Anda di halaman 1dari 7

A.

Hambatan Mendengarkan
Mendengarkan merupakan kegiatan yang dianggap hal mudah dan alami,
namun seringkali kita temukan adanya faktor faktor yang menghambat/mengganggu
atau menurunkan kualitas prosesnya. Berdasarkan pendapat Dilts (2003) dan
Ramadhani (2019) hambatan umumnya terjadi dari tiga sumbernya, diantaranya
adalah:
Hambatan dari lingkungan:
Kondisi lingkungan yang menurunkan kualitas dan kuantitas dari pesan yang
disampaikan oleh pembicara
a. Suara-suara disekitar yang terlalu besar dibanding suara si pembicara, misal :
suara lalu lalang kendaraan, suara-suara orang dari sekitar, suara mesin, nada
panggil dari telepon, dan sebagainya
b. Kondisi lingkungan termasuk kelembapan ruangan, suhu,
c. Aroma yang membuat tidak nyaman.
d. Posisi antara pendengar dan pembicara atau “Psychogeography” (istilah yang
dipopulerkan oleh Robert Dilts dari buku “from Coach to Awakener” 2003),
menentukan nilai kedekatan emosi dan prilaku, antar pihak-pihak yang saling
berkomunikasi.
Hambatan dan gangguan dari dalam diri pendengar
Hambatan ini umumnya berupa suara-suara dalam pikiran, gambaran di benak
atau emosi yang timbul dari dalam diri si pendengar yang mengalihkan perhatiannya
dari apa yang disampaikan oleh pembicara. Umumnya disebut hambatan psikologis,
dimana kondisi perasaan, nilai-nilai diri, opini dan keyakinan yang dimiliki oleh
pendengar, mempengaruhi penilaian terhadap pembicara dan pesan yang
disampaikannya.
a. Melakukan perbandingan
Muncul pikiran yang membandingkan tingkat pengetahuan, kedewasaan,
kecerdasan atau status sosial dari si pembicara dengan diri kita atau dari seseorang
yang pernah melakukan percakapan dengan tema yang sama sebelumnya.
b. Membaca pikiran
Membuat asumsi peramalan tentang seperti apa ujung dari pembicaraan si
pembicara, niat tersembunyi yang sebenarnya ingin disampaikan, menyimpulkan
sebelum si pembicara menyelesaikan
c. Melakukan geladi resik
Terjadi ketika seseorang melakukan geladi resik dalam pikirannya tentang apa
yang nantinya akan diutarakan, menemukan kata-kata yang sesuai, sikap dan
postur tubuh yang dipakai saat berbicara, bahkan kesan yang ingin didapatkan saat
berbicara, dari pada mendengarkan sepenuhnya apa yang di sampaikan oleh lawan
bicara.
d. Menyaring
Hanya mendengarkan hal-hal tertentu dan mengesampingkan hal lain. Biasanya
dikarenakan lawan bicara mengungkapkan hal-hal yang tidak berhubungan
dengan kepentingan (agenda) kita, maka pikiran kita melayang, namun saat
menyentuh kepentingan kita, barulah kita fokus.
e. Kisah Diri
Ketika ada satu kata, kalimat atau peristiwa yang diutarakan pembicara, memicu
ingatan dan emosi tentang sebuah kejadian yang dialami baik dimasa lalu, saat ini
atau masa depan yang kemudian membuat pikiran si pendengar melayang ke
kejadian tersebut.
f. Menjadi Penasihat Handal
Pikiran sibuk mencari solusi, walaupun pembicara baru menyampaikan beberapa
kalimat.
g. Menjadi lawan tanding
Biasanya berakhir menjadi sebuah aktivitas debat ketimbang sebuah pembicaraan
yang produktif. Penolakan atas informasi yang terlalu awal diungkapkan dan
kemudian disanggah kembali oleh pembicara, sehingga pikiran mencari jalan
