Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Penegasan Judul
Judul merupakan gambaran dari karya ilmiah untuk menjelaskan isi pokok
pembahasan. Sebelum peneliti menguraikan pembehasan lebih lanjut, terlebih dahulu
akan dijelaskan istilah dalam proposal ini untuk menghindari kesalahpahaman bagi para
pembaca dan agar dapat memudahkan dalam memahami judul proposal ini. Adapun judul
proposal ini adalah “Fungsi media sosial dalam meningkatkan pemahaman ajaran agama
Islam di kalangan pemuda di dusun Muhajirun Negararatu Natar Lampung Selatan”
Adapun istilah yang perlu dijelaskan sebagai berikut :
1. Fungsi berarti sesuatu yang harus dijalankan dan merupakan aktivitas utama
sebagai bagian atau sumbangan kepada organisasi secara keseluruhan atau bagian
yang tertentu.1
2. Media Sosial ini bisa dikatakan sudah menjadi kebutuhan hidup setiap orang di
berbagai belahan dunia. Banyaknya informasi dan fungsi yang di sediakan oleh
media sosial menjadikan media sosial sebagai hal yang bersifat primer dalam
menghadapi arus globalisasi saat ini. Media sosial sendiri berasal dari dua suku
kata yaitu media dan sosial. Media dapat di artikan sebagai sebuah sarana atau
alat komunikasi yang bisa digunakan oleh setiap orang. Sedangkan arti kata
sosial berasal dari kata “socius” yang merupakan bahasa latin yang mempunyai
arti tumbuh, berkembang dalam kehidupan bersama.2
3. Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk menangkap makna dan arti dari
bahan yang dipelajari, yang dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu
bacaan atau mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang
lain.3
4. Ajaran Agama Islam (PAI) adalah usaha dan proses penanaman sesuatu
(pendidikan) secara kuntinyu antara guru dengan siswa, dengan akhlakul karimah

1
Gie, The Liang, Nining Haslinda Zainal: Analisis Kesesuaian Tugas Pokok dan Fungsi,
Liberty, 2008, Yogyakarta
2
Neng Dewi Kurnia, Riche Cynthia Johan, and Gema Rullyana, “Hubungan Pemanfaatan
Media Sosial Instagram Dengan Kemampuan Literasi Media Di Upt Perpustakaan Itenas,” Edulib
8, no. 8 (2018): 1–17.
3
Arikunto, (2005), Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, , h.51
sebagai tujuan akhir. Penanaman nilai-nilai Islam dalam jiwa, rasa, dan pikir;
serta keserasian dan keseimbangan adalah karaktersitik utamanya.4
Maka dari definisi variabel-variabel dalam penelitian yang sudah dibahas diatas,
peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian Fungsi media sosial dalam meningkatkan
pemahaman ajaran agama Islam di kalangan pemuda.

B. Latar Belakang Masalah


Era globalisasi seperti saat ini tak dapat di pungkiri bahwa kehadiran informasi
global telah membawa berbagai dampak negatif dan positif, kemajuan teknologi
sangat erat hubungannya dengan kemajuan hidup manusia untuk lebih mudah dan
lebih efesien. Tetapi manusia kebanyakan tidak bersyukur dengan nikmat yang
didapatkan, hingga lupa mempergunakan nikmat itu sebagai sarana untuk
beribadah kepada Allah SWT. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam bidang
pendidikan. Dalam konteks pembelajaran agama Islam, media sosial menawarkan
peluang baru sebagai sarana pendukung yang efektif dalam memperluas
aksesibilitas informasi, memfasilitasi interaksi antara pembelajar, dan
memperkaya pengalaman pembelajaran.5
Pada konteks pendidikan agama Islam di era digital, terdapat beberapa
penelitian yang telah dilakukan untuk menjelajahi penggunaan media sosial
sebagai sarana pendukung pembelajaran. Misalnya, penelitian yang dilakukan
oleh Wijayanti dan Rakhmawati mengenai penggunaan media sosial dalam
meningkatkan minat dan motivasi belajar agama Islam di kalangan remaja. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan media sosial dapat memberikan
stimulus positif yang mendorong minat dan motivasi remaja dalam mempelajari
agama Islam. Pembelajaran agama Islam di era digital telah mengalami
perkembangan yang pesat dengan adanya kemajuan teknologi informasi, terutama
media sosial. Media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan YouTube
telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat,
terutama generasi muda. Dalam konteks pembelajaran agama Islam, penggunaan
media sosial dapat menjadi sarana yang efektif untuk memperluas akses
informasi, memfasilitasi interaksi, dan meningkatkan keterlibatan pembelajar. 6
Media sosial merupakan satu di antara sekian banyak hasil kecanggihan
teknologi saat ini. Media sosial kini hadir untuk memberikan sebuah layanan
interaksi yang mudah dan efisien. Keadaan ini terus mendorong para programmer
untuk terus mengembangkan kemampuan aplikasi yang dibuatnya demi

4
Mokh. Iman Firmansyah, Pendidikan Agama Islam : Pengertian, Tujuan, Dasar, Dan
Fungsi, Jurnal Pendidikan Agama Islam -Ta’lim Vol. 17 No. 2 – 2019.
5
Khadijah, S., Aribowo, A., & Nuzula, N. F. Implementasi media sosial Instagram
sebagai sarana pembelajaran agama Islam di Pondok Pesantren Al-Ikhlas. Jurnal Pengabdian
kepada Masyarakat, (2020).6(2), 132-139.
6
Kusuma, D. P. P., Purnamasari, I., & Aziz, R. F. Pengaruh penggunaan media sosial
terhadap motivasi belajar agama pada mahasiswa. Jurnal Penelitian Pendidikan Agama Islam,
(2017). 5(1), 37-50.
kenyamanan para penggunanya. Media sosial telah menjadi bagian integral
masyarakat modern. Bahkan beberapa jaringan sosial memiliki pengguna yang
jumlahnya lebih banyak daripada populasi warga kebanyakan negara. Selalu ada
saja ruang virtual yang begitu diminati oleh penggunanya. Ada akun-akun untuk
berbagi foto, video, status terbaru, saling menyapa dan bertemu secara virtual
dengan teman-teman baru dan teman-teman lama. Selalu ada jalur keluar melalui
media sosial terhadap kebutuhan akan beragam komunikasi yang muncul di
masyarakat.7
Penggunaan media sosial dalam konteks pembelajaran agama Islam tidak hanya
memiliki manfaat, tetapi juga tantangan yang perlu diperhatikan. Salah satu tantangan
yang signifikan adalah kebenaran informasi yang ada di media sosial. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Al-Khalifa dan Al-Mulla "Kemunculan berita palsu (hoaks) dan
informasi yang tidak terverifikasi di media sosial dapat mempengaruhi pemahaman
agama dan keyakinan pembelajar agama Islam." Oleh karena itu, penting bagi pendidik
agama dan pembelajar untuk memiliki keterampilan kritis dalam memverifikasi
kebenaran informasi sebelum menerima dan membagikannya. 8 Selain itu, konten negatif
juga menjadi tantangan dalam penggunaan media sosial sebagai sarana pendukung
pembelajaran agama Islam. Konten yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama atau
konten yang tidak layak dapat mempengaruhi pemahaman dan sikap pembelajar agama
Islam. Sebuah penelitian oleh Aziz menunjukkan bahwa

