Anda di halaman 1dari 14

STUDY PROGRAM PSYCHOLOGY

FACULTY OF PSYCHOLOGY
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019 / 1D

Nama : Anathania Divalinda


Nim : 11190700000022
Mata Kuliah : Metodologi Penelitian
Tugas/Ujian : UJIAN AKHIR SEMESTER FAKULTAS PSIKOLOGI

1. Uraikanlah dengan ringkas apa yang disampaikan dalam artikel jurnal yang Anda
baca dengan menyebutkan kutipan dan sumber kutipannya. Sertakan penjelasan Anda
dengan memberi contoh perilaku keseharian yang tidak dijelaskan dalam artikel
tersebut.

Bullying and Its’ Relationship with Depression among Teenagers.

Bullying atau dalam bahasa Indonesia adalah sebuah penindasan, perundungan atau
pengintimidasian yang sering kali terjadi di kalangan remaja. Bullying dapat diartikan sebagai
sebuah perbuatan yang sistematis dan salah satu jenis agresi yang berulang dengan
melibatkan teman sebaya, biasanya penyebab terjadinya bullying terkait dengan berbagai
masalah psikososial yang termasuk harga diri rendah, penerimaan perilaku antisosial dan
kenakalan.
Menurut Van der Wal et al. (2004) bullying dapat diklasifikasikan menjadi 4 jenis
yaitu, physical bullies (tipe yang menggunakan perilaku langsung seperti memukul dan
menendang., biasanya dilakukan oleh remaja pria), verbal bullies (menggunakan kata-kata
untuk mempermalukan rekan-rekan mereka), relational bullies (pengganggu yang
meyakinkan rekan mereka untuk mengecualikan remaja tertentu dari kelompok mereka) dan
yang terakhir adalah reactive bullies (mengejek remaja lain ke dalam berkelahi dengan
mereka. Mereka sama-sama dikenal melawan, sambil mengklaim mereka melakukannya
untuk membela diri (Smokowski dan Kopasz 2005))
Karena aksi penindasan atau pengganggu (bullying) sering terjadi dikalangan remaja,
maka akan banyak efek atau akibat dari aksi ini terhadap korban atau pelaku. Korban
bullying akan gampang terkena depresi karena tidak dapat menceritakan atau terdapat
tekanan emosional yang dialami akibat bullying tersebut. Tidak hanya depresi, bullying juga
akan mengakibatkan anti psikososial perilaku seperti merokok, minum dan keterlibatan
dalam perilaku kekerasan di kemudian hari (Smokowski dan Kopasz 2005). Hal ini juga
dapat megakibat meningkatnya korban bullying karena jika diilustrasikan, seorang korban
bullying akan menimbulkan rasa ingin balas dendam atau melakukan tindakan “bullying”
yang sama kepada orang lain atau sekedar membalas pelaku yang pernah menggangu dirinya.
Tindakan bullying akan terus meningkat karena belum adanya kebijakan tetap dan
teratur oleh pemerintah atau lingkungan sekolah. Tidak dapat dipungkiri juga pihak sekolah
adalah pihak yang paling penting untuk mengawasi tindakan bullying ini karena biasanya
tindakan ini terjadi disekolah.
Contoh perilaku yang tidak disebutkan dalam jurnal tersebut adalah cyberbullying.
Cyber bullying adalah sebuah tindakan yang disengaja dan berulang yang ditimbulkan
melalui penggunaan komputer, ponsel, dan lainnya perangkat elektronik ’(Hinduja &
Patchin,2009; Patchin & Hinduja, 2006). Seringnya Cyberbullying terjadi sekarang ini juga
disebabkan karena banyaknya pengguna media elektronik seperti handphone, dan sering kali
cyberbulling terjadi melalui social media (aplikasi yang memiliki fungsinya masing - masing
dan pengguna terbanyaknya berasal dari kalangan remaja.)
2. Jelaskan dengan contoh hal-hal berikut sesuai dengan tugas dan pemahaman Anda!