untuk mempertahankan diri.
h. Pembenaran
Biasanya terjadi pada saat seseorang menceritakan hal yang bersifat kritikan
terhadap sesuatu peristiwa/perilaku yang memicu pola Kisah Diri, kemudian
pikiran sibuk mencari hal-hal dari masa lalu, fakta, info, dan lain sebagainya
untuk membela hal yang dikritik tersebut.
i. Pengalihan
Melakukan perubahan subjek pembicaraan secara tiba-tiba, saat rekan bicara
mengungkapkan suatu hal yang membosankan, atau sesuatu yang membuat tidak
nyaman. Pengalihan juga dilakukan dengan melemparkan guyonan atau
melakukan canda untuk menurunkan intensitas dan makna dari apa yang
diungkapkan rekan bicara.
j. Penghibur
Pikiran di sibukkan dengan mencari cara agar si pembicara merasa di hargai,
senang dan disetujui.
Hambatan yang berasal dari pembicara
Jenis hambatan ini mengakibatkan distorsi pada pendengar dan pemicu terjadinya
jenis-jenis hambatan yang telah disebutkan sebelumnya.
a. Hambatan kultural atau budaya
Komunikasi yang kita lakukan dengan orang yang memiliki kebudayaan dan latar
belakang yang berbeda mengandung arti bahwa kita harus memahami perbedaan
dalam hal nilai-nilai, kepercayaan, dan sikap yang dipegang oleh orang lain.
Hambatan kultural atau budaya mencakup bahasa, kepercayan dan keyakinan.
Hambatan bahasa terjadi ketika orang yang berkomunikasi tidak menggunakan
bahasa yang sama, atau tidak memiliki tingkat kemampuan berbahasa yang sama.
Hambatan juga dapat terjadi ketika kita menggunakan tingkat berbahasa yang
tidak sesuai atau ketika kita menggunakan jargon atau bahasa “slang” atau
“prokem” atau “alay” yang tidak dipahami oleh satu atau lebih orang yang diajak
berkomunikasi. Hal lain yang turut memberikan kontribusi terjadinya hambatan
bahasa adalah situasi dimana percakapan terjadi dan bidang pengalaman ataupun
kerangka referensi yang dimiliki oleh peserta komunikasi mengenai hal yang
menjadi topik pembicaraan.
b. Hambatan fisik (fisiologis)
Kondisi tubuh pendengar dan pembicara yang mempengaruhi kualitas pesan yang
diterima atau di yang sampaikan. Misal: pendengar atau pembicara dalam kondisi
sakit, lapar atau daya tahan seseorang untuk mendengarkan.
Berdasarkan sumber lain, hambatan mendengarkan dibedakan menjadi dua yaitu:
Hambatan Eksternal
 Pesan terlalu banyak – Informasi dalam jumlah tertentu yang dapat disimpan/
dipilah oleh manusia.
 Kompleksitas pesan – Bentuk pesan yang detail dan rumit membuat manusia sulit
untuk memproses dan menyimpannya.
 Gangguan (kebisingan) – Keadaan lingkungan yang memecah/ menggangu proses
mendengarkan.
Hambatan Internal
 Preokupasi (kesibukan)
Diri yang disibukan dengan pemikiran dan kekhawatiran tertentu yang
mempengaruhi proses mendengarkan.
 Prasangka
Membuat dugaan/ kesimpulan awal pada proses mendengarkan.
 Sikap terlalu reaktif
Sikap terlalu reaktif ketika merespon, mengurangi kemampuan kita untuk berfikir
kritis dalam mendengarkan orang lain.
 Tidak berusaha mendengarkan
Mendengarkan butuh usaha untuk memenuhi bagian- bagian dalam mendengarkan.
Ketika tidak adausaha tersebut, maka proses mendengarkan tidak efektif.
 Tidak mengakomodasi perbedaan gaya mendengarkan
Tidak mengenali/ menyesuaikan gaya mendengarkan yang berbeda.