"Pendidik agama perlu memainkan peran aktif dalam memantau dan mengelola
konten yang dibagikan di media sosial untuk memastikan keberlangsungan pembelajaran
agama yang sehat dan sesuai dengan ajaran Islam." Untuk mengatasi tantangan ini,
strategi yang efektif perlu diterapkan dalam penggunaan media sosial sebagai sarana
pendukung pembelajaran agama Islam. Salah satu strategi yang direkomendasikan adalah
membangun komunitas online yang sehat dan positif. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Yusof "Pembelajar agama Islam dapat bergabung dengan grup atau komunitas
agama yang terpercaya di media sosial untuk berdiskusi, berbagi pemahaman, dan
mendapatkan dukungan dalam pembelajaran agama Islam." Penting juga untuk
mengembangkan keterampilan digital literasi pada pembelajar agama Islam. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Rahman "pembelajar agama Islam perlu memiliki
pemahaman tentang cara memverifikasi informasi, memahami keberagaman sumber

7
Hariqo Wibawa Satria dan Luqman Hakim Arifin, Panduan Optimalisasi Media Sosial
Untuk Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, (Jakarta: Kemendagri RI, 2014), h. 14
8
Nasrullah, Rulli. 2015. Media Sosial : Perspektif Komunikasi, Budaya dan
Sosioteknologi. Jakarta: Simbiosa Rekatama Media. h. 1
informasi, dan melindungi diri dari risiko seperti penyebaran konten negatif atau
penipuan online."9

Remaja atau pemuda yang hiperaktif di sosial media ini juga sering
memposting kegiatan sehari-hari mereka yang seakan menggambarkan gaya hidup
mereka yang mencoba mengikuti perkembangan zaman. Sehingga akan
membentuk krakter dan akhlak keseharian mereka. jikalau mempergunakan
media sosial dengan bijak maka akan membentuk akhlak yang baik dan
sebaliknya apabila salah mempergunakannya maka akan membentuk akhlak yang
buruk. Fase remaja merupakan fase perkembangan individu yang sangat penting
yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (Seksual) sehingga mampu
bereproduksi. Menurut Konopka masa remaja ini meliputi (a) remaja awal : 12-15
tahun, (b) remaja madya : 15-18 tahun, dan (c) remaja Akhir : 19-22 tahun.
Perubahan ini biasanya terjadi antara umur 13-20 tahun. 10 Remaja yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah semua remaja baik laki-laki maupun perempuan dari
umur 15-22 yang berjumlah 578 orang dan yang memiliki media sosial berjumlah
300 orang.

Berdasarkan pra penelitian Pada tahun 2024 sampai saat ini, banyak para
remaja atau pemuda yang sudah ketagihan menggunakan sosial media karena
mereka sudah mengenal jauh lebih baik kegunaan sosial media dari pada awal
tahun mereka mulai menggunakannya. Akibatnya mereka sedikit demi sedikit
mulai meninggalkan sopan santun yang menimbulkan sifat tercela, contoh pada
saat ada tamu datang ke rumah mereka lalu ketika orang tua meminta bantuan
kepada anaknya untuk membuat minuman, anak tersebut mengatakan “ahh,lah”
untuk menyatakan keengganannya untuk membuat minuman, karena dia sangat
lalai dengan smartphonenya dan malas untuk meninggalkannya. Adanya masalah
ini sudah termasuk kepada rendahnya adab dan sopan santun dalam berakhlak.11

9
Skripsi erna Purnama, Fakultas Tarbiyah Jurusan bimbingan Konslin, Peran Orang tua dalam
mengatasi akhlak remaja dalam menggunakan media sosial, .............. h.48
10
Zakiah Darajat, Pembinaan Remaja, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982) h. 35-36
11
Berdasarkan observasi peneliti, tanggal 15 Februari 2024
Pemahaman yang dimiliki remaja dalam menggunkan media sosial
dianggap sebagai sarana untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang luas dan
bermamfaat tetapi bagi para remaja yang kurang bijak menggunakan media sosial
malah digunakan untuk hal-hal yang tidak berguna. Sedangkan fenomena yang
terjadi akibat pengaruh media sosial di dusun Muhajirun Negararatu Natar Lampung
Selatan seperti munculnya fenomena media sosial yang telah membuat banyak
orang khususnya para remaja menjadi kecanduan sehingga berpengaruh pada
perilaku mereka, Seringnya para remaja bermain media sosial menjadikan mereka
keras hati dibuktikan mereka tidak mau mendengar nasehat orang tua dan malas
belajar, Remaja lebih banyak menggunakan waktu luang mereka menggunakan
media sosial dari pada membantu orang tua di kebun, Adanya media sosial
membawa pengaruh terhadap perubahan tren busana serta gaya bahasa yang
banyak diikuti para remaja, Remaja mengikuti tren busana yang tidak sesuai
ketentuan agama, Remaja mengikuti gaya bahasa yang tidak sesuai norma
kesopanan, Remaja malas melaksanakan sholat karena sibuk menggunakan media
sosial.

Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah tersebut peneliti ingin melihat


lebih dalam tentang fungsi media sosial. Sehingga judul yang peneliti angkat adalah "
Fungsi media sosial dalam meningkatkan pemahaman ajaran agama Islam di kalangan
pemuda di dusun Muhajirun Negararatu Natar Lampung Selatan ".

C. Fokus dan Subfokus Penelitian


Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan, agar
permasalahan tidak semakin meluas dan karena banyaknya keterbatasan, maka diperlukan
batasan masalah. Penelitian ini lebih fokus mengkaji mengenai Fungsi media sosial dalam
meningkatkan pemahaman ajaran agama Islam di kalangan pemuda di dusun Muhajirun
Negararatu Natar Lampung Selatan. Sedangkan subfokus pada penelitian ini adalah
media sosial khusus hanya pemahaman ajaran agama Islam kalangan pemuda dusun
Muhajirun Negararatu Natar.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas,
maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana Fungsi media sosial dalam meningkatkan pemahaman ajaran agama
Islam di kalangan pemuda di dusun Muhajirun Negararatu Natar Lampung
Selatan?
2. Bagaimana kendala yang dihadapi pada penggunaan media sosial dalam
meningkatkan pemahaman ajaran agama Islam di kalangan pemuda di dusun
Muhajirun Negararatu Natar Lampung Selatan ?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui Fungsi media sosial dalam meningkatkan pemahaman ajaran
agama Islam di kalangan pemuda di dusun Muhajirun Negararatu Natar Lampung
Selatan.
2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi pada penggunaan media sosial dalam
meningkatkan pemahaman ajaran agama Islam di kalangan pemuda di dusun
Muhajirun Negararatu Natar Lampung Selatan.
F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut :


1. Secara Teoritis
a. Sebagai suatu karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang media sosial, khususnya
masalah yang berkaitan mengetahui Fungsi media sosial dalam meningkatkan
pemahaman ajaran agama Islam di kalangan pemuda.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk kegiatan penelitian yang
sejenis pada waktu yang akan datang.
2. Secara Praktis
a. Diharapkan dapat memberikan informasi yang konstruktif guna untuk dijadikan
sebagai bahan pertimbangan masyarakat pada umumnya tentang ajaran agama Islam, dan
terkhusus pemuda di dusun Muhajirun Negararatu Natar Lampung Selatan.
b. Diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap pembaca bahwa media sosial
yang berisi tentang ajaran agama Islam sangat penting.
G. Kajian Penelitian Terdahulu
Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, peneliti akan terlebih dahulu
melakukan tinjauan pustaka yang berguna untuk mendapatkan informasi maupun data
yang berkatian dengan permasalahan yang telah diuraikan. Serta untuk menghindarkan
dari plagiarisme dan juga kesamaan, berikut beberapa hasil penelitian yang sebelumnya
memiliki relefansi dengan penelitian ini :
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Nurul Hidayatul Ummah tahun 2022
dengan judul Pemanfaatan Sosial Media Dalam Meningkatkan Efektivitas Dakwah Di
Era Digital. Hasil penelitian ini yaitu bahwa pemanfaatan media sosial dalam dakwah
memiliki peran penting dan potensi besar. Pesan dakwah dapat tersebar secara cepat dan
efektif melalui media sosial, mencapai audiens yang lebih luas. Namun, penggunaan
media sosial dalam dakwah harus bijak dan bertanggung jawab. Konten dakwah perlu
memperhatikan kebenaran, kredibilitas, dan konteks ajaran Islam. Kolaborasi antara kiai,
santri, dan pengguna media sosial yang bijak diperlukan. Tantangan meliputi penyebaran
informasi yang tidak akurat dan kurangnya pemahaman tentang etika bermediasosial.
Pendekatan bijak dan strategi efektif diperlukan, seperti memastikan keakuratan
informasi dan meningkatkan literasi digital. Pemanfaatan media sosial dalam dakwah
memiliki dampak sosial kompleks, dengan manfaat dan dampak negatif yang perlu
diwaspadai. Pemahaman yang baik dan penggunaan yang bijak sangat penting dalam
memanfaatkan media sosial dalam dakwah.12
Kedua, penelitian oleh Zumhur Alamin dkk tahun 2023 dengan judul Penggunaan
Media Sosial Sebagai Sarana Pendukung Pembelajaran Agama Islam Di Era Digital. asil
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial sebagai sarana pendukung
pembelajaran agama Islam memiliki potensi yang signifikan dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Media sosial dapat meningkatkan keterlibatan siswa, memfasilitasi
interaksi antara siswa dan pendidik, serta memperkaya konten pembelajaran melalui
berbagai format seperti teks, gambar, audio, dan video. Selain itu, media sosial juga dapat
menjadi wadah bagi diskusi, kolaborasi, dan pertukaran informasi antara siswa dalam
konteks agama Islam.13

H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan
kualitatif untuk mendapatkan informasi mengenai Fungsi media sosial dalam
meningkatkan pemahaman ajaran agama Islam di kalangan pemuda di dusun Muhajirun

12
Nurul Hidayatul Ummah, Pemanfaatan Sosial Media Dalam Meningkatkan Efektivitas
Dakwah Di Era Digital, urnal Manajemen Dakwah Volume X, Nomor 1, 2022.
13
Zumhur Alamin, Penggunaan Media Sosial Sebagai Sarana Pendukung Pembelajaran
Agama Islam Di Era Digital, Tajdid, 2023.
Negararatu Natar Lampung Selatan. Menurut Satori & Komariah penelitian kualitatif
memiliki karakteristik dengan mendeskripsikan suatu keadaan yang sebenarnya, tetapi
laporannya bukan sekedar laporan suatu kejadian tanpa suatu interpretasi ilmiah. 14
Metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi obyek
yang alamiah, dimana peneliti bertindak sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan
data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan
penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.15
Penelitian ini berupaya memberikan gambaran mengenai Fungsi media sosial
dalam meningkatkan pemahaman ajaran agama Islam.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian bertempat di dusun Muhajirun Negararatu Natar Lampung
Selatan. Penelitian ini direncanakan dilaksanakan selama 1 bulan pada bulan Maret
tanggal 7 sampai dengan tanggal 7 April 2023.
3. Instrument Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data
dalam suatu penelitian. Instrumen penelitian dalam metode kualitatif adalah peneliti
itu sendiri. Peneliti berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai
sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, dan
menafsirkan data serta membuat kesimpulan atas semuanya.16
Dalam penelitian ini, digunakan beberapa instrumen lain untuk membantu
instrumen kunci dalam pengumpulan data. Adapun instrumen yang dimaksud adalah
sebagai berikut :
a. Dokumen, mengumpulkan data dengan menggunakan flash disk, notebook, atau laptop
untuk mencatat data-data dalam buku, artikel, jurnal, dan lain sebagainya yang dianggap
penting dan berkaitan dengan penelitian yang akan dibahas.
b. Pedoman wawancara, karena teknik wawancara yang digunakan adalah semi struktur,
maka pedoman wawancara menjadi acuan pertanyaan pada saat penulis melakukan
wawancara dengan informan serta menggunakan alat sederhana berupa notebook, laptop,
pulpen, atau hand phone.
c. Catatan observasi, mengadakan pengamatan secara langsung untuk mengumpulkan
data dengan menggunakan catatan berupa notebook, kamera hand phone, pulpen.

14
Satori, & Komariah, A. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.,
5.
15
Sugiyono (2013). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
16
Satori, & Komariah, A. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
4. Data Dan Sumber Data
a. Data
Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis data kualitatif yaitu data
yang berbentuk kategori atau berdasarkan sifat dan atau atribut berdasarkan hasil
wawancara dari pemuda, dan tokoh masyarakat di dusun Muhajirun Negararatu Natar
Lampung Selatan.
b. Sumber data
a. Data primer adalah data yang diperoleh melalui penelitian objek yang akan diteliti di
lapangan dengan menggunakan pedoman wawancara yakni merupakan salah satu alat
yang digunakan para peneliti untuk memperoleh data yang efisien dengan cara
mengajukan seperangkat pertanyaan kepada responden yang menjadi sampel dalam
penelitian. Sehingga dapat memudahkan peneliti untuk memperoleh data yang
dibutuhkan sesuai dengan batasan-batasan penelitian.17
b. Data skunder yaitu data yang mendukung data primer. Dalam penelitian ini data
sekunder yang digunakan yaitu:
1) Observasi, yakni merupakan kegiatan yang dilakukan oleh peneliti untuk mengamati
objek penelitian secara langsung, serta kemudian mencatat hal-hal yang dianggap perlu
sehubungan dengan masalah yang diteliti.
2) Gambar dan foto saat penelitian berlangsung.
5. Subyek penelitian
Subjek dalam penelitian kualitatif disebut informan atau seringkali disebut
narasumber. Adapun informan menurut Silalahi dalam perwira adalah individu yang
memiliki keahlian serta pemahaman terbaik mengenai isu-isu yang terkait dengan
topik penelitian. Adapun subjek penelitian sekaligus sebagai informan yang akan menjadi
sumber data utama adalah pemuda pengguna media sosial. Kemudian informan lainnya
yaitu tokoh agama Islam dan masyarakat.
6. Metode Pengumpulan Data
Peneltian ini merupakan karya ilmiah yang sistematis, terarah dan mempunyai
tujuan. Maka dibutuhkan metode yang tepat, karena merupakan bagian yang penting
guna mendapatkan konsep, teori, dan data yang pada gilirannya diperlukan buat
menarik generalisasi yang tepat. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode
sebagai berikut:
a. Observasi
17
Sugiyono, (2013). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 145.
Observasi merupakan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk
melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. Jika wawancara yang dilakukaan adalah
wawancara mendalam maka jenis observasi yang digunakan adalah observasi partisipasi.
Observasi partisipasi adalah teknik berpartisipasi yang sifatnya interaktif dalam situasi
yang alamiah dan melalui penggunaan waktu serta catatan observasi untuk menjelaskan
apa yang terjadi.
b.Wawancara
Djam’an Satori dan Aan Komariah menyatakan bahwa wawancara merupakan
usaha untuk menggali keterangan yang lebih dalam dari sebuah kajian dari sumber yang
relevan berupa pendapat, kesan, pengalaman, pikiran dan sebagainya. Jenis wawancara
yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Wawancara
mendalam adalah suatu proses mendapatkan informasi untuk kepentingan penelitian
dengan cara dialog antara peneliti sebagai pewawancara dengan informan atau yang
memberi informasi dalam konteks observasi partisipasi.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan metode yang digunakan untuk mencari data mengenai
hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya.
Hasil penelitian dari observasi atau wawancara, akan lebih kredibel/dapat
dipercaya kalau didukung oleh sejarah pribadi kehidupan di masa kecil, di sekolah, di
tempat kerja, di masyarakat, dan autobiografi. Akan tetapi perlu diingat bahwa catatan
yang ada dalam dokumen harus detail dan lengkap agar memberikan informasi yang
relevan.
7. Metode Analisis Data
Setelah melakukan pengumpulan data, maka penulis mengolah data tersebut
dan menganalisisnya dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai
sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan
lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya. 18 Analisis
data hasil penelitian menggunakan metode reduksi data yaitu setelah menelaah data dari
berbagai sumber mulai dari pencatatan data dilapangan, reduksi data, display data
kemudian membuatkan kesimpulan dari data yang dihasilkan, sesuai dengan analisis data
yang digunakan.

