Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH KESEHATAN MENTAL

Fenomena Bunuh Diri di Kalangan Mahasiswa

LASIDANIATI
46113310007
Mata Kuliah : Kesehatan Mental

Fakutas Psikologi
Universitas Mercu Buana
Keranggan Februari 2017
LATAR BELAKANG

Sungguh tragis dan memilukan mendengar berita yang sangat mencengangkan


dunia pendidikan di Indonesia. Fenomena bunuh diri merupakan menjadi sarana yang
menjadi jalan kehancuran bagi yang melakukannya. mengapa tidak, seorang individu
yang sudah didapuk mencicipi pendidikan tinggi "PTN" harusnya memiliki kematangan
pola pikir yang sehat, sosial kultur yang kuat yang dilandasi iman yang kuat. seberapa
besar masalah yang kita hadapi, harusnya kita seorang civitas akademika harus optimis
dan mempunyai daya juang. Betapa sangat tragis, seperti kejadian yang terjadi
kampung halaman saya di medan, merinding mendengar peristiwa yang seharusnya
tidak terjadi.

Kadang mahasiswa tidak memikirkan jerih payah orang tua dalam membiayai
dan motivasi anaknya untuk kuliah. Orang tua merupakan orang yang pertama yang
sangat terpukul dengan peristiwa yang seharusnya tidak terjadi. Kemajuan zaman yang
semakin tidak bisa ditolerir menjadikan mahasiswa kehilangan akal sehat dan
melakukan aksi bunuh diri. Seberapa besar rintangan yang kita hadapi, tetap berdoa,
serahkan sesuatunya kepada Tuhan. semuanya ada jalannya. setiap individu terlahir
sudah ada rezekinya tergantung individu dalam menjalankannya.

Perlu adanya evaluasi dan pembinaan mental yang baik dari instansi Perguruan
Tinggi terutama dukungan moral dari keluarga setiap mahasiswa.
(www.kompasiana.com, 2015)

Berita diatas adalah salah satu berita yang ada di media online tetang fenomena
yang sudah beberapa kali terjadi di Negara kita, yaitu fenomena bunuh diri di kalangan
mahasiswa. Selain berita di atas, masih ada beberapa berita-berita yang serupa yang
terjadi dari kalangan yang sama yaitu mahasiswa di beberapa daerah di Indonesia.
Sungguh sangat tragis, mengingat pelaku-pelaku bunuh diri berasal dari kalangan
mahasiswa, yang seharusnya memiliki kondisi mental yang sehat.

Bunuh diri sendiri merupakan salah satu dampak yang diakibatkan oleh depresi,
dimana salah satu gejala yang ditimbukan oleh depresi salah satunya adanya keinginan
untuk bunuh diri, yang diakibatkan rasa putus asa yang sangat mendalam. Depresi
sendiri adalah kondisi dimana seseorang mengalami suatu ketidaksehatan pada kondisi
mentalnya.

WHO mendifinisikan kesehatan itu sebagai suatu kondisi kesejahteraan fisik,


mental dan sosial dan bukan hanya ketidakadaan penyakit dan kecacatan
(WHO/MSD/MER/03.01. hal 02). Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Maria
Jahoda, yaitu kesehatan mental adalah lebih dari sekedar tidak adanya penyakit dan
kesehatan mental mempunyai hubungan yang lekat dengan kesehatan fisik dan perilaku
(Modul Arti Sehat & Tidak Sehat. slide 21).

