Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENELITIAN

Pengaruh Bullying Fisik Terhadap Keadaan Fisik & Mental


Remaja di Lingkungan Tempat Tinggal

Disusun Oleh :
Nama : Naufal Aulia Pramana

Kelas : XI IPS.1

KEMENTERIAN AGAMA KOTA LUBUKLINGGAU

MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 (MODEL) LUBUKLINGGAU

TAHUN AJARAN 2020/2021


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perilaku Bullying merupakan sebuah tindakan atau perilaku agresif yang disengaja,
yang dilakukan oleh sekelompok orang atau seseorang secara berulang-ulang dan dari waktu ke
waktu terhadap seorang korban yang tidak dapat mempertahankan dirinya. (Goodwin, 2010).
Istilah Bullying dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia yang dikenal dengan perundungan
atau tindakan kekerasan yang dilakukan terus-menerus (KBBI, 2010). Perundungan saat ini
sudah dibakukan sehingga tidak perlu menggunakan serapan bahasa asing. Meskipun sudah
dialihbahasakan keduanya tetap memiliki arti sama.

Bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau


sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa
tertekan, trauma, dan tak berdaya (Sejiwa, 2008). Pelaku bullying sering disebut dengan istilah
bully. Seorang bully tidak mengenal gender maupun usia. Bahkan, bullying sudah sering
terjadi di sekolah dan dilakukan oleh para remaja.

Dampak yang diakibatkan oleh tindakan ini pun sangat luas cakupannya. Remaja yang
menjadi korban bullying lebih berisiko mengalami berbagai masalah kesehatan, baik secara
fisik maupun mental. Adapun masalah yang lebih mungkin diderita anak-anak yang menjadi
korban bullying, antara lain munculnya berbagai masalah mental seperti depresi, kegelisahan
dan masalah tidur yang mungkin akan terbawa hingga dewasa, keluhan kesehatan fisik, seperti
sakit kepala, sakit perut dan ketegangan otot, rasa tidak aman saat berada di lingkungan
sekolah, dan penurunan semangat belajar dan prestasi akademis.

Bullying juga terjadi dalam beberapa bentuk tindakan. Menurut Coloroso (2007),
bullying dibagi menjadi empat jenis, yaitu:

a. Bullying Fisik

Penindasan fisik merupakan jenis bullying yang paling tampak dan paling dapat
diidentifikasi diantara bentuk-bentuk penindasan lainnya, namun kejadian penindasan fisik
terhitung kurang dari sepertiga insiden penindasan yang dilaporkan oleh siswa. Jenis
penindasan secara fisik di antaranya adalah memukul, mencekik, menyikut, meninju,
menendang, menggigit, memiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas hingga ke
posisi yang menyakitkan, serta merusak dan menghancurkan pakaian serta barang-barang milik
anak yang tertindas. Semakin kuat dan semakin dewasa sang penindas, semakin berbahaya
jenis serangan ini, bahkan walaupun tidak dimaksudkan untuk mencederai secara serius.

b. Bullying Verbal

Kekerasan verbal adalah bentuk penindasan yang paling umum digunakan, baik oleh
anak perempuan maupun anak laki-laki. Kekerasan verbal mudah dilakukan dan dapat
dibisikkan dihadapan orang dewasa serta teman sebaya, tanpa terdeteksi. Penindasan verbal
dapat diteriakkan di taman bermain bercampur dengan hingar binger yang terdengar oleh
pengawas, diabaikan karena hanya dianggap sebagai dialog yang bodoh dan tidak simpatik di
antara teman sebaya. Penindasan verbal dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik
kejam, penghinaan, dan pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual atau pelecehan
seksual. Selain itu, penindasan verbal dapat berupa perampasan uang jajan atau barang-barang,
telepon yang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman
kekerasan, tuduhantuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk yang keji, serta gosip.

c. Bullying Relasional

Jenis ini paling sulit dideteksi dari luar. Penindasan relasional adalah pelemahan harga
diri si korban penindasan secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian, atau
penghindaran. Penghindaran, suatu tindakan penyingkiran, adalah alat penindasan yang terkuat.
Anak yang digunjingkan mungkin akan tidak mendengar gosip itu, namun tetap akan
mengalami efeknya. Penindasan relasional dapat digunakan untuk mengasingkan atau menolak
seorang teman atau secara sengaja ditujukan untuk merusak persahabatan. Perilaku ini dapat
mencakup sikap-sikap tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan napas,
bahu yang bergidik, cibiran, tawa mengejek, dan bahasa tubuh yang kasar.

d. Cyber bullying

Ini adalah bentuk bullying yang terbaru karena semakin berkembangnya teknologi,
internet dan media sosial. Pada intinya adalah korban terus menerus mendapatkan pesan
negative dari pelaku bullying baik dari sms, pesan di internet dan media sosial lainnya.

Bentuknya berupa:

1. Mengirim pesan yang menyakitkan atau menggunakan gambar

2. Meninggalkan pesan voicemail yang kejam

3. Menelepon terus menerus tanpa henti namun tidak mengatakan apa-apa (silent calls)

4. Membuat website yang memalukan bagi si korban

5. Si korban dihindarkan atau dijauhi dari chat room dan lainnya

6. “Happy slapping” – yaitu video yang berisi dimana si korban dipermalukan atau di-bully
lalu disebarluaskan.

