Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kekerasan yang dilakukan pada lingkungan masyarakat khususnya di lembaga
pendidikan adalah kasus kekerasan antar pelajar yang sering disebut dengan
bullying. Bullying bukanlah merupakan suatu tindakan yang kebetulan terjadi,
melainkan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, latar belakang berbeda, seperti
etnis, agama, dan budaya, ekonomi. Biasanya dilakukan oleh pihak-pihak yang
merasa lebih kuat, lebih berkuasa, atau bahkan merasa lebih terhormat untuk
menindas pihak lain untuk memperoleh keuntungan tertentu. Praktik bullying di
sekolah bisa terjadi karena adanya penyalahgunaan kekuatan (power) yang dimiliki
oleh pihak yang melakukannya. Bullying juga dapat disebabkan oleh adanya
hubungan yang timpal (tidak setara) antara pelaku dengan pihak yang dikenai
kekerasan (bullying). (Wiyani, 2012)
Bullying merupakan fenomena yang telah berlangsung lama dan terjadi di
berbagai kehidupan termasuk dunia pendidikan yang dapat berdampak pada
psikologis siswa. Bullying merupakan perilaku agresif yang bersifat merusak yang
dilakukan dengan sengaja dan berulang-ulang dengan tujuan untuk merugikan
korbannya (UNICEF, 2014). Martono (2012) mengungkapkan terjadinya bullying di
sekolah merupakan proses dinamika kelompok yang didalamnya ada pembagian
peran yakni pelaku bullying dan korban bullying.
Bullying di sekolah dasar dapat terjadi dalam berbagai bentuk tindakan. Menurut
Martono (2012) mengungkapkan terdapat empat jenis bullying, yakni bullying fisik,
bullying verbal, bullying non-verbal langsung, dan bullying non-verbal tidak
langsung. Bullying fisik langsung (memukul, mencubit, dll) dan bullying verbal
langsung (memaki, menggosip, dll) yakni jenis bullying bisa terdeteksi karena
terlihat oleh mata dan terungkap indra pendengaran. Bullying non-verbal langsung
dan tidak langsung (mengucilkan, meneror, dll) yakni jenis bullying paling
berbahaya karena tidak tertangkap oleh mata atau telinga apabila tidak cukup awas
mendeteksinya.
Prevalensi kejadian bullying meningkat setiap tahunnya dan terjadi di berbagai
dunia. Jessamyn (2014) mengungkapkan pada tahun 2014 sebanyak 16,5% siswa di
Amerika Serikat terpapar dengan perilaku bullying. Rebecca M (2015) menyatakan
bahwa 11,3% sampai dengan 49,8% kasus bullying terjadi khususnya di sekolah
dasar yakni pada usia 7 tahun hingga usia 13 tahun. Selain itu, George E (2013)
menyatakan bahwa prevalensi bullying di Nigeria yang paling sering terjadi adalah
bullying fisik sebanyak 34,2%.
Indonesia belum memiliki catatan yang komplit oleh lembaga dan instansi
tentang perilaku bullying. Namun, berdasarkan laporan KPAI (2015), pada tahun
2011 sampai Agustus 2014 sebanyak 369 pengaduan terkait masalah bullying. Selain
itu, terdapat juga peningkatan jumlah anak sebagai pelaku bullying di sekolah yaitu
dari 67 kasus pada tahun 2014 menjadi 79 kasus di tahun 2015. KPAI menemukan
bahwa anak mengalami bullying di lingkungan sekolah sebesar 87,6%. Dari angka
tersebut (29,9%) bullying dilakukan oleh guru, (57,7%) dilakukan oleh teman sebaya
maupun kakak kelas (Putri, 2015).
Pelaku bullying memiliki beberapa penyebab, (Koesoma 2015)
mengungkapkan penyebab dari siswa menjadi pelaku bullying diantaranya seorang

