Anda di halaman 1dari 11

Pengetahuan dan Keterampilan Guru dalam Menangani Perilaku Bullying

PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN GURU DALAM


MENANGANI PERILAKU BULLYING

Novendawati Wahyu Sitasari


Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul
Jln. Arjuna Utara No. 9 Tol Tomang Kebon Jeruk, Jakarta 11510
novenda@esaunggul.ac.id

Abstrak
Kasus bullying di sekolah semakin lama menjadi fenomena yang menyebar di
dunia dan memiliki dampak negatif terhadap atmosfer sekolah. Hal ini terkait
dengan pengetahuan dan keterampilan guru dalam menangani perilaku bullying.
Hasil menunjukkan tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan keterampilan
dalam menangani bullying. Artinya bahwa pengetahuan yang dimiliki guru tidak
mempengaruhi keterampilan guru dalam menangani bullying. Ketika guru
memiliki pengetahuan yang baik tidak selalu diikuti dengan keterampilan yang
baik. Begitu juga ada guru yang memiliki keterampilan untuk menangani bullying
yang baik, namun pengetahuannya terhadap bullying masih minim. Adanya
pengetahuan guru yang tidak diikuti oleh keterampilannya dalam menangani
bullying disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kepedulian dan sikap guru, selain
itu guru kurang percaya diri dalam menangani bullying. Guru cenderung belum
merespon peristiwa bullying secara efektif dan cenderung mengabaikan.

Kata kunci: Bullying, pengetahuan, keterampilan guru

Pendahuluan kebijakan program anti bullying, tapi


Persentase terbesar kejadian dalam undang-undang perlindungan
bullying berada pada lingkungan anak No.23 Tahun 2002 pasal 54 yang
sekolah dasar dan sekolah menengah menyatakan bahwa: "Anak di dalam
pertama (Gunawan, 2006). Olweus dan di lingkungan sekolah wajib
(1993) bahkan mengungkapkan: dilindungi dari tindakan kekerasan
perilaku bullying terjadi mulai usia TK yang dilakukan oleh guru, pengelola
dan puncak masalahnya pada sekolah sekolah atau teman-temannya di dalam
menengah. Pernyataan ini didukung sekolah yang bersangkutan, atau
oleh fakta bahwa akhir-akhir ini lembaga pendidikan lainnya". Ini
perilaku bullying telah menjadi trend menunjukkan bahwa lingkungan
dan mulai ditiru oleh anak-anak yang sekolah memiliki kontribusi
lebih muda, seperti SMP, SD, maupun membentuk kepribadian anak.
TK (Saripah, 2010). Dalam Kasus bullying di sekolah
prevalensinya perilaku bullying paling semakin lama menjadi fenomena yang
sering muncul pada kelas 6 hingga menyebar di dunia dan memiliki
kelas 8 (termasuk dalam sekolah dampak negatif terhadap atmosfer
menengah pertama) (Widayanti, 2009). sekolah dalam menciptakan lingkungan
Meskipun tidak ada peraturan belajar yang baik tanpa rasa takut.
mewajibkan sekolah harus memiliki Selain itu bullying juga memiliki
Forum Ilmiah Volume 13 Nomor 2, Mei 2016 145
Pengetahuan dan Keterampilan Guru dalam Menangani Perilaku Bullying

dampak negatif untuk kehidupan ke Perilaku ini dilakukan dengan bentuk


depan bagi siswa baik pelaku maupun sikap memusuhi, merugikan, atau
korban, sehingga dengan adanya perilaku merusak yang diarahkan
fenomena ini perlu adanya intervensi kepada orang lain (Mennuti &
untuk mengurangi perilaku bullying di Freeman, 2005) dan merupakan reaksi
sekolah (Darmawan, 2010). kemarahan yang dapat berupa reaksi
Fenomena bullying juga sudah fisik atau kata-kata dan dapat ringan
banyak terjadi pada siswa di SDN 11 atau kuat (Hurlock, 1999). Anak tidak
Duri Kepa. Bullying yang sering terjadi ragu-ragu melukai orang lain dengan
adalah secara verbal, dimana ada siswa cara apapun misalnya seperti memukul,
yang sering dipanggil bukan dengan menggigit, meludah, menyepak,
namanya, selain itu juga diolok-olok meninju, dan mendorong.
dengan sebutan yang tidak semestinya. Hal serupa yang diungkapkan
Dalam hal ini korban tidak dalam catatan peneliti dari Kanada
memberikan balasan, sehingga perilaku Pepler and Craig (1995)
pelaku semakin sering dilakukan mengidentifiasi empat kondisi kritis
bahkan teman-teman yang lain yang membedakan bullying dengan
mengikuti tindakan tersebut. Rata-rata bentuk lain dari perilaku agresif yaitu
pelaku adalah siswa laki-laki dan (1) Power: Anak pembulli
korban adalah perempuan. Kemudian mendapatkan kekutan di luar ukuran
ada juga terjadi bullying fisik yang dan kekutan fisik, dengan status
biasa dilakukan oleh siswa laki-laki diantara kelompok peer dan dengan
dan korbannya juga rata-rata laki-laki. mendapatkan dukungan tenaga-tenaga
Bullying adalah kekerasan fisik, baru dari kelompok peer. (2) Memiliki
verbal, atau relational (Bjo¨rkqvist, maksud mengganggu: Anak pembulli
Lagerspetz, & Kaukianen, 1994) yang secara umum melakukan demikian
sistematis (Rigby, 2002) dilakukan dengan maksud mengganggu fisik atau
berulang-ulang kepada seseorang yang emosi anak lain. (3) Penderitaan pada
tidak dapat membela dirinya (Olweus, anak yang dibulli: Mengantisipasi
1999). Perilaku ini biasanya diarahkan ketakutan pada pikiran korban yang
secara langsung kepada target dan dapat memiliki efek jangka panjang
dilakukan sepanjang waktu, ini dan dapat mengganggu perkembangan
melibatkan adanya perbedaan kekuatan anak. (4) Frekuensi: Bullying bukanlah
antara target dan pelaku (Olweus, tindakan yang tidak disengaja,
1993). Perilaku agresif adalah berbagai selebihnya bullying biasanya
perilaku yang membahayakan dan dikarakteristikkan dengan frekuesi dan
menyebabkan orang lain sakit maupun pengulangan penyerangan.
terluka (Anderson & Bushman, 2001; Bagaimanapun, dalam beberapa situasi
Keenan & Evans, 2009; Taylor, Peplau bullying dapat mengakibatkan trauma
& O’sears, 2009) yang diniatkan untuk dan kondisi yang menakutkan bagi
menyakiti orang lain (Baron & Byrne, korban, sehingga perlu adanya usaha
2002; Mennuti & Freeman, 2005; mengurangi peristiwa bullying.
Taylor, Peplau & O’sears, 2009).