Menurut penelitian Kristinawati (2016) menunjukan bahwa di 3 kota besar Indonesia


yaitu, Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta mencatat perundungan (Bullying) pada 67,9% siswa/i
SLTA dan 66,1% SLTP dengan kategori tertinggi kekerasan psikologis yaitu berupa
pengucilan, dan peringkat kedua adalah kekerasan verbal (mengejek) dan fisik (memukul).
Salah satu pemberitaan perundungan (Bullying) yang sedang marak terjadi di kota besar yaitu
Tanah Abang terdapat perundungan (Bullying) yang dilakukan oleh siswa SMP terhadap adik
kelasnya dengan melakukan pemukulan yang ditonton oleh teman-temannya (Kompas.com,
2017).

Menurut Goodwin (2009), pelaku Bullying memiliki kekurangan dalam kemampuan


berempati seperti ketidakmampuan untuk menghargai emosional dan perasaan orang lain
sehingga tidak seharusnya perilaku Bullying dipandang sebagai bagian yang normal dalam
kehidupan sosial. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Argiati (2010) yang meneliti
tentang perilaku Bullying pada siswa SMA di Yogyakarta menemukan bahwa sebagian besar
siswa berusaha untuk membalas perlakuan pelaku Bullying sebanyak 49,56%, memaklumi
tindakan pelaku Bullying 35,4% dan diam karena merasa tidak berdaya 30,94%. Sebagian anak
melarikan diri dari pelaku 16,81% dan anak yang menuruti keinginan perilaku Bullying karena
takut diperlakukan lebih buruk sebanyak 5,31%. Hasil penelitian menunjukan bahwa perilaku
Bullying merupakan suatu masalah yang serius dengan dampak negatif yang dapat ditimbulkan.

Berdasarkan uraian diatas, dapat di simpulkan bahwa perilaku perundungan merupakan


perilaku yang dapat merugikan untuk diri sendiri ataupun orang lain. Upaya dalam mengatasi
dan mencegah munculnya masalah perundungan (Bullying) memerlukan kebijakan yang
bersifat menyeluruh. Oleh karena itu, diperlukan keterlibatan seluruh komponen di lingkungan
sekitar tempat tinggal mulai dari keluarga, tetangga, dan warga-warga sekitarnya yang
bertujuan adalah untuk dapat menyadarkan seluruh komponen lingkungan tempat tinggal
tentang bahaya dari perundungan (Bullying).

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat disusun beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa dampak dan pengaruh tindakan Bullying Fisik terhadap keadaan fisik & mental
remaja?
2. Bagaimana proses terjadinya Bullying Fisik?
3. Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi tindakan Bullying?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain :

1. Mengetahui dampak dan pengaruh dari terjadinya Bullying Fisik terhadap keadaan fisik &
mental remaja.
2. Menjelaskan proses terjadinya Bullying Fisik.
3. Menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi Bullying.
1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dalam penyusunan laporan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Laporan penelitian ini disusun sebagai pendukung proses belajar mengajar dalam mata
pelajaran Sosiologi yang dibimbing oleh Ibu Rian Indriani, S.Ant dan membuka
wawasan siswa untuk lebih peka dan waspada terhadap lingkungan terkait dengan
adanya tindakan Bullying.
2. Laporan penelitian ini diharapkan berguna bagi guru bimbingan konseling dalam
mengatasi permasalahan perundungan siswa, sehingga guru dapat memberikan
intervensi yang tepat untuk menurunkan perilaku perundungan (Bullying) pada peserta
didik.
BAB II

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif.
Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang spesifikasinya adalah
sistematis, terencana dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain
penelitiannya. Metode penelitian kuantitatif, sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono (2011:
8) yaitu : “Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk
meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis
yang telah ditetapkan”.

Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data


numeric (angka) yang diolah dengan metoda statistika. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif
dilakukan pada penelitian inferensial (dalam rangka analisis hubungan antar variabel dengan
pengujian hipotesis) dan menyandarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan
penolakan hipotetis nihil. Dengan metode kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan
kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti.

B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah sekitar Kelurahan Pelita Jaya, Kecamatan


Lubuklinggau Barat I, Kota Lubuklinggau.

2. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam waktu dua bulan, yaitu mulai dari bulan
Maret 2021 sampai Mei 2021.

C. METODE PENELITIAN DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Metode Survei Lapangan. Metode ini dilakukan dengan
melalui pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada
pada suatu objek penelitian.
2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu wawancara dan
observasi.

1) Metode Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanyajawab lisan yang
berlansung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang mewawancarai dan
jawaban diberikan oleh yang diwawancara. Menurut Hopkins, wawancara adalah suatu
cara untuk mengetahui situasi tertentu di dalam kelas dilihat dari sudut pandang yang
lain.

2) Metode Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui sesuatu


pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau perilaku
objek sasaran. Menurut Nana Sudjana, observasi adalah pengamatan dan pencatatan
yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.

Anda mungkin juga menyukai