PEMBAHASAN

1. Sehat Mental

Kesehatan mental bukanlah hanya sekedar tidak adanya gangguan kejiwaan


pada diri seseorang, tetapi lebih dari itu kesehatan mental juga bicara tentang
kemampuan seseorang untuk mengelola kondisi mental dirinya, dalam menghadapi
berbagai sumber stressor yang datang dari dalam diri atau dari luar dirinya (Susanto,
2014). Maria Johada adalah salah satu tokoh kesehatan mental, ia mendefinisikan
kesehatan mental sebagai kondisi seseorang yang berhubungan dengan penyesuaian
dirinya yang secara aktif baik dalam menghadapi maupun mengatasi setiap
permasalahan dengan cara-cara yang baru, dan mempunya penilaian yang nyata tentang
kehidupan disekitarnya dan juga tentang keadaan dirinya sendiri (Khairunisa, 2016).
Berdasarakan definisi yang diberikan oleh Maria Johada diatas, kita dapat
menyimpulkan bahwa kondisi sehat mental itu tidak selalu bernilai negative, tetapi
bagaimana kita melihat kondisi kesehatan mental seseorang dari sisi positif, contohnya
sejauh mana seseorang tersebut mampu memiliki kehidupan yang baik atau normal,
baik terhadap lingkungan, maupun terhadap dirinya sendiri.

Orang yang tingkah lakunya sangat berbeda dari norma yang berlaku dalam
suatu masyarakat disebut abnormal atau perilaku menyimpang. Namun karena norma
norma tersebut berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang
lainnya maka perilaku yang menyimpang dalam masyarakat tertentu belum tentu
dianggap menyimpang pula di masyarakat lainnya. Meskipun demikian tidak ada satu
masyarakatpun yang tidak memiliki norma norma sosial bagi tingkah laku, baik norma
moral, etis ataupun hukum (Khairunisa, 2016). Kondisi abnormal inilah yang menjadi
kondisi mental yang tidak sehat. dimana seseorang dengan sadar atau tidak sadar
berlaku tidak normal dipandang dari dalam maupun dari luar dirinya, yaitu dari
penilaian dari lingkungan sekitarnya. Dalam kondisi abnormal ini, ada kondisi-kondisi
yang yang menimbulkan konflik pada diri seseorang, bukan hanya terhadap
lingkungannya, tetapi juga terhadap dirinya sendiri, dan akan berdampak negative
kepada diri individu itu sendiri.

2. Stress

Stess dalam psikologi pertama kali didefinisikan oleh H. Selye (Rozaq. 2014),
dijelaskan bahwa stress adalah sebagai sindrom Fight or Flight, dimana ketika
seseorang mengalami stress maka ia akan melakukan perlawanan terhadap stessor.
Greenberg (2006) mendefinisikan stress sebagai pola pernyataan emosi atau perasaan
dan reaksi fisik yang terjadi dalam menanggapi berbagai tuntutan yang ada, baik dari
dalam organisasi maupun dari luar organisasi (Rozaq. 2014).

Sumber stress

Lazarus & Cohen (1984) mengklasifikasikan stressor kedalam tiga kategori


(Rozaq. 2014), yaitu:

a. Catacysmic Event. Fenomena besar atau tibatiba terjadi, seperti kejadiankejadian


penting yang mempengaruhi banyak orang seperti bencana alam.
b. Personal Stressor. Kejadiankejadian penting mempengaruhi sedikit orang atau
sejumlah orang tertentu, seperti kritis keluarga.
c. Background stressor. Pertikaian atau permasalahan yang bisa terjadi setiap hari,
seperti masalah dalam pekerjaan dan rutinitas pekerjaan.

Sarafino (1998) membagi tiga jenis sumber stres yang dapat terjadi pada
kehidupan individu (Rozaq. 2014):

a. Sumber yang berasal dari individu. Contoh penyakit yang diderita dan konflik
dalam diri.
b. Sumber yang berasal dari keluarga. Contoh perceraian orang tua, konflik dangan
anggota keluarga, kematian orang tua, dll.
c. Sumber stres yang berasal dari komunitas dan masyarakat. Contoh dari likungan
pekerjaan, sekolah, dll.
Santrock (2003) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan stres
terdiri atas (Rozaq. 2014):

a. Beban yang terlalu berat, konflik dan frustasi. Kondisi-kondisi yang melebihi
kemampuan seseorang sehinggan membuat seseorang mengalami kelelahan baik
secara fisik dan emosional.
b. Faktor kepribadian. Ada tipe-tipe kepribadian yang memang rentan terhadap stress
c. Faktor kognitif, yaitu bagaimana individu menginterpretasikan kejadian-kejadian
yang ada dalam hidupnya.