Forum Ilmiah Volume 13 Nomor 2, Mei 2016 146


Pengetahuan dan Keterampilan Guru dalam Menangani Perilaku Bullying

Beberapa studi menunjukkan untuk ikut serta, atau mencoba melerai


bahwa anak laki-laki lebih mungkin dan menghentikan perilaku bullying
untuk melakukan bullying tersebut. Sebuah penelitian
dibandingkan anak perempuan (Olweus menunjukkan bahwa bystanders ketika
1993; Smith & Sharp 1994, dalam melihat perilaku bullying maka mereka
Rigby, 2003). Selain itu prevelansi akan mendukung korban, mengabaikan
menjadi korban lebih tinggi perempuan apa yang sedang terjadi, mendukung
dibandingkan laki-laki (Cassidy, 2009). pelaku, atau mengatakannya pada guru
Penelitian di Australia dilakukan pada (Rigby & Johnson, 2005).
38.000 anak, menunjukkan bahwa anak Anak yang mempunyai
perempuan mengaku diganggu secara pengalaman menegangkan di sekolah,
eksklusif oleh anak laki-laki (22,1%) seperti hubungan negatif dengan
dibandingkan anak laki-laki yang teman-temannya, hubungan negatif
melaporkan diganggu oleh anak dengan guru-gurunya, dan mempunyai
perempuan (3,4%) (Rigby, 2003). kemampuan akademik kurang, lebih
Lebih lanjut Rigby (2003) biasanya suka untuk melakukan perilaku
anak laki-laki melakukan perilaku bullying dan sering terlibat dalam
bullying secara fisik, sedangkan anak tindak kriminal di sekolah (Safe School
perempuan biasanya menjadi korban Center, 1999). Pelaku bullying
dan apabila melakukan bullying bentuk menunjukkan karakteristik cenderung
perilakunya verbal, mental ataupun menyelesaikan masalah dengan cara
sosial. agresif sehingga ejekan ringan bisa
Dalam tindak bullying ada berubah menjadi pertengkaran yang
pelaku dan korban, selain itu juga dapat mengakibatkan menculnya
terdapat individu yang melihat perilaku perilaku agresif (Wong, 2004). Pelaku
bullying yang disebut sebagai sering memproses informasi dengan
bystanders. Bystanders adalah seorang tidak akurat, memiliki niat yang
anak yang menjadi saksi perilaku bersifat antagonis kepada orang lain,
bullying tetapi mungkin atau mungkin memiliki masalah dalam memahami
juga tidak melakukan apapun untuk perasaan orang lain, kesulitan untuk
menghentikannya (Entenman, Murnen, mengekspresikan belas kasihan, dan
& Hendricks, 2005). Sebanyak 85 % percaya bahwa perilaku agresif
bystanders muncul dalam kasus merupakan solusi terbaik terhadap
bullying (Craig & Pepler, 1995, dalam masalah (Fried and Fried, 1996).
Ahmed, 2005). Fakta menunjukkan Anak-anak yang sering menjadi
bahwa keterlibatan bystanders secara sasaran sebagai korban bullying
aktif ataupun pasif dapat (victim) di sekolah secara psikologis
mempengaruhi proses bullying (Pepler cenderung menjadi introvert, memiliki
& Craig, 1995; O’Connell, Pepler & harga diri rendah, kurang memiliki
Craig, 1999; Hawkins, Pepler, Craig, & keterampilan sosial dan asertivitas
Wendy, 2001). Lebih lanjut mereka (Rigby, 2003). Selain itu juga sensitif,
bisa ikut serta dalam perilaku bullying, berhati-hati, memiliki sifat pencemas,
mengingatkan untuk diam, menolak menarik diri (Dill et al.,2004). Ketika

