Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bullying

1. Pengertian bullying

Bullying (dikenal sebagai penindasan/risak dalam bahasa

indonesia) merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang di

lakukan dengan sengaja oleh satu atau sekelompok orang yang lebih kuat

atau berkuasa terhadap orang lain, bertujuan untuk menyakiti dan di

lakukan secara terus menerus (Wardhana, 2015).

Menurut Fitria (2015) bullying berasal dari kata bully yang artinya

penggertak atau orang yang menganggu orang lain yang lemah Bullying

secara umum juga di artikan sebagai perpeloncoan, penindasan,

pengucilan, pemalakan, dan sebagainya. Kesimpulanya bullying adalah

tindakan, sedangkan bully adalah pelakunya Definisi bullying sendiri,

menurut komisi Nasional perlindungan anak adalah kekerasan fisik dan

psikologis berjangka panjang dan di lakukan seseorang atau kelompok

terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri.

Salah satu fenomena pelanggaran aturan yang menyita perhatian di

dunia pendidikan saat ini adalah kekerasan sekolah yang dilakukan oleh

antar siswa. Aksi tawuran dan kekerasan (bullying) yang dilakukan oleh

siswa di sekolah

11
semakin banyak diberitakan di halaman media cetak maupun

elektronik. Hal ini membuktikan bahwa nilai-nilai kemanusiaan pada

remaja telah hilang (Wiyani, 2012).

Bullying merupakan suatu kekerasan fisik dan psikolog yang

berjangka panjang yang di lakukan oleh seseorang atau sekelompok orang

terhadap individu yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi di

mana keinginan untuk melukai atau mengikuti orang membuwat orang

tertekan, trauma atau depresi dan tidak berdaya (KPAI, 2014).

2. Bentuk-bentuk bullying

Klasifikasi bullying menurut Sejiwa (2008) dalam Zakiyah (2017) adalah :

a. Bullying fisik, misalnya memukul, mendorong, menendang,memalak,

mencubit, merusak barang milik orang lain mengambil barang milik

orang lain secara paksa serangan fisik langsung lebih sering terjadi

pada anak laki laki, sedangkan bentuk tidak langsung lebih umum

terjadi pada anak perempuan.

b. Bullying verbal, misalnya berkata kasar, mengejek, menertawakan,

memanggil dengan nama julukan yang tidak di senangi (name calling)

dan mengancam.

c. Bullying mental, misalnya mengucilkan, mengabaikan, menyebarkan

gosip yang tidak benar, memandang sinis, mencibir dan meneror.

Sedangkan Riauskina dkk., (2005) dalam Salsabiela (2010)

mengelompokkan perilaku bullying ke dalam lima kategori;

a. Kontak fisik langsung (memukul. Mendorong, menggigit,

Pengaruh Parenting Training…, FITRI ISNAWATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan,

mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-

barang yang dimiliki orang lain).

b. Kontak verbal langsung (mengancam, mempermalukan,

merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama, sarkasme,

merendahkan, mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki,

menyebarkan gosip).

c. Perilaku non-verbal langsung (melihat dengan sinis, menjulurkan

lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek,

atau mengancam; biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal).

d. Perilaku non-verbal tidak langsung (mendiamkan seseorang,

memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja

mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng).

Pelecehan seksual (kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau

verbal).

3. Jenis Jenis Perilaku Bullying

Tindakan bullying ada 2 (dua) yaitu bullying fisik dan bullying non

fisik.

a. Bullying fisik

Bullying fisik adalah bullying yang di lakukan secara langsung dan

di lakukan yang mengarah ke anggota fisik korban, beberapa dari

tindakan bullying fisik adalah berupa memukul, menendang,

mendorong, menjambak, mencubit, adapun selain dari beberapa


tindakan bullying tersebut termasuk bullying fisik adalah mencekik,

meninju, mencakar dan meludah anak yang jadi korban bullying

(Dewi, 2014).

b. Bullying non fisik

Bullying non fisik ini di bagi menjadi dua yaitu bullying verbal dan

non verbal, bullying verbal adalah kontak verbal secara langsung.