18
Moleong, Lexy J. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 274.
8. Metode Pengujian Keabsahan Data
Teknik pengujian keabsahan data dalam penelitian ini meliputi uji credibility
(validitas internal), uji transferability (validitas eksternal), dependability (reliabilitas) dan
uji confirmability (objektivitas). Dalam hal ini, karena penelitian yang digunakan adalah
studi kasus data tunggal, maka peneliti hanya akan menguji validitas dan reliabilitasnya
dengan tiga uji yaitu :
a. Uji kredibilitas (validitas internal)
Kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara
lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan. Triangulasi,
analisis kasus negatif dan member check.
b. Uji transferability (validitas eksternal)
Transferability menunjukkan derajad ketepatan atau dapat diterapkannya hasil
penelitian ke informan dimana data tersebut diambil. Nilai transfer ini berkenaan dengan
pertanyaan, hingga mana hasil penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi
lain. Agar orang lain dapat memahami hasil penelitian ini untuk selanjutnya dapat
diterapkan maka, pembuatan laporan ini akan dibuat secara jelas, sistematis dan dapat
dipercaya.
c. Uji Dependability (reliabilitas)
Dependability disebut juga reliabilitas. Suatu penelitian yang reliable adalah
apabila orang lain dapat mengulangi atau merefleksikan proses penelitian tersebut. Dalam
hal ini, uji dependability dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses
penelitian. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat jejak aktivitas lapangan yang akan
dilampirkan pada halaman belakang laporan yang isinya meliputi bagaimana peneliti
mulai menentukan fokus, memasuki lapangan, menentukan sumber data, analisis data,
melakukan uji keabsahan data sampai dengan membuat kesimpulan.
I. Sistematika Pembahasan

Dalam penulisan skripsi ini penulis akan membahas permasalahan yang akan
disusun berdasarkan sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab pertama, pendahuluan, yang pembahasanya meliputi Penegasan judul, latar


belakang masalah, fokus dan sub fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, kajian penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika
pembahasan.
Bab Kedua, landasan Teori, landasan teori yang berkitan dengan Fungsi media
sosial dalam meningkatkan pemahaman ajaran agama Islam di kalangan pemuda.

Bab Ketiga Berisi, gambaran umum dusun Muhajirun Negararatu Natar


Lampung Selatan

Bab Ke kempat Fungsi media sosial dalam meningkatkan pemahaman ajaran


agama Islam di kalangan pemuda di dusun Muhajirun Negararatu Natar Lampung Selatan
Bab Ke lima Penutup : Kesimpulan, Saran.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Fungsi Media Sosial


1. Pengertian Penggunaan Media Sosial
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, penggunaan memiliki arti proses,
cara perbuatan memakai sesuatu, atau pemakaian. 19 Penggunaan merupakan
kegiatan dalam menggunakan atau memakai sesuatu seperti sarana atau barang.
Menurut Ardianto dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Massa, tingkat
penggunaan media dapat dilihat dari frekuensi dan durasi dari penggunaan media

19
Depdiknas RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), hal. 852
tersebut.20 Menurut Lometti, Reeves, dan Bybee penggunaan media oleh individu
dapat dilihat dari tiga hal, yaitu:
a. Jumlah waktu, hal ini berkaitan dengan frekuensi, intensitas, dan durasi yang
digunakan dalam mengakses situs;
b. Isi media, yaitu memilih media dan cara yang tepat agar pesan yang ingin
disampaikan dapat dikomunikasikan dengan baik.
c. Hubungan media dengan individu dalam penelitian ini adalah keterkaitan
pengguna dengan media sosial.21
Media sosial sendiri didefinisikan sebuah media online, dengan para
penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi
meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial
dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh
masyarakat di seluruh dunia. Andreas Kaplan dan Michael Haenlein
mendefinisikan media sosial sebagai "sebuah kelompok aplikasi berbasis internet
yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0, dan yang
memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content". 22 Media
sosial adalah media online yang mendukung interaksi sosial. Sosial media
menggunakan teknologi berbasis web yang mengubah komunikasi menjadi
dialog interaktif. Beberapa situs media sosial yang populer sekarang ini antara
lain : Blog, Twitter, Facebook, Instagram, Path, dan Wikipedia. Definisi lain dari
sosial media juga di jelaskan oleh Van Dijk media sosial adalah platform media
yang memfokuskan pada eksistensi pengguna yang memfasilitasi mereka dalam
beraktivitas maupun berkolaborasi. Karena itu, media sosial dapat dilihat sebagai
fasilitator online yang menguatkan hubungan antar pengguna sekaligus sebagai
sebuah ikatan sosial.23
Menurut Shirky media sosial dan perangkat lunak sosial merupakan alat
untuk meningkatkan kemampuan pengguna untuk berbagi (to share), bekerja
sama (to co-operate) diantara pengguna dan melakukan tindakan secara kolektif

