantuan yang telah

diberikan mendapat balasan dari Allah SWT, serta tercatat sebagai amal

baik. Aamiin.

Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan

maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga

hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta pembaca pada

umumnya. Amiin.

Salatiga, 28 Agustus 2019

Penulis,

Alfa Alfi Rohmatin


NIM. 23050150022

X
ABSTRAK

Rohmatin, Alfa Alfi. 2019. Penanaman Nilai-Nilai ke-NU-an pada Anak Usia
Dini di RA Ma’arif Pulutan Tahun Pelajaran 2019/2020. Skripsi. Program
Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. H.
Achmad Maimun, M. Ag.

Kata Kunci: Penanaman Nilai-Nilai, Ke NU an dan Anak Usia Dini

Tujuan penelitian dalam skripsi ini ada dua hal, yaitu: 1) Mengetahui
proses yang dilakukan dalam penanaman nilai-nilai ke-NU-an pada anak usia dini
di RA Ma‟arif Pulutan Tahun Pelajaran 2019/2020. 2) Mengetahui nilai-nilai ke
NU an apa saja yang ditanamkan di RA Ma‟arif Pulutan Tahun Pelajaran
2019/2020.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber primer
dan sumber sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi,
wawancara dan dokumentasi. Untuk mengolah keabsahan data menggunakan
triangulasi, yaitu triangulasi sumber dan triangulasi metode.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penanaman nilai-nilai ke NU an
pada anak usia dini di RA Ma‟arif Pulutan sudah dilaksanakan, meskipun tidak
formal tetapi melalui pembiasaan-pembiasaan setiap harinya. Proses yang
dilakukan dalam penanaman nilai-nilai ke NU an yaitu dilakukan secara bertahap,
mulai dari tahap pengenalan terlebih dahulu kemudian tahap praktik. Penanaman
nilai-nilai ke NU an di RA Ma‟arif Pulutan meliputi tiga bidang yaitu, bidang
aqidah, bidang ibadah dan bidang akhlaq.

XI
DAFTAR ISI

SAMPUL ...................................................................................................... i

LOGO ..................................................................................................... ii

SAMPUL DALAM ............................................................................................iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. v

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................ vi

MOTTO ................................................................................................... vii

PERSEMBAHAN ............................................................................................viii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix

ABSTRAK .................................................................................................... xi

DAFTAR ISI ................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

B. Fokus Masalah .................................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4

D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 5

E. Penegasan Istilah ................................................................................. 5

F. Sistematika Penulisan .......................................................................... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori ..................................................................................... 9

1. Kajian tentang Penanaman Nilai-Nilai........................................... 9

XII
2. Kajian tentang Wawasan ke-NU-an .............................................. 12

3. Sekilas tentang Pengamalan Keragaman NU ................................ 42

B. Kajian Pustaka ..................................................................................... 44

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 48

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 48

C. Sumber Data ......................................................................................... 48

D. Prosedur Pengumpulan Data ................................................................ 49

E. Analisis Data ........................................................................................ 50

F. Pengecekan Keabsahan Data................................................................ 52

BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS DATA

A. Paparan Data ........................................................................................ 54

1. Sejarah Singkat Berdirinya RA Ma‟arif Pulutan........................... 54

2. Profil Sekolah ................................................................................. 55

3. Letak Geografis RA Ma‟arif Pulutan ............................................. 55

4. Visi, Misi dan Tujuan RA Ma‟arif Pulutan.................................... 56

5. Sarana dan Prasarana...................................................................... 56

6. Data Jumlah Guru RA Ma‟arif Pulutan ......................................... 57

7. Rincian Data Jumlah Peserta Didik RA Ma‟arif Pulutan............... 58

B. Temuan Data dan Penelitian ................................................................ 59

1. Proses yang dilakukan dalam Penanaman Nilai-Nilai ke-NU-an

pada Anak Usia Dini di RA Ma‟arif Pulutan .................................. 59

XIII
2. Apa Saja Nilai-Nilai ke-NU-an yang ditanamkan di RA Ma‟arif

Pulutan ............................................................................................ 61

C. Analisis Data ........................................................................................ 62

1. Proses Penanaman Nilai-Nilai ke-NU-an pada Anak Usia Dini

di RA Ma‟arif Pulutan..................................................................... 63

2. Apa Saja Penanaman Nilai-Nilai ke-NU-an yang ditanamkan

pada Anak Usia Dini di RA Ma‟arif Pulutan ................................. 63

BAB V PENUTUP ........................................................................................... 66

A. Kesimpulan ......................................................................................... 66

B. Saran .................................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

XIV
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Daftar Guru RA Ma‟arif Pulutan

Tabel 4.2 Data Siswa RA Ma‟arif Pulutan Tahun Pelajaran 2019/2020

XV
DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 Daftar SKK

2. Lampiran 2 Surat Tugas Pembimbing Skripsi

3. Lampiran 3 Permohonan Izin Penelitian

4. Lampiran 4 Surat Keterangan Penelitian

5. Lampiran 5 Lembar Konsultasi Skripsi

6. Lampiran 6 Transkip Wawancara

7. Lampiran 7 Catatan Observasi

8. Lampiran 8 Lampiran RKH

9. Lampiran 9 Catatan Anekdot

10. Lampiran 10 Lampiran-lampiran Foto Penelitian

11. Lampiran 11 Daftar Riwayat Hidup

XVI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan agama akan berhasil secara efektif apabila ditanamkan

sejak usia dini karena menurut Montessori, saat usia dini anak mengalami

masa peka dimana anak sangat mudah menerima stimulasi dari luar darinya.

Dan hasil penelitian, Teyler mengemukakan bahwa pada saat lahir otak

manusia berisi sekitar 100 milyar hingga 200 milyar sel saraf. Tiap sel saraf

siap berkembang sampai taraf tertinggi dari kapasitas manusia jika mendapat

stimulasi yang sesuai dari lingkungan. Usia dini merupakan usia yang paling

penting karena awal bagi pertumbuhan dan perkembangan anak yang

membawa kearah kehidupan mereka selanjutnya. Dengan perhatian dan

kesadaran terhadap pendidikan anak sejak usia dini akan memberikan dampak

positif (Rahman. 2002:5).

Pendidikan agama sejak usia dini memerlukan dorongan dan

rangsangan sebagaimana pohon memerlukan air dan pupuk. Minat dan cita-

cita anak perlu ditumbuhkembangkan ke arah yang lebih baik dan terpuji

melalui pendidikan dan keteladanan. Cara memberikan pendidikan atau

pengajaran agama haruslah sesuai dengan perkembangan psikologis anak.

Oleh karena itu dibutuhkan pendidik yang memiliki jiwa pendidik dan

agamis, supaya segala gerak-geriknya menjadi teladan dan cermin bagi anak.

(Daradjat. 2001:127). Imam Al-Ghazaly berpendapat bahwa pendidikan

agama harus mulai diajarkan kepada anak sedini mungkin, pertama kali denga

1
mendidik hati mereka dengan ilmu pengetahuan dan mendidik jiwanya denga

ibadah. (Sulaiman. 2003:61).

Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi terbesar di Indonesia tidak

lepas perananannya dalam bidang pendidikan Islam di Indonesia. Ajaran

Islam Ahlusunnah Waljama‟ah yang kemudian sering disebut Aswaja oleh

kaum Nahdliyin (NU) dianggap sesuai dengan Islam Indonesia. NU

mempunyai banyak sekali lembaga pendidikan yang terdiri pondok pesantren

dan madrasah yang tersebar diseluruh tanah air, dalam prakteknya NU tidak

hanya fokus dalam pendidikan agama saja, tetapi lembaga dibawah naungan

NU juga menambahkan pendidikan umum. Disamping itu NU juga

mempunyai sekolah-sekolah umum terdiri dari TK sampai Perguruan Tinggi

(Hasbullah. 2001: 111).

NU membentuk satu lembaga yang khusus menangani bidang

pendidikan dan pengajaran, yaitu Lembaga Pendidikan Ma‟arif, dimana

tugasnya melaksanakan kebijakan NU di bidang pendidikan dan pengajaran,

baik formal maupun non formal, selain pondok pesantren. Banyaknya

lembaga pendidikan dibawah naungan NU berbanding lurus dengan jumlah

umat NU yang mayoritas di negri ini.

Dewasa ini terdapat lembaga pendidikan tertentu yang memasukkan

nilai-nilai Aswaja dalam muatan kurikulumnya. RA Ma‟arif Pulutan adalah

salah satu lembaga pendidikan yang berbasis Aswaja bertujuan untuk

memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai Aswaja ke NU an secara

keseuruhan ke peserta didik, sehingga menjadi muslim yang terus

2
berkembang dalam hal keyakinan, ketaqwaan kepada Allah SWT, serta

berakhlak mulia sebagai individu maupun anggota masyarakat.

Nahdlatul Ulama (NU) menganggap pendidikan merupakan suatu hal

yang penting dalam kehidupan untuk membentuk menusia yang berkualitas.

Hal ini tentunya selaras dengan tujuan dari Pendidikan Nasional yang

tercantum pada Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, yaitu:

Tujuan Pendidikan Nasional adalah berkembangnya potensi


peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab (UU No.20 thn 2003).

(Raudhatul Athfal) Ma‟arif Pulutan merupakan sebuah lembaga

pendidikan anak usia dini di bawah Yayasan LP Ma‟arif NU, yang berada di

Jln. Dipomenggolo RT.01 RW.04, Pulutan, Kecamatan Sidorejo, Kota

Salatiga Provinsi Jawa Tengah. Sebagai Lembaga Pendidikan yang berada di

bawah naungan NU, maka sudah sewajarnya RA Ma‟arif Pulutan

menanamkan nilai-nilai ke-NU-an kepada peserta didiknya. Pendidikan ke-

NU-an memang harus diajarkan kepada anak didik sejak tingkat dasar.

Bahkan pendidikan mengenai ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama‟ah

(Aswaja) itu lebih baik diajarkan sedini mungkin.

Menurut Jalaluddin pengenalan ajaran agama sejak dini sangat

berpengaruh dalam membentuk kesadaran dan pengalaman agama pada diri

anak. Adanya kesadaran dan pengalaman agama pada anak akan membentuk

budi pekerti, perasaan, cita rasa dan kepribadian positif yang sangat penting

3
bagi kehidupan anak sejalanjutnya baik secara personal maupun interpersonal

(Rahmat. 2003:70).

Dari beberapa hal tersebut membuat peneliti tertarik melakukan

penelitian lebih lanjut mengenai penanaman nilai-nilai ke-NU-an yang

dilaksanakan di RA Ma‟arif Pulutan dalam kerangka judul “Penanaman Nilai-

nilai ke-NU-an Pada Anak Usia Dini di RA Ma‟arif Pulutan Tahun Pelajaran

2018/2019”.

B. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan diatas, maka dapat

dirumuskan fokus permasalahan pada penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana proses yang dilakukan dalam penanaman nilai-nilai ke-NU-

an pada anak usia dini di RA Ma‟arif Pulutan Tahun Pelajaran

2019/2020?

2. Apa saja nilai-nilai ke-NU-an yang ditanamkan di RA Ma‟arif Pulutan

Tahun Pelajaran 2019/2020?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui proses yang dilakukan dalam penanaman nilai-nilai

ke-NU-an anak usia dini di RA Ma‟arif Pulutan Tahun Pelajaran

2019/2020

2. Untuk mengetahui nilai-nilai ke-NU-an apa saja yang ditanamkan di RA

Ma‟arif Pulutan Tahun Pelajaran 2019/2020

4
D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi landasan dalam penanaman

nilai-nilai ke-NU-an anak usia dini, selain itu juga menjadi sumber

pengetahuan bagi guru pendidikan anak usia dini.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini bagi penulis yaitu penulis mampu mengetahui

penanaman nilai-nilai ke-NU-an pada anak usia dini yang nantinya dapat

diterapkan dalam dunia pendidikan anak usia dini.

Bagi guru, penelitian ini dapat dijadikan sebagai evaluasi

pembelajaran yang telah dilaksanakan agar dapat lebih berkembang dan

lebih inovatif lagi dalam pendidikan keagamaan anak.

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam pembahaan skripsi yang

berjudul “PENANAMAN NILAI-NILAI KE-NU-AN PADA ANAK USIA

DINI DI RA MA‟ARIF PULUTAN TAHUN PELAJARAN 2019/2020.

Penulis akan memberikan penjelasan dan pembatasan istilah, yaitu:

1. Penanaman Nilai-nilai Ke-NU-an

Penanaman nilai-nilai ke-NU-an dapat diartikan sebagai wujud

aplikasi dari apa yang diperoleh dari pendidikan yang kemudian

ditransformasikan secara sadar kedalam sikap dan perilaku sehari-hari

yang mengajarkan dan membimbing siswa agar mengetahui dan

memahami tentang nilai-nilai ke-NU-an yang meliputi amar ma‟ruf nahi

5
munkar, tawassuth, tawazun, tasamuh, latar berdirinya jam‟iyyah NU,

asas, dan tujuannya.

NU (Nahdlatul Ulama) adalah organisasi keagamaan Islam

(jamiiyah diniyah Islamiyah) yang didirikan atas dasar aqidah Islam

menurut paham ahlusunnah wal jamaah dengan menganut salah satu dari

madzhab empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi‟I, dan Hanbali (Thoha.

2006:3).

Nahdlatul Ulama adalah penganut, pengemban, pengembang ajaran

Islam Ahlussunnah Waljamaah yang memiliki prinsip tawassuth,

tawazun, dan I‟tidal (Abdillah. 2009:3)

Ada juga yang berpendapat bahwa NU hanyalah sekedar alat

perjuangan menuju keridhaan Allah untuk menegakkan amar ma‟ruf

nahi munkar (Munawir. 2006:24).

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Penanaman

nilai-nilai ke NU an yang dimaksud disini adalah lebih fokus pada

nilai-nilai Ahlussunnah Wal Jamaah nya. Organisasi penganut paham

Aswaja dengan menganut salah satu dari empat madzhab untuk

menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar.

2. Pengertian Anak Usia Dini

Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentan usia 0-6 tahun

(Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003) dan 0-8 tahun menurut para

pakar pendidikan anak. Anak usia dini adalah kelompok anak yang

berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang khusus

6
sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya (Mansur.

2005:88).

Pada masa ini merupakan masa emas atau golden age, karena anak

mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan

tidka tergantikan pada masa mendatang. Menurut berbagai penelitian

di bidang neurologi terbukti bahwa 50% kecerdasan anak terbentuk

dalam kurun waktu 4 tahun pertama. Setelah anak berusia 8 tahun

perkembangan otaknya mencapai 80% dan pada usia 18 tahun

mencapai 100% (Suyanto. 2005.6).

Sesuai Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 14,

upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak usia 0-6 tahun tersebut

dilakukan melalui pendidikan anak usia dini (PAUD). Pendidikan anak

usia dini dapat dilaksanakan melalui pendidikan formal, non formal

dan informal. Pendidikan anak usia dini jalur formal berbentuk taman

kanak-kanak (TK) dan Roudlatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang

sederajat. Pendidikan anak usia dini jalur nonformal berbentuk

kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), sedangkan

PAUD pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga

atau pendidikan lingkungan seperti bina keluarga balita dan posyandu

yang terintegrasi PAUD atau yang kita kenal dengan satuan PAUD

sejenis (SPS).

Dari uraian di atas, dapat menyimpulkan bahwa anak usia dii

adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun yang sedang

7
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat,

sehingga diperlukan stimulasi tersebut harus diberikan melalui

lingkungan keluarga, PAUD jalur formal seperti peniitipan anak (TPA)

atau kelompok bermain (KB) dan PAUD jalur formal seperti TK dan

RA.

F. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan yaitu terdiri dari latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian. Kemudian selanjutnya adalah

penegasan istilah dan sistematika penulisan.

BAB II Kajian Pustaka yaitu terdiri dari landasan teori dan kajian

pustaka.

BAB III Metode Penelitian terdiri dari jenis penelitian, lokasi dan

waktu penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data dan

pengecekan keabsahan data.

BAB IV Paparan dan Analisis Data terdiri dari paparan data dan

analisis data.

BAB V Penutup yaitu kesimpulan dan saran.

Bagian Akhir yang terdiri dari daftar pustaka, lampiran dan daftar

riwayat hidup penulis.

8
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kajian tentang Penanaman Nilai-Nilai

a. Pengertian Penanaman

Menanamkan yaitu menerapkan dalam diri atau sikap pada

peserta didik sehingga tertanam dalam diri dan terealisasi dalam

tindakan. Penanaman berasal dari kata tanam. Penanaman adalah

proses, cara, pembuatan menanam, memahami, atau menanamkan.