a. Latar Belakang, Rumusan Masalah, dan Pertanyaan Penelitian


 Latar belakang
Masa remaja adalah masa yang sangat rentan terkena bullying atau dikenal
sebagai sebuah penindasan. Usia remaja dimulai dari umur 12 sampai 21 tahun,
dan dimasa remaja pertengahan adalah masa yang rentan untuk terena bullying,
bisa saja menjadi korban atau menjadi pelaku Bullying.
Bullying sering terjadi di sekolah, khususnya di sekolah menengah pertama
(SMP). Terdapat berbagai macam penyebab yang dapat menimbulkan terjadinya
bullying, contohnya adalah kekurangan atau terdapat perbedaan gaya dalam
berpenampilan, atau terdapat masalah yang berkelanjutan, hingga dendam kepada
seseorang. Namun, bullying terbagi menjadi beberapa jenis dan tentunya terdapat
pebedaan tindakan bullying antara remaja perempuan dan remaja laki-laki.
Bullying juga memberikan banyak dampak atau pengaruh pada mental
korban dan juga pelaku. Selain depresi, bullying juga dapat mengakibatkan
psycho-social pada remaja seperti meroko, minum – minuman keras dan lainnya.

 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diambil dari jurnal yang dikaji adalah:
1. Masih banyak orang yang belum mengetahui keterkaitan antara
bullying dan depresi
2. Kurangnya pengetahuan tentang jenis – jenis bullying dan penyebab
terjadinya bullying
3. Kurangnya pencegahan dan penanggulangan dalam mengatasi
bullying

 Pertanyaan Penilitian
Dari rumusan masalah itu maka dapat ditimbulkan beberapa pertanyaan
penelitian yaitu :
1. Bagaimana keterkaitan bullying dengan depresi?
2. Apa saja jenis – jenis bullying dan penyebab terjadinya bullying ?
3. Pencegahan dan penanggulangan apa yang dapat dilakukan untuk
mengatasi bullying?

b. Landasan teori dan Kerangka Teori


 Landasan teori.
I. Bullying
I.1. Pengetian bullying
Bullying merupakan suatu perilaku negatif berulang yang
bermaksud menyebabkan ketidaksenangan atau menyakitkan oleh
orang lain, baik satu atau beberapa orang secara langsung terhadap
seseorang yang tidak mampu melawannya (Olweus, 2006). Menurut
American Psychiatric Association (APA) (dalam Stein dkk., 2006),
bullying adalah perilaku agresif yang dikarakteristikkan dengan 3
kondisi yaitu (a) perilaku negatif yang bertujuan untuk merusak atau
membahayakan (b) perilaku yang diulang selama jangka waktu tertentu
(c) adanya ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan dari pihak-
pihak yang terlibat.
Menurut Black dan Jackson (2007) definisi bullyingadalah
perilaku agresif tipe proaktif yang didalamnya terdapat aspek
kesengajaan untuk mendominasi, menyakiti, atau menyingkirkan
adanya ketidaksengajaan untuk mendominasi, menyakiti atau
menyingkirkan, adanya ketidakseimbangan kekuatan baik secara fisik,
usia atau kemampuan kognitif, keterampilan, maupun status sosial,
serta dilakukan secara berulang-ulang oleh satu atau beberapa anak
terhadap anak lain. Rigby (1994) mendefinisikan bullying adalah suatu
hasrat untuk menyakiti yang diperlihatkan ke dalam aksi secara
langsung oleh seseorang atau sekelompok yang lebih kuat, tidak
bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan secara senang
yang tujuannya untuk membuat korban menderita.
Bedasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku
bullying adalah suatu tidakan yang bersifat negatif, dilakukan berulang
– ulang dan disengaja untuk melukai, menyakkiti atau mendominasi.
Biasanya bullying dilakukan oleh perorangan atau pun kelompok.