20
Ardianto Elvinaro, Komunikasi Massa : Suatu Pengantar, (Bandung : Simbiosa Rekatama
Media, 2004), hal. 125
21
Thea Rahmani, 2016, Penggunaan Media Sosial Sebagai Penguasaan Dasar-Dasar
Fotografi Ponsel, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, hal. 22
22
Michael Haenlein, Users of the world, unite! The challenges and opportunities of Social
Media". (Business Horizons, 2010), hal. 59–68
23
Rulli Nasrullah, Media Sosial : Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi,
(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2017), hal. 11
yang semuanya berada diluar kerangka institusional meupun organisasi. Media
sosial adalah mengenai menjadi manusia biasa. Manusia biasa yang saling
membagi ide, bekerjasama, dan berkolaborasi untuk menciptakan kreasi, berpikir,
berdebat, menemukan orang yang bisa menjadi teman baik, menemukan
pasangan, dan membangun sebuah komunitas. Intinya, menggunakan media
sosial menjadikan kita sebagai diri sendiri.24
Beberapa pengertian diatas tentang penggunaan media sosial maka dapat
disimpulkan penggunaan media sosial adalah proses atau kegiatan yang
dilakukan seseorang dengan sebuah media yang dapat digunakan untuk berbagi
informasi, berbagi ide, berkreasi, berfikir, berdebat, menemukan teman baru
dengan sebuah aplikasi online yang dapat digunakan melalui smartphone (telefon
genggam).
2. Ciri-Ciri Media Sosial
Merebaknya situs media sosial yang muncul menguntungkan banyak
orang dari berbagai belahan dunia untuk berinteraksi dengan mudah dan dengan
ongkos yang murah ketimbang memakai telepon. Dampak positif yang lain dari
adanya situs jejaring sosial adalah percepatan penyebaran informasi. Akan tetapi
ada pula dampak negatif dari media sosial, yakni berkurangnya interaksi
interpersonal secara langsung atau tatap muka, munculnya kecanduan yang
melebihi dosis, serta persoalan etika dan hukum karena kontennya yang
melanggar moral, privasi serta peraturan. Kedua, blog dan microblog, di mana
user mendapat kebebasan dalam mengungkapkan suatu hal di blog itu, seperti
perasaan, pengalaman, pernyataan, sampai kritikan terhadap suatu hal, seperti
Twitter. Ketiga, konten atau isi, di mana para user di website ini saling
membagikan konten-konten multimedia, seperti e-book, video, foto, gambar, dan
lain-lain seperti Instagram dan Youtube. Keempat, situs jejaring sosial, di mana
user memperoleh izin untuk terkoneksi dengan cara membuat informasi yang
bersifat pribadi, kelompok atau sosial sehingga dapat terhubung atau diakses oleh
orang lain, seperti misalnya Facebook. Kelima, virtual game world, di mana
pengguna melalui aplikasi 3D dapat muncul dalam wujud avatar-avatar sesuai
keinginan dan kemudian berinteraksi dengan orang lain yang mengambil wujud
avatar juga layaknya di dunia nyata, seperti online game. Keenam, virtual social
world, merupakan aplikasi berwujud dunia virtual yang memberi kesempatan
24
Ibid, 11
pada penggunanya berada dan hidup di dunia virtual untuk berinteraksi dengan
yang lain. Virtual social world ini tidak jauh berbeda dengan virtual game world,
namun lebih bebas terkait dengan berbagai aspek kehidupan, seperti Second Life.
Muatan tentang media sosial diatas maka ciri-ciri media sosial adalah
sebagai berikut :
1. Konten yang disampaikan dibagikan kepada banyak orang dan tidak terbatas
pada satu orang tertentu;
2. Isi pesan muncul tanpa melalui suatu gatekeeper dan tidak ada gerbang
penghambat;
3. Isi disampaikan secara online dan langsung;
4. Konten dapat diterima secara online dalam waktu lebih cepat dan bisa juga
tertunda penerimaannya tergantung pada waktu interaksi yang ditentukan sendiri
oleh pengguna;
5. Media sosial menjadikan penggunanya sebagai creator dan aktor yang
memungkinkan dirinya untuk beraktualisasi diri;
6. Dalam konten media sosial terdapat sejumlah aspek fungsional seperti
identitas, percakapan (interaksi), berbagi (sharing), kehadiran (eksis), hubungan
(relasi), reputasi (status) dan kelompok (group).25
Tak bisa dipungkiri, media sosial dalam perkembangan media telah
mengambil bentuk yang menandingi media-media konvensional atau tradisional,
seperti televisi, radio, atau media cetak. Keunggulan itu dapat terjadi karena
media sosial tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak, modal yang besar,
dan tidak terikat oleh fasilitas infrastruktur produksi yang massif seperti kantor,
gedung dan perangkat peliputan yang lain.
3. Jenis Media Sosial
a. Aplikasi Media Sosial Berbagi Video (Video Sharing)
Aplikasi berbagi video tentu sangat efektif untuk menyebarkan beragam
program pemerintah. Program tersebut dapat berupa kunjungan atau pertemuan di
lapangan, keterangan pemerintah, diskusi publik tentang suatu kebijakan, serta
berbagai usaha dan perjuangan pemerintah melaksanakan program-program
perdagangan. Selain itu, tentu saja sebelum penyebaran, suatu video memerlukan
tahap verifikasi sesuai standar berlaku. Sebaliknya, pemerintah juga perlu

25
Tim Pusat Humas Kementerian Perdagangan RI, Panduan Optimalisasi Media Sosial Untuk
Kemantrian Perdagangan RI,(Jakarta : Pusat Humas Kementerian Perdagangan RI, 2014), hal. 26
memeriksa, membina serta mengawasi video yang tersebar di masyarakat yang
terkait dengan program perdagangan pemerintah. Sejauh ini, dari beragam
aplikasi video sharing yang beredar setidaknya ada tiga program yang perlu
diperhatikan, terkait dengan jumlah user dan komunitas yang telah diciptakan
oleh mereka yakni YouTube, Vimeo dan DailyMotion.
4. Fungsi Media Sosial
Media sosial memiliki beberapa fungsi sebagai berikut :
a. Media sosial adalah media yang didesain untuk memperluas interaksi sosial
manusia menggunakan internet dan teknologi web.
b. Media sosial berhasil mentransformasi praktik komunikasi searah media siaran
dari satu institusi media ke banyak audience (“one to many”) menjadi praktik
komunikasi dialogis antar banyak audience (“many to many”).
c. Media sosial mendukung demokratisasi pengetahuan dan informasi.
Mentransformasi manusia dari pengguna isi pesan menjadi pembuat
pesan itu sendiri.
5. Manfaat Media Sosial
Media sosial merupakan bagian dari sistem relasi, koneksi dan
komunikasi. Berikut ini sikap yang harus kita kembangkan terkait dengan peran,
dan manfaat media sosial :
a. Sarana belajar, mendengarkan, dan menyampaikan.
Berbagai aplikasi media sosial dapat dimanfaatkan untuk belajar melalui
beragam informasi, data dan isu yang termuat di dalamnya. Pada aspek lain,
media sosial juga menjadi sarana untuk menyampaikan berbagai informasi
kepada pihak lain. Konten-konten di dalam media sosial berasal dari berbagai
belahan dunia dengan beragam latar belakang budaya, sosial, ekonomi,
keyakinan, tradisi dan tendensi. Oleh karena itu, benar jika dalam arti positif,
media sosial adalah sebuah ensiklopedi global yang tumbuh dengan cepat. Dalam
konteks ini, pengguna media sosial perlu sekali membekali diri dengan
kekritisan, pisau analisa yang tajam, perenungan yang mendalam, kebijaksanaan
dalam penggunaan dan emosi yang terkontrol.
b. Sarana dokumentasi, administrasi dan integrasi.
Bermacam aplikasi media sosial pada dasarnya merupakan gudang dan
dokumentasi beragam konten, dari yang berupa profil, informasi, reportase
kejadian, rekaman peristiwa, sampai pada hasil-hasil riset kajian. Dalam konteks
ini, organisasi, lembaga dan perorangan dapat memanfaatkannya dengan cara
membentuk kebijakan penggunaan media sosial dan pelatihannya bagi segenap
karyawan, dalam rangka memaksimalkan fungsi media sosial sesuai dengan
target-target yang telah dicanangkan. Beberapa hal yang bisa dilakukan dengan
media sosial, antara lain membuat blog organisasi, mengintegrasikan berbagai
lini di perusahaan, menyebarkan konten yang relevan sesuai target di masyarakat,
atau memanfaatkan media sosial sesuai kepentingan, visi, misi, tujuan, efisiensi,
dan efektifitas operasional organisasi.
c. Sarana perencanaan, strategi dan manajemen.
Akan diarahkan dan dibawa ke mana media sosial, merupakan domain
dari penggunanya. Oleh sebab itu, media sosial di tangan para pakar manajemen
dan marketing dapat menjadi senjata yang dahsyat untuk melancarkan
perencanaan dan strateginya. Misalnya saja untuk melakukan promosi, menggaet
pelanggan setia, menghimpun loyalitas customer, menjajaki market, mendidik
publik, sampai menghimpun respons masyarakat.26
d. Sarana kontrol, evaluasi dan pengukuran.
Media sosial berfaedah untuk melakukan kontrol organisasi dan juga
mengevaluasi berbagai perencanaan dan strategi yang telah dilakukan. Ingat,
respons publik dan pasar menjadi alat ukur, kalibrasi dan parameter untuk
evaluasi. Sejauh mana masyarakat memahami suatu isu atau persoalan,
bagaimana prosedur-prosedur ditaati atau dilanggar publik, dan seperti apa
keinginan dari masyarakat, akan bisa dilihat langsung melalui media sosial.
Pergerakan keinginan, ekspektasi, tendensi, opsi dan posisi pemahaman publik
akan dapat terekam dengan baik di dalam media sosial. Oleh sebab itu, media
sosial juga dapat digunakan sebagai sarana preventif yang ampuh dalam
memblok atau memengaruhi pemahaman publik.
B. Pemahaman Ajaran Agama Islam Pemuda
a. Pengertian Pemahaman
Bloom Benyamin bersama rakannya berusaha untuk mengklarifikasi
tujuan instruksional pendidikan, pengklarifikasian tersebut memunculkan istilah
taksonomi. Taksonomi terdiri dari tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif,