Beberapa tindakan bullying verbal seperti mengancam,

mempermalukan, merendahkan. Bullying non verbal adalah perilaku

yang non verbal atau tidak langsung contohnya seperti memanipulasi

persahabatan hingga retak, mendiamkan seseorang sehingga orang

tersebut menjadi terpojokan, dan sengaja menghancurkan seseorang.

Bullying tersebut menjadi terpojokan dan sengaja mengucilkan

seseorang. Bullying verbal yang sering terjadi dan yang sengaja di

lakukan oleh pelaku secara terus menerus dengan tujuan untuk melukai

korban dan membuat tindakan tidak nyaman (Kurniawati, 2015).

c. Bullying Relasional

Bullying relasional ini merupakan bentuk lain dari tindakan bullying.

Adapun bentuk lain selain bullying relasional adalah cyberbullying.

Bullying relasional ini dapat menyebabkan korbanya merasa

tersaingkan atau terkucilkan secara sosial dengan cara pelaku

mendeskripsikan korban berdasarkan ras, ketidakmampuan korban

sehinggga muncul harga diri yang lemah dan etnik. Selain ini juga

jenis bullying ini di gunakan pelaku untuk mengabaikan, menolak, atau


menghindari korban untuk masuk di dalam pergaulan (Coloroso dalam

Dewi, 2014).

d. Cyberbullying

Cyberbullying merupakan suatu bentuk tindakan bullying yang

terjadi di dunia cyberbullying atau internet yang di lakukan oleh teman

sebaya mereka. Tindakan bullying ini sering di alami oleh anak anak

dan remaja dengan berbagai cara yang akan membuwat korban malu,

tindakan tersebut seperti mengunggah gambar maupun mengirim pesan

yang bersifat mengancam yang akan membuwat korban di lecehkan

dan di hina (Patchin & Hinduja, 2012). Para pelaku cyberbullying ini

juga menganggap jika melakukan bullying lewat internet ini pihak

sekolah tidak akan tahu dan orang tua pun tidak akan tahu, karena bagi

orang tua maupun orang dewasa yang tidak mengerti dunia internet

maka akan sulit memantau apa saja yang di lakukan anak nya di dunia

internet (Dewi, 2014).

4. Karakteristik perilaku bullying

Menurut Orpinas dan Horne (2006) dalam Rachman (2014)

menyebutkan bahwa terdapat beberapa karakteristik dalam bullying yang

mana dari beberapa karakteristik tersebut terdapat gap karena adanya

ketidakseimbangan kekuasaan. Karakteristik tersebut adalah (1) pelaku

pelaku merupakan orang yang melakukan tindakan intimidasi baik dalam

bentuk mengucilkan, mempengaruhi orang lain untuk membenci individu

yang di bully, menyakiti fisik dengan mendorong memukul serta agresi


verbal berupa ejekan. Adapun ciri ciri pelaku tindakan bullying adalah

agresif baik secara verbal maupun non verbal, adanya keinginan untuk di

anggap popular sehingga sering memunculkan perilaku neratif, memiliki

rasa dendam dan iri hati sering merasa cemas dan kurang nya keterampilan

sosial.

Karakteristik perilaku bullying adalah aktifitas yang sadar, di sengaja

dan keji yang di maksudkan untuk melukai, menanamkan ketakutan

melalui ancaman agresi lebih lanjut. Seperti hasil penelitian para ahli,

antara lain oleh Fauziah (2018) bahwa perilaku bullying yang banyak di

lakukan di sekolah umumnya mempunyai tiga karakteristik yang

terintegrasi sebagai berikut a). Ketidakseimbangan kekuatan perilaku yang

di tunjukan pelaku melibatkan ketidakseimbangan kekuatan sehingga

menimbulkan perasaan tertekan pada korban. Pelaku bullying biasanya

merupakan orang yang lebih tua, lebih besar, lebih kuat, lebih dari ras

yang berbeda b). Perilaku agresi yang menyenangkan bullying

menyebabkan kepedihan emosional dan luka fisik, adanya tindakan untuk

dapat melukai, dan menimbulkan rasa seneng di hati pelaku saat

menyaksikan penderitaan korban pada saat di bully.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Bullying