1
yang memiliki pengaruh yang kuat, memiliki sifat mengendalikan, mudah marah,
senang bermain kasar, dan seorang yang kurang memiliki empati diantara yang
lainnya. Karakteristik tersebut dapat ada pada kelompok pelaku bullying di
lingkungan sekolah.Adapun kelompok pelaku bullying di sekolah menurut Martono
(2012) yaitu teman sebaya, kakak kelas, adik kelas, pengajar, dan orang-orang yang
berada di lingkungan sekolah.
Selain pelaku, korban bullying juga memiliki beberapa penyebab menjadi
korban. Coloroso (2007) mengungkapkan penyebab siswa menjadi korban bullying
di lingkungan sekolah adalah siswa baru di lingkungan sekolah, seorang yang lemah
atau pemalu, seorang yang perilakunya dianggap mengganggu orang lain, seorang
yang berbeda ekonomi, seorang yang berbeda fisik, dan seorang yang memiliki
intelektual yang rendah.
Tindakan bullying yang terjadi di lingkungan sekolah menimbulkan banyak
dampak baik secara psikologis maupun fisiologis. Tridhonanto (2014) menjelaskan
bahwa dampak negatif dari bullying itu sendiri adalah pelaku dan korban bullying
akan sama-sama mengalami gangguan dengan kesehatan mentalnya. Pada pelaku,
jika dilakukan terus menerus anak akan berpotensi menjadi pelaku kriminal sejak
dini ataupun dikemudian hari. Sedangkan pada korban akan berdampak bagi
kesehatan psikologis, fisiologis, dan penurunan prestasi akademik. Bullying juga
dapat menyebabkan masalah kejiwaan pada korban yaitu harga diri rendah (HDR).
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri
(Keliat, Akemat, 2010, p. 83). Patricia D. Barry dalam Mental Health and Mental
Illnes (2003) dikutip dari Yosep dan Sutini (2014) menyebutkan bahwa harga diri
rendah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak diterima lingkungan dan
gambaran-gambaran negatif tentang dirinya.

2
BAB II
KONSEP TEORI

2.1 Definisi
Bullying berasal dari kata Bully, yaitu suatu kata yang mengacu pada
pengertian adanya ancaman yang dilakukan seseorang terhadap orang lain (yang
umumnya lebih lemah atau rendah dari pelaku), yang menimbulkan gangguan
psikis bagi korbannya (korban disebut bully boy atau bully girl) berupa stress (yang
muncul dalam bentuk gangguan fisik atau psikis, atau keduanya; misalnya susah
makan, sakit fisik, ketakutan, rendah diri, depresi, cemas, dan lainnya). Definisi
Bullying menurut PeKA (Peduli Karakter Anak) adalah bullying adalah penggunaan
agresi dengan tujuan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental.
Bullying dapat berupa tindakan fisik, verbal, emosional dan juga seksual. School
bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh
seorang/sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan terhadap siswa/siswi lain yang
lebih lemah dengan tujuan menyakiti orang tersebut (Riauskina, Djuwita, dan
Soesetio, 2005).
Menurut Olweus (dalam Wiyani, 2012) mengatakan bullying merupakan
perilaku negatif yang mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman atau
terluka dan biasanya terjadi secara berulang-ulang. Olweus mengindentifikasikan
dua jenis bullying, yaitu perilaku secara langsung (direct bullying) dan perilaku
secara tidak langsung (indirect bullying). Contoh dari bullying secara langsung yaitu
penyerangan secara fisik, menampar, memukul, dan menendang. Sedangkan contoh
dari bullying secara tidak langsung yaitu, mengintimidasi, mengucilkan, memaki,
mencemooh, menyebar gosip, dan penolakan secara sosial. Pada praktik bullying
secara tidak langsung, lebih sering digunakan oleh perempuan daripada laki-laki.
(Wiyani, 2012)

2.2 Jenis Bullying


1. Bullying secara verbal
berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan (teror, surat-
surat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk
yang keji dan keliru, gosip dan lain sebagainya.
2. Bullying secara fisik
yang termasuk jenis ini ialah memukuli, mencekik, menyikut, meninju,
menendang, menggigit, emiting, mencakar, meludahi dan merusak barang.
3. Bullying secara relasional (pengabaian)
digunakan untuk mengasingkan atau menolak seorang teman atau bahkan
untuk merusak hubungan persahabatan. Perilaku ini dapat mencakup sikap-
sikap yang tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan
nafas, bahu yang bergidik, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang
kasar.
4. Bullying elektronik
seperti komputer, handphone, internet, website, chatting room, e-mail, SMS
dan sebagainya. Biasanya ditujukan untuk meneror korban dengan
menggunakan tulisan, animasi, gambar dan rekaman video atau film yang
sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan.

3
2.3 Tanda Gejala Siswa yang Menjadi Korban Bullying
1. Mengalami luka (berdarah, memar,goresan).
2. Sakit kepala/sakit perut.
3. Barang miliknya mengalami kerusakan.
4. Tidak mau pergi ke sekolah,merubah rute pergi ke sekolah.
5. Prestasi akademiknya menurun.
6. Menarik diri dari pergaulan ataumerasa malu.
7. Tidak mau berpartisipasi lagi dalamkegiatan yang biasanya disukainya.
8. Gelisah, muram, dan menjadi agresif dengan melakukan bullying kepada
saudara kandung.
9. Mengancam atau mencoba melakukan bunuh diri (Tisna, 2010 dan Tine,
2012)

2.4 Faktor Penyebab Bullying


1. Faktor keluarga
Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang agresif dan berlaku kasar
akan meniru kebiasaan tersebut dalam kesehariannya. Kekerasan fisik dan
verbal yang dilakukan orangtua kepada anak akan menjadi contoh perilaku.
2. Faktor kepribadian
Salah satu faktor terbesar penyebab anak melakukan bullying adalah
tempramen. Tempramen adalah karakteristik atau kebiasaan yang terbentuk
dari respon emosional.
3. Faktor sekolah
Rendahnya pengawasan di sekolah berkaitan erat dengan berkembangnya
perlaku bullying di kalangan siswa. Pentingnya pengawasan dilakukan
terutama di tempat bermain dan lapangan, karena biasanya di kedua tempat
tersebut perilaku bullying kerap dilakukan.

2.5 Dampak yang Timbul dari Tindakan Bullying


1) Gangguan Kesehatan Fisik
2) Menurunnya Kesejahteraan Psikologis
3) Depresi
4) Rendahnya kepercayaan diri / minder
5) Pemalu dan penyendiri
6) Merosotnya prestasi akademik
7) Merasa terisolasi dalam pergaulan
8) Terpikir atau bahkan mencoba untuk bunuh diri

2.6 Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Kasus Bullying


Anak menjadi Korban
Tanda-tandanya :
1) Munculnya keluhan atau perubahan perilaku atau emosi anak akibat stres
yang ia hadapi karena mengalami perilaku bullying (anak sebagai korban)
2) Laporan dari guru atau teman atau pengasuh anak mengenai tindakan
bullying yang terjadi pada anak.

Anak sebagai Pelaku


Tanda-tandanya :
1) Anak bersikap agresif, terutama pada mereka yang lebih muda usianya, atau
lebih kecil atau mereka yang tidak berdaya (binatang, tanaman, mainan).

4
2) Anak tidak menampilkan emosi negatifnya pada orang yang lebih tua/ lebih
besar badannya/ lebih berkuasa, namun terlihat anak sebenarnya memiliki
perasaan tidak senang.
3) Sesekali anak bersikap agresif yang berbeda ketika bersama anda.
4) Melakukan tindakan agresif yang berbeda ketika tidak bersama anda
(diketahui dari laporan guru, pengasuh, atau teman-teman).
5) Ada laporan dari guru/ pengasuh/ teman-temannya bahwa anak melakukan
tindakan agresif pada mereka yang lebih lemah atau tidak berdaya.
6) Anak yang pernah mengalami bully mungkin menjadi pelaku bully.

2.7 Solusi Terhadap Kasus Bullying


Solusi untuk orang tua/wali jika anaknya menjadi korban
1) Satukan Persepsi dengan Istri/Suami.
2) Pelajari dan Kenali Karakter Anak Kita
3) Jangan Terlalu Cepat Ikut Campur
4) Masuklah di Saat yang Tepat
5) Bicaralah dengan Orang yang Tepat
6) Jangan Ajari Anak Lari dari Masalah
7) Jangan Larut dalam Emosi
Penanganan untuk anak yang menjadi pelaku Bullying:
1) Segera ajak anak bicara mengenai apa yang ia lakukan.
2) Cari penyebab anak melakukan hal tersebut.
3) Posisikan diri untuk menolong anak dan bukan menghakimi anak.
Pencegahan Bullying Secara Preventif :
1) Sosialisasi antibullying kepada siswa, guru, orang tua siswa, dan segenap
civitas akademika di sekolah.
2) Penerapan aturan di sekolah yang mengakomodasi aspek antibullying
3) Membuat aturan anti bullying yang disepakati oleh siswa, guru, institusi
sekolah dan semua civitas akademika institusi pendidikan/ sekolah.
4) Penegakan aturan/sanksi/disiplin sesuai kesepakatan institusi sekolah dan
siswa, guru dan sekolah, serta orang tua dan dilaksanakan sesuai dengan
prosedur pemberian sanksi.
5) Membangun komunikasi dan interaksi antarcivitas akademika.
6) Meminta Depdiknas memasukkan muatan kurikulum pendidikan nasional
yang sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif anak/siswa agar tidak
terjadi learning difficulties.
7) Pendidikan parenting agar orang tua memiliki pola asuh yang benar.
8) Mendesak Depdiknas memasukkan muatan kurikulum institusi pendidikan
guru yang mengakomodasi antibullying.
9) Muatan media cetak, elektronik, film, dan internet tidak memuat bullying
dan mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengawasi siaran yang
memasukkan unsur bullying.

2.8 Pengertian harga diri rendah


Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan
diri (Keliat, Akemat, 2010, p. 83). Patricia D. Barry dalam Mental Health and
Mental Illnes (2003) dikutip dari Yosep dan Sutini (2014) menyebutkan bahwa harga
diri rendah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak diterima lingkungan dan
gambaran-gambaran negatif tentang dirinya. Dari pengertian tersebut penulis

5
menyimpulkan bahwa harga diri rendah adalah perasaan negatif individu tentang
dirinya sendiri sehingga individu tersebut menganggap dirinya tidak berguna lagi di
lingkungan.

2.9 Rentang Respon


Respon adaptif Respon maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kekacauan Depersonalisasi


diri positif rendah identitas

Gambar 2.1 Rentang respon konsep diri (Fitria, 2009, p. 7)

Berdasarkan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut (Prabowo, 2014, p. 102):


a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapinya.
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif
dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat
diterima.
2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman
yang positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif
maupun yang negatif dari dirinya.
b. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia tidak
mampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai
dirinya yang negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
2) Kekacauan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga
tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) yaitu mempunyai kepribadian
yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara
intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan
baik dengan orang lain.

2.8 Penyebab HDR


Berdasarkan hasil riset Malhi (2008, dalam http://www.tqm.com) penyebab
terjadinya harga diri rendah adalah pada saat kecil sering disalahkan, jarang diberi
pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya
kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Harga diri rendah
muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih
kemampuannya.

6
BAB III
METODE PENGAMBILAN DATA

Pengelolaan data menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh secara
langsung dari subjek penelitian melalui wawancara dan observasi.
Teknik pengambilan sample menggunakan cara convenience sampling method
(non probability sampling technique) dimana subjek dipilih karena kemudahan atau
keinginan penulis.
Subjek penelitian yang dipilih yaitu, pertama siswa SDN S yang berasal dari
Madura khususnya yang pernah mengalami bullying. Kedua, siswa Jawa SDN S
sebagai pelaku yang pernah melakukan bullying.
Tampilan data pada penelitian ini akan disajikan dalam bentuk teks naratif.
Setelah menyajikan data, maka langkah selanjutnya yaitu penarikan kesimpulan dan
verifikasi.

7
BAB IV
PEMBAHASAN

Praktik kekerasan di sekolah atau juga sering disebut dengan bullying terjadi di
SDN S. Praktik bullying dilakukan oleh siswa Jawa terhadap siswa asal Madura
yang dalam kehidupan sehari-hari menggunakan bahasa Madura. Praktik bullying ini
dapat terjadi karena prasangka dan faktor perbedaan budaya antara kedua kelompok
siswa tersebut. Siswa yang berbahasa Jawa merupakan siswa mayoritas di SDN S,
sehingga menjadikan mereka kelompok yang mendominasi di sekolah. Siswa yang
berasal dari Madura merupakan kelompok minoritas dan selalu menjadi sasaran
praktik bullying di sekolah. Perbedaan budaya ini menimbulkan praktik bullying di
kalangan pelajar SDN S.
Budaya dari siswa asal Madura tidak boleh dibawa di sekolah, mereka harus
berperilaku layaknya kelas dominan, yaitu siswa Jawa. Berbahasa Jawa bukanlah
budaya mereka. Siswa Jawa akan melakukan praktik bullying berupa intimidasi,
ejekan, hinaan, cemoohan, bahkan pertengkaran kepada siswa asal Madura jika
membawa budaya mereka di sekolah. Pada saat siswa asal Madura berbicara
menggunakan bahasa Madura di sekolah dan terdengar oleh siswa Jawa, mereka
akan langsung mengejek dan mencemooh bahasa yang digunakan oleh siswa asal
Madura.
Secara tidak sadar siswa Jawa sering mengucapkan kalimat-kalimat kasar
dengan nada menghina yang ditujukan kepada siswa asal Madura. Kalimat-kalimat
tersebut seperti Oh Meduro, wes elek, plonga-plongo sisan yang berarti siswa dari
Madura sudah jelek, dan bodoh. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang dan diikuti
oleh siswa Jawa lainnya.
Bahasa daerah yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari siswa SDN "S
merupakan modal budaya yang dibawa di sekolah. Mulai dari untuk percakapan
antara keluarga, dan orang lain. Bahasa bukan hanya digunakan untuk sekedar
berkomunikasi biasa, namun juga digunakan untuk menundukkan orang lain. Siswa
Jawa mengejek siswa asal Madura menggunakan bahasa Jawa dengan sebutan
duro. Hal ini menunjukkan bahwa siswa Jawa mengucapkan kalimat tersebut
adalah untuk mengejek siswa asal Madura.
Bentuk-bentuk bullying berupa ejekan, cemoohan, hinaan, pengucilan, dan
intimidasi termasuk dalam kategori bullying verbal. Perlakukan bullying tersebut
menyebabkan adanya rasa ketidaknyamanan pada korban. Siswa asal Madura
merasakan ketidaknyamanan saat berada bersama dengan siswa Jawa dan lebih
memilih untuk mengindar dari siswa Jawa. Pada umumnya anak laki-laki lebih
banyak menggunakan bullying langsung (fisik) daripada bullying verbal. Namun
disini bullying yang dilakukan adalah bullying verbal oleh siswa Jawa kepada siswa
Madura. Hal ini dapat menimbulkan rasa terluka secara psikologis sehingga dapat
mempengaruhi self-esteem siswa Madura yang menyebabkan harga diri rendah dan
bisa mengakibatkan isolasi sosial/ pengasingan terhadap diri sendiri.

Pembahasan Hasil Analisis


Hasil penelitian ini dibahas berdasarkan hasil analisis data terjadinya bentuk-
bentuk bullying yang terjadi di kalangan pelajar sekolah. Bentuk-bentuk praktik
bullying yang terjadi di SDN S antara siswa Jawa dengan siswa asal Madura yang
memiliki ciri khas berbahasa Madura yaitu bullying verbal. Bentuk bullying verbal

8
yang terjadi yaitu dengan melakukan berupa ejekan, cemoohan, hinaan, pengucilan,
dan intimidasi. Siswa Jawa membuat julukan untuk siswa asal Madura dengan
Duro, elek, plonga-plongo, yang berarti siswa asal Madura jelek dan bodoh.
Temuan ini diperkuat oleh studi yang dilakukan dilakukan oleh Lawrence
Odumah (2013), berasal dari Social Studies Department, University of Education-
Winneba, Ghana. Penelitian ini bejudul Investigating Bullying as a Violation of
Human Rights among Students in Ghanaian Senior High Schools atau Investigasi
Bullying sebagai Pelanggaran HAM di kalangan Siswa SMA di Ghana. Bentuk-
bentuk praktik bullying yang terjadi yaitu bullying fisik dengan memukul dan
meninju. Bullying verbal seperti penghinaan, menggoda, dan berbicara kasar.
Beberapa siswa juga menjadi korban cyberbullying, seperti menginimidasi melalui
situs media sosial. Perbedaan hasil temuan pada penelitian terdahulu dengan
penelitian saat ini yaitu terletak pada ditemukan bentuk bullying lainnya seperti
cyberbullying sedangkan pada penelitian saat ini tidak ditemukan adanya
cyberbullying melaikan hanya bentuk bullying verbal

9
DAFTAR PUSTAKA

Andina, Elga. 2014. Kajian Singkat Info Terkini : Budaya Kekerasan Antar Anak Di
Sekolah Dasar. Vol. VI, No. 09/I/P3DI/Mei/2014
Wiyani, Novan A. 2012. Save Our Children From School Bullying. Jogjakarta: Ar-
ruzz Media.
Damayanti, Nurlaela. 2013. Pengaruh Teknik Self Control Untuk Mengurangi
Perilaku Bullying Pada Siswa Tunalaras Di Slb E Prayuwana
Yogyakarta. Universitas Pendidikan Indonesia.
Dwipayanti, A.S dan Indrawati, R.I. 2014. Hubungan Antara Tindakan Bullying
dengan Prestasi Belajar Anak Korban Bullying pada Tingkat Sekolah Dasar. Jurnal
Psikologi Udayana. Vol. 1, No. 2, 251-260. Program Studi Psikologi, Fakultas
Psikologi, Universitas Udayana
Elaine Guiney. 2011. Parenting Positively : Helping teenagers to cope with
Bullying. Ireland : Family Support Agency and Barnados
Eriksen, Tine Louise Mundbjerg. 2012. The Effects of Bullying in Elementary
School. Discussions paper No. 6718. Germany : The Institute for the Study of Labor
(IZA).
Hymel, Dr. Shelley and Swearer, Dr. Susan. 2009. Bullying At School an d Online:
Quick Factes.Education Special Edition. American Assositation of School
Administrations.
Tisna Rudi. 2010. Informasi Perihal Bullying. Edisi Maret 2010. Indonesian Anti
Bullying
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak Tanggal 22 Oktober 2002
Odumah, Lawrence. 2013. Investigating Bullying as a Violation of Human Rights
among Students in Ghanaian Senior High Schools. Jurnal Research on Humanities
and Social Sciences. Vol.3, No.17, 2013. Ghana, Social Studies Departement,
University of Education-Winneba

10

Anda mungkin juga menyukai