I.2. Bentuk – bentuk bullying


Ada tiga bentuk bullying menurut Coloroso (2007), yaitu:
a. Verbal bullying
Verbal abuse adalah bentuk yang paling umum dari bullying
yang digunakan baik anak laki-laki maupun perempuan. Hal ini
dapat terjadi pada orang dewasa dan teman sebaya tanpa
terdeteksi. Verbal bullying dapat berupa teriakan dan keriuhan
yang terdengar. Hal ini berlangsung cepat dan tanpa rasa sakit
pada pelaku bullying dan dapat sangat menyakitkan pada
target. Jika verbal bullying dimaklumi, maka akan menjadi
suatu yang normal dan target menjadi dehumanized. Ketika
seseorang menjadi dehumanized, maka seseorang tersebut akan
lebih mudah lagi untuk diserang tanpa mendapatkan
perlindungan dari orang di sekitar yang mendengarnya. Verbal
bullying dapat berbentuk name-calling (memberi nama
julukan), taunting (ejekan), belittling (meremehkan), cruel
criticsm (kritikan yang kejam), personal defamation (fitnah
secara personal), racist slurs (menghina ras), sexually
suggestive (bermaksud/bersifat seksual) atau sexually abusive
remark (ucapan yang kasar). Hal ini juga meliputi pemerasan
uang atau benda yang dimiliki, panggilan telepon yang kasar,
mengintimidasi lewat e-mail, catatan tanpa nama yang berisi
ancaman, tuduhan yang tidak benar, rumor yang jahat dan tidak
benar.
b. Physical bullying
Bentuk bullying yang paling dapat terlihat dan paling mudah
untuk diidentifikasi adalah bullying secara fisik. Bentuk ini
meliputi menampar, memukul, mencekik, mencolek, meninju,
menendang, menggigit, menggores, memelintir, meludahi,
merusak pakaian atau barang dari korban.
c. Relational bullying
Bentuk ini adalah yang paling sulit untuk dideteksi, relational
bullying adalah pengurangan perasaan “sense” diri seseorang
yang sistematis melalui pengabaian, pengisolasian,
pengeluaran, penghindaran. Penghindaran, sebagai suatu
perilaku penghilangan, dilakukan bersama romur adalah sebuah
cara yang paling kuat dalam melakukan bullying. Relational
bullying paling sering terjadi pada tahun-tahun pertengahan,
dengan onset remaja yang disertai dengan perubahan fisik,
mental, emosional, dan seksual. Pada waktu inilah, remaja
sering menggambarkan siapa diri mereka dan mencoba
menyesuaikan diri dengan teman sebaya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
bullying terdiri dari 3 bentuk yaitu: fisik, verbal dan relasional.
Adapun bentuk bullying yang diteliti dalam penelitian ini
adalah ketiga bentuk bullying yakni bullying secara fisik,
verbal dan relasional.

I.3. Dampak Bullying


Bullying akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan,
tidak hanya bagi korban tetapi juga bagi pelakunya (Craig & Pepler,
2007). Menurut Coloroso (2006) pelaku bullying akan terperangkap
dalam peran sebagai pelaku bullying, mereka tidak dapat
mengembangkan hubungan yang sehat, kurang cakap dalam
memandang sesuatu dari perspektif lain, tidak memiliki empati, serta
menganggap bahwa dirinya kuat dan disukai sehingga dapat
mempengaruhi pola hubungan sosialnya di masa yang akan datang.
Sementara dampak negatif bagi korbannya adalah akan timbul
perasaan depresi dan marah. Mereka marah terhadap diri sendiri,
pelaku bullying, orang dewasa dan orang-orang di sekitarnya karena
tidak dapat atau tidak mau menolongnya. Hal tersebut kemudian mulai
mempengaruhi prestasi akademik para korbannya. Mereka mungkin
akan mundur lebih jauh lagi ke dalam pengasingan karena tidak
mampu mengontrol hidupnya dengan cara-cara yang konstruktif.
Menurut Peterson (dalam Berthold dan Hoover, 2000), bullying
akan mempengaruhi self esteem korbannya dan hal tersebut merupakan
pengaruh yang ditimbulkan dari pengaruh jangka panjang. Demikian
pula Olweus (dalam Berthold dan Hoover, 2000) menyatakan bahwa
bullying memiliki pengaruh yang besar bagi kehidupan korbannya
hingga dewasa. Saat masa sekolah akan menimbulkan depresi dan
perasaan tidak bahagia untuk mengikuti sekolah, karena dihantui oleh
perasaan cemas dan ketakutan. Selain itu menurut Swearer, dkk.
(2010) korban bullying juga merasa sakit, menjauhi sekolah, prestasi
akademik menurun, rasa takut dan kecemasan meningkat, adanya
keinginan bunuh diri, serta dalam jangka panjang akan mengalami
kesulitan-kesulitan internal yang meliputi rendahnya self esteem,
kecemasan, dan depresi.
Korban bullying cenderung merasa takut, cemas, dan memiliki
self esteem yang lebih rendah dibandingkan anak yang tidak menjadi
korban bullying (Olweus, Rigby, & Slee, dalam Aluedse, 2006).
Duncan (dalam Aluedse, 2006) juga menyatakan bila dibandingkan
dengan anak yang tidak menjadi korban bullying, korban bullying akan
memiliki self esteem yang rendah, kepercayaan diri rendah, penilaian
diri yang buruk, tingginya tingkat depresi, kecemasan,
ketidakmampuan, hipersensitivitas, merasa tidak aman, panik dan
gugup di sekolah, konsentrasi terganggu, penolakan oleh rekan atau
teman, menghindari interaksi sosial, lebih tertutup, memiliki sedikit
teman, terisolasi, dan merasa kesepian

I.4. Faktor penyebab Bullying


Menurut Ariesto (2009, dalam Mudjijanti, 2011) dan Kholilah
(2012), penyebab terjadinya bullying antara lain :
a. Keluarga
Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah
seperti orang tua yang sering menghukum anaknya secara
berlebihan, atau situasi rumah yang penuh stres, agresi, dan
permusuhan. Anak akan mempelajari perilaku bullying ketika
mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orang tua mereka, dan
kemudian menirunya terhadap teman-temannya. Jika tidak ada
konsekuensi yang tegas dari lingkungan terhadap perilaku coba-
cobanya itu, ia akan belajar bahwa “mereka yang memiliki
kekuatan diperbolehkan untuk berperilaku agresif, dan perilaku
agresif itu dapat meningkatkan status dan kekuasaan seseorang”.
Dari sini anak mengembangkan perilaku bullying.
b. Sekolah
Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini,
anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan
terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi terhadap
anak lain. Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan
sekolah sering 14 memberikan masukan negatif pada siswanya,
misalnya berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak
mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama
anggota sekolah.
c. Faktor Kelompok Sebaya
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di
sekitar rumah, kadang kala terdorong untuk melakukan bullying.
Beberapa anak melakukan bullying dalam usaha untuk
membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu,
meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku
tersebut.

Faktor internal penyebab terjadinya bullying :


a. Karakteristik kepribadian
Menurut para ahli Yinger dan Cuber dalam Rafdi, 2012
kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seseorang
individu dengan sistem kecenderungan tertentu yang
berinteraksi dengan serangkaian instruksi. Kepribadian
merupakan gabungan keseluruhan dari sifat-sifat yang tampak
dan dapat dilihat oleh seseorang. Kepribadian seseorang yang
baik sangat mendukung terbentuknya karakter yang baik dan
sebaliknya. Jika karakteristik mewarnai semua aktifitas yang
dilakukan seseorang, maka kepribadian adalah akibat dari
semua aktivitas itu.
b. Pengalaman masa lalu.
Pengalaman anak adalah suatu kejadian yang telah dialami
anak di masa lalu. Pengalaman anak terhadap bullying pada
masa lalu dapat menjadikan anak sebagai pelaku bullying di
kemudian hari. Anak cenderung melakukan bullying setelah
mereka sendiri pernah disakiti oleh orang yang lebih kuat.
Anak yang sering menjadi korban bullying, kemungkinan besar
akan ikut melakukan bullying, atau setidaknya menganggap
bullying sebagai hal wajar dan akan membiarkan bullying
terjadi begitu saja di lingkungannya tanpa melakukan tindakan
untuk menghentikannya (sikap positif terhadap bullying)
(Levianti, 2008).
c. Pola asuh
Brooks (2011) mendefiniskan bahwa pola asuh adalah sebuah
proses dimana orang tua sebagai individu yang melindungi dan
membimbing dari bayi sampai dewasa serta orang tua juga
menjaga dengan perkembangan anak pada seluruh periode
perkembangan yang panjang dalam kehidupan anak untuk
memberikan tanggung jawab dan perhatian yang mencakup :
kasih sayang dan hubungan dengan anak yang terus
berlangsung, kebutuhan material seperti makanan, pakaian dan
tempat tinggal, disiplin yang bertanggung jawab,
menghindarkan diri dari kecelakaan dan kritikan pedas serta
hukuman fisik yang berbahaya, pendidikan intelektual dan
moral, persiapan untuk bertanggung jawab sebagai orang
dewasa, mempertanggung jawabkan tindakan anak pada
masayarakat luas.
Berdasarkan definisi pengasuhan di atas dapat disimpulkan
bahwa pola asuh merupakan suatu proses perlakuan yang diaplikasikan
oleh orang tua kepada anak yang terbentuk oleh budaya dan
lingkungan sekitar yang berlangsung seumur hidup, terikat, berproses,
setulus hati dan penuh kasih sayang.