Bullying dapat terjadi karena kesalahpahaman yang melibatkan

prasangka antar pihak yang berinteraksi. Bullying bukanlah merupakan

suatu tindakan yang kebetulan terjadi, melainkan di pengaruhi oleh

berbagai faktor. Perilaku bullying sebagai konflik interpersonal yang


paling terjadi. Menurut Wahyuni dan Adiyanti (2010), faktor yang

mempengaruhi individu melakuakan bullying yaitu :

a. Faktor Keluarga

Faktor interaksi dalam keluarga berperan penting dalam

perkembangan psikologi anak yakni dengan pola asuh yang di terapkan

oleh orang tua terhadap anak, dan ketika anak mencapai usia remaja

maka anak akan memiliki persepsi sendiri terhadap pola asuh orang

tuanya tersebut. dominasi yang akan di berikan orang tua terhadap

anaknya memungkinkan anak akan memodelkan perilaku tersebut

terhadap teman teman mereka. Dengan kata lain, pola asuh orang tua

yang otoriter memberikan pengaruh besar bagi anak melakukan

perilaku bullying.

b. Pola asuh keluarga

Pola asuh keluarga memiliki kaitan dengan perilaku bullying,

perilaku bullying biasanya merupakan anak dari orang tua yang

menerapkan di siplin, cenderung menolak, bermusuhan, memiliki

keterampilan menyelesaikan masalah yang buruk, permisif terhadap

perilaku anak,serta mengajarkan anak untuk menyerang atau membalas

jika mendapat provokasi. Bullying di makna anak sebagai sebuah

kekuatan untuk melindungi diri dari lingkungan yang mengancam

(Veenstra et. al, 2005 dalam Kurniati, 2014).


c. Keharmonisan keluarga

Orang tua adalah sumber pengaruh terkait dengan perilaku

bullying pada remaja. Praktek orang tua yang positif seperti

kehangatan keluarga atau dukungan bisa melindungi remaja dari

keterlibatan bullying baik sebagai penganggu maupun korban (Wong

et al, 2009)

d. Jumlah saudara

Jumlah saudara juga memiliki hubungan dengan perilaku bullying

yang berasal dari keluarga yang besar memiliki pengalaman yang lebih

banyak dalam bullying antara saudara di bandingkan dengan remaja

yang berasal dari keluarga yang relatif kecil. Bullying antar saudara

terjadi dalam waktu yang lama membuat anak menganggap reilaku

bullying sebagai sesuatu yang normal dan di terima (Veenstra et al,

2005 dalam Kurniati, 2014).

e. Karakteristik internal individu

Karakter individu melakukan perilaku bullying seperti dendam

atau iri akibat dari pengalaman masa lalu, kemudian adanya semangat

ingin menguasai korban dengan kekuatan fisik dan daya tarik seksual

dan untuk meningkatkan popularitas pelaku di kalangan teman

sepermainan. Sejalan dengan pernyataan di atas, penelitian ini 38%

responden (buliies) menyatakan mereka melakukan bullying karena

mereka ingin membalas dendam setelah menjadi korban bullying

(Wahyuni dan Adityani, 2010).


Menurut Ariesto (2009) faktor faktor yang mempengaruhi bullying yaitu :

a. Keluarga

Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah :

orang tua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan, atau

situasi rumah yang penuh stress, agresi, dan permusuhan. Anak akan

mempelajari perilaku bullyingketika mengamati konflik konflik yang

terjadi pada orang tua mereka, dan kemudian menirunya terhadap

teman temanya. Jika tidak ada konsekuensi yang tegas dari lingkungan

terhadap perilaku agresif itu dapat meningkatkan status dan kekuasaan

seseorang” dari sini anak mengembangkan perilaku bullying.

b. Kondisi lingkungan sosial

Kondisi lingkungan sosial dapat pula menjadi penyebab timbulnya

perilaku bullying. Salah satu faktor lingkungan sosial yang

menyebabkan tindakan bullying adalah kemiskinan. Mereka yang

hidup dalam kemiskinan akan berbuat apa saja demi memenuhi

kebutuhan hidupnya, sehingga tidak heran jika di lingkungan sekolah

sering terjadi pemalakan antar siswa.

c. Tayangan televisi dan media cetak

Televisi dan media cetak membentuk perilaku bullying dari segi

tayangan yang mereka tampilkan.


6. Dampak Perilaku bullying

Perilaku bullying menimbulkan dampak korban dan pelakunya.

Bullying dapat membuat siswa merasa cemas dan ketakutan,

mempengaruhi konsentrasi belajar di sekolah dan menuntut mereka untuk

menghindari sekolah. Bila bullying berlanjut dalam jangka waktu lama,

dapat mempengaruhi self esteem siswa, meningkatkan isolasi sosial,

memunculkan perilaku menarik diri, menjadikan remaja rentang terhadap

stress dan depresi, serta rasa tidak aman berada di lingkungan sekolah.

Dalam kasus yang lebih ekstrim, bullying dapat mengakibatkan remaja

tersebut nekat bahkan bisa membunuh atau melakukan bunuh diri.

Dampak bagi pelaku bullying pada umunya para pelaku ini memiliki

rasa percaya diri bahwa yang tinggi denagan harga diri yang tinggi pula,

cenderung terhadap kekerasan, tipikal orang berwatak keras, mudah marah

dan implusive, toleransi yang rendah terhadap frustasi. Para pelaku

bullying ini memiliki kebutuhan kuat untuk mendominasi orang lain dan

kurang berempati terhadap tergetnya.

Siswa akan terperangkap dalam perilaku bullying, tidak dapat

mengembangkan hubungan yang sehat, kurang cakap untuk memandang

dari perspektif lain, tidak memiliki empati serta menganggap dirinya kuat

dan di sukai sehingga dapat mempengaruhi pola hubungan sosial di masa

akan datang. Efek jangka panjang bagi pelaku bullying adalah pelaku akan

mudah menjadi kriminal (Psychologymania, 2012).


7. Penanganan dan Pencegahan bullying

Peran anggota keluarga dalam pencegahan bullying, komunikasi

keluarga memiliki peranan besar dalam pencegahan perilaku bullying bagi

anak. Hasil penelitian yang telah di lakukan menunjukan ada beberapa hal

yang harus di lakukan dalam komunikasi keluarga sebagai pencegahan

perilaku bullying bagi anak. Hal yang harus di tekankan dan di praktekan

adalah empati dalam hubungan keluarga, antara mama papa, antara orang

tua dan anak, serta antara kakak dan adik. Dalam penelitian ini, peneliti

mengambil informan adalah orang tua, karena peneliti ingin mengetahui

proses komunikasi keluarga yang terjadi sehingga menyebabkan perilaku

bullying tersebut. Padahal komunikasi keluarga merupakan pondasi yang

utama dan pertama untuk menyelamatkan anak ank dari prilaku bullying

ini.

Adapun komunikasi keluarga dalam pencegahan perilaku bullying

bagi anak menurut Melia (2016) sebagai berikut :

a. Respek

Dalam penelitian ini, hal ini menjadi penting untuk di terapkan

dalam komunikasi keluarga untuk mencegah perilaku bullying bagi

anak. Komunikasi harus di awali dengan sikap saling menghargai

(respectfull attit lainya menangani pengasuhan orang tua dalam

mendidik anaknya agar terhindar dari perilaku bullying menjadi hal

yang sangat penting. Empati adalah kemampuan untuk menempatkan

diri dari kita pada situasi dan kondisi yang di hadapi orang lain. Syarat
utama dari sikap empati adalah kemampuan untuk mendengar dan

mengerti orang lain, sebelum di dengar dan di mengerti orang lain.

Orang tua baik tidak akan menuntut anaknya untuk mengerti

keinginanya, tapi ia akan berusaha memahami anak atau pasanganya

terlebih dahulu. Ia akan membuka dialog dengan mereka, mendengar

keluhan dan harapanya. Mendengarkan di sini tidak hanya melibatkan

indera saja, tapi melibatkan pula mata hati dan perasaan. Cara seperti

ini dapat memunculkan rasa saling percaya dan keterbukaan dalam

keluarga.

b. Audibel

Audibel berarti “dapat di dengarkan” atau bisa di mengerti dengan

baik. Di sinilah intisari di lakukanya komunikasi keluarga.ketika anak

anak dapat di mengerti dan di dengarkan ini merupakan penghargaan

penting bagi mereka. Sebuah pesan harus dapat di sampaikan dengan

cara atau sikap yang bisa di terima oleh si penerima pesan.

Komunikasi keluarga memegang peranan penting dalam mencegah

perilaku bullying bagi anak. Misalnya saja, ada sedikit keisengan kecil

yang di lakukan seorang kakak kepada adiknya. Kenakalan kecil yang

selalu ia lakukan pada saudaranya. Hal ini dapat membangkitkan

monster yang terjadi di rumah, jitakan kecil dari sang kakak,

ketidakpedulian sang ayah, kenakalan dari sang kakak dari sang adik.

Segala sesuatu yang tidak pernah di sadari membuat perilaku bullying

ini tumbuh dalam jiwa anak.


B. Keluarga

1. Pengertian

Keluarga sebagai salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi

tumbuh kembang anak. Keluarga atau orang tua, khususnya ibu,

merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi seseorang anak

balita, peran seseorang ibu dalam pengasuhan anak dan pemberian

stimulasi pada anak sangat besar. Interaksi antara anak dan orang

tua,terutama peranan ibu sangat bermanfaat bagi proses

perkembangan anak secara keseluruhan karena orang tua dapat segera

mengenali proses perkembangan anaknya dan sedini mungkin untuk

memberikan stimulasi pada tumbuh kembang anak secara

menyeluruh. (Soetjiningsih, 2012).

Keluarga adalah sebagai sistem sosial yang terdiri atas suatu

rangkaian bagian yang sangat saling bergantung dan di pengaruhi baik

struktur internal maupun eksternalnya, keluarga terdiri atas

sekelompok orang yang mempunyai ikatan perkawinan,keturunan

atau hubungan sedarah dan ikatan adopsi. Anggota keluarga biasanya

hidup bersama sama dalam satu rumah tangga atau jika mereka hidup

secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga sebagai

rumah mereka yang berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lainya,

dalam peran peran sosial keluarga. Keluarga sama sama menggunakan

kultur yang sama yaitu kultur yang di ambil dari masyarakat dengan

ciri unik tersendiri (Burgess, 1963 dalam Mubarak, 2011).


2. Tipe keluarga

Tipe atau bentuk keluarga terdiri dari individu individu dengan

status sosial yang telah di kenal dan posisi interaksi atau sama lain

secara teratur mempunyai tempat tinggal tetap pada konteks

keilmuwan dan orang yang mengelompokkan. Secara tradisional

keluarga (Suprajitno, 2004). Tipe keluarga di kelompokan menjadi 2,

yaitu:

a. Keluarga inti (nuclear family)

Keluarga inti adalah keluarga yang di bentuk karena ikatan

perkawinan yang di rencanakan hanya terdiri ayah,ibu,dan anak

yang di peroleh dari keturunan atau adopsi atau keduanya.

b. Keluarga besar (extended family)

Keluarga besar adalah keluarga inti di tambah anggota keluarga

lain masih mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman,

bibi, keponakan, saudara).

3. Peran Keluarga

Semua orang dewasa yang menjadi orang tua membawa sikap

tertentu terhadap peranan ayah dan ibu untuk menuntut anaknya

memenuhi harapan tertentu dan sikap tertentu pula, gagasan ini sangat

di pengaruhi oleh pengalaman masa kecil dan oleh gagasan,model,dan

kepercayaan yang di anut oleh setiap kebudayaan tentang anak anak.

Asuh dan asih menyebabkan konstitusi anak atu fungsi organ organ

tubuh, terutama otak, menjadi dengan demikian amak dapat mencerna


asah (stimulasi mental) yang di sediakan dengan demikian berjalanlah

proses berkembangan secara optimal (Hariweni, 2003).

Menurut Harnilawati (2013) setiap anggota keluarga mempunyai

peran masing masing. Peran ayah yang sebagai pemimpin keluarga

yang mempunyai peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung

atau pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan

juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Peran ibu

sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak anak,

pelindung keluarga dan juga sebagai angota masyarakat sosial

tertentu. Sedangkan peran anak sebagai pelaku psikososial sesuai

dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual.

Menurut Friedman (2010) peran di kategorikan menjadi 2 yaitu

peran formal dan peran informal. Peran formal adalah serangkaian

perilaku yang di harapkan dan bersifat homogen atau eksplisit atau

bisa di katakan peran nampak jelas misalnya peran yang ada dalam

keluarga yaitu peran sebagai suami, istri, anak. Peran informal adalah

peran yang bersifat implisit yang biasanya tidak tampak jelas ke

permukaan dan dimainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan

kebutuhan emosional, individu, dan atau untuk menjaga

keseimbangan dalam keluarga. Peran informal memiliki tuntutan yang

berbeda, tidak terlalu di dasarkan pada usia,ataupun jenis kelamin,

melainkan lebih di dasarkan pada atribut atribut personalitas.