Forum Ilmiah Volume 13 Nomor 2, Mei 2016 147


Pengetahuan dan Keterampilan Guru dalam Menangani Perilaku Bullying

berhadapan dengan konflik, mereka makanan ringan yang dibawa


dicekam oleh rasa takut (Fried and temannya, bahkan disertai ancaman
Fried, 1996). Kemudian juga apabila teman tersebut tidak memberi.
menunjukkan adanya penurunan Menurut Juwita (2009) Yogyakarta
performa dalam aktivitas akademiknya memiliki angka tertinggi mengenai
seperti mulai menghindari untuk hadir kasus bullying dibanding dengan kota
di sekolah, dan adanya dampak Jakarta dan Surabaya. Tercatat lebih
psikologis yang dialami oleh target kurang 70,65 % kasus bullying terjadi
mempengaruhi kemampuan mereka di SMP dan SMA di Yogyakarta.
dalam belajar seperti mengalami Berdasarkan data yang diperoleh dari
penurunan konsentrasi (Smith & Brain, hasil Praktik Kerja Profesi, salah satu
2000), kesehatan dan kesejahteraannya SD di Sleman sering telihat adanya
juga mudah diserang (Egan & Perry perilaku bullying. Tindakan yang
1998; Rigby 1999). terjadi di SD tersebut yaitu bullying
Survey membuktikan bahwa antar siswa, siswa ke guru maupun
ada seperempat dari semua siswa di guru ke siswa.
Amerika memiliki pengalaman yang Salah satu penyebab terjadinya
menyakitkan dari temannya (Dinkes, bullying menurut National Youth
Cataldi, & Lin-Kelly, 2007). Violence Prevention Resource Center
Berdasarkan hasil penelitian yang (2002) adalah iklim sekolah yang tidak
dilakukan oleh Mahardayani & Ahyani kondusif. Guru memiliki peranan yang
(2010) di Kudus diketahui bahwa dari sangat besar dalam dinamika kelas.
180 remaja 94% mengatakan Sebagai pihak yang dinilai memiliki
melakukan sesuatu yang tidak otoritas atas jalannya suatu kegiatan
menyenangkan kepada orang lain. belajar, guru dituntut untuk dapat
Tindakan tidak menyenangkan yang menciptakan iklim kelas yang sejuk
paling sering dilakukan adalah dan memungkinkan interaksi yang
mengejek, menyindir dan memberi sehat antar komponen kelas yang
julukan. Tindakan ini terjadi 50% ditandai dengan penghargaan dan
kepada teman sekelas, 16 % kepada kesadaran akan perbedaan tiap-tiap
adik kelas, 14% kepada anak-anak dari siswa di kelas. Kurangnya pengawasan
sekolah lain, 7% kepada kakak kelas, orang dewasa atau guru pada saat jam
5% kepada guru dan 8% kepada orang istirahat, ketidakpedulian guru dan
lain. Kemudian berdasarkan hasil siswa terhadap perilaku bullying, serta
wawancara Widiharto dkk (2010) penerapan peraturan anti bullying yang
dengan guru di SDN 03-05 Sendang tidak konsisten merupakan kondisi-
mulyo Semarang terungkap beberapa kondisi yang menumbuhsuburkan
kasus bullying sering terjadi pada siswa terjadinya bullying di sekolah. Latar
SD. Kasus yang terjadi adalah anak SD belakang sekolah juga turut
yang bertindak sebagai bos bagi teman- mempengaruhi terjadinya bullying.
temannya yang lebih lemah. Layaknya Secara konseptual, bullying cenderung
seorang bos anak ini akan selalu terjadi di sekolah yang kurang
meminta sesuatu misalnya permen atau memiliki pengawasan, longgar dalam

Forum Ilmiah Volume 13 Nomor 2, Mei 2016 148


Pengetahuan dan Keterampilan Guru dalam Menangani Perilaku Bullying

menerapkan aturan serta pihak-pihak tidak memiliki keterampilan untuk


pemegang otoritas tidak memiliki sikap menangani bullying (Newman et al.,
dan pandangan yang tegas terhadap 2004). Alasan yang membuat guru
bullying (Espelage, 2008; Elliot, 2008). gagal dalam menangani perilaku
Disamping itu, jumlah siswa yang bullying karena guru tidak memahami
terlalu banyak dalam satu kelas juga pengertian bullying secara keseluruhan,
dapat memicu timbulnya bullying di tidak memiliki kepercayaan diri untuk
kalangan siswa (Elliot, 2008; Whitney merespon perilaku bullying, memiliki
and Smith, 1993). rasa takut akan membuat sesuatu yang
Penelitian lain oleh Newman et lebih buruk bagi korban (Brooks,
al (2004) membuktikan bahwa perilaku 2004). Selain itu guru tidak
bullying pada anak-anak dapat mendapatkan laporan dari siswa yang
berkurang secara signifikan berkat mengetahui peristiwa bullying serta
kerjasama masyarakat, konselor, guru merasa takut untuk bertanggungjawab
dan siswa. Komitmen guru menjadi dalam kasus yang melibatkan
faktor yang menentukan dalam kekerasan (Astor, Meyer, & Behre;
penurunan kasus bullying (Craven & Ting, Sanders, & Smith, 2002).
Marsh, 2009), memiliki jangkauan Salah satu penyebab minimnya
paling luas untuk melakukan intervensi penanganan yang dilakukan guru
(Swearer & Espelage, 2004), yang adalah pengetahuan guru yang rendah
secara intens berinteraksi dengan siswa mengenai perilaku bullying (SEJIWA,
baik pelaku, korban maupun penonton. 2006; Elliot, 2008). Pengetahuan guru
Guru juga dapat melakukan kontak terhadap bullying berdampak pada
dengan orang tua dan yang paling frekuensi guru dalam menangani
penting memiliki peran utama dalam bullying. Semakin guru memahami dan
menciptakan sekolah aman. Selain itu memiliki keterampilan maka
guru diidentifikasi sebagai agen kunci penanganannya menjadi lebih intensif
perubahan dalam penanganan perilaku (Newman, Horne, & Bartolomucei,
bullying (Hirschstein et al., 2007) 2004), namun pada kenyataannya
meskipun pada kenyataannya guru pengetahuan guru masih belum
hanya sedikit berperan dalam memadai (Nugroho, 2009).
penanganan bullying dan terbatas di Berdasarkan hasil pre tes dan post tes
lingkungan sekolah (Horne et al., pelatihan respect education (Hajaroh
2004), serta pada pemanggilan pelaku dkk, 2009) yang dilaksanakan bagi
(Nugroho, 2009). Biasanya guru dapat guru-guru Sekolah Dasar
menangani bullying dalam setting kelas Muhammadiyah se DIY untuk
dengan menerapkan strategi pengaturan memberikan wawasan kepada guru
perilaku (Crothers & Kolbert, 2008). Sekolah Dasar tentang fenomena
Menurut Bauman & Del Rio kekerasan (bullying) dan dampak
(2005) kebanyakan guru belum negatifnya bagi anak, membentuk sikap
merespon peristiwa bullying secara dan perilaku respect pada diri dan
efektif dan cenderung mengabaikan. Ini orang lain sebagai upaya strategis
karena guru merasa bahwa dirinya pencegahan kekerasan (bullying) di