II. Remaja dan Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP)


2.1 Pengertian remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan yang ditandai dengan
perubahan-perubahan pada diri individu, baik secara psikologis,
fisiologis, seksual dan kogntif serta adanya berbagai tuntutan dari
masyarakat dan perubahan sosial yang menyertai mereka untuk
menjadi dewasa yang mandiri. Masa remaja dimulai pada transisi
antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang disertai banyak
perubahan baik fisik, kognitif maupun sosial (Papalia, Old, &
Feldman, 2008).
Menurut Monks (2001), batasan usia remaja adalah antara 12
tahun sampai 21 tahun. Monks membagi batasan usia remaja terbagi
atas tiga fase, yaitu remaja awal (12-15 tahun), remaja madya (15-18
tahun) dan remaja akhir (18-21 tahun). Pada tahap remaja awal (12-15
tahun), remaja masih merasa bingung dan mulai beradaptasi terhadap
perubahanperubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan
yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Menurut Hurlock
(2004), individu yang memasuki masa remaja awal banyak mengalami
perubahan erubahan, baik itu secara fisik maupun psikologis. Remaja
awal secara psikologis banyak mengalami perubahan dalam hal nilai-
nilai, sikap, dan perilaku serta cenderung dianggap belum matang
dibanding dengan remaja akhir.
Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa remaja awal adalah seorang individu yang berusia 12-15 tahun
yang mengalami perubahan fisik maupun psikologis dan cenderung
dianggap belum matang.

2.2 Pengertian Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP)


Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah individu yang
sedang menjalani pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Menurut Sulaeman (1995), siswa SMP secara kronologis berusia
antara 12-15 tahun. Batasan usia remaja menurut Monks (2001) adalah
antara 12-21 tahun, dengan perincian 12-15 tahun merupakan masa
remaja awal, 15-18 tahun merupakan masa remaja pertengahan, 18-21
tahun merupakan masa remaja akhir.
Secara teoritis beberapa tokoh psikologi mengemukakan
tentang batasbatas usia remaja, tetapi dari sekian banyak tokoh yang
mengemukakan tidak dapat menjelaskan secara pasti mengenai batasan
usia remaja karena masa remaja adalah masa peralihan. Dari
kesimpulan yang diperoleh maka masa remaja dapat dibagi dalam dua
periode yaitu: pertama, periode masa puber usia 12-18 tahun, dalam
tahap ini anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi, anak
mulai bersikap kritis. mulai cemas dan bingung tentang perubahan
fisiknya, memperhatikan penampilan, plinplan, suka berkelompok
dengan teman sebaya dan senasib. Kedua, periode remaja adolesen
usia 19-21 tahun, dalam tahap ini perhatian anak tertutup pada hal-hal
realistis, mulai menyadari akan realitas, sikapnya mulai jelas tentang
hidup, dan mulai nampak bakat dan minatnya (Putri & Hadi, 2005).
Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa siswa SMP berada pada
tahap perkembangan remaja awal yang berusia 12-15 tahun.