Dalam hal ini yang dimaksud adalah suatu cara yang bertujuan untuk

menanamkan sesuatu (Tim penyusun KBBI. 2008: 1615).

b. Pengertian Nilai

Kata nilai dapat dilihat dari segi etimologis dan terminologis,

dari segi etimologis nilai adalah harga, derajat. Nilai adalah ukuran

untuk menghukum atau memilih tindakan dan tujuan tertentu,

sedangkan dari segi terminologis dapat dilihat dari beberapa ahli salah

satunya yaitu Goldon Alport yang mengartikan nilai adalah keyakinan

yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya

(Fathurrohman. 2015:53).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwasanya nilai

merupakan suatu keyakinan atau kepercayaan yang menjadi dasar bagi

seseorang atau sekelompok untuk memilih tindakannya atau menilai

suatu yang bermakna atau tidak bermakna bagi kehidupan. Terdapat

9
enam orientasi nilai yang sering dijadikan rujukan oleh manusia dalam

kehidupannya, nilai-nilai tersebut antara lain: (Fathurrohman. 2015:

55-58).

1) Nilai teoritik

Nilai ini melibatkan pertimbangan logis dan rasional dalam

memikirkan dan membuktikan kebenaran sesuatu. Nilai teoritik

memiliki kadar benar-salah menurut timbangan akal pikiran.

2) Nilai ekonomis

Nilai ini terkait dengan pertimbangan nilai yang berkadar

untung rugi.

3) Nilai Estetik

Nilai estetik menempatkan nilai tertingginya pada bentuk

dan kehormonisan.

4) Nilai sosial

Nilai tertinggi yang terdapat dalam nilai ini adalah kasih

sayang antar manusia.

5) Nilai politik

Nilai ini tertinggi adalah nilai kekuasaan. Karena itu kadar

nilainya akan bergerak dari intensitas pengaruh yang rendah

sampai pada pengaruh yang tinggi.

10
6) Nilai agama

Secara hakiki sebenarnya nilai ini merupakan nilai yang

memiliki dasar kebenaran yang paling kuat dibandingkan dengan

nilai-nilai sebelumnya.

Di dalam Islam pengertian nilai yang dimaksud adalh

bahwa menusia memahami apa yang baik dan buruk serta dapat

membedakan sekaligus mengamalkan keduanya. Tindakan nilai

merupakan hak asasi yang terpenting untuk menentukan sesuatu

baik atau buruk. Islam menekankan setiap tindakan harus

dilandasi dengan niat dalam hadis dijelaskan.

ٍ ‫إِن َّ َما أاْل َ أع َما ُل بِاننِّيَّ ِة َونِ ُكمِّ ا أم ِر‬


‫ئ َما نَ َوى‬

Artinya: Sesungguhnya amal itu berdasarkan pada


niatnya. Sesungguhnya bagi tiap-tiap orang (akan
memperoleh) apa yang diniatkannya. (Muttafaq Alaih)
(Al-Jazairi. 2000: 105).

Hadis diatas, menjelaskan bahwa suatu perbuatan yang

dilakukan ada nilai yang diperoleh, jika disertai dengan niat. Hal

inilah yang membedakan budaya islami dan budaya umum di

masyarakat. Nila-nilai yang berlaku dalam masyarakat anatara

lain agama atau ajaran-ajaran agama, pendidikan formal dan

informal, interaksi sosial yang membawa perubahan dan

pengalaman serta wawasan yang didapat (Masdub. 2015: 33-35).

11
2. Kajian tentang Wawasan Ke-NU-an

a. Pengertian Wawasan Ke-NU-an

NU merupakan perpanjangan dari Nahdlatul Ulama, berasal dari

kata Nahdlah dan Ulama. Nahdlah menurut bahasa berarti

“kemampuan dan potensi mencapai kemajuan sosial lainnya”.

Sedangkan menurut istilah, Nahdlah berarti qabul majmu‟ al-nasyath

al-hadhari li ummah dzat hadharah aqdam min janib ummatin ahdats

ma‟a al-qudrah fi al-tarkib wa al-tasykil”. Artinya, penerimaan bangsa

yang datang belakangan terhadap peradaban bangsa sebelumnya,

disertai kemampuan untuk meracik dan membentuk kembali

peradaban itu sesuai dengan kebutuhannya (Saifuddin. 2016:150).

Secara Etimologis, al-Nahdlah berarti kemampuan, kekuatan,

loncatan, terobosan dalam upaya memajukan masyarakat atau yang

lain. Sementara secara Epistimologis berarti menerima segala budaya

lama dari sisi kebudayaan yang lebih baru, dengan melakukan

rekonstruksi dan reformasi (Siradj. 1998:14-15). Secara Lugas berarti

kebangkitan atau gerakan yang dipelopori para ulama. secara teknis

berarti organisasi sosial keagamaan (Jam’iyah Diniyah) yang

didirikan oleh para ulama tradisional dan usahawan Jawa Timur yang

berfaham Ahlussunnah Wal Jamaah pada tanggal 12 Rajab 1344 / 31

Januari 1926 M (Fahmi. 2013:165).

Nahdlatul Ulama didirikan sebagai Jam’iyah Diniyah

Ijtima’iyah (organisasi keagamaan kemasyarakatan) untuk menjadi

12
wadah perjuangan para ulama dan pengikutnya. Tujuan didirikannya

NU ini diantaranya adalah; Memelihara, Melestarikan,

Mengembangkan dan Mengamalkan ajaran Islam Ahlu al-Sunnah Wal

Jama‟ah yang menganut salah satu pola madzhab empat; Imam

Hanafi, Imam Maliki, dan Imam Hanbali, mempersatukan langkah

para ulama dan pengikut-pengikutnya, dan melakukan kegiatan-

kegiatan yang bertujuan untk menciptakan kemaslahatan masyarakat,

kemajuan bangsa dan ketinggian harkat serta mastabat manusia.

Pendiri resminya adalah Hadratus Syeikh K.H. Hasyim Asy‟ari,

pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.

Sedangkan yang bertindak sebagai arsitek dan motor penggerak

adalah K.H. Abdul Wahab Hasbullah, pengasuh Pondok Pesantren

Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang. Kyai Wahab adalah salah satu

murid Kyai Hasyim yang lincah, enerjik dan banyak akal.

Bahkan dalam anggaran dasar yang pertama (1927) dinyatakan

bahwa organisasi tersebut bertujuan untuk memperkuat kesetiaan

kaum muslimin pada salah satu madzhab empat (Fadeli. 2010:6).

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan kala itu antara lain:

1. Memperkuat persatuan ulama yang masih setia kepada madzhab.

2. Memberikan bimbingan tentang jenis-jenis kitab yang diajarkan

pada lembaga-lembaga pendidikan Islam.

3. Peyebaran ajaran Islam yang sesuai dengan tuntunan madzhab

empat.

13
4. Memperluas jumlah madrasah dan memperbaiki organisasinya.

5. Membantu pembangunan masjid-masjid, mushola dan pondok

pesantren.

6. Membantu anak-anak yatim piatu dan fakir miskin.

Wawasan ke-NU-an adalah pengetahuan lebih terhadap apa-apa

yang ada didalam sebuah organisasi Islam terbesar yang didirikan

sebagai perhimpunan atau perkumpulan para ulama dan jama‟ah

Ahlussunnah wal jama‟ah yang pengaplikasiannya adalah dengan

mengamalkan amaliyah-amaliyah yang terkandung dalam ajaran

Aswaja (Ahlussunnah wal Jama‟ah).

b. Lahirnya Organisasi Nahdlatul Ulama

Jika kita membalik lembaran sejarah, segera terpampang bahwa

NU adalah sebuah organisasi Islam yang telah banyak merasakan

garam pergolakan sejarah dan badai perubahan zaman, namun selalu

mampu berdiri tegak. Walau kadang agak terhuyung, ia tetap mampu

meneruskan perjalanannya. Tepatlah lukisan Dhofier tentang NU:

Perkumpulan Nahdlatul Ulama seperti yang kita kenal sekarang

adalah pewaris dan penerus tradisi kyai… NU telah mampu

mengembangkan sesuatu yang stabilitasnya sangat mengagumkan,

walaupun ia sering menghadapi tantangan-tantangan dari luar yang

cukup berat. Modal utamanya adalah karena para kyai mempunyai

sesuatu perasaan kemasyarakatan yang dalam dan tinggi dan selalu

menghormati tradisi. Rahasia keberhasilan kyai dalam

14
mengembangkan sistem organisasi yang kuat dan stabil itu terletak

pada kebijaksanaan dan kesadaran mereka bahwa struktur sosial yang

manapun haruslah mempercayai general consensus, bukannya

mempercayakan atau menggantungkan persetujuan yang dipaksakan

atau sistem organisasi yang rumit (Dhofier. 1983: 159-160).

Komunitas Islam tradisional telah terbentuk jauh sebelum

Nahdlatul Ulama didirikan. Nahdlatul Ulama sendiri didirikan oleh

para ulama (kyai) pengasuh pesantren pada tanggal 31 Januari 1926,

di Surabaya. Para kyai pendiri NU adalah para pendukung, penyebar

dan pembela faham Islam Ahlussunnah wal Jamaah sebagaimana

dipahami oleh NU adalah; mengikuti paham Al-Asy‟ari dan Al-

Manturidi dalam bertauhid, mengikuti dalah satu dari 4 madzhab

(Hanafi, Maliki, Syafi‟I atau Hanbali) dalam berfiqh dan mengikuti

faham Al-Junaidi, Al-Baghdadi dan Al-Ghazali dalam bertasawuf

(Hasan. 2010:48).

Sebelum NU berdiri, dikalangan para ulama (kyai) pesantren

sudah terbangun kesamaan faham dan wawasan keagamaan, cara

pengamalan dan ritual-ritual keagamaan. Diantara mereka juga sudah

terjalin saling hubungan yang kuat melalui pertemuan-pertemuan

dalam berbagai upacara seperti khaul, selamatan, hubungan

perkawinan maupun ikatan-ikatan seperguruan. Tetapi hubungan yang

erat tersebut belum terorganisir beraturan dan belum melembaga.

15
Cukup lama waktu antara berdirinya organisasi pembaruan dan

berdirinya NU (1911-1926 atau 1905-1926) bahkan seorang tokoh

Ulama Abdul Wahab Chasbullah pernah bekerja sama dengan Mas

Mansur (Muhammadiyah) mendirikan Taswirul Afkar (grup berfikir)

sekitar 1914-1916 di Surabaya (Mansyuri. 1983: 127). Namun

sementara itu rupanya dikalangan umat Islam telah terjadi perdebatan

sengit yang kadang sampai dilakukan didepan aparat keamanan

Achmad Fedyani Saifuddin telah mengamati hal ini dalam

penelitiannya yang dibukukan dengan judul konflik dan integrasi:

Perbedaan paham dalam agama Islam, yang didalamnya diuraikan

tentang terjadinya konflik antar pengikut NU dan Muhammadiyah

dalam bidang praktik keagamaan (Saifuddin. 1986: 52-62).

Sebelum NU berdiri, tampaknya umat Islam telah berhasil

menggalang forum persatuan, yaitu berdirinya Kongres Umat Islam

Indonesia (yang pertama berhasil diselenggarakan di Cirebon pada

1922) sebagai forum bersama kelompok pembaruan dan tradisi.

Dengan ikut sertanya kaum ulama dalam kongres, sebenarnya tampak

bahwa kaum ulama (golongan tradisonal) bukanlah anti terhadap

gerakan pembaruan, melainkan menentang serangan kaum pembaruan

terhadpa sendi-sendi keislaman yang mereka anut. Sementara itu,

kongres disamping memunculkan polarisasi tradisional dan

pembaruan, juga memunculkan konflik antar sesama golongan

pembaruan. Sejak kongres pertama di Cirebon sampai dengan

16
sebelum berdirinya NU, para ulama masih dapat menuntut

penghargaan dari kaum pembaruan.

Kongres berikutnya, berlangsung di Surabaya tangaal 24-26

Desember 1924, mengangkat masalah Ijtihad, kedudukan tafsir

Almanar dan ajaran Muhammadiyah dan Al-Irsyad sebagai topic

utamanya. Perdebatan yang sengit antara unsur “tradisi” dari Taswirul

Afkar dan unsur pembaruan membawa kongres pada suatu kesimpulan

bahwa Ijtihad memang masih tetap terbuka, tapi tidak bisa dilakukan

kecuali dengan syarat-syarat mengetahui Nash Qur‟an dan Hadist,

memahami betul Ijma para Ulama terdahulu, mengetahui bahasa arab

Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya ayat), Asbabun Wurud (sebab-

sebab lahirnya hadist), dan beberapa persyaratan lainnya. Sampai pada

tahap ini, ulama-ulama pesantren yang dicap tradisional itu memang

telah berhasil memberikan warna yang cukup mencolok pada

keputusan-keputusan kongres. Tapi tidak demikian pada tahapan

berikutnya (Sitompul. 2010: 45).

Memang para tokoh penting atau para pendiri NU sebenarnya

tidak merasa asing dengan gagasan pembaruan yang sedang hangat di

Timur Tengah. Tiga tokoh ulama penting adalah alumni Makkah awal

abad ke-20. Mereka adalah Hasyim Asy‟ari, Abdul Wahab Chasbullah

dan Bisri Sansuri. Mereka bertiga dan KH Ahmad Dahlan pernah

belajar kepada salah seorang ulama terkenal asal Indonesia di Tanah

Suci, Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau. Ahmad Khatib dianggap

17
tokoh kontroversial. Hasyim Asy‟ari tokoh paling berpengaruh yang

digelari Hadratus Syaikh, guru besar, bagi ulama-ulama jawa, juga

menerima pengaruh dari Syaikh Mahfudz at-Tarmisi yang menerima

kehadiran terekat. Perbedaan jalan yang ditempuh oleh kaum

tradisional dengan kaum pembaru mungkin sekali terletak pada latar

belakang ulama sendiri. Ulama pesantren tidak pernah menikmati

pendidikan modern ala Barat dan hubungan yang sangat erat antara

kyai dan pendahulunya (sering bersifat genealogis atau turun

temurun), menyembabkan penerimaan para ulama terhadap gerakan

pembaruan, tetapi menyesuaikan dengan tradisi yang mereka anut

(Sitompul. 2010: 47).

Golongan tradisional cukup peka dengan perkembangan

internasional ini. Mungkin mereka sudah melihat perbedaan antara

Kairo dan Hijaz. Kairo akan cenderung hanya pada masalah politik

(pan Islam), tetapi dengan bangkitnya penguasa baru Raja Saud yang

menganut paham Wahabiah, maka masalahnya menjadi lain. Dengan

berkuasanya Raja Saud maka nasib Madzhab dan tradisi keislaman di

Indonesia sedang dipertaruhkan masa depannya. Abdul Wahab

Chasbullah seorang Ulama muda yang sangat berbakat dalam bidang

organisasi membicarakan perkembangan di Hijaz dengan Hadratus

Syaikh Hasyim Asy‟ari (Pengasuh Pesatren Tebuireng) yang lebih

senior. Mereka merasa perkembangan itu sebagai masalah penting.

Persoalan tersebut adalah merupakan persoalan besar. Karena itu tidak

18
mungin hanya dibicarakan dalam forum yang jauh lebih besar lagi.

Dimata ulama yang penting adalah kehidupan keagamaan dalam arti

yang seluas-luasnya dapat berlangsung berdasarkan tradisi yang

dianutnya (Sitompul. 2010: 49).

Atas saran KH Hasyim Asy‟ari, Abdul Wahab Chasbullah dan

kawan-kawan keluar dari komite Khalifat. Rupanya unsur senioritas

merupakan unsur penting dalam hubungan antar ulama. untuk

menjawab tantangan yang sedang terjadi maka berkumpullah para

ulama seluruh Jawa dan Madura di Surabaya (dikediaman Abdul

Wahab Chasbullah) pada tanggal 31 Januari 1926 tanggal yang

kemudian menjadi lahirnya perkumpulan Nahdlatul Ulama sebagai

organisasi keagamaan (Jam‟iyah Diniyah). Pertemuan para ulama itu

menghasilkan dan keputusan penting:

1. Meresmikan dan mengukuhkan berdirinya Komite Hijaz dengan

masa kerja sampai delegasi yang diutus menemui Raja Saud

kembali ke Tanah Air.

2. Membentuk Jam‟iyah (organisasi) untuk wadah persatuan para

ulama dalam tugasnya memimpin umat menuju terciptanya cita-

cita Izzul Islam wal Muslimin (kejayaan Islam dan Umat Islam).

Atas usul Alwi Abdul Azizi, jam‟iyah ini diberi nama “Nahdlatul

Ulama”, yang artinya kebangkitan Ulama.

Maksum Machfoedz memberikan catatan menarik dari

penemuan itu:

19
“…….dalam menghadapi penemuan ini beberapa yang sudah
gandrung dengan adanya organisasi yang patut dijadikan tempat
bernaung, bertingkah menurut selera masing-masing. Mas H. Alwi
Abd. Aziz mengutak-atik nama apakah yang paling serasi dengan isi
dan tujuannya. K.H. Abdul Wahab Chasbullah melakukan istikharah,
memohon petunjuk langsung dari yang Maha Mencipta. Dalam
Istikharah itu, ia bermimpi bertemu dengan Raden Rahmat (Sunan
Ampel). Oleh beliau K.H. Abdul Wahab Chasbullah diberi blankon
(semacam kopiah versi pakaian jawa asli) dan sebuah sapu bulu ayam
bergagang panjang, yang biasanya dipakai membersihkan lagit-
langit.” (Sitompul. 2010: 50).