26
Tim Pusat Humas Kementerian Perdagangan RI, Panduan Optimalisasi Media Sosial,.., hal.
65-82
dan ranah psikomotor.27 Dalam pembahasan ini peneliti membatasi pada ranah
kognitif pada aspek pemahaman. Pemahaman termasuk dalam klasifikasi ranah
kognitif level 2 setelah pengetahuan. Pemahaman berasal dari kata paham yang
artinya mengerti benar dalam suatu hal. 28 Pemahaman mencakup kemampuan
untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Adanya kemampuan
pemahaman ini dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan
mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain. 29 Syafruddin
Nurdin mengartikan pemahaman merupakan kemampuan untuk menterjemahkan,
menginterprestasi, mengekstrapolasi (mengungkapkan makna dibalik kalimat)
dan menghubungkan di atas fakta atau konsep. Menurut Anas Sudjiono
pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti, memahami sesuatu
setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. 30 Dengan kata lain, memahami adalah
mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi.
Seorang dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan
uraian lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri.
Pemahaman menurut Haryanto didefinisikan sebagai kemampuan untuk
menangkap pengertian dan sesuatu. Hal ini ditunjukkan dalam bentuk
menterjemahkan sesuatu, misalnya angka menjadi kata atau sebaliknya. 31
Menurut Ngalim Purwanto, yang dimaksud dengan pemahaman adalah tingkat
kemampuan yang mengharapkan testee mampu memahami arti atau konsep,
situasi, serta fakta yang diketahuinya. Menurut Yusuf Anas yang dimaksud
dengan adalah kemampuan untuk menggunnakan pengetahuan yang sudah
diingat lebih kurang sama dengan yang sudah diajarkan dan sesuai dengan
maksud penggunaannya. Menurut Bloom “comprehension to include those
objectives, behaviors, or responses which represent an understanding of the literal
message contained in a communication” (pemahaman mencakup tujuan, tingkah
laku, atau tanggapan mencerminkan sesuatu pemahaman pesan tertulis yang
termuat dalam satu komunikasi).32
27
W.S. Wingkel, Psikologi Pengajaran, hlm. 149
28
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2005), hlm. 811.
29
Haryanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm. 60.
30
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 50
31
Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2002), hlm. 44
32
Bloom Benyamin, Taxonomy of Educational Objectives, (New York: David Mc.Kay, 1956),
hlm. 89.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan pemahaman adalah
kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu
diketahui dan diingat, memahami atau mengerti apa yang diajarkan. Dengan
kata lain pemahaman merupakan kemampuan seseorang untuk menafsirkan dan
mengungkapkan makna suatu fakta atau konsep, sesuai dengan keadaan yang
sedang dialami dan dapat memberikan penjelasan dengan kata-katanya sendiri
sertadapat menjelaskan dari berbagai sudut pandang. Kaitannya dengan
pembahasan skripsi ini, yang dimaksud pemahaman adalah tingkat kesanggupan
peserta didik dalam memahami pendidikan agama Islam selama dalam masa
pendidikan di sekolah, yakni dapat dipelajari pada nilai prestasi peserta didik
yang didapat secara komulatif dari bidang studi pendidikan agama Islam. Dari
sinilah dapat diketahui kemampuan masing-masing peserta didik terhadap
pemahaman dan penghayatan pendidikan agama Islam yang telah diajarkan
secara baik.
b. Pengertian Ajaran Agama Islam
Ajaran agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan
membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan dalam mengamalkan ajaran
agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran pada
semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan. 33 Dengan adanya pendidikan agama
Islam ini diharapkan dapat memberikan keseimbangan dalam kehidupan anak
kelak. Ajaran agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik
dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk menyakini, memahami, dan
mengamalkan ajaran islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau
pelatihan yang ditentukan unntuk mencapai tujuan yang ditetapkan. 34 Menurut
Zakiah Daradjat, Pendidikan agama Islam adalah pendidikan dengan melalui
ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak
didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya
secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu
pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia
35
maupun di akhirat kelak.

33
Peraturan Menteri Agama, Pengelolaan Pendidikan Agama pada Sekolah, Bab I, Pasal 1
34
Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 132
35
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), cet. 9, hlm. 86.
d. Tujuan Ajaran Agama Islam
Tujuan adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok
orang yang melakukan suatu kegiatan.36 Tujuan ajaran agama Islam adalah untuk
membimbing anak didik supaya menjadi muslim sejati, beriman teguh,
beramal shaleh, dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, agama dan
negara.31 Tujuan ajaran Islam juga menanamkan nilai-nilai humanis kedalam
diri seseorang, sehingga peserta didik dapat menerapkan nilai-nilai pluralisme
dalam bergaul maupun dalam beragama didalam keluarga, sekolah, maupun
masyarakat. Manusia terdidik akan berusaha secara maksimal untuk bisa menjadi
makhluk yang berguna bagi sesamanya dengan menghormati, mencintai, dan
menjaga keharmonisan diantara mereka.
Pemuda adalah individu yang bila dilihat secara fisik sedang mengalami
perkembangan dan secara psikis sedang mengalami perkembangan emosional,
sehingga pemuda merupakan sumber daya manusia pembangunan baik saat ini
maupun nanti yang akan menggantikan generasi sebelumnya. Pemuda adalah
individu dengan karakter yang dinamis, bahkan bergejolak dan optimis namun
belum memiliki pengendalian emosi yang stabil. Dalam KBBI, menjelaskan
bahwa pemuda diartikan orang muda laki-laki yang akan menjadi pemimpin
bangsa, pemuda yang selalu bergantung pada induk semangatnya dan pemudi
artinya orang muda perempuan, juga ikut mengangkat senjata. 37Pemuda juga
dapat disebutkan sebagai jemaat laki-laki dan perempuan yang berusia di atas
usia remaja dan belum menikah.38
Secara Psikologi pemuda adalah orang yang berumur antara 15-35 tahun.
Pemuda merupakan orang yang sudah cukup dewasa baik secara fisik maupun
psikis, sehingga sudah mampu bekerja mencukupi kehidupannya dan orang lain.
Pemuda adalah orang-orang yang berusia 18-22 tahun dan hidup mandiri.
Menurut Sumiyatiningsih menjelaskan pemuda adalah orang yang berumur 18-25
tahun yang selalu membuka diri dan selalu membangun hubungan dengan semua
orang serta hidup disiplin dengan berbagai aturan lingkungan masyarakat. 39
Pemuda merupakan orang-orang yang sudah dewasa secara fisik dan mental yang
36
Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: Pustaka Rizkia Putra, 2013), hlm.
52.
37
Dapartemen Pendidikan Nasional, “Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta,2008),6-7
38
Aturan Peraturan HKBP 2002,120.
39
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar Secara Profesional (Bandung: Kalam Hidup,2009),151.
sudah mampu berfikir dan bertindak, pemuda berada pada umur 18-34 tahun,
pada umur ini sudah mampu berpikir dan penuh cita-cita masa depan seperti studi
lanjut kuliah, mencari pekerjaan dan menentukan suatu pasangan hidup.4Kaum
pemuda yang merupakan orang-orang yang berada pada umur 18-22 atau 18-34
tahun yang sudah beranjak dewasa sehingga mampu mandiri untuk menjalani
kehidupannya dan mampu mengambil keputusan yang bermanfaat bagi dirinya
serta bagi orang yang di sekitarnya.