Forum Ilmiah Volume 13 Nomor 2, Mei 2016 149


Pengetahuan dan Keterampilan Guru dalam Menangani Perilaku Bullying

Sekolah Dasar. Ini menunjukkan bahwa sesekali penindasan tidak akan


terjadinya peningkatan secara kognitif berdampak buruk pada kondisi
dari skor rata-rata 7,2 pada pre tes psikologis siswa (Pos Kota, 2007).
menjadi 8,2 pada post tes. Selain itu Mengacu paparan dan
pelatihan ini menunjukkan pemahaman permasalahan di atas bahwa pelaku
guru terhadap berbagai bentuk bullying bullying akan cenderung mengulang
masih kurang, dan peserta perilakunya ketika ada penguatan,
mendapatkan pencerahan mengenai sehingga perlu adanya pengetahuan dan
pengetahuan ini. Tanpa disadari keterampilan guru dalam menangani
seseorang yang memiliki kekuasaan bullying. Ketika guru memiliki
lebih sering melakukan bullying pengetahuan dan keterampilan
misalnya memanggil nama dengan menangani bullying maka guru akan
sebutan yang buruk (seperti si gendut, menggunakan keterampilan tersebut
si item). Hal ini oleh guru dianggap untuk mencegah peristiwa bullying di
lumrah dan wajar padahal di dalamnya sekolah. Sebaliknya apabila guru tidak
adalah bullying secara psikologis. memiliki pengetahuan dan
Contoh lain misalnya menyebut anak keterampilan untuk menangani
bodoh, nakal ataupun pemalas menjadi bullying, maka guru cenderung
label bagi siswa, ini merupakan menganggap wajar atau mengabaikan
bullying secara verbal yang dapat peristiwa bullying di sekolah.
berdampak negatif bagi siswa.
Hal-hal semacam ini kurang Hasil dan Pembahasan
diperhatikan guru sebagai salah satu Hasil menunjukkan bahwa tidak
bentuk tidak adanya sikap dan perilaku ada hubungan antara pengetahuan
respect kepada orang lain. Dengan dengan keterampilan dalam menangani
dimilikinya pengetahuan tentang bullying. Artinya bahwa pengetahuan
bullying peserta pada waktu melakukan yang dimiliki guru tidak mempengaruhi
pengamatan di sekolah dapat dengan keterampilan guru dalam menangani
mudah mengenali, mengidentifikasi bullying. Ketika guru memiliki
dan mengklasifikasi jenis-jenis bullying pengetahuan yang baik tidak selalu
yang sering terjadi di sekolah. diikuti dengan keterampilan yang baik.
Penelitian Yayasan SEJIWA Begitu juga ada guru yang memiliki
pada tahun 2004 hingga 2006 keterampilan untuk menangani bullying
menunjukkan bahwa dampak negatif yang baik, namun pengetahuannya
bullying masih belum disadari terhadap bullying masih minim.
sepenuhnya oleh para guru. Hasil Adanya pengetahuan guru yang
survey terhadap guru-guru di tiga SMA tidak diikuti oleh keterampilannya
di dua kota besar di pulau Jawa dalam menangani bullying disebabkan
menunjukkan bahwa 1 dari 5 guru oleh beberapa faktor yaitu kepedulian
menganggap penggencetan dan olok- dan sikap guru, selain itu guru kurang
olok adalah hal biasa dalam kehidupan percaya diri dalam mengangani
remaja dan tidak perlu diributkan, bullying. Guru cenderung belum
selain itu 1 dari 4 guru berpendapat merespon peristiwa bullying secara

Forum Ilmiah Volume 13 Nomor 2, Mei 2016 150


Pengetahuan dan Keterampilan Guru dalam Menangani Perilaku Bullying

efektif dan cenderung mengabaikan. Astor, R. A., Meyer, H. A., & Behre,
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh W. J. (1999). Unowned places
Bauman dan Del Rio (2005) and times: Maps and interviews
kebanyakan guru belum merespon about violence in high schools.
peristiwa bullying secara efektif dan American Educational Research
cenderung mengabaikan. Ini karena Journal, 36, 3–42.
guru merasa bahwa dirinya tidak
memiliki keterampilan untuk Bauman, S., & Del Rio, A. (2005).
menangani bullying (Newman-Carlson, Knowledge and beliefs about
& Horne, 2004). Alasan yang membuat bullying in schools: Comparing
guru gagal dalam menangani perilaku pre-service teachers in the United
bullying karena guru tidak memahami States and the United Kingdom.
pengertian bullying secara keseluruhan, School Psychology International,
tidak memiliki kepercayaan diri untuk 26, 428-442.
merespon perilaku bullying, memiliki
rasa takut akan membuat sesuatu yang Baron, R. A., & Byrne, D. (2002).
lebih buruk bagi korban (Brooks, Psikologi sosial Jilid 1.
2004). Selain itu guru tidak Penerjemah: Ratna Juwita. Jakarta:
mendapatkan laporan dari siswa yang Penerbit Erlanggga
mengetahui peristiwa bullying serta
merasa takut untuk bertanggungjawab Bjo¨rkqvist, K., Lagerspetz, K. M. J., &
dalam kasus yang melibatkan Kaukiainen, A. (1992). Do girls
kekerasan (Astor, Meyer & Behre, manipulate and boys fight?
1999). Developmental trends in regard
to direct and indirect aggression.
Kesimpulan Aggressive Behavior, 18, 117–
Berdasarkan hasil dan 127.
pembahasan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan Brooks, J.V.O (2004). Bully busting: A
antara pengetahuan dengan teacher – led psychoeducational
keterampilan guru dalam menangani program to reduce bullying and
bullying. Hal ini kemungkinan victimization among elementary
disebabkan karena beberapa faktor school students. A dissertation
yaitu kesiapan dan sikap guru yang submitted to the graduate faculty
cenderung kurang percaya diri dan of the university of Georgia
masih takut untuk menangni bullying. inpartial fulfillment of
requirements for degree. Athens,
Daftar Pustaka Georgia.
Ahmed, Eliza. (2005). Pastoral Care to
Regulate School Bullying: Shame Cassidy, Tony. (2009). Bullying and
Management among Bystanders. victimisation in school children:
Pastoral Care - June. the role of social identity,
problem-solving style, and family

Forum Ilmiah Volume 13 Nomor 2, Mei 2016 151


Pengetahuan dan Keterampilan Guru dalam Menangani Perilaku Bullying

and school context. Soc Psychol Endraswara, Suwardi. (2011).


Educ (2009) 12:63–76 Metodologi Penelitian Sastra.
Jakarta: PT Buku Seru.
Craig, W. M., Pepler, D., & Atlas, R.
(2000). Observations of bullying Entenman, J., Murnen, T. J., and
in the playground and in the Hendricks, C. (2005). Victims,
classroom. School Psychology Bullies, and Bystanders in K-3
International, 21, 22–36. Literature. International Reading
Association (pp. 352-364).
Crothers, L. M., Kolbert, J. B., &
Barker, W. F. (2006). Middle Espelage, Dorothy L. (2002). Bullying
school students’ preferences for in Early Adolescense. (Online).
anti-bullying interventions. Tersedia:
School Psychology International, http://www.athealth.com/Consum
27(4), 475–487. er/disorders/bullying.html.(15
Juni 2007).
Depdiknas. (2008). “Kamus Besar
Bahasa Indonesia”. Gramedia _____,Susan M. Swearer. (2008).
Pustaka Indonesia Bullying in American Schools – A
SocialEcological Perspective on
Dill, E.J., Vernberg, E.M., Fonagy, P., Prevention and Intervention.
Twemlow, S.W., & Gamm, B.K. New Jersey: Lawrence Erlbaum
(2004). Negative Affect in Associates, Publishers.
Victimized Children: The Roles
of Social Withdrawal, Peer Fried, S., & Fried, P. (1996). Bullies
Rejection, and Attitudes Toward and victims. New York: M.
Bullying. Journal of Abnormal Evans & Co.
Child Psychology, Vol. 32, No.
2, April 2004, pp. 159–173 Fried, Ellen and Fried, Paula, Bullies &
V ictims: Helping Your Child
Egan, S.K. & Perry, D.G. (1998). through the Schoolyard
“Doeslow self-regard Battlefield . M. Evans and
invitevictimisation?” Company Inc., 216 East 49th
DevelopmentalPsychology, vol. Street, New York, New York,
34, pp. 199–309. 10017 1996)

Elliot, Michele (ed). (2008). Bullying, Gunawan, Helmi. (2007). Tindakan


A Practical Guide to Coping for Kekerasan di Lingkungan
Schools, 3 edition. London: Sekolah. Artikel pada pada
Pearson Education in association Pikiran Rakyat (5 Juli 2007)
with Kidscape.
Hajaroh, M., Efianingrum, A.,
Andriani, L., & Rukiyati (2009).

Forum Ilmiah Volume 13 Nomor 2, Mei 2016 152


Pengetahuan dan Keterampilan Guru dalam Menangani Perilaku Bullying

Pelatihan respect education bagi National Youth Violence Prevention


guru untuk mencegah kekerasan Resource Center. Bullying
di sekolah dasar. Yogyakarta Available at:
http://www.safeyouth.org/scripts/
Horne, M.A., Bartollomuci, C.L., & teens/bullying.asp. Accessed
Carlson, D. N. (2004). October 9, 2007.
Elementary school bully buster
program : understanding why Newman, Dawn dkk. (2004). Bully
children bully and what to do Busters: A Psychoeducational
about it. In a. Espelage, D.L., Intervention for Reducing
Swearer, S.M (Eds), Bullying in Bullying Behavior in Middle
America schools : A social School Student. Journal of
ecological perspective on Counseling and Development :
prevention and intervention (pp. JCD; Summer 2004; 82, 3;
297-325). London: Lawrence ABI/INFORM Global pg. 259-
Erlbaum Associates.Kolb, D. A. 256
(1984). Experiential learning:
Experience as the source of Newman, D.A., Horne, A.M., &
learning and development. Upper Bartolomucci, L. (2000). Bully
Saddle River, NJ, USA: Prentice- buster: A teacher’s manual for
Hall. helping bullies, victims, and
bystanders. Champaign, IL:
Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Research Press.
perkembangan, suatu pendekatan
sepanjang rentang kehidupan. Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan
Jakarta : Erlangga. dan Perilaku Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta.
Jakarta Post, (2007). Bullying di
sekolah. Diunduh pada Desember Nugroho, S. (2009). Program
2010. Dari Psikoedukasi untuk
http://www.thejakartapost.com. meningkatkan Pengaturan dan
Ketrampilan Guru dalam
Mahardayani, I. & Ahyani, L. (2010). Menangani Bullying. Tesis.
Identifikasi Perilaku Bullying Program Profesi Psikologi
pada Remaja di Kabupaten Universitas Gadjah Mada
Kudus. Kudus. Yogyakarta. Tidak diterbitkan.