2.3 Ciri – ciri masa Remaja


Semua periode selama rentang kehidupan adalah sama pentingnya,
namun kadar kepentingannya berbeda-beda dan mempunyai ciri-ciri
tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum atau
sesudahnya. Adapun ciri-ciri remaja menurut Hurlock (2004), antara
lain:
a. Masa remaja sebagai periode yang penting Pada masa remaja
terjadi perkembangan fisik disertai perkembangan mental yang
cepat dan penting. Semua perkembangan ini menimbulkan
perlunya penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan
minat baru.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan Masa remaja merupakan
periode dimana seorang anak-anak beralih menjadi dewasa.
Remaja harus meninggalkan segala sesuatu yang berbau kekanak-
kanakan dan mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk
menggantikan yang sudah ditinggalkan. Pada masa ini, remaja
bukan lagi seorang anak dan namun bukan juga orang dewasa.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan Perubahan dalam sikap
dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan
fisik. Ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan
perilaku dan sikap juga berlangsung dengan pesat. Ketika
perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap dan perialku juga
menurun. Selain itu, terdapat juga beberapa perubahan lain, seperti
meningginya emosi, perubahan minat dan peran, nilai-nilai, dan
bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan.
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah Setiap periode mempunyai
masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah pada masa remaja
menjadi masalah yang sulit untuk diatasi dikarenakan dua alasan.
Pertama, sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak
diselesaikan oleh orang dewasa, sehingga kebanyakan remaja tidak
berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena remaja
merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya
sendiri, menolak bantuan orang dewasa.

2.4 Tugas perkembangan Remaja


Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst (dalam Mubin
dan Cahyadi, 2006), adalah sebagai berikut:
a. Menjalin hubungan-hubungan baru dengan teman-teman sebaya,
baik sesama jenis maupun lain jenis kelamin.
b. Menerima keadaan fisiknya, dan menerima peranannya sebagai
pria atau wanita.
c. Menginginkan dapat berperilaku yang diterima oleh sosial.
d. Mengakui tata nilai dan sistem etika yang membimbing segala
tindakan dan pandangan.

III. Depresi
3.1 Pengertian Depresi
Depresi adalah gangguan perasaan atau mood yang disertai
komponen psikologi berupa sedih, susah, tidak ada harapan dan putus
asa disertai komponen biologis atau somatik misalnya anoreksia,
konstipasi dan keringat dingin. Depresi dikatakan normal apabila
terjadi dalam situasi tertentu, bersifat ringan dan dalam waktu yang
singkat. Bila depresi tersebut terjadi di luar kewajaran dan berlanjut
maka depresi tersebut dianggap abnormal (Atkinson, 2010).
Menurut Lubis (2009), secara sederhana depresi dapat
dikatakan sebagai suatu pengalaman yang menyakitkan, suatu perasaan
tidak ada harapan lagi, yang ditandai dengan afek disforik (kehilangan
kegembiraan) disertai dengan gejala- gejala lain, seperti gangguan
tidur dan menurunya selera makan. Sedangkan Trisna (dalam Lubis,
2009) menyimpulkan bahwa depresi adalah suatu perasaan sendu dan
sedih yang biasanya disertai diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh.
Menurut Davison, Neale dan Kring, (2012) depresi merupakan
kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang
teramat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah; menarik diri dari
orang lain; tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, kehilangan
minat serta kesenangan dalam aktivitas yang sering dilakukan.
Menurut Grasha dan Kirchenbaum (dalam Saam & Wahyuni, 2012)
depresi adalah kesedihan dan kekhawatiran dalam waktu yangcukup
lama yang disertai oleh perasaan yang tidak berharga.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi
adalah perasaan tidak ada harapan lagi yang ditandai dengan
kemurungan, sedih, terpuruk, putus asa, mengasihani diri sendiri, rasa
bersalah, yang mendalam dan berkelanjutan sehingga kehilangan minat
dalam berbagai aktivitas serta menarik diri hingga hilangnya
kegairahan hidup untuk periode waktu paling sedikit dua minggu.