B. Hambatan Menjelaskan
Menurut Afid Burhanuddin (2013), hambatan dalam menjelaskan terdiri dari:
 Duduk terus menerus di satu tempat
Ketika menjalaskan, komunikator harus menguasai audiens dengan cara berjalan
atau berekspresi, sehingga audiens akan merasakan adanya interaksi secara
langsung.
 Bersuara terlalu pelan
 Pandangan tidak menyapu
 Gaya bicara bertele-tele
 Tidak memiliki perencanaan mengajar yang jelas

 Tulisan di papan tulis tidak terbaca dengan jelas

C. Pentingnya Mendengarkan
Sebenarnya mendengarkan secara aktif dapat memperlihatkan kesan kepada
pembicara atau pengirim pesan bahwa lawan bicaranya benar-benar terlibat dalam
komunikasi tersebut. Selain itu, dengan perhatian penuh kepada pembicara, pendengar
yang aktif dapat lebih fokus pada inti dari pesan yang disampaikan dan memberi
umpan balik berupa tanggapan atau pertanyaan agar pendengar lebih memahami
tentang apa yang dibicarakan.
Dengan demikian komunikasi transaksional telah terjadi. Umpan balik dalam
berbagai bentuk dapat menjadi bagian penting untuk komunikasi lebih jauh. Dalam
mendengarkan secara pasif, komunikasi yang terjadi hanya ada satu arah. Sementara
dalam komunikasi dengan mendengarkan secara aktif, kedua pihak saling menanggapi
baik secara langsung maupun tidak langsung. Terjadi pertukaran ide atau pesan
dengan baik sehingga dapat meningkatkan relasi yang ada.
Dalam mendengarkan secara aktif, terjadi situasi saling mendukung dan saling
pengertian antara pihak-pihak yang terlibat. Di sana terjadi saling menguatkan dan
saling percaya antara pihak-pihak yang berkomunikasi. Dalam menyampaikan umpan
balik setidaknya harus bersifat segera, jujur, patut dan juga jelas. Sehingga umpan
balik tersebut dapat menjadi signal bagi pengirim pesan untuk menentukan langkah
dalam proses komunikasi selanjutnya. Selain manfaat di atas, mendengarkan secara
aktif sebenarnya mengundang orang lain untuk juga melakukan hal yang sama.
Dengan mendengarkan secara aktif dapat menjadi contoh bagi orang lain.
Sebaliknya jika orang tidak saling mendengarkan, maka kecenderungan terjadi
kekacauan dan konflik. Jadi lebih menguntungkan dapat mendengarkan secara aktif
karena dapat menciptakan suasana yang lebih akrab dan komunikasi berjalan baik.
Mendengarkan secara aktif juga dapat memperdalam relasi yang ada sekaligus
dapat melahirkan pemecahan masalah. Kita adalah manusia yang mudah untuk
berbuat salah dalam memersepsikan apa yang disampaikan orang lain. Dengan
mendengarkan secara aktif dan memberikan umpan balik yang baik, maka baik
pengirim maupun penerima pesan dalam komunikasi saling mendukung dan bahkan
menghasilkan pemecahan masalah bagi mereka.
Mendengarkan secara aktif adalah sesuatu yang tidak mudah untuk dilakukan
dalam suatu komunikasi, tetapi karena keterampilan itu sangat bermanfaat maka perlu
untuk ditingkatkan. Oleh karena itu, selain jadi pembicara yang efektif, maka akan
menjadi lengkap jika kemampuan mendengarkan dapat ditingkatkan secara aktif.