3. Depresi

Davison dkk. (2006) bahwa depresi merupakan kondisi emosional yang


biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan
bersalah, menarik diri dari orang lain, tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat
seksual, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan (Cynthia,
Zulkaida; 2009). Selanjutnya Morrison (1995) berdasarkan DSM IV mengatakan
bahwa karakteristik individu yang mengalami depresi berkaitan dengan mood yang
selalu merasa sangat sedih atau terlihat sedih terhadap seseorang atau sesuatu hal, minat
atau keinginan yang hamper setiap hari menurun, pengurangan atau peningkatan pola
makan sebanyak 5 % dalam per bulannya atau rasa lapar akan sangat menurun atau
meninggi setiap harinya, hampir setiap hari individu tidur dalam waktu yang sangat
lama, hamper setiap hari pula individu akan terlihat sangat aktif atau sebaliknya
aktivitasnya sangat menurun drastis, individu pun akan terlihat lelah atau kehilangan
energy hampir setiap hari, biasanya individu juga hampir setiap hari akan merasa
dirinya tidak berharga atau merasa bersalah terhadap sesuatu hal yang tidak
diketahuinya, individu pun hampir setiap hari akan mengalami kesulitan atau
bermasalah dengan pikirannya untuk menentukan sesuatu atau tidak mampu
berkonsentrasi, mereka juga akan terus menerus berpikir tentang kematian atau tentang
bunuh diri dengan atau tanpa rasa sakit, atau telah mencoba untuk melakukan bunuh
diri (Cynthia, Zulkaida; 2009).

4. Bunuh Diri
Dalam penelitian yang dilakukan oleh I Wayan Romi Sudhita (2006 2009) di
dapat kesimpulan bahwa perilaku bunuh diri disebabkan oleh beberapa hal antara lain
(Sudhita, 2009) :

- Adanya stress, terutama distress yang berlanjut pada depresi berat atau akut.
- Faktor keyakinan yang kuat, contohnya keyakinan pada rasa bersalah.
- Faktor budaya, seperti masyarakat Jepang yang sangat mempertahankan harga
dirinya.
- Faktor kondisi kesulitan ekonomi.

Dalam kasus bunuh diri pada mahasiswa yang sedang kita bahas, hal yang
paling mungkin terjadi yaitu ketidak mampuan seseorang tersebut dalam mengelola
stressnya yang berkelanjutan kepada depresi yang berat, sehingga memutuskan untuk
melakukan bunuh diri.

5. Contoh Kasus

Dalam berita media online kompas.com 27 Juli 2016. Seorang mahasiswa


bernama Efr (20) ditemukan tewas di rumahnya di kawasan Petukangan Selatan,
Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Rabu (27/7/2016). Ia diduga gantung diri. Kanit
Reskrim Polsek Pesanggrahan, AKP Sofyan Suri, menuturkan Efr ditemukan
tergantung di tangga rumah oleh ayahnya pada sekitar pukul 10.46. Arman, ayah Efr,
sejam sebelumnya pergi mengantarkan istrinya kerja dan menelepon ke rumah tetapi
telepon tidak dijawab. Sampai di rumah, Arman mengetok pintu depan. Pintu tidak
dibuka. Arman masuk lewat pintu dapur yang dibuka oleh adik Efr. "Sampai di dalam,
Arman mendapati Efr sudah tergantung di tangga menggunakan kabel antena," kata
Sofyan saat dihubungi, Rabu. Kabel antena sepanjang dua meter yang menjerat leher
Efr segera dipotong dengan menggunakan gergaji. Arman lalu membawa anaknya itu
ke Klinik Yadika. Sampai di klinik, dokter menyatakan bahwa Efr sudah tak bernyawa.
Sofyan mengatakan, Efr diduga telah bunuh diri karena stress. Menurut kedua
orangtuanya, Efr yang saat ini sedang sibuk mengerjakan skripsi, putus asa karena
skripsinya sudah dua kali ditolak. Efr juga diketahui baru saja putus cinta dengan
pacarnya. "Tindakan kepolisian langsung mendatangkan ambulans dan membawa
korban ke RS Fatmawati untuk visum," kata Sofyan.
Dalam kasus diatas, diketahui motiv bunuh diri yang dilakukan mahasiwa
tersebut yaitu stress akibat skripsinya sudah dua kali ditolak dan juga kondisi baru
diputus oleh kekasihnya. Dari contoh kasus di atas kita dapat melihat ketidakmampuan
dari korban dalam menghadapi stressor yang datang kepadanya, kondisi ini terjadi bisa
saja diakibatkan karena korban yang memiliki mental yang kurang sehat sehingga
memberikan respon yang tidak baik dan merugikan dirinya.