3.2 Faktor – faktor Penyebab Depresi


Penyebab depresi cukup beragam. Munthe (2007) menyebutkan
beberapa penyebab depresi adalah:
a) kekecewaan yang bersumber dari adanya tekanan,
kelelahan fisik, atau alasan lainnya.
b) kurangnya harga diri. yang cenderung dilebih-lebihkan
menjadi ekstrim.
c) perbandingan yang tidak adil.
d) dua perasaan yang bertentangan; Ostow (dalam Munthe,
2007),
e) Penolakan atau terbatasnya hubungan dengan teman
sebaya.
f) tujuan-tujuan yang tidak tercapai. Kurniawan, Ratep
dan Westa, (2013) menyebutkan depresi terkait dengan
penyakit yang berkepanjangan. Depresi juga
berhubungan dengan aktivitas mental yang berlebihan
(Riyawati, 2008), remaja putri yang mengalami
kehamilan di luar nikah (Husaeni, 2014).
Ada beberapa faktor penyebab depresi yang sudah diteliti oleh
beberapa ahli (Santrock, 2003) yaitu:
a) ikatan antara ibu dan anak yang tidak memberikan rasa
aman,
b) tidak adanya cinta dan kasih sayang dalam pengasuhan
anak,
c) dalam hal ini ibu tidak melakukan komunikasi yang
baik untuk dapat memberikan,
d) menyampaikan bentuk kasih sayangnya pada anak, atau
kehilangan salah satu orang tua pada masa kanak-
kanaknya,
e) menciptakan set kognitif negatif.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa depresi
terjadi karena individu mengatribusikan berbagai peristiwa kehidupan
negatif seperti kekecewaan, kurang harga diri, perbandingan yang tidak
adil, dua perasaan yang bertentangan, penyakit, aktivitas mental yang
berlebihan, penolakan dan tujuan yang tak tercapai. Selain itu depresi
dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti komunikasi antara ibu
dan anak, masalah sekolah, penolakan dalam pergaulan, pola asuh ibu
terhadap anak, memiliki orangtua yang menderita depresi, tidak
optimisme (pesimis) dan keterbatasan hubungan teman sebaya.
3.3 Gejala – gejala depresi
Beck (dalam Lubis, 2009) mengemukakan kategori gejala depresi
menjadi empat bagian, yaitu simtom emosional, kognitif, motivasional,
dan fisik:
a. SimtomEmosional Simtom emosional terdiri dari perubahan
perasaan atau tingkah laku yang merupakan akibat langsung dari
keadaaan emosi, dalam penelitiannya, Beck menyebutkan sebagai
gejala emosional yang meliputi penurunan mood, padangan
negative terhadap diri sendiri, tidak lagi merasakan kepuasan,
mengangis, hilangnya respons yang menggembirakan.
b. Simtom Kognitif Simtom kognitif menyebutkan gejala kognitifnya
antara lain, yakni penilaian diri sendiri yang rendah, harapan-
harapan yang negatif, menyalahkan serta mengkritik diri sendiri,
tidak dapat membuat keputusan, distorsibody image. Penilaian diri
sendiri yang rendah terhadap kemampuan inteligensi, penampilan,
kesehatan, daya tarik, popularitas, atau penghasilannya. Harapan-
harapan negatif termasuk di dalamnya mengharapkan hal-hal yang
terburuk dan menolak kemungkinan adanya perbaikan dan
perubahan menuju hal yang lebih baik.
c. Simtom Motivasional Penderita depresi memiliki masalah besar
dalam memobilisasi dirinya untuk menjalankan aktivitas-aktivitas
yang paling dasar seperti makan, minum, dan buang air. Simtom
motivasional lainnya yakni keinginan untuk menyimpang dari pola
hidup sehari-hari, keinginan untuk menghindar dari tugas,
disamping itu cenderung menunda kegiatan yang tidak memberi
kepuasan, lebih sering melamun dari pada mengerjakan sesuatu.
Seseorang lebih sering tertarik pada kegiatan pasif, seperti
menonton televisi, pergi ke bioskop, ataupun hanya tidur-tiduran di
kamar, simtom motivasional berikutnya keinginan bunuh diri.
Meskipun keinginan tersebut juga dijumpai pada seseorang non
depresi, namun frekuensinya lebih sering dijumpai pada penderita
depresi, simtom motivasional berikutnya adalah, peningkatan
dependensi sebagai keinginan untuk memperoleh pertolongan,
petunjuk, pengarahan ketimbang melakukan proses aktual tersebut
pada orang lain.
Gejala depresi menurut Diagnosis Gangguan Jiwa (Maslim, 1993)
yaitu:
a. Gejala Utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat)
1. AfekDepresi
2. Kehilangan minat dan kegembiraan
3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja)
dan menurunnya aktivitas.