Mennuti, R. B., & Freeman, A. (2005). O’Connell, P., Pepler, D., & Craig, W.
Cognitif-behavioral intervention (1999). Peer involvement in
in educational setting: A bullying: insights and challenges
handbook for practice. for intervention. Journal of
Routledge. Adolescence, 22, 437–452.

Forum Ilmiah Volume 13 Nomor 2, Mei 2016 153


Pengetahuan dan Keterampilan Guru dalam Menangani Perilaku Bullying

Olweus, D. (1993). Bullying at school: Australian Schools. Pastoral


What we know and what we can Care - June.
do. Oxford: Blackwell.
SEJIWA. (2006). Bullying : masalah
Olweus, D. (1999). Sweden. In Smith, tersembunyi dalam dunia
P. K., Morita, Y., Junger-Tas, J., pendidikan di Indonesia.
Olweus, D., Catalano, R. & Slee, Diunduh pada 10 Februari 2010.
P. (Eds) The nature of school Dari:
bullying: A cross-national http://www.sejiwa.org/en/index.p
perspective (pp. 7–27). London hp?option=com_content&task=vi
& New York: Routledge. ew.

Pepler, D. J., & Craig, W.M. (1995). A Smith,P.K; Brain,P. (2000). Aggressive
peak behind the fence: Behavior. Bullying in Schools :
Naturalistic observations of Lesson From Two Decades of
aggressive children with remote Research. Vol 26, pages 1-9
audiovisual recordings.
Developmental Psychology, 31, Smith, J. D., Cousins, J. B., and
548-553. Stewart, R. (2005). Antibullying
Interventions in Schools:
Rahman, A. (2004). “Psikologi Suatu Ingredients of Effective
Pengantar dalam Perspektif ”. Programs. Canadian Journal of
Jakarta: Kencana Education 28, 4: 739-762.

Reber, Arthur dan Reber, Elin. (2010). Safe School Centre. (1999). Fokus on
Kamus Psikologi. Penerjemah: bullying. A prevention program
Yudi Santoso. Celeban Timur: for elementary school
Pustaka Belajar. communities. Burnaby: British
Columbia.
Rigby, Ken. (1994). Psychosocial
functioning of families of Widayanti, C.G. (2009). Fenomena
Australian adolescent Bullying di Sekolah Dasar Negeri
schoolchildren involved in di Semarang Sebuah Studi
bully/victim problems. Journal of Deskriptif. Fakultas Psikologi
Family Therapy, 16(2), 173–187. Universitas Diponegoro
Semarang.
Rigby, Ken. (2003). Addressing
Bullying in Schools: Theory and Widiharto, dkk. (2010). Perilaku
Practice. Australian Institute of bullying ditinjau dari harga diri
Criminology, June, No. 259. dan pemahaman moral anak.
Semarang.
Rigby, Ken., and Johnson, Bruce.
(2005). Student Bystanders in

Forum Ilmiah Volume 13 Nomor 2, Mei 2016 154


Pengetahuan dan Keterampilan Guru dalam Menangani Perilaku Bullying

Whitmore, John (2009), Coaching for


performance: growing people,
performance and purpose,
Nicholas Brealey (3rd edition:
London)

Wong, Dennis, S. (2004). School


Bullying and Tackling Strategies
in Hong Kong. International
Journal of Offender Therapy and
Comparative Criminology, 48,
537-553.

Forum Ilmiah Volume 13 Nomor 2, Mei 2016 155

Anda mungkin juga menyukai