BAB III
LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Dusun Muhajirun Lampung Selatan


Dusun Muhajirun merupakan salah satu wilayah yang terletak di Desa Negara
Ratu Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Secara geografis, letak dusun ini
berbatasan dengan Pasar Natar di sebelah barat daya dan di bagian tenggara berdekatan
dengan Bandara Radin Intan II. Dusun ini juga tidak jauh dari Kota Bandar Lampung,
sekitar 25 kilometer menuju pusat kota. Wilayah dusun ini terdiri dari areal pemukiman
penduduk, peladangan dan pondok pesantren dengan total luas mencapai 90 Ha. Dusun
Muhajirun ini terletak di Desa Negararatu. Letaknya lebih kurang 3 kilometer arah
Selatan dari Balai Desa Negararatu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan,
Provinsi Lampung. Dusun ini adalah salah satu Rukun Kampung (RK) ke-10 dari Desa
Negararatu, di mana di dalamnya terdapat 322 kepala keluarga. Kampung Muhajirun
dibangun sejak tahun 1975 yang awal mulanya tanah kampung itu berupa kebun karet
milik NV Praya Dipa.
Kemudian sejumlah pengikut Jamaah Muslimin (Hizbullah), membeli sebagian
tanah perkebunan itu. Di atas tanah tersebut Jamaah Muslimin (Hizbullah) mendirikan
perkampungan. Jumlah total tanah yang dimiliki Dusun Muhajirun ini sekitar 92 Ha.
Rincian dari areal tersebut yaitu: Perkampungan 10 Ha, Peladangan 72 Ha (didalamnya
termasuk Waqaf sejumlah + 13 Ha). Selain itu terdapat tanah di Dwidarma Kebun Karet
8,5 Ha dan Perumahan 1,5 Ha. Nama-nama jalan yang terdapat dia Dusun Muhajirun ini
sarat dengan nuansa Islami. Nama- nama jalan tersebut antara lain Jalan At Taqwa, Jalan
Ukhuwah, Jalan Amanah dan Jalan Hijrah. Jalan At Taqwa sepanjang 500 meter. Jalan
Ukhuwah sepanjang 200 meter. Jalan Amanah sepanjang 500 meter. Jalan Hijrah
sepanjang 200 meter. Selebihnya merupakan perladangan yang digunakan masyarakat
untuk menanam jenis tanaman yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Kepemilikan tanah di dalam areal Dusun Muhajirun ini memiliki beberapa
ketentuan yang disepakati sersama. Kesepakatan tersebut ditandatangani oleh 9 asatidz
wilayah pada tanggal 21 Juni 1976. Hasil dari kesepakatan tersebut yaitu:
1. Tanah Muhajirun:
a. Tanah di Dusun Muhajirun tidak boleh dijual kepada orang diluar warga Jama’ah
Muslimin (Hizbullah)
b. Hak-hak masyarakat perlu dihargai, berdasarkan pada syari’at Islam.
2. Tanah Pekarangan / Perumahan
a. Pemilik tanah yang tidak tinggal di Dusun Muhajirun tidak mendapat perkarangan
(perumahan), tetapi mendapat ganti rugi
b. Masyarakat yang tidak punya tanah di Dusun Muhajirun, tetapi mendapat amanah
pindah ke dusun ini diberikan perumahan 1/16 Ha
c. Pemilik tanah di Dusun Muhajirun kurang dari 1 Ha dan mendapat amanah untuk
pindah, maka akan mendapatkan perumahan (pekarangan) seluas 1/8 Ha
d. Pemberian ganti rugi diatur oleh Majlis
e. Pemilik tanah lebih dari 1 Ha mendapat perumahan hanya 1/8 Ha, selebihnya
dikembalikan kepada yang berhak (bagi yang pindah di Dusun Muhajirun).
Di dalam Dusun Muhajirun ini terdapat beberapa fasilitas. Fasilitas tersebut
meliputi bidang pendidikan, ekonomi, perkebunan, pariwisata, kesehatan dan keagamaan.
Di bidang pendidikan, terdapat Pondok Pesantren Shuffah Hizbullah dan Madrasah Al
Fatah. Jenjang pendidikan di pondok pesantren ini mulai dari kelompok bermain hingga
ke perguruan tinggi di bidang ekonomi terdapat usaha-usaha kecil menengah untuk
mencukupi kebutuhan sehari-hari masyarakat, seperti warung sembako, koperasi dan lain
sebagainya. Di bidang pariwisata terdapat wisata berkuda. Di bidang Kesehatan terdapat
klinik kesehatan masyarakat. Sedangkan di bidang keagamaan terdapat Masjid An
Nubuwwah yang menjadi pusat kegiatan masyarakat Dusun Muhajirun, sekaligus
menjadi masjid terbesar di Lampung. Struktur kepemimpinan Dusun Muhajirun
dibedakan menjadi dua, yaitu kepimpinan oleh kepala dusun yang berada di bawah
Kepala Desa Negararatu, dan kepengurusan Pondok Pesantren Shuffah Hizbullah dan
Madrasah Al Fatah, dengan susunan sebagai berikut:
1. Pembina
Ketua - Drs. Kh. Yakhsyallah Mansur, M.A.
Anggota :
a. Hi. Abul Hidayat Saerodjie
b. Lili Sholehuddin, M.Pd.I.
c. Ir. Novirzal, S.Pd.
2. Pengurus:
a. Ketua : Mastur, M.H.I.
b. Sekretaris: Mohammad Muchdir Alimin
c. Bendahara : Supardi, M.Pd.I.
3. Pengawas
Edy Susanto, S.Pd.I.
B. Eksistensi dan Kearifan Lokal Dusun Muhajirun
Dusun Muhajirun terkenal sebagai kampung Islam internasional. Hal ini karena
di dalam dusun tersebut memiliki aktivitas religi yang sangat tinggi. Keberadaan dusun
ini sudah terkenal ke berbagai wilayah hingga banyak pendatang yang berasal dari dalam
dan luar negeri bermaksud untuk belajar agama Islam di dusun tersebut. Dalam sejarah
Dusun Muhajirun, ada satu tokoh sentral yang menjadi pemrakarsa kampung Islam ini,
Tokoh tersebut adalah Saefuddin. Saefuddin merupakan murid binaan Syeikh Wali Al-
Fattah (R. Sudjiman). Atas arahan gurunya, Saefuddin menyebarkan ajaran Jama’ah
Muslimin Hizbullah hingga ke luar Pulau Jawa, tepatnya ke wilayah Lampung. Tahun
1965, Saefuddin memulai menyebarkan ajaran Jama’ah Hizbullah di daerah Pringsewu.
Semakin lama ajaran Jama’ah Muslimin Hizbullah ini semakin masif. Semua
aktivitas disentralkan di Pringkumpul-Pringsewu, lebih tepatnya di Masjid At Taqwa.
Pusat Jama’ah Muslimin Hizbullah di wilayah Lampung berpindah ke Natar pada tahun
1977. Mulai sejak saat itu, penyebaran ajaran Jama’ah Muslimin Hizbullah, semakin rutin
dilakukan dan semakin luas penyebarannya. Pada awal berdirinya Jama’ah Muslimin
Hizbullah, kelembagaan masyarakat ini semakin terstruktur dengan baik. Hal ini dapat
diketahui melalui adanya susunan personalia Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Wilayah
Lampung.