D. Studi Kasus
Persepsi Keterampilan Mendengarkan Aktif Para Siswa Kelas X Sma Pangudi
Luhur Sedayu Tahun Ajaran 2007/ 2008 Dan Implikasinya Terhadap Usulan
Kegiatan Bimbingan
Deskripsi Studi Kasus
Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran dari keterampilan
mendengarkan aktif para siswa kelas X SMA Pangudi Luhur Sedayu Tahun Ajaran
2007/ 2008 dan implikasinya terhadap usulan kegiatan bimbingan untuk
meningkatkan keterampilan siswa kelas X SMA Pangudi Luhur Sedayu Tahun Ajaran
2007/2008 dalam mendengarkan aktif.
Instrumen penelitian adalah kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti. Alat
tersebut memuat empat aspek keterampilan mendengarkan aktif, yaitu (1)
Kemampuan mendengar dan mengerti perasaan pembicara; (2) Kemampuan
mendengar dan mengerti perasaan pembicara; (3) Mampu mengungkapkan/
memantulkan kembali pesan (pendapat/ pikiran) pembicara; (4) Mampu
mengungkapkan/ memantulkan kembali perasaan pembicara. Setelah dilakukan uji
coba pada siswa kelas X SMA BOPKRI Banguntapan Yogyakarta, kuesioner final
yang digunakan peneliti memuat 52 butir pernyataan. Teknik analisis data yang
digunakan adalah perhitungan skor dengan menggunakan rumus Penilaian Acuan
Patokan (PAP) tipe I untuk penggolongan keterampilan mendengarkan aktif yaitu:
“sangat tinggi”, “tinggi”, “cukup tinggi”, “rendah”, dan “sangat rendah”. Penelitian
ini memperoleh hasil sebagai berikut: ada 1 siswa (1,1%) yang memiliki
keterampikan mendengarkan aktif berkualifikasi “sangat tinggi”, 6 siswa (6,4%)
memiliki keterampilan mendengarkan aktif berkualifikasi “tinggi”, 85 siswa (90,4%)
yang memiliki keterampilan mendengarkan aktif berkualifikasi “cukup tinggi”, 2
siswa (2,1%) yang memiliki keterampilan mendengarkan aktif berkualifikasi
“rendah”, dan tidak ada siswa (0%) yang memiliki keterampilan mendengarkan aktif
berkualifikasi “sangat rendah”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keterampilan
para siswa kelas X SMA Pangudi Luhur Sedayu Tahun Ajaran 2007/2008 dalam
mendengarkan aktif belum setinggi yang diharapkan.Usulan kegiatan bimbingan
dibuat berdasarkan \aspek-aspek keterampilan mendengarkan aktif yang belum
dimiliki/ dikuasai siswa.
Kesimpulan Studi Kasus
Kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasannya adalah sebagai berikut: 1. Keterampilan mendengarkan aktif sebagian
besar siswa kelas X SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 2007/2008 belum
setinggi yang diharapkan atau masih kurang dan perlu ditingkatkan. 2. Perlu diadakan
pelatihan keterampilan mendengarkan aktif sebagai bagian dari usulan kegiatan
bimbingan.
Solusi Studi Kasus
Sebagai solusi dari permasalahan, sebaiknya setiap pihak SMA Pangudi Luhur
Sedayu hendaknya memberi dukungan terhadap pelatihan untuk meningkatkan
keterampilan siswa SMA Pangudi Luhur Sedayu dalam mendengarkan aktif. Kegiatan
bimbingan untuk meningkatkan katerampilan mendengarkan aktif yang diusulkan
dalam skripsi ini sebaiknya digunakan. Untuk itu diharapkan disediakan sarana dan
prasarana yang dibutuhkan untuk pengembangan mendengarkan aktif para siswa.

REFERENSI
Dilts, Robert. (2003). “from Coach to Awakener”. California: Meta Publications.
Ramadhani, Amelia, dkk. (2019). "Hambatan Dalam Aktifitas Mendengar Efektif (Studi
Kasus pada Pimpinan Perusahaan di Kota Medan)”. Jurnal TALENTA Publisher
Universitas Sumatera Utara.
Sari, Ambar W. (2016). "Pentingnya Ketrampilan Mendengar dalam Menciptakan
Komunikasi yang Efektif." EduTech: Jurnal Ilmu Pendidikan dan Ilmu Sosial, vol. 2,
no. 1,
Sarianne, Mega. (2008). “Persepsi Keterampilan Mendengarkan Aktif Para Siswa Kelas X
Sma Pangudi Luhur Sedayu Tahun Ajaran 2007/ 2008 Dan Implikasinya Terhadap
Usulan Kegiatan Bimbingan”. Skripsi. Pogram Studi Bimbingan Dan Konseling
Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai