PENTINGNYA MODERASI BERAGAMA BAGI GENERASI PENUH DILEMA
Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, Indonesia
adalah sorotan penting dalam konteks moderasi Islam. Prinsip dasar Islam adalah moderasi, dan pemahaman akan Islam moderat menjadi semakin relevan dalam keberagaman yang ada di Indonesia, baik dalam aspek agama, adat, suku, maupun bangsa. Keragaman agama di Indonesia memiliki pengaruh yang kuat dalam membentuk radikalisme, yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti kepekaan kehidupan beragama, masuknya kelompok ekstrim dari luar negeri, dan masalah politik dan pemerintahan. Oleh karena itu, dalam menghadapi masalah radikalisme ini, muncul istilah “Moderasi Beragama”.
Kepentingan moderasi dalam beragama sangatlah vital untuk menghindari
radikalisme dan ekstremisme di dalam ajaran agama Islam. Di Indonesia, moderasi beragama dijadikan sebagai salah satu cara untuk mencegah paham radikal, karena Islam moderat merupakan ajaran yang paling cocok bagi Indonesia yang memiliki keberagaman. Generasi milenial yang menjadi penerus bangsa perlu memahami pentingnya moderasi beragama, sehingga nilai-nilai Islam moderat dapat ditanamkan dalam diri mereka sebagai upaya untuk mencegah terpapar paham radikalisme. Sebagai umat Islam, bijaksana dalam beragama adalah sebuah bukti dari ajaran Islam itu sendiri, sebab Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin. Arti dari kata rahmat sendiri adalah kasih sayang, dan hal tersebut berkaitan dengan bijaksana karena tidak mungkin adanya kebijaksanaan tanpa adanya perlakuan penuh kasih dan cinta antar umat beragama.
Sebagai kaum muda, generasi milenial tentunya dihadapkan dengan
berbagai masalah yang rumit. Karakteristik mereka meliputi keberanian, impian, dan tujuan hidup. Meskipun demikian, aspek spiritual seringkali terabaikan dibandingkan dengan aspek intelektual, emosional, sosial, finansial, dan seksual. Padahal, aspek spiritual merupakan dasar yang mempengaruhi aspek-aspek lainnya. Tidak ada yang lebih penting dari yang lain, semuanya sama-sama penting untuk menjadi bekal dalam menjalani kehidupan di dalam masyarakat, negara, dan agama.
Generasi milenial menghadapi tantangan yang sangat serius dalam
menghadapi isu radikalisme. Kerentanan kaum milenial terhadap politik identitas yang sangat membingungkan dalam beberapa tahun terakhir juga sangat mengkhawatirkan. Oleh karena itu, kita perlu menguatkan kembali kepemilikan identitas kita yang sebenarnya sebagai muslim Indonesia yang moderat, yang menjalankan agama dengan ramah, toleran, dan menerima keanekaragaman. Dengan pemikiran yang cerdas dan semangat sosial yang tinggi, banyak berita tentang radikalisme, ekstremisme, dan fanatisme di media sosial yang sangat menarik untuk dibaca. Namun, sebagai umat beragama, terutama generasi milenial, kita harus dapat memahami konten berita tersebut. Jika mudah terprovokasi, hal ini akan merusak keseimbangan dalam kehidupan beragama. Hal ini dapat memicu timbulnya rasa benci dan emosi yang tidak sehat. Tidak hanya dengan pemeluk agama lain, bahkan dengan sesama pemeluk agama, terkadang terjadi perselisihan yang berujung pada ujaran kebencian bahkan pertengkaran, karena perbedaan paham atau madzhab. Generasi milenial harus mampu merespon dinamika zaman. Di tengah maraknya intoleransi, eskstrimisme, dan fanatisme yang ada di dunia maya, banyak hal yang dapat dilakukan oleh generasi milenial untuk mewujudkan nilai-nilai moderasi.
Generasi milenial merupakan generasi yang hidup di era digital, segala
sesuatunya serba cepat dan serba digital, serta merupakan generasi yang paling aktif dalam menggunakan media sosial. Berbagai macam jenis media sosial dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan nilai-nilai moderat. Dengan menyebarkan pesan-pesan baik, secara tidak langsung akan mempengaruhi orang lain dari bawah sadarnya. Penyebaran nilai-nilai moderat yang berkaitan dengan internet dan media sosial juga dapat dilakukan melalui permainan daring. Selain itu, cara lainnya adalah dengan menciptakan tokoh-tokoh moderat dalam permainan. Strategi untuk memperkuat nilai-nilai moderat dalam agama adalah dengan menghidupkan kembali hati yang sudah mati dan membeku melalui pendekatan kebudayaan, sehingga hati menjadi lebih lembut dan sensitif sehingga muncul kesadaran untuk menjaga nilai kemanusiaan dan melindungi martabat manusia dalam beragama.