C. Fungsi Media Sosial dalam Meningkatkan Pemahaman Ajaran Agama Islam Di
Kalangan Pemuda
Fungsi media sosial sebagai sarana pendukung pembelajaran agama Islam di era
digital memiliki potensi yang signifikan dalam memperluas aksesibilitas, meningkatkan
interaksi dan kolaborasi, memotivasi pembelajaran, serta meningkatkan kemandirian
belajar pembelajar agama Islam. Beberapa temuan utama yang ditemukan dalam
penelitian ini adalah:
1. Media sosial memungkinkan akses yang lebih luas terhadap sumber belajar agama
Islam, seperti video ceramah, kajian, artikel, dan kutipan hadis. Pembelajar agama Islam
dapat memperdalam pemahaman mereka tanpa terbatas oleh waktu dan tempat. Hal ini
penting dalam mengatasi keterbatasan fisik dan geografis yang mungkin dihadapi oleh
pembelajar.
2. Melalui media sosial, pembelajar agama Islam dapat berinteraksi, berdiskusi, dan
berkolaborasi dalam mempelajari agama Islam. Interaksi ini dapat terjadi dengan sesama
pembelajar, pendidik agama, dan ulama yang memiliki pengetahuan dan pengalaman
yang beragam. Hal ini memungkinkan pembelajar untuk memperoleh sudut pandang
yang lebih luas dan mendalam dalam memahami ajaran agama Islam.
3. Penggunaan media sosial dapat memiliki dampak positif terhadap motivasi
pembelajaran. Interaksi dan dukungan dari komunitas online yang memiliki minat yang
sama dapat meningkatkan semangat belajar pembelajar agama Islam. Dalam konteks
media sosial, pembelajar dapat saling memberikan dorongan, berbagi kesuksesan, dan
saling memotivasi dalam mempelajari agama Islam.
4. Media sosial juga dapat meningkatkan kemandirian belajar pembelajar agama Islam.
Melalui media sosial, pembelajar dapat mengakses beragam konten, sumber belajar, dan
bahan referensi secara mandiri. Pembelajar memiliki kebebasan untuk memilih topik
yang diminati, mengatur waktu pembelajaran, dan menyesuaikan metode pembelajaran
sesuai dengan gaya belajar mereka sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Gie, The Liang, Nining Haslinda Zainal: Analisis Kesesuaian Tugas Pokok dan Fungsi,
Liberty, 2008, Yogyakarta
Neng Dewi Kurnia, Riche Cynthia Johan, and Gema Rullyana, “Hubungan Pemanfaatan
Media Sosial Instagram Dengan Kemampuan Literasi Media Di Upt Perpustakaan
Itenas,” Edulib 8, no. 8 (2018): 1–17.
Arikunto, (2005), Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta
Mokh. Iman Firmansyah, Pendidikan Agama Islam : Pengertian, Tujuan, Dasar, Dan
Fungsi, Jurnal Pendidikan Agama Islam -Ta’lim Vol. 17 No. 2 – 2019.
Khadijah, S., Aribowo, A., & Nuzula, N. F. Implementasi media sosial Instagram sebagai
sarana pembelajaran agama Islam di Pondok Pesantren Al-Ikhlas. Jurnal
Pengabdian kepada Masyarakat, (2020).6(2), 132-139.
Kusuma, D. P. P., Purnamasari, I., & Aziz, R. F. Pengaruh penggunaan media sosial
terhadap motivasi belajar agama pada mahasiswa. Jurnal Penelitian Pendidikan
Agama Islam, (2017). 5(1), 37-50.
Hariqo Wibawa Satria dan Luqman Hakim Arifin, Panduan Optimalisasi Media Sosial
Untuk Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, (Jakarta: Kemendagri RI,
2014)
Nasrullah, Rulli. 2015. Media Sosial : Perspektif Komunikasi, Budaya dan
Sosioteknologi. Jakarta: Simbiosa Rekatama Media.
Skripsi erna Purnama, Fakultas Tarbiyah Jurusan bimbingan Konslin, Peran Orang tua
dalam
mengatasi akhlak remaja dalam menggunakan media sosial
Zakiah Darajat, Pembinaan Remaja, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982)
Nurul Hidayatul Ummah, Pemanfaatan Sosial Media Dalam Meningkatkan Efektivitas
Dakwah Di Era Digital, urnal Manajemen Dakwah Volume X, Nomor 1, 2022.
Zumhur Alamin, Penggunaan Media Sosial Sebagai Sarana Pendukung Pembelajaran
Agama Islam Di Era Digital, Tajdid, 2023.
Satori, & Komariah, A. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta., 5.
Sugiyono (2013). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Satori, & Komariah, A. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Moleong, Lexy J. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 274.
Depdiknas RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002)
Ardianto Elvinaro, Komunikasi Massa : Suatu Pengantar, (Bandung : Simbiosa Rekatama
Media, 2004)
Thea Rahmani, 2016, Penggunaan Media Sosial Sebagai Penguasaan Dasar-Dasar
Fotografi Ponsel, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Michael Haenlein, Users of the world, unite! The challenges and opportunities of Social
Media". (Business Horizons, 2010)
Rulli Nasrullah, Media Sosial : Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi,
(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2017)
Kemantrian Perdagangan RI,(Jakarta : Pusat Humas Kementerian Perdagangan RI, 2014)
Tim Pusat Humas Kementerian Perdagangan RI, Panduan Optimalisasi Media Sosial
W.S. Wingkel, Psikologi Pengajaran
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005)
Haryanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997)
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011)
Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2002)
Bloom Benyamin, Taxonomy of Educational Objectives, (New York: David Mc.Kay,
1956)
Peraturan Menteri Agama, Pengelolaan Pendidikan Agama pada Sekolah, Bab I, Pasal 1
Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,
(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004)
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), cet. 9
Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: Pustaka Rizkia Putra,
2013)
Dapartemen Pendidikan Nasional, “Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta,2008),6-7
Aturan Peraturan HKBP 2002,120.
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar Secara Profesional (Bandung: Kalam Hidup,2009),151.

Anda mungkin juga menyukai