6. Berpikir positif

Dalam penelitiannya, Kholidah (2012) mendapatkan hasil bahwa berpikir


positif ternyata efektif untuk menurunkan tingkat stress pada mahasiswa. Peale (1996)
menyatakan bahwa perjuangan utama seseorang dalam mencapai suatu kedamaian
mental dalam dirinya yaitu usaha untuk mengubah sikap pikiran / pola pikirnya, bepikir
positif adalah cara praktis dari teknik spiritual untuk mengatasi kelelahan dan
membawa pikiran ke arah yang hasil yang pisitif (Kholidah. 2012). Berpikir positif
sendiri merupakan suatu keterampilan kognitif yang ternyata dapat dipelajari, yaitu
pada prinsipnya melalui pelatihan berpikir positif diharapkan individu mendaatkan
pembelajaran keterampilan secara kognitif untuk memandang setiap peristiwa yang
terjadi di dalam hidupnya (Kholidah. 2012). Dan diharapka individu dapat menerima
dan menghadapi setiap situasi dan kondisi dalam hidupnya dengan lebih mudah dan
lebih positif.

KESIMPULAN

Kesehatan mental bukanlah hal yang didapat secara singkat dan instan, tetapi
kesehatan mental adalah hasil dari proses perkembangan yang dialami oleh seorang
individu. Sehat mental sendiri dapat dipandang dari dua sisi, yang pertama dari sisi
abnormal yang cenderung negative yang bisa berupa kondisi mental yang tidak sahat /
sakit dan dari sisi positif, yaitu dari sisi kemampuan diri individu dalam merespon hal-
hal yang sekiranya dapat mempengaruhi kondisi dirinya, tetapi dapat dihadapi dengan
baik oleh diri individu itu sendiri.

Dalam hal contoh kasus kondisi mental yang tidak sehat yang telah diberikan,
yaitu kondisi ketidak mampuan individu dalam menghadapi stressor-stressor yang
datang, sehingga menimbulkan stress pada individu dan berkembang menjadi depresi
yang akhirnya mengakibatkan individu menggambil tindakan bunuh diri, tetapi kondisi
ini diharapkan dapat diatasi dengan adanya treatment-treatment psikologis, salah
satunya dengan memberikan pelatihan untuk berpikir positif.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.kompasiana.com/andipargosimamora/fenomena-bunuh-diri-di-kalangan-
mahasiswa-usu-medan_5559a4e5739773857a18ce9a.
WHO/MSD/MER/03.01. 2003. Kesehatan Mental dalam Kedaruratan. WHO Geneva.
Susanto, Damajanti, Cahyadi. 2014. Perancangan Buku Cerita Tentang Pengelolaan
Kesehatan Mental Bagi Remaja. Program Studi Desain Komunikasi Visual.
Universitas Kristen Petra Surabaya.
Khairunisa. 2016. Efektifitas Penerapan Konseling Relasi dan Kesehatan Mental dalam
Menanggulangi Perilaku Menyimpang Siswa MTs Negeri Wotbogor Indramayu.
OASIS (Objective And Accurate Sources of Islamic Studies) Vol 1. No 1.
Rozaq. 2014. Tingkat Stress Mahasiswa Dalam Proses Pengerjaan Skripsi. UNS Ampel
Surabaya.
Cynthia, Zulkaida. 2009. Kecenderungan Depresi Pada Mahasiswa dan Perbedaan
Berdasarkan Jenis Kelamin. Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma.
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/07/27/18015261/mahasiswa.bunuh.diri.didu
ga.kar.
Kholidah. 2012. Berpikir Positif untuk Menurunkan Stres Psikologi. Fakultas
Psikologi, Universitas Gajah Mada.

Anda mungkin juga menyukai