Dalam kelahirannya kita sering melihat ciri khas NU yang

membedakannya dengan organisasi-organisasi pendahulunya. NU

adalah wadah para Ulama sebagai pimpinan umat dan pengemban

tradisi. Ia bukan sesuatu yang baru karena sebelumnya para ulama

telah bergerak dengan cara masing-masing didalam masyarakat

terutama di Pedesaan. Para ulama bangkit untuk membela

perkehidupan umat Islam di Indonesia, khususnya yang menganut

madzhab tertentu akibat pergeseran yang terjadi didunia Islam. Ia

tidak menentang gerakan pembaruan tetapi tidak pula ingin larut

begitu saja. Yang dianutnya adalah pengakuan bahwa peranan ulama

dan tradisi tidak boleh diabaikan sekalipun itu dilakukan oleh

penguasa Tanah Suci. Dengan lahirnya NU maka para ulama

menunjukkan wataknya yang kritis.

NU menetapkan Jam‟iyah diniyah organisasi keagamaan

tradisional. Corak kelahirannya juga khas ia tidak ditentukan oleh

seseorang yang patut disebut pendiri atau pencetus gagasan dan tidak

20
pula ditentukan oleh cara-cara pendirian organisasi modern.

Kelahirannya ditentukan dengan istikharah dan dikonsultasikan

dengan ulama yang lebih tua. Tentang istikharah dijelaskan oleh

Shodiq dan Shalahuddin Chaery: Sholat yang sebaiknya dilaukan oleh

umat Islam untuk menentukan pilihan dari beberapa pilihan yang

meragukannya (bimbingan memilih salah satu yang baik baginya).

Menurut Nurcholish Madjid dalam tulisannya, pesantren dan tasawuf,

istikharah menunjukkan kuatnya pengaruh sufisme dalam kehidupan

pesantren (Madjid. 1983: 115-116). Walaupun demikian, upaya

keagamaan ini pada prinsipnya dapat diterima oleh kaum ortodoks,

hanya dalam cara-cara yang dilakukan dapat terjadi perbedaan

pendapat. Istilah Nahdlatul Ulama diresmikan setelah disetujui oleh

Hadratus Syaikh Hasyim Asy‟ari. Kelahirannya juga berkait erat

dengan sejarah masuknya Islam dan perkembangannya yang khas,

berbaur dengan kebudayaan pra Islam. Pada lambang NU yang juga

diperoleh melalui istikharah K.H. Ridwan Sembilan bintang

melambangkan walisongo. Maka tepatlah apa yang dikatakan oleh

Kenji Tsuchiya dari Universitas Kyoto Jepang bahwa watak keislaman

para kyai bukan saja tradisional, melainkan juga mewarisi banyak dari

agama pra Islam. Sumbangan Ulama (NU) dalam pergerakan

kemerdekaan tak bisa disangkal. Melalui para ulama dengan basis

pesantren aspirasi bangsa dapat disampaikan kepada masyarakat

pedesaan yang merupakan lapisan terbesar dalam masyarakat

21
Indonesia. Sebuah upaua yang telah gagal dilakuka oleh kaum

pembaru (yang memang lebih banyak memusatkan kegiatannya di

kota-kota).

Faktor-faktor yang mendorong dibentuknya organisasi NU

ialah: adanya serangan terbuka dari kelompok reformis (pengikut

ajaran wahabi) terhadap faham dan praktek-praktek keagamaan para

kyai dan pengikutnya. Ajaran para kyai yang menekankan pentingnya

sistem bermadzhab dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam

dituduh sebagai penyebab kemunduran umat Islam. Berbagai praktek

ritual keagamaan seperti: Tahlilan, selamatan, ziarah kubur dianggap

bid‟ah dan syirik oleh kelompok reformis (Hasan. 2010: 49). Terlepas

dari faktor mana yang dominan yang mendorong dibentuknya

organisasi NU yang nyata terjadi selama organisasi berjalan ialah

bahwa NU merupakan organisasi pembela ajaran Islam tradisional, ia

menjadi sarana (wadah) perjuangan kepentingan kelompok Islam

tradisional dan berperan sebagai sarana partisipasi mereka dalam

proses pembentukan bangsa Indonesia maupun dalam proses

pencarian prinsip-prinsip penataan masyarakat dan negara Indonesia.

Pada awalnya Nampak bahwa tujuan utama didirikannya NU

adalah untuk melakukan upaya pengembangan ajaran Islam

tradisional dan melindunginya dari serangan kaum reformis yang

dinilai membahayakan sendi-sendi ajaran mereka. Disamping itu

pembentukan organisasi ini juga dimaksudkan untuk memajukan atau

22
meningkatkan pendidikan umat Islam, kepedulian terhadap anak-anak

miskin dan anak yatim dan usaha-usaha ekonomi rakyat. Kepedulian

para Ulama NU terhadap politik lebi dimaksudkan untuk menciptakan

kondisi yang menjamin kebebasab kaum muslimin untuk

melaksanakan ajaran Islam, dan penyebarannya ditengah masyarakat.

Oleh karena itu para ulama NU tidak mempersoalkan bentuk tertentu

sebuah negara dan pemerintahannya. Mengenai persoalan negara dan

sistem pemerintahannya merupakan urusan bersama semua warga

masyarakat, yang harus mereka sepakati bersama. Secara teoritis telah

dirumuskan oleh para ulama NU kedalam prinsip-prinsip dasar sosial

Ahl as-Sunnah wa al-Jamaah. Yaitu: prinsip I‟tidal, prinsip

Tawassuth, prinsip Tasamuh, dan prinsip al-Maslahah al-„amah

(Hasan. 2010: 51-54).

Nahdlatul Ulama berpendirian bahwa pada dasarnya kebenaran

dan kebaikan adalah bersumber dari Allah yang terealisasikan melalui

wahyu maupun rasio (nalar) serta hati nurani manusia. Kebenaran dan

kebaikan menurut wahyu Allah yang terbukukan dalam Al-Qur‟an

memang bersifat mutlak dan universal. Sedangkan kebenaran dan

kebaikan menurut akal dan hati bersifat nisbi (relatif). Tetapi

kebenaran dan kebaikan menurut wahyu (Al-Qur‟an) yang

terlembagakan dalam ajaran dan tradisi Islam mengandaikan

partisipasi rasio dan hati nurani manusia (hasil interpretasi terhadap

wahyu Allah) dalam konteks historisitasnya.

23
Dengan demikian konsep penataan masyarakat yang dicita-

citakan oleh NU melalui penetapan hukum maupun penggunaan

otoritas dan kekuasaan dalam masyarakat maupun negara tidak

bertujuan merombak seluruh capaian peradaban dan kebudayaan

(tatanan masyarakat) yang telah melembaga dalam masyarakat,

dengan hukum dan ajaran Islam. Upaya penataan masyarakat yang

dicita-citakan bagi NU dapat saja dimulai dari capaian peradaban dan

kebudayaan yang telah ada kemdian menempatkan Al-Qur‟an dan as-

sunnah sebagai sumber inspirasi dan orientasi etik menuju perbaikan

sistem dan pranata kehidupan masyarakat yang lebih berkualitas dan

bermartabat, yang menjamin kemaslahatan (kesejahteraan) umum,

hak-hak asas manusia dan kestabilan/keteraturan masyarakat. Bagi

Nahdlatul Ulama metode yang tepat dalam rangka penataan

masyarakat dan negara (membangun sistem hukum maupun sistem

politik) ialah dengan berpijak pada prinsip-prinsip dasar yang

bersumber dari ajaran Al-Qur‟an yang telah dianut oleh para ulama

Ahlussunnah wal Jamaah.

c. Ruang Lingkup Ke-NU-an

1. Paham Keagamaan

NU didirikan dengan tujuan utama memelihara,

melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam

yang berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah dan menganut salah satu

madzhab empat. Berhaluan Ahlussunnah wal Jamah adalah dua

24
pendirian sistem bermadzhab para ulama pengasuh pesantren di

Indonesia beserta para pengikutnya, bahkan menjadi pendirian

kaum muslimin di seluruh dunia selama berabad-abad hingga

sekarang. Dua pendirian itu merupakan jalan paling mantap untuk

memelihara dan mengambangkan ajaran Islam secara benar dan

lurus dan benar telah diberi definisi oleh Rasulullah SAW sebagai

faham yang berpijak pada ajaran Nabi dan praktek keagamaan

para sahabat beliau. Karena para sahabatlah orang-orang yang

mendapatkan bimbingan langsung dari Rasulullah SAW dalam

menjalankan amaliyah keagamaan (Yunus, 2006: 9-10).

Dengan demikian ulama-ulama Ahlussunnah wal Jamaah

(NU) menetapkan dasar-dasar ajaran Islam yaitu Al-Qur‟an,

Hadist, Ijma‟, Qiyas. Penetapan tersebut sebagai penjabaran dari

definisi Ma‟ana „alaihi wa ashhabi, dan untuk menjamin

kesinambungan pemikiran dan sumber-sumbernya NU mengikuti

pola sistem bermadzhab, artinya mengikuti serangkaian tata cara

tertentu yang tertumpu kepada madzhab.

Ahlussunnah wal Jamaah, tidak lain adalah paham Islam

secara menyeluruh. Ruang lingkup paham Ahlussunnah wal

Jamaah meliputi tiga lingkup, yakni lingkup Akidah, Ibadah dan

Akhlak (Al-Barsany. 2001: 20). Selanjutnya, untuk membedakan

lingkup-lingkup paham lain, perlu ditegaskan dengan

25
menyebutkan masing-masingnya menjadi Akidah Ahlussunnah

wal Jamaah.

a. Akidah Ahlussunnah wal Jamaah

Sebagaimana substansi paham Ahlussunnah wal

Jamaah adalah mengikuti sunnah Rosul dan Tariqah sahabat

(utamanya sahabat empat) dengan berpegang teguh kepada

petunjuk Al-Qur‟an dan al-Sunnah (al-hadits) (Al-Barsany.

2001: 21-22).

Adapun institusi akidah (kalam) yang sejalan dengan

paham Ahlussunnah wal Jamaah ialah institusi akidah yang

dicetuskan oleh Al-Asy‟ari dan Al-Maturudzi. Medkipun

tidak sama persis pemikiran kalam mereka berdua, tetapi

pemikirannya tetap committed terhadap petunjuk naql, tidak

sampai mensejajarkan apalagi memujanya. Bahkan secara

terang-terangan melalui karya-karyanya, keduanya sama-

sama menolak dan menentang logika Mu‟tazilah yang perlu

memuja akal dan nyaris mengabaikan petunjuk naql.

Perbedaan Doktrinal Kalam Al-Asy‟ari dengan Al-Maturidi

sebagai berikut: menurut keterangan Syeikh Abdul al-Rahim

bin „Ali, yang popular dengan nama Syekh Zadah, antara

pemikiran kalam al-Asy‟ari dengan al-maturidi terdapat

beberapa perbedaan, dan perbedaan itu lebih bersifat

lafdziyah (redaksional) dan ma‟nawiuah (makna) bukan

26
perbedaan esensial pemikiran yang bisa berakibat saling

memusuhi dan saling mengkhawatirkan satu sama lain (Al-

Barsany. 2001: 77).

Dalam memahami arti Qada‟ dan Qadar kedua Imam

terseut berbeda pendapat. Menurut al-Maturidi, qadar ialah

kepastian Tuhan pada zaman azali terhadap sesuatu dimana

akan ditemukan keuntungan dengan kapasitas itu, juga apa

saja dikuasai oleh waktu dan tempat. Sedangkan Qada‟

menurutnya ialah terjadinya perbuatan. Pandangan tersebut

mengacu pada keterangan ayat Al-Qur‟an Q.S Al-Furqan

ayat 2 dan hadis yang berbunyi:

          

        

Artinya: “yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan


bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu
baginya dalam kekuasaan-Nya, dan Dia telah menciptakan
segalaa sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukuran dengan
serapi-rapinya.”

Maksudnya: segala sesuatu yang dijadikan Tuhan dibri-

Nya perlengkapan-perlengkapan dan persiapan-persiapan,

sesuai dengan naluri, sifat-sifat dan fungsinya masing-masing

dalam hidup. Sementara itu menurut al-Asy‟ari qada‟ ialah

27
kehendak Tuhan pada zaman azali yang menentukan susunan

makhluk yang ada menurut tertib khusus. Sedangkan qadar

ialah ketergantungan kehendak itu terhadap sesuatu pada

waktu-waktu tertent. Pandangan tersebut antara lain mengacu

pada sebuah hadist tentang dua orang Muzainah yang

bertanya kepada Rasul SAW: Ya Rasul bagaimana menurut

tuan tentang perbuatan yang dilakukan manusia? Apakah ia

merupakan hal yang ditentukan Tuhan sebelumnya dengan

QadarNya ataukah masih akan dialaminya? Jawab Rasul: “

Bukan, ia adalah sesuatu yang telah diastikan atas mereka”.

(al-Hadist) (Al-Barsany. 2001: 77).

Kedua pandangan tersebut sepintas seperti tidak ada

perbedaan yang nyata. Namun jika dicermati lebih jauh,

pandangan al-Maturidi cenderung membuka peluang kepada

manusia untuk menciptakan perbuatannya. Sedangkan

pandangan al-Asy‟ari cenderung menutup kemerdekaan

berbuat bagi manusia dengan memutlakkan kehendak dan

kekuasaan mutlak Tuhan. Dengan demikian maka dalam

konteks historis, paham Ahlussunnah wal Jamaah adalah

sebuah paham yang dalam lingkup akidah mengikuti

pemikiran kalam al-Asy‟ari atau al-Maturidi yang

institusinya kemudian disebut al-Asy‟ariyah al-Maturidiyah.

Dan sebagai institusi besar, keduanya tidak luput dari tokoh-

28
tokoh pengikut yang selain menyebarkan, juga

mengembangkan pemikiran kalam yang dicetuskan oleh

pendirinya.

b. Fiqh Ahlussunnah Wal Jamaah

Lingkup kedua setelah akidah ialah fiqh atau syari‟ah

yang mencakup tuntunan formal bagi seorang muslim dalam

melakukan ritus vertical (ibadah) terhadap Tuhan dan ritus

horizontal (mu‟amalah) terhadap sesama manusia. Ritus

vertical meliputi Shalat, puasa dan sejenisnya yang kemudian

diistilahkan dengan habl min Allah (hubungan dengan

Tuhan). Sedangkan ritus horizontal meliputi tuntunan

berniaga, berpolitik, sosial, pidana/perdata, dan seterusnya.

Selanjutnya disebut habl min al-nas (hubungan sesama

manusia).

Dalam konteks historis, institusi fiqh yang sejalan

dengan konteks substansial paham Ahlussunnah wal jamaah

ialah empat madzhab besar dalam fiqh Islam, yakni NU

mengikuti jalan pendekatan (madzhab) salah satu dari

madzhab Imam Abu Hanifah an-Nu‟man, Imam Malik bin

Anas, Imam Muhammad bin Idris as-Syafi‟i dan Imam

Ahmad bin Hanbal. Bahkan madzhab Syafi‟I dianut pula oleh

mu‟assis kalam Asy‟ariyah, yakni Abu al-Hasan al-Asy‟ari.

29
Tidak bisa dipungkiri, bahwasanya diantara keempat

madzhab fiqh tersebut satu sama lain banyak ditemui

perbedaan. Akan tetapi, perbedaan-perbedaan itu masih

berada dalam koridor ikhtilaf-rahmat (perbedaan yang

membawa rahmat). Abu Hanifah yang dikenal sebagai ahl al-

ra‟yi (banyak menggunakan akal/logika), tidak mengklaim

pendapatnya sebagai yang terbenar. Dan ketiga Imam yang

lain pun tidak pernah menyalahkan pendapat madzhab yang

lain.

Keempat Imam madzhab tersebut sama-sama

committed terhadap petunjuk Al-Qur‟an dan al-Sunnah.

Sama-sama berpola pikir Taqdim al-Nas „ala al-„aql

(mendahulukan petunjuk nas dari pada logika). Dalam

berijtihad, mereka tidak mengedepankan akal kecuali sebatas

untuk beristimbat (menggali hukum dari Al-Qur‟an dan al-

Hadis), tidak sampai mensejajarkan apalagi mengabaikan

nas. Dan inilah substansi paham Ahussunnah wal Jamaah

(Al-Barsany. 2001: 22).

c. Akhlak Ahlussunnah Wal Jamaah

Adapun lingkup yang ketiga ini paham Ahlussunnah

Waljamaah mengikuti wacana Akhlak (tasawuf) yang

dikembangkan oleh tokoh-tokoh seperti: Al-Ghazali, Al-

Junaid, dan tokoh-tokoh lain yang sepaham termasuk Abu

30
Yazid al-Busthomi. Pemikiran Akhlak mereka ini memang

tidak melembaga menjadi sebuah madzhab tersendiri

sebagaimana dalam lingkup akidah (kalam) dan fiqh. Namun

wacana mereka itu sejalan dengan substansi paham

Ahlussunnah serta banyak diterima dan diikuti oleh mayoritas

umat Islam (Soeleiman Fadeli. 2010: 12). Dikursus Islam

kedalam lingkup akidah, ibadah dan akhlak ini bukan berarti

pemisahan yang benar-benar terpisah. Ketiga-tiganya tetap

Integral dan harus diamalkan secara bersamaan oleh setiap

muslim termasuk kaum “sunni” (kaum yang berpaham

Ahlussunnah wal Jamaah). Maka seorang muslim dan

seorang Sunni yang baik tidak lain ialah seorang muslim

yang baik dalam berakidah, dalam beribadah, sekaligus

dalam berakhlak. Jika seseorang baru baik akidah dan

ibadahnya saja, ia belum bisa dikatakan baik jika akhlaknya

belum baik.