Berdasarkan gejala diatas, gejala depresi menjadi empat bagian,


yaitu simtom emosional, kognitif, motivasional, dan fisik
 Kerangka teori

c. Hipotesis penelitian (bentuk dan jenisnya)


 Bentuk Hipotesis
Bentuk hipotesis yang digunakan adalah hipotesis asosiatif. Dikatakan
Hipotesis Asosiatif karena memberikan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah yang mempertanyakan hubungan antar dua variabel.
 Jenis Hipotesis
Jenis hipotesis yang digunakan adalah hipotesis kerja atau alternatif
(Ha). Karena, dalam hipotesis ini dinyatakan bahwa antara variabel X dan
Y saling berhubungan atau adanya perbedaan antara dua kelompok.
Sehingga Hipotesis alternatif (Ha) adalah ada pengaruh bullying terhadap
depresi remaja.

d. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


 Populasi
Lima sekolah menengah pertama (SMP) di daerah selangor, Malaysia. (dua
sekolah dipilih secara acak dari daerah pedesaan Selangor, sementara tiga
sekolah dipilih dari daerah perkotaan negara.)
 Sample
280 respondent, dari ke 5 sekolah yang dipilih.
 Teknik pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel adalah menggunakan metode non-probability
sampling memalui teknik Purposive Sampling
Desain purposive sample atau sering disebut judgment-sample atau expert-
choice adalah penentuan sampel dimana unit sampel dipilih secara subjektif
oleh peneliti, yang menurut pendapatnya merupakan sampel yang dianggap
mewakili populasi.
e. Dimensi dan Indikator serta Pengukuran

Variabel Dimensi Indikator Pengukuran


Bullying Gender 1. laki – laki yang lebih
sering membully
2. Perempuan yang
lebih sering
membully.
Penyebab Bullying 3. Keadaan sosial –
ekonomi
4. Keadaan fisik Nominal Scale
seseorang
5. Rasa iri seorang bully
terhadap orang lain
Lokasi sekolah 6. Lokasi sekoah di desa
7. Lokasi sekolah di
perkotaan
Depresi Penolakan pada 8. Menolak teman –
teman teman baru
9. Menolak ajakan
teman
10. Menjaga jarak atau
tidak mau berteman
dengan siapa – siapa
Terdapat perasaan 11. Saya tidak dapat
hampa merasakan perasaan
saya sendiri
12. Saya merasa bahwa
tidak ada yang
sayang pada saya
13. Saya tidak ORDINAL
merasakan semangat
lagi untuk hidup
Mudah Merasa 14. Saya merasa takut
Ketakutan apabila ada teman
didekat saya
15. Saya merasa takut
kalau teman
memanggil nama
saya
16. Saya merasa takut
saat dikeramaian
sekolah

f. Pendekatan dan Jenis Penelitian yang digunakan


 Pendekatan
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kuantitatif.
Cresweel (2010, hlm. 24) menyatakan bahwa, “pendekatan kuantitatif
adalah pengukuran data kuantitatif dan statistik objektif melalui
perhitungan ilmiah berasal dari sampel orang-orang atau penduduk yang
diminta menjawab atas sejumlah pertanyaan tentang survey untuk
menentukan frekuensi dan prosentase tanggapan mereka

 Jenis penelitian

Anda mungkin juga menyukai