Oleh karena itu, maka lingkup akhlak tidak bisa

dipandang sebelah mata. Ia justru teramat oenting dan

menjadi cerminan Ihsan dalam diri seorang muslim. Jika

iman menggambarkan akidah, dan islam menggambarkan

ibadah, maka akhlak akan menggambarkan ihsan yang

sekaligus mencerminkan kesempurnaan iman dan islam pada

diri seseorang. Iman ibarat akar, dan islam ibarat pohonnya,

31
maka ihsan ibarat buahnya. Mustahil sebatang pohon akan

tumbuh subur tanpa akar, dan pohon yang tumbuh subur serta

berakar kuatpun akan menjadi tak bermakna tanpa

memberikan buah secara sempurna (Al-Barsany. 2001: 23).

2. Paham Kemasyarakatan

Dalam pendekatan dakwahnya NU lebih banyak mengikuti

dakwah model walisongo, yaitu menyesuaikan dengan budaya

masyarakat setempat dan tidak mengandalkan kekerasan. Budaya

yang berasal dari suatu daerah ketika Islam belum datang bila

tidak bertentangan dengan agama akan terus dikembangkan dan

dilestarikan. Sementara budaya yang jelas bertentangan

ditinggalkan. Karena identiknya gaya dakwah ala walisongo itu,

nama walisongo melekat erat jam‟iyah NU. Dimasukkan dalam

bentuk bintang Sembilan dalam lambang NU.

Sebutan bintang Sembilanpun identik dengan Nahdlatul

Ulama secara garis besar, dasar-dasar pendirian keagamaan

Nahdlatul Ulama tersebut menumbuhkan sikap kemasyarakatan

yang bercirikan pada: Sikap Tawassuth dan I‟tidal yaitu: sikap

tengah yang berintikan kepada prinsip hidup yang menjunjung

tinggi keharusan berlaku adil dan lurus ditengah-tengah kehidupan

bersama. Sikap Tasamuh yaitu sikap toleran terhadap perbedaan

pandangan baik dalam masalah keagamaan, terutama hal-hal yang

bersifat furu‟ atau menjadi masalah khilafah, serta dalam masalah

32
kemasyarakatan dan kebudayaan. Sikap Tawazun yaitu sikap

seimbang dalam berkhidmah, menyertakan khidmah kepada Allah

SWT, khidmah kepada sesame manusia serta kepada lingkungan

hidupnya, menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa kini dan

masa mendatang. Amar Ma‟ruf Nahi Munkar yaitu selalu

memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang baik,

berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama, serta menolak

dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan

merendahkan nilai-nilai kehidupan.

Karena prinsip dakwahnya yang model walisongo itu, NU

dikenal sebagai pelopor kelompok Islam moderat. Kehadirannya

bisa diterima oleh semua kelompok masyarakat. Bahkan sering

berperan sebagai perekat bangsa. Dasar-dasar keagamaan dan

kemasyarakatan membentuk perilaku warga Nahdlatul Ulama,

baik dalam tingkah laku perorangan maupun organisasi, antara

lain;

a. Menjunjung tinggi nilai-nilai maupun norma-norma ajaran

Islam.

b. Mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan

pribadi.

c. Menjunjung tinggi sifat keikhlasan dan berkhidmah serta

berjuang.

33
d. Menjunjung tinggi persaudaraan, persatuan serta kasih

mengasihi.

e. Meluhurkan kemuliaan moral dan menjunjung tinggi

kejujuran dalam berfikir, bersikap dan bertindak.

d. Prinsip Dasar NU

Prinsip-prinsip dibawah ini pada awalnya merupakan pijakan

dasar bagi NU dalam menggali dan menetapkan hukum Islam agar

kesimpulan serta penerapannya didalam masyarakat tetap sesuai

dengan Al-Qur‟an dan as-Sunnah guna menjamin kesempurnaan

martabat kemanusiaan, menjamin keselamatan dan kesejahteraan

hidup manusia di dunia sekarang dan diakhirat kelak, tetapi dalam

hidup manusia di dunia sekarang dan diakhirat kelak, tetapi dalam

perkembangannya prinsip-prinsip tersebut mengalami pemekaran

makna sehingga berlaku pula sebagai prinsip dalam penataan

masyarakat.

Jadi melalui penerapan prinsip-prinsip kemasyarakatan

menurut faham Ahlussunnah wal Jamaah berikut ini akan dapat

direalisasikan tatanan masyarakat yang sejalan dengan ajaran Islam

dan dapat menjamin perealisasian kesejahteraan maupun keselamatan

hidup umat manusia (Hasan. 2010: 64).

1. Prinsip I‟tidal (tegak, lurus)

Kata I‟tidal sebangun dengan kata al-adalah dalam bahasa

arab dan diindonesiakan menjadi adil. Secara umum dilingkungan

34
NU adil diartikan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.

Dikalangan NU prinsip I‟tidal merupakan derivasi ajaran Al-

Qur‟an yang bertujuan mewujudkan masyarakat yang stabil,

harmoni, damai dan menghargai harkat atau martabat

kemanusiaan (Hasan. 2010: 65).

Prinsip I‟tidal ini dapat dirumuskan sebagai berikut;

perlakukanlah segala sesuatu (semua pihak) menurut kadar

kekhususan masing-masing, dan bertindaklah terhadap segala

sesuatu menurut fungsi peran dan otoritas yang diizinkan atau

disetujui untuknya. Dalam memahami prinsip I‟tidal ini, NU

bertitik tolak dari ketentuan-ketentuan wahyu Allah maupun

realitas deskriptif dalam masyarakat.

Adil menurut NU selalu berkenaan dengan etis terhadap

norma dan hukum yang berlaku dan tuntunan etis terhadap

perilaku kekuasaan, maupun otoritas-otoritas yang ada dalam

masyarakat. Karena itu keadilan merupakan keutamaan dari

hukum, keutamaan perilaku kekuasaan, dan keutamaan setiap

otoritas dalam masyarakat. Implementasi prinsip I‟tidal dalam

konteks kenegaraan republik Indonesia menempatkan konsensus

kebangsaan dan kenegaraan beserta pranata-pranata yang telah

tercapai bersama oleh warga bangsa sebagai pijakan membangun

atau menata masyarakat Indonesia yang dicita-citakan demokratis,

toleran dan menjunjung martabat kemanusiaan, dengan tatap

35
melindungi dan mempertimbangkan kepentingan dan hak-hak

pluralitas masyarakat (Abdusshomad. 2009: 8).

2. Prinsip Tawassuth (Moderation)

Dalam komunitas Nahdlatul Ulama telah tertanam

kesadaran kolektif mengenai prinsip tawassuth yaitu bahwa

kebaikan segala sesuatu adalah pertengahannya. Apabila prinsip

tawassuth ini dikaitkan dengan segi-segi kehidupan manusia, baik

individu maupun sosial maka secara deskriptif akan tampak dua

sisi yang ekstrim yang kontradiktif dan satu titik tengah diantara

kedua ekstrim tersebut.

Prinsip tawassuth mengorientasikan sikap, tindakan dan

sifat-sifat manusia maupun masyarakat selalu dalam kadar yang

tepat. Bagi Nahdlatul Ulama nilai suatu tindakan, sikap maupun

faham atau pandangan mengenai penataan masyarakat yang baik

dapat digali dari pandangan dan penilaian mayoritas warga

masyarakat yang bersangkutan melalui dialog terbuka jujur dan

bebas dari tekanan (Hasan. 2010: 72).

Menurut KH. Achmad Siddiq, penerapan sikap tawassuth

bukan berarti bersifat serba boleh (kompromistis) dengan

menyampuradukan semua unsur. Bukan juga mengucilakan diri

dan menolak pertemuan dengan unsur lain. Karakter tassawuth

dalam islam adalah titik tengah diantara dua ujung (At-

Tatharruf/ekstrimisme), dan hal itu merupakankebaikan yang

36
sejak semula telah diletakkan Allah SWT. Prinsip dan karakter

tawassuth yang sudah menjadi karakter islam itu harus diterapkan

dalam segala bidang, supaya agama islam dan sikap serta tingkah

laku umat islam selalu menjadi saksi dan pengukur kebenaran

bagi semua sikap dan tingkah laku manusia pada umumnya

(Siddiq. 2005: 8).

Manifestasi prinsip dan karakter at-Tawasuth ini tampak

pada segala bidang ajaran agama islam dan harus dipertahankan,

dipelihara dan dikembangkan sebaik-baiknya, terutama oleh kaum

Aswaja (pengikut setia Ahlussunnah wal Jamaah). Penerapan At-

Tasawuth dalam bidang agama Islam dapat dikemukakan seperti

dibawah ini:

a) Pada Bidang Aqidah

1) Keseimbangan antara penggunaan dalil aqli dengan dalil

naqli dengan pengertian bahwa dalil aqli dipergunakan

dan ditempatkan dibawah dalil naqli. Berusaha sekuat

tenaga memurnikan aqidah dari segala campuran aqidah

dari luar islam.

2) Tidak tergesa-gesa dalam menjatuhkan vonis

musyrik/kufur atas mereka yang karena satu dan lain hal

belum dapat memurnikan Tauhid dan aqidahnya secara

murni.

37
b) Pada Bidang Syari‟ah

1) Selalu berpegang teguh pada Al-Qur‟an dan As-Sunnah

dengan menggunakan metode dan sistem yang dapat

dipertanggung jawabkan dan melalui jalur-jalur yang

wajar.

2) Pada masalah yang sudah ada dalil nash yang sharih dan

Qath‟i (tegas dan pasti), tidak boleh ada campur tangan

pendapat akal.

3) Pada masalah yang dhanniyat (tidak tegas dan tidak

pasti) dapat ditoleransi adanya perbedaan pendapat

selama masih tidak bertentangan dengan prinsip agama

(Siddiq. 2005: 63-64).

c) Pada Bidang Tasawuf atau Akhlak

1) Tidak mencegah bahkan menganjurkan usaha

memperdalam penghayatan ajaran Islam, dengan

riyadhah dan mujadalah.

2) Mencegah ekstrimisme dan sikap berlebihan yang dapat

menjerumuskan kepada penyelewengan aqidah dan

syari‟ah.

3) Berpedoman bahwa akhlak yang luhur selalu berada

diantara dua ujung, misalnya Syaja‟ah (berani) adalah

sikap diantara jubn (penakut) dan at-tahawwur

38
(sembrono), tawadlu‟ (rendah hati) adalah sikap diantara

takabbur (sombong) dan tadzallul (rendah diri).

d) Pada Bidang Kehidupan Bernegara

1) Negara Nasional (yang didirikan bersama oleh seluruh

rakyat) wajib dipelihara dan dipertahankan eksistensinya.

2) Penguasa negara (pemerintah) yang sah harus

ditempatkan pada kedudukan yang terhormat dan ditaati

selama tidak menyeleweng dan memerintah kea rah yang

bertentangan dengan hukum Allah.

3) Jika terjadi kesalahan dari pihak pemerintah, cara

memperingatkannya melalui tata cara yang sebaik-

baiknya (Siddiq. 2005: 63-64).

e) Pada Bidang Kebudayaan

1) Kebudayaan termasuk dalam adat istiadat, pakaian,

kesenian dan sebagainya adalah hasil budidaya manusia

yang harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar dan

bagi pemeluk agama, kebudayaan harus dinilai dan

diukur dengan norma-norma hukum dan ajaran agama.

2) Kebudayaan yang baik dalam arti menurut norma agama,

dari manapun datangnya dapat diterima dan

dikembangkan.

39
3) Tidak boleh ada sikap apriori, selalu menolak yang baru

dan menerima yang lama, atau sebaliknya menolak yang

lama dan menerima yang baru.

3. Prinsip Tawazun (keseimbangan)

Tawazun (keseimbangan) berarti tidak berat sebelah, tidak

kelebihan suatu unsur atau kekurangan unsur lain, menurut

Nahdlatul Ulama tawazun adalah prinsip yang ditekankan oleh

ajaran Islam dalam rangka penataan masyarakat dan hidup

bermasyarakat yang baik. Dikalangan umat islam khususnya para

pemikirnya terdapat satu pandangan bahwa islam sebagaimana

tersirat dalam al-qur‟an memiliki cita-cita sosial politik yang

menjamin kemaslahatan dan keselamatan hidup umat manusia

didunia dan di akhirat.

Bagi NU prinsip tawazun dan juga prinsip-prinsip lainnya

(I‟tidal, tawassuth, tasamuh) merupakan metodologi yang

memungkinkan terlaksananya dialog anatara pesan-pesan

kemanusiaan yang terdapat dalam Al-Qur‟an maupun As-Sunnah

dengan realitas obyektif masyarakat, seecara utuh dan rasional.

Dengan demikian, tersedia ruang pembuktian yang objektif

terhadap berbagai pemikiran dan interpretasi mengenai cita-cita

sosial politik islam maupun terhadap tatanan masyarakat yang

telah ada. Jadi bagi NU, perjuangan merealisasikan cita-cita sosial

40
politik islam tidak boleh secara sewenang-wenang

menghancurkan masyarakat itu sendiri (Hasan. 2010: 74).

Dalam tradisi NU prinsip tawazun berarti mencangkup

semua segi kehidupan baik segi kehidupan religius maupun segi

kehidupan sosial dan dipandang sebagai keutamaan bagi setiap

sikap dan tindakan semua manusia. Dalam situasi kehidupan

kongrit, prinsip tawazun menuntut adanya keseimbangan dalam

berbagai segi kehidupan manusia dan masyarakat yaitu

keseimbangan antara dimensi wahyu dan rasio manusia,

keseimbangan antara kepentingan dunia dan kepentingan akhirat,

keseimbangan antara masa lalu dan masa depan, dan

keseimbangan antara hak dan kewajiban.

4. Prinsip Tasamuh

Tasamuh berarti lapang dada yang dalam tradisi NU

dihayati sebagai sikap member kesempatan atau peluang kepada

pihak lain dengan seperlunya mengorbankan kepentingan sendiri.

Bagi NU prinsip tasamuh bukan hanya bersifat teologis tetapi

juga merupakan tuntutan obyektif dalam rangka penataan

masyarakat dan hidup bermasyarakat yang baik (Abdusshomad.

2009: 6).

Prinsip tasamuh sebagaimana yang dihayati oleh U juga

menuntut pengakuan dan penghargaan yang sama atas hak hidup

dan berkembangnya berbagai kebudayaan, ajaran agama, ideologi

41
maupun aliran pemikiran, meskipun hanya dianut oleh

sekelompok minoritas didalam masyarakat. Bagi NU tuntutan etis

maupun pragmatis prinsip tasamuh tersebut, khususnya mengenai

agama dan keyakinan memiliki landasan teologis yang kuat,

yakni al-Qur‟an yaitu surat al-Baqarah ayat 156 dan surat Yunus

ayat 99.

3. Sekilas Tentang Pengamalan Keragaman NU

a. Bidang Aqidah

Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini

kebenarannya oleh hati mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi

keyakinan yang tidak tercampur sedikitpun keragu-raguan. Dalam

bidang aqidah, NU mengikuti Abu Hasan al-Asy‟ari dan Abu

Mansur al Maturidi. Dimana menurut para ulama mereka berdualah

yang menjadi pelopor paham Ahlussunnah Waljamaah. Dalam

demikian kalamnya Asy‟ari mendahulukan dalil naqli dari pada dalil

aqli (taqdim al-naql „ala al-„aql), taqdim al-„aql „ala al naql). Paham

Ahlussunnah Waljamaah menempatkan nash Al-Qur‟an dan as-

Sunnah Nabi sebagai otoritas utama yang berfungsi sebagai petunjuk

bagi umat manusia dalam memahami ajaran Islam. Dalam kaitan ini,

akal mempunyai potensi untuk membuat penalaran logika, filsafat,

dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang kemudian dijadikan

alat bantu untuk memahami nash tersebut (Aziz. 2007: 150).

42
b. Bidang Ibadah

Ibadah adalah sebutan yang mencangkup seluruh apa yang

dicintai dan diridhai Allah azza wa jalla, baik berupa ucapan atau

perbuatan, yang zhair maupun yang batin (Sahriansyah. 2014:1).

Ibadah dibedakan menjadi 2 macam:

1. Ibadah mahdhah adalah ibadah yang menitik beratkan kepada

hubungan vertikal (Allah SWT). Dalam mahdhah ini

diantaranya thaharah, shalat, puasa, zakat dan haji.

2. Ibadah ghoiru mahdhah adalah ibadah yang menitik beratkan

hubungan horizontal (sesama manusia) atau ibadah yang berada

diluar syari‟at Islam tetapi dianjurkan dan di ijinkan oleh Allah

dalam ibadah ghoiru mahdhah.

Dengan demikian amaliyah ibadah adalah upaya perbuatan

hati, ucapan dan tingkah laku untuk mendekatkan diri kepada Allah

SWT dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi

larangan-Nya.

c. Bidang Akhlaq

Golongan Ahlussunnah Waljamaah juga mengamalkan sikap

tasamuh atau toleransi. Yakni menghargai perbedaan serta

menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama.

Namun, bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang

berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini. Bahwa

43
prinsip-prinsip tersebut dapat terwujudkan dalam beberapa hal

sebagai berikut:

1. Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam

penghayatan ajaran Islam, selama menggunakan cara-cara yang

tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam.

2. Mencegah sikap berlebihan dalam menilai sesuatu.

3. Berpedoman kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap

syaja‟ah atau berani (antara sombong dan rendah diri) dan sikap

dermawan (antara kikir dan boros).

B. Kajian Pustaka

Untuk mendukung penelaah peneliti yang lebih komprehensif, maka

peneliti berusaha melakukan kajian terhadap beberapa peneliti yang

mempunyai relevansi dengan topik yang akan diteliti. Hasil penelitian

terdahulu yang hampir memiliki kesamaan topik dengan penelitian yang

dilakukan peneliti diantaranya:

1. Penelitian dari Santoso jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas dan

Ilmu Keguruan di Institut Agama Islam Negeri Tulungagung dengan

judul “Penanaman Nilai-Nilai Ahlussunnah Waljamaah An‟nahdliyah

Pada Siswa Melalui Amaliyah Beribadah di MTS Aswaja Tunggangri

Tulungagung”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Penanaman

Nilai-nilai Ahlussunnah Waljamaah an Nahdliyah pada siswa melalui

Amaliyah beribadah yaitu; Pertama, dengan kegiatan yasin-tahlil yang

dilaksanakan setiap pagi oleh semua siswa dan berjalan dengan baik

44
dan lancar tanpa adanya suatu kendala. Kedua, dengan kegiatan ziarah

kubur yang dilaksanakan setiap hari Jum‟at pada awal bulan yang

diikuti oleh seluruh siswa dan guru yang sudah berjalan dengan lancar

walaupunada beberapa kendala seperti ada siswa yang ramai pada saat

kegiatan ataupun siswa yang bersembunyi dengan alasan tidak mau

mengikuti kegiatan tersebut. Ketiga, melalui kegiatan sholawatan yang

menjadi kegiatan ekstrakulikuler yang sangat diminati siswa, dimana

kegiatan tersebut dilakukan satu minggu sekali dihari minggu. Adapun

kendala dalam kegiatan ini adalah kurangnya kesadaran siswa,

kurangnya keseriusan siswa dalam berlatih dan kurangnya

keistiqomahan siswa tetapi sampai saat ini sudah berjalan dengan

lancar.

2. Penelitian dari Rif‟atul Khoriyah Program Studi Pendidikan Agama

Islam fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di Universitas Islam

Negeri Sunan Ampel Surabaya dengan judul “Peningkatan Wawasan

Ke-NU-An Melalui Pembelajaran Muatan Local Aswaja di MA

Hasyim Asy‟ari Sukodono Sidoarjo”. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa, pertama, implementasi pembelajaran mulok Aswaja di MA

Hasyim Asy‟ari sesuai komponan yang ada. Guru Aswaja dapat

menyusun perangkat pembelajaran, penggunaan media yang

semestinya, penggunaan metode yang sesuai, pendekatan-pendekatan

yang digunakan juga dapat member motivasi kepada peserta didik,

sumber belajar MA Hasyim Asy‟ari menggunakan sumber belajar LKS

45
Aswaja dan ditunjang dengan buku paket lainnya, dan materi yang

diberikan guru disesuaikan dengan kondisi siswa-siswi MA Hasyim

Asy‟ari. Kedua, faktor pendukung pelaksanaan pembelajaran mulok

Aswaja di MA Hasyim Asy‟ari diantaranya karena memang seluruh

pendidiknya mayoritas NU dan pelajarnya juga mayoritas NU

sehingga dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan dapat menunjang

pembelajaran Aswaja. Sedangkan faktor penghambatnya karena

kurangnya alokasi waktu dan kurangnya kreativitas guru dalam

menerapkan model pembelajaran. Kegita, wawasan ke-NU-an siswa-

siswi MA Hasyim Asy‟ari dianggap baik yang dibuktikan dengan

siswa-siswi memahami materi ke-NU-an dan diaplikasikan dalam

kehidupan sehari-hari. keempat, peningkatan wawasan ke-NU-an

melalui pembelajaran muatan local aswaja terlihat dari siswa-siswi

yang paham tentang materi yang disampaikan oleh guru, kemudian

siswa dapat mengaplikasikan amaliyah-amaliyah yang diajarkan oleh

guru Aswaja sehingga secara garis besar di MA Hasyim Asy‟ari

terdapat peningkatan wawasan ke-NU-an melalui pembelajaran

muatan local Aswaja yang dibuktikan dengan nilai Pre-test dan Post-

test serta mampunya siswa-siswi dalam memimpin tahlil dan

istighosah, mengikuti seni sholawat banjari, kaligrafi, dan terlibatnya

siswa-siswi dalam organisasi ke-NU-an dimasyarakat setempat.

Demikian beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,

penulis menemukan dua penelitian dengan fokus yang sama yaitu tentang

46
penanaman ke-NU-an (Ahlussunnah Waljamaah) kepada anak didik.

Adapun dua penelitian lainnya memiliki persamaan dengan penelitian

penulis yaitu terletak pada obyek penelitian yang sama-sama mengkaji

tentang ke-NU-an (Ahlussunnah Waljamaah). Berdasarkan penelitian

tersebut terdapat perbedaan dengan penelitian penulis yaitu terletak pada

pendekatan penelitian yang digunakan penulis adalah deskriptif kualitatif

serta obyek yang dikaji oleh penulis yaitu penanaman nilai-nilai ke-NU-an

pada anak usia dini di RA Ma‟arif Pulutan Tahun Pelajaran 2019/2020.

47
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang

dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, secara holistic,

dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

alamiah (Moleong. 2009:6). Penelitian kualitatif lebih mementingkan

bagaimana proses dari suatu keadaan untuk mendapatkan hasil yang

diinginkan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Lokasi Penelitian

Lokasi : RA Ma‟arif Pulutan

Kelompok : A dan B

b. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester 1 Tahun Pelajaran

2019/2020. Penelitian dimulai pada tanggal 23 Juli sampai dengan 20

Agustus 2019.

C. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah:

a. Sumber Data Primer

Data Primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari

sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa

48
opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi

terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian.

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah data hasil dari

wawancara peneiti dengan narasumber (Wali kelas A maupun B, wali

murid dan Kepala Sekolah).

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh

peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan

dicatat oleh pihak lain).data sekunder umumnya berupa bukti, catatan,

atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter)

yang dipublikasikan maupun yang tidak dipubikasikan.

D. Prosedur Pengumpulan Data

Berikut ini adalah prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah:

a. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (orang yang

mengajukan pertanyaan) dan terwawancara atau orang yang memberikan

jawaban atas pertanyaan tersebut (Moleong. 2009: 186).

Tujuan dari wawancara adalah untuk mendapatkan informasi

dimana pewawancara mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh

orang yang diwawancarai. Langkah pertama dalam penelitian ini adalah

peneliti melakukan wawancara mendalam kepada para narasumber yaitu

49
guru-guru wali kelas A maupun B, wali murid dan Kepala Sekolah di RA

Ma‟arif Pulutan. Wawancara mendalam ini dilakukan oleh peneliti guna

untuk mencari data yang relevan dari para narasumber.

b. Dokumentasi

Dokumentasi adalah kegiatan khusus yang berupa pengumpulan,

pengolahan, penyimpanan, penemuan kembali serta penyebaran

dokumen (Paul Otlet. 1905). Secara umum dokumentasi berarti aktifitas

atau proses sistematis dalam melakukan pengumpulan, pencarian,

penyelidikan, pemakaian dan penyediaan dokumen untuk mendapatkan

keterangan , penerangan pengetahuan dan bukti serta menyebarkan

kepada pengguna.

Langkah kedua yaitu dokumentasi, dalam dokumentasi ini peneliti

mencari atau memperoleh data seperti foto kegiatan, RKH, catatan

anekdot atau catatan harian, data siswa dan lain sebagainya. Data-data

yang didapat ini bisa dijadikan sebagai data pelengkap atau pendukung

dalam hasil penelitian ini.

E. Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain

sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada

orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasi data,

menjabarkannya kedalam unit-unit melakukan sintesa, menyusun kedalam

50
pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat

kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain (Sugiyono. 2007:224).

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi Data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

Dengan demikian data yang akan direduksi memberikan gambaran yang

lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan

data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono. 2007:247).

Dalam tahap ini peneliti menentukan fokus permasalahan yang

akan diangkat dalam penelitian ini. Fokus masalah dalam penelitian ini

adalah apa saja nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan di RA Ma‟arif

Pulutan dan bagaimana proses yang dilakukan dalam penanaman nilai-

nilai ke-NU-an pada anak usia dini di RA Ma‟arif Pulutan

2. Penyajian Data (Display Data)

Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah penyajian data

merupakan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan

(Huberman, 1992:17).

Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisasikan,

tersusun dalam pola hubungan sehingga semakin mudah dipahami.

Dalam penelitian ini peneliti menyajikan data dalam bentuk tabel atau

daftar yang terdiri dari fokus pertanyaan dalam wawancara yang

51
dilakukan dengan guru-guru wali kelas kelompok A maupun B dan

Kepala Sekolah di RA Ma‟arif Pulutan.

3. Verifikasi Data (Veriviying Data)

Pada tahap ini merupakan tahap penarikan kesimpulan dari semua

data yang telah diperoleh sebagai hasil dari penelitian. Penarikan

kesimpulan atau verifikasi adalah usaha untuk mencari atau memahami

makna atau arti, keteraturan, pola-pola, penjelasan, alur sebab akibat atau

proposisi. Setelah melakukan verifikasi maka data dapat ditarik

kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk

narasi. Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dari kegiatan

analisis data. Penarikan kesimpulan ini juga merupakan tahap akhir dari

pengolahan data.

F. Pengecekan Keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini, peneliti berusaha

memperoleh keabsahan temuan tersebut yaitu dengan teknik triangulasi.

Triangulasi dilakukan dengan tujuan untuk mengecek kembali data-data yang

sudah terkumpul, agar tidak terjadi kesalahan dalam memasukkan data yang

telah terkumpul. Triangulasi dapat diartikan sebagai pengecekan data dari

berbagai macam sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu

(Sugiyono, 2012: 237).

a. Triangulasi Sumber Data

Triangulasi sumber data berarti, untuk mendapatkan data dari

sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama (Sugiyono. 2009:

52
241). Triangulasi sumber data berarti membandingkan data-data yang

diperoleh dari informasi satu dengan informasi yang lain dan juga

mengecek kebenaran dan kepercayaan suatu informasi.

b. Triagulasi Metode

Triangulasi Metode dilakukan dengan cara menggunakan beberapa

metode dalam pengumpulan data. Selain menggunakan metode

wawancara mendalam (indepth-interview) terhadap informan, juga

dilakukan observasi untuk memastikan kondisi yang sebenarya.

53
BAB IV
PAPARAN DAN ANALISIS DATA
A. Paparan Data

1. Sejarah Singkat Berdirinya RA Ma’arif Pulutan

RA Ma‟arif Pulutan berdiri tahun 1987, atas naungan warga-warga

Pulutan untuk mendirikan RA/TK. Bangunan RA pun berpindah-pindah,

awalnya bertempat di dekat Kelurahan Pulutan, kemudian pindah dan

bergabung di MI Ma‟arif Pulutan, karena terus berkembang sekitar tahun

1992 mulai membangun gedung baru didepan MI Ma‟arif yang sekarang

jadi bangunan RA, namun gedung itu masih jadi satu dengan TPQ. Jadi,

pagi untuk sekolah sedangkan sorenya untuk TPQ. Bangunan tersebut

merupakan tanah waqaf dari warga pulutan. Sampai sekarang bangunan

RA masih bergabung dengan TPQ, kemudian pada tahun 2015 beli tanah

didepannya sekitar kurang lebih 850 m. yang menjadi gedung baru RA

Ma‟arif Pulutan.

Adapun Kepala Sekolah pertama yang menjabat yaitu Ibu

Nasikhah dibantu Ibu Ning, Ibu Nurjanah dan Ibu Nova. Kemudian

dilanjutkan Ibu Bad dan selanjutnya Bapak Basit kurang lebih 2 tahun

yang kebetulan juga menjabat Kepala Sekolah di MI Ma‟arif Pulutan dan

terakhir Ibu Na‟im dari tahun 2012 – sekarang.

2. Profil Sekolah

a. Nama Sekolah : RA Ma‟arif Pulutan

b. NIS : 101233730006

c. Akreditasi :

54
d. Alamat : Jl. Abdur Ro‟uf No. 01 Pulutan Salatiga

e. No Telepon : 085229686555

f. Kode Pos : 50716

g. Kelurahan : Pulutan

h. Kecamatan : Sidorejo

i. Kota/Kabupaten : Salatiga/Semarang

j. Provinsi : Jawa Tengah

k. Tahun Berdiri : 1987

3. Letak Geografis RA Ma’arif Pulutan

Lembaga pendidikan RA Ma‟arif Pulutan Salatiga tepatnya berada

di Jl. Abdur Ro‟uf Kelurahan Pulutan, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga

dengan kode pos 50716. Secara planologis letak KB & RA Ma‟arif

Pulutan berada di perlintasan desa Sidorejo Pulutan di Kota Salatiga

Provinsi Jawa Tengah, yang dikelilingi oleh pemukiman desa dan

pemandangan yang sangat indah. Selain itu, juga didukung oleh tatanan

organisasi dan system manajemen yang siap menghadapi persaingan

global. Tidak mengherankan bila banyak peserta pendidikan dan pelatihan

maupun para stake holder memberikan komplimen terhadap organisasi

kami dari sisi geografis.

4. Visi, Misi dan Tujuan RA Ma’arif Pulutan

a. Visi

“Membentuk generasi anak usia dini yang berakhlaq mulia, berbudi

pekerti luhur, sehat, cerdas dan berprestasi”.

55
b. Misi

1) Membekali anak usia dini dengan tuntunan Ahlussunah Wal

Jamaah An Nahdziyah

2) Membekali dan mempersiapkan anak usia dini yang berperilaku

jujur, mandiri, tanggung jawab sehingga memiliki pribadi yang

kuat dan berbudi pekerti luhur

3) Membentuk anak usia dini yang memiliki fisik sehat, ceria

sehingga mampu berkembang optimal dan mampu memasuki

pendidikan ke jenjang selanjutnya

4) Melaksanakan pendidikan dan pembelajaran secara

menyenangkan yang mendorong anak untuk selalu aktif serta

mampu berfikir kreatif

5) Mengembangkan potensi anak sesuai bakat dan minat

c. Tujuan

“Menyiapkan peserta didik yang berakhlak mulia , berbudi pekerti

luhur, sehat raga, cerdas dalam berfikir dan berprestasi”.

5. Sarana dan Prasarana

Lingkungan belajar nyaman dan mudah dijangkau oleh masyarakat

umum, memiliki semua fasilitas yang diperlukan merupakan salah satu

syarat bagi keberh asilan sebuah lembaga pendidikan. Sekolah RA

Ma‟arif Pulutan terletak di tempat strategis tepatnya dijalan yang dapat

diakses oleh semua masyarakat umum, hal ini memudahkan bagi setiap

56
peminat pendidikan anak yang hendak berhubungan dengan pihak kami.

Beberapa fasilitas yang ditawarkan RA Ma‟arif Pulutan ini adalah:

a. Ruang

Sejumlah 10 ruang kelas, 2 ruang kantor, 1 ruang perpustakaan dan

halaman untuk senam dan bermain anak-anak, 5 kamar mandi, 2

tempat wudhu, 1 ruang gudang dan 1 ruang aula.

b. Pusat Informasi

Perpustakaan RA Ma‟arif Pulutan memiliki stok buku sebanyak

kurang lebih 100 eksemplar yang terdiri dari buku pelajaran, BSE,

buku fiksi, buku non fiksi, dan buku referensi yang ditulis dalam

Bahasa Indonesia dan Inggris, belum termasuk majalah dan penerbitan

lainnya. Terdapat papan informasi yang memudahkana guru

menyampaikan informasi kepada orangtua.

6. Data Jumlah Guru RA Ma’arif Pulutan

Berikut ini adalah jumlah keseluruhan guru RA Ma‟arif Pulutan

Kota Salatiga:

Tabel 4.1 Daftar Guru RA Ma’arif Pulutan

No Nama L/P Jabatan Kualifikasi Status


Pendidikan
1. Na‟imatun Nur Rohmi, S.Pd.I P Kepala Sekolah S1 GTY

2. Siti Mutiah, S.Pd.I P Guru S1 GTY

3. Cholidah, S.Pd.I P Guru S1 GTY

57
4. Yamti, S.Pd P Guru S1 GTY

5. Muzaenatus Safaah, S.Pd.I P Guru S1 PNS

6. Nur Khowiyah P Guru S1 GTY

7. Dwi Rizkyawati, S.Pd.I P Guru S1 GTY

8. Muflichah, S.Pd P Guru S1 GTY

9. Arieza Muyasharah, S.Pd P Guru S1 GTT

10. Astri Ulya Ahsana, S.Psi P Guru S1` GTT

7. Rincian Data Jumlah Peserta Didik RA Ma’arif Pulutan

Berikut ini adalah jumlah keseluruhan siswa RA Ma‟arif Pulutan pada

tahun ajaran 2019/2020

Tabel 4.2 Data Siswa RA Ma’arif Pulutan tahun pelajaran 2019/2020

No. Kelompok Laki-laki Perempuan Jumlah

1. A1 8 10 18

2. A2 7 12 19

3. A3 9 9 18

4. A4 6 13 19

5. A5 8 10 18

58
6. B1 7 11 18

7. B2 9 9 18

8. B3 6 12 18

9. B4 9 9 18

10. B5 7 11 18

Jumlah 182

B. Temuan Data Penelitian

1. Proses yang dilakukan dalam penanaman nilai-nilai ke NU an untuk

anak usia dini di RA Ma’arif Pulutan

Berdasarkan hasil penelitian diapangan terkait dengan proses

penanaman nilai-nilai ke NU an untuk anak usia dini yang didapatkan

melalui wawancara dengan berbagai sumber diantaranya Ibu Naim selaku

kepala RA, guru wali kelas kelompok A, dan guru wali kelas kelompok B.

Ibu Naim selaku kepala RA, mengungkapkan tentang proses yang

dilakukan di sekolah tersebut:

“Proses dalam penanaman nilai-nilai ke NU an untuk anak usia


dini itu bertahap, yaitu mulai dari pengenalan terlebih dahulu lalu
menghafal kemudian praktik” (Wawancara dengan Ibu Naim, 23
Juli 2019, pukul 10.22-10.27 WIB).

Ibu Yamti selaku guru wali kelas kelompok A (A4) menyatakan

sebagai berikut:

59
“Prosesnya itu bertahap, mulai dari pengenalan dulu melalui
dengan bernyanyi dan bercerita, kemudian dilanjutkan dengan
praktik” (Wawancara dengan Ibu Yamti, 23 Juli 2019, pukul
10.42-10.51 WIB).

Hal yang sama juga dikatakan oleh Ibu Ida selaku wali kelas

kelompok B (B2) menyatakan bahwa proses penanaman nilai-nilai ke NU

an yaitu:

“Proses yang dilakukan itu bertahap, mulai dari pengenalan


terlebih dahulu, pengenalan biasanya dengan bernyanyi dan
bercerita, lalu menghafal kemudian praktik” (Wawancara dengan
Ibu Ida, 23 Juli 2019, 11.57-12.02 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dengan wali murid KJD kelompok B

(B2) menyatakan sebagai berikut:

“Setahu saya proses penanaman yang dilakukan di RA hanya


pengenalan saja mbak, kemudian langsung praktik” (Wawancara
dengan Ibu Likah, 20 Agustus 2019. 17.13-17.18 WIB).

2. Apa Saja Nilai-Nilai ke NU an yang ditanamkan di RA Ma’arif


Pulutan

Nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan meliputi 3 bidang, yaitu

bidang aqidah, ibadah, dan akhlaq. Berikut penjelasan dari Ibu Naim

selaku kepala RA:

“Penanaman nilai-nilai ke NU an untuk anak usia dini itu masih


sedikit, kita selipkan melalui pembiasaan. Dibidang Aqidah yaitu
mengetahui ke ESA an Allah dengan melalui ciptaan-ciptaannya,
cinta dengan Rosulullah, mengenalkan sifat-sifat wajib Allah
melalui lagu, bercerita islami dengan mnceritakan kisah-kisah
pendiri NU misalnya KH Hasyim Asy‟ari. Dibidang Ibadah yaitu
niat shalat memakai Ushalli, misalnya “Ushalli Fardhal

60
Maghribi”, mengenalkan do‟a Qunut, mengenalkan do‟a Iftitah
mengunakan “Allahuakbar Kabiro”, berdzikir setelah shalat,
shalawat nabi, shalawat nariyah dan ziarah kubur yang dilakukan
di pemakaman dekat sekolah. Jika di bidang Akhlaq yaitu anak-
anak dikenalkan Birrul Walidain yaitu anak mau bersikap baik
kepada orangtua, mau mendoakan orang yang sudah meninggal,
anak mau berjabat tangan dan mengucapkan salam ketika bertemu
dengan guru, dan mengenalkan lagu kebangsaan Yaa Lal Wathan”
(Wawancara dengan Ibu Ida, 23 Juli 2019, pukul 10.05-10.18
WIB).

Sedangkan Ibu Yamti selaku guru wali kelas A (A4) menyatakan

sebagai berikut:

“Nilai-nilai yang ditanamkan dibidang Aqidah yaitu mengenalkan


rukun Islam, rukun iman, dua kalimat syahadat, Asmaul Husna dan
mengenalkan kalimat Thayyibah. Dibidang Ibadah yaitu niat shalat
nya menggunakan Ushalli, mengenalkan do‟a Iftifah yaitu
“Allahuakbar Kabiro”, berdzikir setelah shalat, membaca shalawat
nabi, shalawat nariyah dan dikenalkan ziarah kubur. Dibidang
akhlaq yaitu anak diajarkan untuk berjabat tangan dan
mengucapkan salam jika bertemu guru, shodaqoh jariyah setiap
hari jum‟at, mengenalkan lagu kebangsaan Yaa Lal Wathan”
(Wawancara dengan Ibu Yamti, 23 Juli 2019, pukul 10.42-10.48
WIB).

Hal yang sama juga dikatakan oleh Ibu Ida selaku guru wali kelas

B (B2) adalah sebagai berikut:

“Penanaman nilai-nilai ke NU an untuk anak usia dini di bidang


Aqidah yaitu mengenalkan ke Esa an Allah melalui ciptaannya dan
mengetahui sifat wajib Allah melalui lagu. Dibidang Ibadah yaitu
dalam sholat kita kenalkan niat nya yaitu memakai Ushalli,
mengenalkan doa iftitah “Allahuakbar Kabiro” mengenalkan doa
qunut, berdzikir setelah shalat, membaca shalawat nabi yang
dilakukan setiap hari melalui pembiasaan, shalawat nariyah, dan
juga ziarah kubur. Dibidang Akhlaq yaitu berjabat tangan dan
mengucapkan salam ketika bertemu dengan guru, mengenalkan
kepada anak Birrul Walidain untuk berbuat baik kepada orangtua,

61
dan selalu berdoa sebelum kegiatan” (Wawancara dengan Ibu Ida,
23 Juli 2019, pukul 11.52-12.03 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dengan wali murid KJD kelompok B

(B2) apa saja penanaman nilai-nilai ke NU an yang ada di RA Ma‟arif

Pulutan adalah sebagai berikut:

“Di ajarkan sholawatan, setiap hari Jum‟at Infaq di sekolah,


diajarkan gerakan-gerakan sholat sampai paham urut-urutannya,
dan juga ziarah kubur yang dilakukan di pemakaman dekat
sekolah, mengenalkan lagu kebangsaan Yaa Lal Wathan, dan mau
berjabat tangan dan mencium tangan dengan mengucapkan salam”
(Wawancara dengan Ibu Likah, 20 Agustus 2019, pukul 17.02-
17.12 WIB).

C. Analisis Data

1. Proses Penanaman Nilai-Nilai ke NU an Pada Anak Usia Dini di

RA Ma’arif Pulutan

Proses penanaman nilai-nilai ke NU an untuk anak usia dini yaitu

dilakukan secara bertahap, mulai dari tahap pengenalan terlebih

dahulu. Pada dasarnya anak usia dini masih sangat mudah untuk

diarahkan. Sebaiknya ketika mengenalkan pada anak usia dini gunakan

bahasa atau kalimat yang mudah dipahami oleh anak. Mulai dari

contoh sederhana yaitu menggunakan contoh dari hal-hal yang terjadi

dalam kehidupan sehari-hari untuk memudahkan anak memahaminya.

Pengenalan dilakukan setiap saat dan menjadi pembiasaan anak.

Setelah pengenalan dilakukan otomatis ia akan menghafal sedikit demi

62
sedikit, lalu tahap selanjutnya yaitu praktik. Pada tahap ini anak

mempraktikan apa yang sudah diperoleh dengan cara meniru.

Penanaman nilai-nilai ke NU an untuk anak usia dini di RA

Ma‟arif Pulutan sudah dilaksanakan, meskipun tidak formal tetapi

melalui pembiasaan-pembiasaan setiap harinya.

2. Apa Saja Penanaman Nilai-Nilai ke NU an yang ditanamkan pada

anak usia dini di RA Ma’arif Pulutan

Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi terkait

penanaman nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan di RA Ma‟arif

Pulutan terdapat tiga bidang, yaitu bidang Aqidah, Ibadah dan Akhlaq.

Akan dipaparkan sebagai berikut:

a. Bidang Aqidah

Pada bidang ini nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan

untuk anak usia dini meliputi; Mengetahui ke ESA an Allah

dengan melalui ciptaan-ciptaannya, cinta kepada Rosulullah, dan

mengenalkan sifat-sifat wajib Allah melalui lagu.

b. Bidang Ibadah

Penanaman nilai-nilai ke NU an untuk anak usia dini

dibidang ibadah yaitu terletak pada shalatnya. Niat shalat memakai

Ushalli, misalnya “Ushalli Fardhal Maghribi”, mengenalkan do‟a

qunut, mengenalkan do‟a Iftitah yang memakai “Allahuakbar

Kabiro”, berdzikir setelah shalat, membaca shalawat nabi,

63
membaca shalawat nariyah dan ziarah kubur yang dilakukan

dipemakaman dekat sekolah.

c. Bidang Akhlaq

Penanaman nilai-nilai ke NU an dibidang akhlaq yaitu

mengenalkan Birrul Walidain maksudnya anak mau bersikap baik

kepada orang tua, anak mau mendoakan orang yang sudah

meninggal, mengenalkan kalimat Thoyyibah, berjabat tangan dan

mencium tangan dengan mengucapkan salam ketika berjumpa

dengan guru, dan mengenalkan lagu kebangsaan Yaa Lal Wathan.

Penanaman niai-nilai ke NU an untuk anak usia dini di RA Ma‟arif

Pulutan meliputi tiga bidang, yaitu bidang aqidah, bidang ibadah dan

bidang akhlaq. Penanaman nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan masih

dasar-dasar nya saja, karena memang usia nya masih dalam tahab

bermain dan belajar. Dalam penanaman ini anak ditanamkan nilai-nilai

ke NU an melalui pembiasaan yang dilakukan setiap harinya.

64
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari data yang diperoleh dilapangan, melalui teknik pengumpulan data

berupa observasi, wawancara dan dokumentasi tentang penanaman nilai-nilai

ke NU an untuk anak usia dini di RA Ma‟arif Pulutan tahun pelajaran

2019/2020 dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Proses penanaman nilai-nilai ke NU an untuk anak usia dini di RA

Ma‟arif Pulutan yaitu melalui beberapa tahap. Tahap pertama mulai dari

pengenalan terlebih dahulu. Proses pengenalan sebaiknya menggunakan

kata-kata yang mudah dipahami oleh anak. Pengenalan dilakukan setiap

hari yang menjadi pembiasaan anak. Setelah dikenalkan kemudian tahap

praktik. Pada tahap ini anak mempraktikan apa yang sudah diperoleh

dengan tahap meniru.

2. Penanaman nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan di RA Ma‟arif Pulutan

meliputi tiga bidang yaitu bidang aqidah, bidang ibadah dan bidang

akhlaq. Di bidang aqidah nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan yaitu

mengetahui ke ESA an Allah dengan melalui ciptaan-ciptaannya, cinta

kepada Rosulullah, dan mengenalkan sifat-sifat wajib Allah melalui lagu.

Di bidang Ibadah penanaman nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan

65
terletak pada shalatnya. Mengenalkan niat shalat memakai Ushalli,

misalnya “Ushalli Fardhal Maghribi”, mengenalkan do‟a qunut,

mengenalkan do‟a iftitah yang memakai “Allahuakbar Kabiro”, berdzikir

setelah shalat, membaca shalawat nabi, membaca shalawat nariyah dan

dikenalkan ziarah kubur yang dilakukan di pemakaman dekat sekolah. Di

bidang akhlaq yaitu mengenalkan Birrul Walidain maksudnya anak mau

bersikap baik kepada orangtua, anak mau mendo‟akan orang yang sudah

meninggal, mengenalkan beberapa kalimat Thayyibah, berjabat tangan

dan mencium tangan dengan mengucapkan salam ketika bertemu dengan

guru, dan mengenalkan lagu kebangsaan Yaa Lal Wathan.

B. Saran

1. Bagi Guru

Untuk semua upaya yang dilakukan guru kelompok A maupun

guru kelompok B yang ada di RA Ma‟arif Pulutan secara optimal, dan

semakin meminimalisir segala hambatan dari segi peserta didik maupun

pihak gurunya.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan ini, peneliti

berharap dapat digunakan selanjutnya sebagai salah satu referensi dalam

melakukan penelitiannya. Karena penelitian ini masih jauh dari kata

sempurna, diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat mengkaji

tentang peningkatan wawasan ke NU an yang lebih spesifik dari sudut

pandang lain.

66
LAMPIRAN

67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
TRANSKIP WAWANCARA

Hari, tanggal : Selasa, 23 Juli 2019

Waktu : 09.50 – 10.27 WIB

Lokasi : Ruang Kepala Sekolah RA Ma‟arif Pulutan

Informan : Ibu Na‟imatun Nur Rohmi, S. Pd.I.

Fokus : Penanaman Nilai-nilai Ke NU an untuk anak usia dini di RA

Ma‟arif Pulutan

- Prolog

Sebelumnya saya sudah janjian dengan Ibu Naim melalui via Whatsaapp.

Pada pukul 08.50 saya dan teman saya Angelia Indah Chairunnisa tiba di

sekolah. Dan ternyata beliau masih mengajar dikelas. Kami menunggu di

depan ruang kepala sekolah. Pukul 09.30 siswa kelompok B baru keluar

kelas, dan saya harus menunggu lagi sampai anak-anak sudah dijemput

semua. Beberapa menit kemudian saya dan teman saya dipersilahkan masuk

ke dalam ruangan, lalu saya meminta ijin beliau untuk wawancara mengenai

penanaman nilai-nilai ke NU an untuk anak usia dini di RA Ma‟arif Pulutan

yang sudah disepakati sebelumnya melalui via Whatsapp. Berikut ini adalah

hasil wawancaranya:

- Wawancara

P : Bagaimana Pendapat guru tentang penanaman nila-nilai ke NU an untuk

anak usia dini?

79
I : Penanaman nilai-nilai ke NU an sejak dini sangat penting dilakukan ,

karena untuk menumbuhkan anak itu cinta kepada NU itu sendiri, agar

mengenal NU sedini mungkin dengan kita tanamkan melalui amaliyah-

amaliyah Aswaja.

P : Apa saja nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan pada anak usia dini di

bidang Akidah?

I : Mengetahui ke ESA an Allah dengan melalui ciptaan-ciptaannya, Cinta

dengan Rosulullah. Mengenalkan sifat-sifat wajib Allah melalui lagu.

Bercerita islami dengan menceritakan kisah-kisah pendiri NU, misalnya

KH Hasyim Asy‟ari.

P : Apa saja nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan pada anak usia dini

dibidang Ibadah?

I : Niat shalat memakai Ushalli, misalnya “Ushalli Fardhal Maghribi”,

mengenalkan doa Qunut, mengenalkan do‟a Iftitah yaitu “Allahuakbar

Kabiro”, Berdzikir setelah Shalat, membaca shalawat nabi, shalawat

nariyah, dan ziarah kubur yang dilakukan dipemakaman dekat sekolah.

P : Apa saja nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan pada anak usia dini

dibidang Akhlaq?

I : Mengenalkan Birrul Walidain yaitu anak mau bersikap baik kepada

orang tua, mendoakan orang yang sudah meninggal, mengajarkan tolong

menolong sesama teman, berjabat tangan dan mengucapkan salam

kepada guru, mengenalkan lagu kebangsaan Yaa lal Wathan.

80
P : Bagaimana Proses yang dilakukan dalan penanaman nilai-nilai ke NU an

untuk anak usia dini?

I : Proses yang dilakukan secara bertahap, yaitu mulai dari pengenalan

terlebih dahulu, lalu menghafal dan kemudian praktik.

- Refleksi

Penanaman nilai-nilai ke NU an untuk anak usia dini sangat diperlukan,

karena untuk menumbuhkan anak cinta kepada NU itu sendiri. Nilai-nilai ke

NU an yang ditanamkan di RA Ma‟arif Pulutan yaitu mengenalkan ke ESA

an Allah dengan mengetahui sifat wajib Allah melalui lagu, mengajarkan tata

cara sholat ala NU (Do‟a Iftitah menggunakan “Allahuakbar Kabiro”,

mengenalkan do‟a Qunut, berdzikir setelah Shalat, ziarah kubur, berjabat

tangan dan mengucapkan salam jika bertemu dengan guru, mengenalkan

tokoh-tokoh NU seperti KH Hasyim Asyari dengan bercerita kisahnya.

Proses yang dilakukan dalam penanaman nilai-nilai ke NU an yaitu bertahap.

Mulai dengan pengenalan, lalu menghafal dan kemudian praktik dengan cara

pembiasaan.

81
TRANSKIP WAWANCARA

Hari, tanggal : Selasa, 23 Juli 2019

Waktu : 11.45 – 12.13 WIB

Lokasi : Ruang Kelas B4

Informan : Cholidah, S. Pd.I. Selaku wali kelas B2

Fokus : Penanaman Nilai-nilai Ke NU an untuk anak usia dini kelompok

B di RA Ma‟arif Pulutan

- Prolog

Pada pukul 11.38 WIB saya selesai melakukan wawancara dengan guru wali

kelas A2. Setelah wawancara dengan wali kelas A2, Saya dan teman saya

langsung menuju gedung B. Terlihat guru-guru wali kelas B sedang kumpul

di ruang kelas B4, beliau-beliau sedang menyampuli buku-buku dan majalah.

Kami langsung mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Kami pun langsung

dipersilahkan masuk para guru, dan ternyata disitu pula ada ibu kepala

sekolah. Beliau menyuruh saya untuk mewawancarai Bu Ida dan Bu Dwi

saja. Saya pun melalakukan wawancara terhadap bu Ida terlebih dahulu.

Beliau meminta saya wawancara nya di sudut ruangan saja. Berikut ini adalah

hasil wawancaranya:

- Wawancara

P : Bagaimana Pendapat guru tentang penanaman nila-nilai ke NU an untuk

anak usia dini?

82
I : Penanaman nilai-nilai ke NU an sejak dini itu penting dan sangat

diperlukan, karena untuk menumbuhkan rasa cinta NU itu sendiri

P : Apa saja nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan pada anak usia dini di

bidang Aqidah dikelompok B?

I : Mengenalkan ke ESA an Allah dengan melalui ciptaan-ciptaannya,

mencintai Rosulullah, dan mengetahui sifat wajib Allah melalui lagu,

P : Apa saja nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan pada anak usia dini

dibidang Ibadah di kelompok B?

I : Mengenalkan doa Iftitah menggunakan “Allahuakbar Kabiro”,

mengenalkan doa Qunut, berdzikir setelah Shalat, membaca shalawat

nabi yang dilakukan setiap hari melalui pembiasaan, Shalawat Nariyah,

dan juga ziarah kubur

P : Apa saja nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan pada anak usia dini

dibidang Akhlaq di kelompok B?

I : Berjabat tangan dan mengucapkan salam ketika bertemu dengan guru,

mengenalkan Birrul Walidain untuk selalu berbuat baik kepada

orangtua, selalu berdoa sebelum kegiatan, dan mengenal lagu

kebangsaan Yaa lal wathan.

P : Bagaimana Proses yang dilakukan dalan penanaman nilai-nilai ke NU an

untuk anak usia dini di kelompok B?

I : Proses yang dilakukan secara bertahap, yaitu mulai dari pengenalan, lalu

kemudian praktik.

83
P : Apakah ada hambatan dalam penanaman nilai-nilai ke NU an di RA

Ma‟arif Pulutan khususnya di kelompok B?

I : Insyaallah tidak, hanya saja guru harus lebih ekstra dalam mengenalkan

ke NU an itu sendiri. Karena memang usia anak masih dini.

P : Bagaimana cara/metode yang dilakukan dalam penanaman nilai-nilai ke

NU an pada anak usia dini di kelompok B?

I : Dengan metode bercerita dan pembiasaan yang diulang-ulang setiap

harinya

- Refleksi

Penanaman nilai-nilai ke NU an untuk anak usia dini itu penting dan sangat

diperlukan. Karena untuk menumbuhkan rasa cinta pada NU itu sendiri.

Nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan di RA Ma‟arif Pulutan khususnya

kelompok B yaitu mengetahui sifat wajib Allah melalui lagu, mengajarkan

tata cara sholat ala NU (Do‟a Iftitah menggunakan “Allahuakbar Kabiro”),

berdzikir setelah shalat, dan melakukan ziarah kubur. Proses yang dilakukan

dalam penanaman nilai-nilai ke NU an di kelompok B yaitu bertahap. Mulai

dengan pengenalan lalu menghafal kemudian praktik. Tidak ada hambatan

dalam penanaman nilai-nilai ke NU an. Metode/cara yang dilakukan yaitu

dengan bercerita dan pembiasaan yang diulang-ulang setiap harinya.

84
TRANSKIP WAWANCARA

Hari, tanggal : Selasa, 23 Juli 2019

Waktu : 12.15 – 12.35 WIB

Lokasi : Ruang Kelas B4

Informan : Dwi Rizkyawati, S. Pd.I. Selaku wali kelas B1

Fokus : Penanaman Nilai-nilai Ke NU an untuk anak usia dini kelompok

B di RA Ma‟arif Pulutan

- Prolog

Pada pukul 12.13 WIB saya selesai melakukan wawancara dengan guru wali

kelas B2. Setelah wawancara dengan wali kelas B2 Bu Dwi selaku wali kelas

B1 menghampiri saya yang masih duduk di sudut ruang kelas, kami pun

melakukan wawancara ditempat yang sama dengan Bu Ida wali kelas B2.

Berikut ini adalah hasil wawancaranya:

- Wawancara

P : Bagaimana Pendapat guru tentang penanaman nila-nilai ke NU an untuk

anak usia dini?

I : Penanaman nilai-nilai ke NU an sejak dini itu sangat diperlukan, karena

kita memang berada dilingkungan NU jadi kita kenalkan NU mulai

dasar-dasar nya saja

P : Apa saja nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan pada anak usia dini di

bidang Aqidah dikelompok B?

85
I : Mengenalkan ke ESA an Allah dengan ciptaannya, mengenal sifat wajib

Allah melalui lagu, cinta kepada Rosulullah

P : Apa saja nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan pada anak usia dini

dibidang Ibadah di kelompok B?

I : Mengenalkan doa Iftitah menggunakan “Allahuakbar Kabiro”,

mengenalkan doa Qunut, berdzikir setelah Shalat, membaca shalawat

nabi yang dilakukan setiap hari melalui pembiasaan, Shalawat Nariyah,

dan juga ziarah kubur

P : Apa saja nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan pada anak usia dini

dibidang Akhlaq di kelompok B?

I : Mengenalkan Birrul Walidain dengan selalu berbuat baik kepada

orangtua, saling tolong menolong, berdoa sebelum kegiatan, berjabat

tangan dan mengucapkan salam jika bertemu dengan guru.

P : Bagaimana Proses yang dilakukan dalan penanaman nilai-nilai ke NU an

untuk anak usia dini di kelompok B?

I : Proses yang dilakukan secara bertahap, yaitu mulai dari pengenalan, lalu

menghafal kemudian praktik. Kalau pemahaman sudah sedikit-sedikit

dilakukan

P : Apakah ada hambatan dalam penanaman nilai-nilai ke NU an di RA

Ma‟arif Pulutan khususnya di kelompok B?

I : Insyaallah tidak, hanya saja guru harus lebih ekstra dalam mengenalkan

ke NU an itu sendiri. Karena memang usia anak masih dini

86
P : Bagaimana cara/metode yang dilakukan dalam penanaman nilai-nilai ke

NU an pada anak usia dini di kelompok B?

I : Dengan metode bercerita dan pembiasaan yang diulang-ulang setiap

harinya

- Refleksi

Penanaman nilai-nilai ke NU an untuk anak usia dini itu sangat diperlukan.

Karena kita berada dilingkungan NU, jadi kita kenalkan mulai dasar-

dasarnya saja. Nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan di RA Ma‟arif Pulutan

khususnya kelompok B yaitu ke ESA an Allah dengan ciptaan-ciptaannya,

mengetahui sifat wajib Allah melalui lagu, mengajarkan tata cara sholat ala

NU (Do‟a Iftitah menggunakan “Allahuakbar Kabiro”), berdzikir setelah

shalat, mengenalkan tokoh-tokoh NU dengan bercerita kisah-kisahnya, dan

melakukan ziarah kubur. Proses yang dilakukan dalam penanaman nilai-nilai

ke NU an di kelompok B yaitu bertahap. Mulai dengan pengenalan lalu

menghafal kemudian praktik. Tidak ada hambatan dalam penanaman nilai-

nilai ke NU an. Metode/cara yang dilakukan yaitu dengan bercerita dan

pembiasaan yang diulang-ulang setiap harinya.

87
TRANSKIP WAWANCARA

Hari, tanggal : Selasa, 23 Juli 2019

Waktu : 10.35 – 10.58 WIB

Lokasi : Ruang Kelas A4

Informan : Ibu Yamti, S. Pd. Selaku wali kelas A4

Fokus : Penanaman Nilai-nilai Ke NU an untuk anak usia dini kelompok

A di RA Ma‟arif Pulutan

- Prolog

Sebelumnya saya sudah meminta ijin kepada kepala sekolah untuk

mewawancarai wali kelas A terlebih dahulu. Pada pukul 10.30 saya dan

teman saya keluar dari ruang kepala sekolah untuk menemui ibu Yamti selaku

wali kelas A4. Saya menghampiri beliau yang berada didepan kelas. Saya

meminta ijin terlebih dahulu untuk wawancara. Dan saya langsung

dipersilahkan masuk kedalam. Berikut ini adalah hasil wawancaranya:

- Wawancara

P : Bagaimana Pendapat guru tentang penanaman nila-nilai ke NU an untuk

anak usia dini?

I : Penanaman nilai-nilai ke NU an sejak dini itu penting, karena disini

lingkungan nya kental dengan NU maka ditanamkan nilai-nilai ke NU

an. Selain itu kita dibawah Yayasan Ma‟arif NU, jadi kita harus sedikit-

sedikit mengenalkan NU dengan cara pembiasaan setiap harinya.

88
P : Apa saja nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan pada anak usia dini di

bidang Akidah dikelompok A?

I : Mengenalkan sifat-sifat wajib Allah melalui lagu, mengenalkan rukun

Islam, Rukun Iman, syahadat, Asmaul Husna, dan mengenalkan kalimat

Thayyibah.

P : Apa saja nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan pada anak usia dini

dibidang Ibadah di kelompok A?

I : Niat shalat memakai Ushalli, mengenalkan do‟a Iftitah yaitu

“Allahuakbar Kabiro”, Berdzikir setelah Shalat, membaca shalawat

nabi, shalawat nariyah, dan ziarah kubur yang dilakukan dipemakaman

dekat sekolah.

P : Apa saja nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan pada anak usia dini

dibidang Akhlaq di kelompok A?

I : Berjabat tangan dan mengucapkan salam ketika bertemu dengan guru,

shodaqoh jariyah setiap hari Jum‟at, mengenal lagu kebangsaan Yaa lal

wathan.

P : Bagaimana Proses yang dilakukan dalan penanaman nilai-nilai ke NU an

untuk anak usia dini di kelompok A?

I : Proses yang dilakukan secara bertahap, yaitu mulai dari pengenalan

dengan bernyayi dan bercerita, lalu kemudian praktik.

P : Apakah ada hambatan dalam penanaman nilai-nilai ke NU an di RA

Ma‟arif Pulutan khususnya di kelompok A?

I : Insyaallah tidak, karena lingkungan disini juga sangat mendukung

89
- Refleksi

Penanaman nilai-nilai ke NU an untuk anak usia dini sangat penting.

Disamping lingkungan yang kental dengan NU, juga dibawah yayasan

ma‟arif NU. Nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan di RA Ma‟arif Pulutan

yaitu mengenalkan ke ESA an Allah dengan mengetahui sifat wajib Allah

melalui lagu, mengajarkan tata cara sholat ala NU (Do‟a Iftitah

menggunakan “Allahuakbar Kabiro”, berdzikir setelah Shalat, ziarah kubur,

berjabat tangan dan mengucapkan salam jika bertemu dengan guru dan

mengenalkan kalimat Thayyibah. Proses yang dilakukan dalam penanaman

nilai-nilai ke NU an di kelompok A yaitu bertahap. Mulai dengan pengenalan

dengan bernyanyi dan bercerita lalu kemudian praktik. Tidak ada hambatan

dalam penanaan nilai-nilai ke NU an.

90
TRANSKIP WAWANCARA

Hari, tanggal : Selasa, 23 Juli 2019

Waktu : 11.08 – 11.38 WIB

Lokasi : Ruang Kelas A2

Informan : Muzaenatus Safaah, S. Pd.I. Selaku wali kelas A2

Fokus : Penanaman Nilai-nilai Ke NU an untuk anak usia dini kelompok

A di RA Ma‟arif Pulutan

- Prolog

Setelah wawancara dengan wali kelas A4, Saya dan teman saya langsung

menuju ruang kelas A2. Kami mengetuk pintu dan mengucapkan salam.

Terlihat Ibu Fa‟ah sedang melakukan penilaian harian di meja beliau. Kami

pun langsung dipersilahkan masuk, beliau menyuruh saya untuk menunggu

sebentar karena beliau mau menyelesaikan penilaiannya terlebih dahulu. 2

menit kemudian setelah melakukan penilaian kami pun langsung melakukan

wawancara. Berikut ini adalah hasil wawancaranya:

- Wawancara

P : Bagaimana Pendapat guru tentang penanaman nila-nilai ke NU an untuk

anak usia dini?

I : Penanaman nilai-nilai ke NU an sejak dini itu perlu, karena jaman

sekarang banyak pemahaman anak yang menyimpang mengenai

agamanya sendiri. Maka dari itu kita perlu kenalkan anak usia dini

mengenai ke NU an. Disamping itu kita juga dibawah lembaga

91
pendidikan Ma‟arif NU, jadi sepatutnya kita kenalkan sedikit-sedikit

pemahaman tentang NU.

P : Apa saja nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan pada anak usia dini di

bidang Aqidah dikelompok A?

I : Mengenalkan sifat-sifat wajib Allah melalui lagu, mengenalkan rukun

Islam, mengenalkan Rukun Iman, syahadat, Asmaul Husna, dan

mengenalkan kalimat Thayyibah.

P : Apa saja nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan pada anak usia dini

dibidang Ibadah di kelompok A?

I : Di kelompok A itu baru dikenalkan gerakan-gerakan shalatnya saja, jadi

tidak dituntut harus hafal bacaannya karena memang usia nya masih

dini. Tetapi tetap kita kenalkan juga bacaan-bacaan nya. Seperti niat

khas nya NU yaitu Niat shalat nya memakai Ushalli, mengenalkan do‟a

Iftitah yaitu “Allahuakbar Kabiro”, Berdzikir setelah Shalat, membaca

shalawat nabi, shalawat nariyah, dan kadang-kadang kita juga ziarah

kubur dipemakaman dekat sekolah

P : Apa saja nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan pada anak usia dini

dibidang Akhlaq di kelompok A?

I : Berjabat tangan dan mengucapkan salam ketika bertemu dengan guru,

shodaqoh jariyah setiap hari Jum‟at, infaq orangua, memakai jilbab yang

tidak besar (sedang) dan mengenal lagu kebangsaan Yaa lal wathan.

P : Bagaimana Proses yang dilakukan dalan penanaman nilai-nilai ke NU an

untuk anak usia dini di kelompok A?

92
I : Proses yang dilakukan secara bertahap, yaitu mulai dari pengenalan, lalu

kemudian praktik. Karena kalau anak tidak sambil dipraktikkan ia tidak

paham. Maka dari itu pemahaman nya melalui praktik.

P : Apakah ada hambatan dalam penanaman nilai-nilai ke NU an di RA

Ma‟arif Pulutan khususnya di kelompok A?

I : Insyaallah tidak, karena orangtua nya pun mayoritas semua warga NU

- Refleksi

Penanaman nilai-nilai ke NU an untuk anak usia dini itu dipelukan. Karena

jaman sekarang banyak pemahaman anak yang menyimpang tentang

agamanya sendiri. Disamping itu juga dibawah yayasan ma‟arif NU

sepatutnya juga menyelipkan beberapa ajaran-ajaran NU. Nilai-nilai ke NU

an yang ditanamkan di RA Ma‟arif Pulutan khususnya kelompok A yaitu

mengetahui sifat wajib Allah melalui lagu, mengajarkan tata cara sholat ala

NU (Do‟a Iftitah menggunakan “Allahuakbar Kabiro”), berdzikir, ziarah

kubur, dan mengenalkan kalimat Thayyibah. Proses yang dilakukan dalam

penanaman nilai-nilai ke NU an di kelompok A yaitu bertahap. Mulai dengan

pengenalan lalu kemudian praktik. Tidak ada hambatan dalam penanaman

nilai-nilai ke NU an.

93
TRANSKIP WAWANCARA

Hari, tanggal : Selasa, 20 Agustus 2019

Waktu : 16.45 – 17.26 WIB

Lokasi : Di Rumah Ibu Likah selaku wali murid Kalila Jihan Dahara (B2)

Informan : Ibu Likah

Fokus : Penanaman Nilai-nilai Ke NU an untuk anak usia dini di RA

Ma‟arif Pulutan

- Prolog

Sebelumnya saya meminta izin terlebih dulu kepada Kepala Sekolah untuk

siapa wali murid yang akan saya wawancarai terkait tema skripsi saya. Dan

beliau mengijinkan saya untuk mewawancarai Ibu Likah dan Ibu Yeni selaku

wali kelas kelompok B. Pada saat itu juga kepala sekolah yang menghubungi

wali murid tersebut melalui via Whatsaap. Setelah itu kami pun membuat

janji pada pukul 16.30 di rumah Ibu Likah dan pukul 18.30 di rumah Ibu

Yeni. Pada pukul 16.32 tepat saya tiba di rumah Ibu Likah yang bertempatan

di Banyu Putih, Sidorejo Lor. Pada saat itu Ibu Likah sedang ada di belakang,

dan saya di suruh menunggu. 10 menit kemudian beliau datang menghampiri

saya untuk melakukan wawancara. Berkut adalah hasil wawancaranya:

- Wawancara

P : Bagaimana Pendapat anda tentang penanaman nila-nilai ke NU an untuk

anak usia dini?

94
I : Sangat penting untuk ditanamkan, karna latar belakang keluarga saya itu

semua nya NU, jadi saya berharap anak saya paham NU itu sejak dini.

Biar besok kalau saya sudah tiada anak saya yang akan mendoakan saya.

P : Apa motivasi/alasan anda untuk menyekolahkan anak di RA Ma‟arif

Pulutan?

I : Ya karna saya ingin anak saya ditanamkan agama sejak dini, dan RA

Ma‟arif Pulutan itu kan kental dengan ke NU an nya, jadi sesuai dengan

beground keluarga kami.

P : Apa saja yang anda ketahui tentang penanaman nilai-nilai ke NU an di

RA Ma‟arif Pulutan?

I : Anak saya itu kalau dirumah sering sekali sholawatan, mungkin

disekolahnya juga diajarkan sholawatan. Pada setiap hari Jum‟at anak

saya selalu meminta uang saku untuk di infaqkan di sekolah, kalau untuk

Sholatnya mungkin sudah diajarkan tetapi belum tampak ketika

dipraktikkan di rumah, hanya paham dengan gerakan-gerakan nya saja,

sudah tau urut-urutannya, diajarkan ziarah kubur karna anak saya pernah

cerita kalau tadi waktu sekolah diajak ke pemakaman dekat sekolahnya,

diajarkan juga lagu kebangsaan Yaa Lal Wathan, karna setiap

pembiasaan pagi selalu dinyanyikan. Berjabat tangan dan mencium

tangan dengan mengucapkan salam kepada orang tua dan guru.

P : Apa yang anda ketahui tentang bagaimana Proses yang dilakukan dalam

penanaman nilai-nilai ke NU an untuk anak usia dini di RA Ma‟arif

Pulutan?

95
I : Mungkin di RA setau saya hanya dengan pengenalan saja mbak. Kalau

praktik itu anak saya sedikit-sedikit paham, selebihnya langsung praktik.

Misalnya di bacaan sholatnya anak saya belum hafal, karna memang kan

usia nya masih dini. Tetapi kalau selain sholat ya sudah banyak yang

hafal, seperti sholawatan dan lagu kebangsaan Yaa Lal Wathan.

P : Tahun berapa anak anda disekolahkan di RA Ma‟arif Pulutan?

I : Pada tahun 2017 mbak, karna anak saya masukkan di KB nya dulu.

Tahun 2017 di KB, tahun 2018 di kelompok A, dan tahun 2019 di

kelompok B.

P : Selain diajarkan di sekolah, apakah anak juga diajarkan di rumah terkait

dengan penanaman nilai-nilai ke NU an?

I : Jelas diajarkan, kalau dirumah anak saya masukkan di TPQ setiap sore,

dan juga mengaji setelah maghrib di dekat rumah.

- Refleksi

Penanaman nilai-nilai ke NU an untuk anak usia dini sangat penting untuk

ditanamkan, karena latar belakang keluarga semua adalah NU. Penanaman

nilai-nilai ke NU an yang ditanamkan di RA Ma‟arif Pulutan meliputi

sholawat nabi, ziarah kubur, infaq setiap hari Jum‟at, dan juga diajarkan

berjabat tangan dan mencium tangan dengan mengucapkan salam ketika

bertemu dengan orangtua maupun guru. Untuk sholatnya kemungkinan

sudah ditanamkan, tetapi belum terlalu hafal bacaan-bacaanya, hanya paham

urut-urutan gerakannya saja. Proses penanaman nya melalui pengenalan dan

praktik sedikit demi sedikit. Tahun 2017 Kalila Jihan Dahara sudah

96
disekolahkan di RA Ma‟arif Pulutan tetapi masuk di KB terlebih dulu. Selain

disekolah, penanaman nilai-nilai ke NU an juga ditanamkan di rumah.

97
TRANSKIP WAWANCARA

Hari, tanggal : Selasa, 20 Agustus 2019

Waktu : 18.26 – 18.42 WIB

Lokasi : Di Rumah Ibu Yeni selaku wali murid Irsalina Azra Ardiningrum

(B5)

Informan : Ibu Yeni

Fokus : Penanaman Nilai-nilai Ke NU an untuk anak usia dini di RA

Ma‟arif Pulutan

- Prolog

Pada pukul 17.40 saya pulang dari rumah Ibu Likah, kemudian saya mampir

ke kost teman saya yang bernama Angelia untuk sholat maghrib. Setelah

sholat maghrib, pukul 18.15 saya berangkat menuju rumah Ibu Yeni yang

bertempatkan di daerah Pulutan dekat sekolah RA Ma‟arif Pulutan. Pada

pukul 18.24 saya tiba di rumah Ibu Yeni, beliau langsung mempersilahkan

masuk dan kami pun langsung memulai wawancara. Berkut adalah hasil

wawancaranya:

- Wawancara

P : Bagaimana Pendapat anda tentang penanaman nila-nilai ke NU an untuk

anak usia dini?

98
I : Penting untuk diajarkan, karena pengenalan dari anak usia dini dengan

pengenalan saat sudah dewasa itu berbeda, maka sangat penting nilai-

nilai ke NU an diajarkan sejak dini.

P : Apa motivasi/alasan anda untuk menyekolahkan anak di RA Ma‟arif

Pulutan?

I : Karena saya ingin menyekolahkan anak saya yang dilingkungan Islami,

seperti RA Ma‟arif Pulutan itu sudah terkenal dengan agamanya yang

bagus. Karena beground kami juga NU, jadi kalau saya sekolahkan di

RA Ma‟arif Pulutan itu sejalur. Selain itu RA Ma‟rif Pulutan sekolah RA

yang paling dekat dengan rumah.

P : Apa saja yang anda ketahui tentang penanaman nilai-nilai ke NU an di

RA Ma‟arif Pulutan?

I : Pelatihan sholatnya diajarkan sampai paham urut-urutan gerakan sholat,

diajarkan sholawatan, kadang juga ziarah kubur dipemakaman yang

dekat dengan sekolah, setiap hari Jum‟at Infaq sekolah, diajarkan lagu

kebangsaan Yaa Lal Wathan, berjabat tangan dan mencium tangan

dengan mengucapkan salam.

P : Apa yang anda ketahui tentang bagaimana Proses yang dilakukan dalam

penanaman nilai-nilai ke NU an untuk anak usia dini di RA Ma‟arif

Pulutan?

I : Sepaham saya kalau anak usia dini RA/TK itu masih dalam proses

pengenalan, pengenalan nya saja sambil bermain, jadi belajar sambil

bermain, nanti kalau sudah dikenalkan baru anak paham kemudian

99
praktik. Misalnya sholawatan, anak dikenalkan sholawatan terlebih dulu

kemudian menjadi pembiasaan lama-lama hafal. Seperti gerakan sholat

juga begitu.

P : Tahun berapa anak anda disekolahkan di RA Ma‟arif Pulutan?

I : Pada tahun 2017 masuk sekolah RA Ma‟arif Pulutan, karena masuk di

KB nya dulu. Tahun 2017 di KB, tahun 2018 di kelompok A, dan tahun

2019 di kelompok B. Sekarang masuk di kelas B5

P : Selain diajarkan di sekolah, apakah anak juga diajarkan di rumah terkait

dengan penanaman nilai-nilai ke NU an?

I : Diajarkan, di rumah juga mengaji di TPQ dekat rumah.

- Refleksi

Penanaman nilai-nilai ke NU an untuk anak usia dini sangat penting

diajarkan, karena pengenalan di usia dini dengan pengenalan saat sudah

dewasa itu berbeda. Maka diajarkan disaat usia dini lebih bagus. Penanaman

nilai-nilai ke NU an di RA Ma‟arif Pulutan itu diajarkan sholawatan, infaq

setiap hari Jum‟at, ziarah kubur di pemakaman dekat sekolah, diajarkan

gerakan-gerakan sholat dan bacaannya, diajarkan berjabat tangan dan

mencium tangan dengan mengucapkan salam dengan orangtua atau guru.

Proses penanamannya itu mulai dari pengenalan terlebih dulu, kemudian

menjadi pembiasaan dan lama kelamaan jadi hafal. Masuk sekolah di RA

Ma‟arif Pulutan pada tahun 2017 masuk di KB terlebih dahulu. Selain di

ajarkan di sekolah, penanaman nilai-nilai ke NU an juga diajarkan di rumah.

100
CATATAN OBSERVASI

Hari, tanggal : Selasa, 30 Juli 2019

Waktu : 10.05-10.20 WIB

Lokasi : Depan Pintu Gerbang Halaman Sekolah

Peristiwa : Pengamatan Berjabat Tangan dan Mengucapkan Salam dengan

Guru

Fokus : Penanaman nilai-nilai ke NU an untuk anak usia dini

- Prolog

Setelah saya melakukan observasi waktu di pagi hari saya menunggu hingga

anak-anak pulang sekolah. Pada pukul 10.00 anak sudah keluar kelas, saya

standbay di halaman sekolah untuk melakukan pengamatan. Berikut adalah

hasil observasi:

- Hasil Observasi

Saya melakukan pengamatan di depan pintu gerbang halaman sekolah, setelah

keluar kelas anak-anak memakai sepatu dan mengambil tas nya di rak nya

masing-masing, kemudian menghampiri guru untuk berjabat tangan dan

mengucapkan salam kepada semua guru yang berada di halaman sekolah.

Terlihat semua siswa melakukan hal tersebut. Kemudian anak-anak

menghampiri orangtua nya yang sudah menunggu di luar gerbang sekolah.

101
- Refleksi

Berjabat tangan dan mengucapkan salam adalah salah satu penanaman nilai-

nilai ke NU an yang ditanamkan di RA Ma‟arif Pulutan yang dilakukan anak-

anak setiap kali bertemu guru.

102
CATATAN OBSERVASI
Hari, tanggal : Selasa, 30 Juli 2019

Waktu : 07.30-08.00

Lokasi : Halaman sekolah RA Ma‟arif Pulutan

Peristiwa : Pengamatan membaca istighfar, do‟a pagi hari dan Asmaul Husna

Fokus : Penanaman nilai-nilai ke NU an untuk anak usia dini

- Prolog

Sebelumnya saya sudah meminta ijin kepada kepala sekolah untuk melakukan

pengamatan. Tepat pukul 07.30 saya tiba disekolah dan langsung menuju

halaman sekolah. Berikut adalah hasil observasi:

- Hasil Observasi

Saya melakukan pengamatan anak-anak masih berlari-lari dan bermain

dihalaman sekolah. Ada salah satu guru yang memimpin didepan.untuk

menyiapkan anak-anak agar berbaris rapi sesuai kelasnya, setelah semua

berbaris rapi, guru menyuruh salah satu anak maju ke depan untuk memimpin

do‟a pagi hari. Sebelum membaca doa pagi hari dimulai guru menyuruh anak-

anak untuk duduk terlebih dahulu. Lalu anak-anak membaca doa pagi hari,

kemudian membaca istighfar lalu dilanjutkan dengan membaca Asmaul Husna

dengan menggunakan nada yang mudah dihafal anak. Setelah itu dilanjutkan

dengan senam bersama.

- Refleksi

103
Penanaman nilai-nilai ke NU an untuk anak usia dini salah satunya yaitu

membaca doa pagi hari, istighfar dan Asmaul Husna yang dilakukan dipagi

hari secara bersama-sama dihalaman sekolah.

104
Lampiran RKH

LEMBAGA PENDIDIKAN MA’ARIF


RA MA’ARIF PULUTAN
Jl. H. Abdul Ro’uf No. 01 Pulutan Sidorejo Salatiga 50716

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN HARIAN (RPPH)


Semester / Bulan / Minggu Ke : II / Januari / 1
Tema / Sub Tema : Tanaman/ Tanaman Buah
Sub-sub Tema : Mancam-macam tanaman
buah
Kelompok / Usia : B / 5 – 6 tahun
Hari / Tanggal : Senin/ 7 Januari 2019
Waktu : 07.30 – 10.30 WIB

 Materi Kegiatan :
1. Melafalkan tasbih ketika melihat buah yang lebat
2. Membaca Tahlil
3. Menirukan gerakan pohon yang tertiup angin
4. Menggambar berbagai macam bentuk tanaman buah
5. Membuat dan mengikuti aturan ketika berkeliling lingkungan sekitas
melihat tanaman buah
6. Terbiasa ramah menyapa siapapun dengan ramah dan santun
7. Berani menyampaikan keinginan untuk BAK
8. Menghargai keindahan hasil karya sendiri

 Materi Pembiasaan
1. SOP Pembukaan
2. SOP Inti
3. SOP Penutup

 Alat dan Bahan


1. Juz “amma
2. Buku Hadis dan Doa
3. Pensil penghapus
4. LKA

 Metode Pembelajaran
1. Metode Ceramah
2. Metode Unjuk Kera

105
3. Metode Penugasan

 Kegiatan Pembelajaran
A. Pembukaan ( 30 Menit )
1. Membaca Sholawat Nariyah
2. Doa sebelum belajar : Al- Zalzalah (Ulangi) & Al-Adiyat
3. Hafalan Hadis : Hadis tentang mendirikan sholat
4. Hafalan Doa : Doa mendengar petir
Apersepsi tentang sub-sub tema sebelumnya, dan berdiskusi tentang
tema yang akan diberikan
B. Inti ( 60 Menit )
 Mengamati : Anak diajak untuk mengamati gambar
tanaman buah
 Menanya : Guru memberi umpan kepada anak,
sebagai bentuk pemberian
kesempatan kepada anak untuk
bertanya
 Mengumpulkan informasi : Anak diminta untuk menyebutkan
apa yang dilihat dalam
Pengamatannya
 Anak Menalar : Anak mengekspresikan ide dan gagasannya
melalui kegiatan
yang diberikan oleh guru
 Anak Mengkomunikasikan
Sudut Kebudayaan :
1. Menggambar berbagai macam bentuk tanaman buah

Recalling :
o Mengulas kembali kegiatan pada hari ini
o Melakukan pengorganisasian kelas

C. Penutup ( 30 Menit )
 Menanyakan perasaan anak selama bermain hari ini
 Mendiskusikan kegiatan yang paling disukai anak
 Menginformasikan kegiatan esok hari
 Pesan moral
 Doa Penutup
 Salam

 Rencana Penilaian

106
 Kompetensi Dasar (KD ) yang dinilai
NAM : 1.1 DZ.1
FM : 3.3 – 4.3 (2)
K : 3.7 – 3.7 (5)
B : 2.14
Sos : 2.5.4
Seni : 2.4 .1

 Teknik Penilaian
1. Teknik Observasi
a. Membiasakan Melafalkan tasbih ketika melihat buah yang lebat
b. Keseimbangan Menirukan gerakan pohon yang tertiup angin
c. Kemauan Menggambar berbagai macam bentuk tanaman buah
d. Kemauan Membuat dan mengikuti aturan ketika berkeliling
lingkungan sekitas melihat tanaman buah
e. Berani menyampaikan keinginan untuk BAK
f. Menghargai keindahan hasil karya sendiri
2. Teknik Checlist : Ketepatan Menggambar berbagai macam bentuk
tanaman buah
3. Teknik Hasil Karya : Kerapian Menggambar berbagai macam bentuk
tanaman buah

Salatiga, 5
Januari 2019
Mengetahui
Kepala RA Ma‟arif Pulutan Guru Kelas

Na‟imatun Nur Rohmi, S.Pd.I Dwi Rizkyawati, S. Pd.I

107
Lampiran Catatan Anekdot

108
109
110
111
112
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Alfa Alfi Rohmatin

NIM : 23050150022

Tempat/Tanggal/Lahir : Kab. Semarang, 21 Mei 1997

Alamat : Dsn. Rowopolo, RT01/03, Desa Rowosari, Kec.

Tuntang, Kab. Semarang

No HP : 085725796832

E-mail : alfaalfi819@gmail.com

Agama : Islam

Riwayat Pendidikan :

1. SDN Rowosari Lulus Tahun 2009

2. SMP Islam Plus Bina Insani Susukan Lulus Tahun 2012

3. SMA Islam Plus Bina Insani Susukan Lulus Tahun 2015

4. Masih Menyelesaikan Pendidikan S1 Tarbiyah PIAUD IAIN

Salatiga

113

Anda mungkin juga menyukai