4. Tugas keluarga tahap perkembangan remaja

Menurut Harnilawati (2013) bahwa tugas perkembangan

keluarga dengan anak remaja, yaitu;

a. Pengembangan terhadap remaja (memberikan kebebasan yang

seimbang dan bertanggung jawab mengingat remaja adalah

seorang yang dewasa muda dan mulai memiliki otonom).

b. Memelihara komunikasi terbuka (cegah gep komunikasi).

c. Memilihara hubungan intim dalam keluarga.

d. Mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan anggota

keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota

keluarga.

5. Fungsi keluarga

Fungsi keluarg secara umum Friedman (1998) dalam

Hernilawati (2013), yaitu;

a. Fungsi afektif (The affective function)

Fungsi afektif adalah fungsi keluarga yang utama atau berkaitan

dengan kasih sayang dan berhubungan erat dengan fungsi internal

keluarga untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan

anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini di

butuhkan untuk perkembangan individu,dan psikososial anggota

keluarga lainya. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak

pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota

keluarganya.
b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi

Sosialisasi adalah proses pengembangan dan perubahan yang di

lalui individu, yang menghasilkan interaksi soasial. Sosialisasi di

mulai sejak lahir. Jadi fungsi sosialisasi adalah fungsi

mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan

sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan

orang lain di luar rumah. Keluarga merupakan tempat individu

untuk belajar bersosialisasi, misalnya anak yang baru lahir akan

menatap ayah, ibu, dan orang orang yang di sekitarnya. Saat

beranjak balita anak mulai belajar bersosialisasi dengan

lingkungan sekitar meskipun demikian keluarga tetap berperan

penting dalam bersosialisasi. Keberhasilan perkembangan individu

dan keluarga di capai dalam interaksi antar hubungan anggota

keluarga yang di wujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga

belajar disiplin, belajar norma norma, budaya dan perilaku melalui

hubungan dan interaksi keluarga.

c. Fungsi ekonomi

Fungsi ekonomi merupakan fungsi afektif keluarga untuk

memenuhi kebutuhan secara seluruh anggota keluarga secara

ekonomi individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi

kebutuhan keluarga seperti memenuhi kebutuhan makan, pakaian,

dan tempat tinggal. Banyak pasangan yang bercerai karena

penghasilan yang tidak seimbang antara suami dan istri.


C. Kemampuan Keluarga Dalam Stimulasi Tumbuh Kembang anak

Korban Bullying.

1. Pengertian stimulasi

Stimulasi adalah perangsangan yang datangnya dari lingkungn

dan orang tua memiliki peranan besar dalam memberikan stimulasi

dan mengembangkan pola asuh anak. Berinteraksi dan perhatian yang

cukup dari orang tua akan menstimulasi otak anak, sehingga

menyebabkan sinapsis tumbuh dan memperkuat hubungan antar sel

otak.stimulasi adalah rangsangan rangsangan atau stimulus yang

memberikan kepada anak oleh lingkungan sekitarnya, terutama orang

tua,agar anak bisa tumbuh dan berkembang denag baik (Soetjiningsih,

2015).

Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak

umur 0 sampai 6 tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara

anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak perlu

mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus pada

setiap kesempatan. Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan

penyimpangan tumbuh kembang anak bahkan gangguan yang

menetap. Kebutuhan stimulasi ini sangat membantu dalam proses

pembelajaran dan pencapaian dalam pertumbuhan dan perkembangan

secara optimal. Stimulasi ini dapat berupa latihan atau bermain main.

Jadi stimulus sebagai perangsangan dan dorongan yang berasal dari

luar individu anak yang dapat berupa latihan latihan untuk


meningkatkan kepandaian anak. Kehidupan seseorang anak sangat di

pengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, maupun genetik. Dari

faktor lingkungan salah satu faktor yang berpengaruh adalah

pengetahuan orang tua terutama ibu tentang stimulasi perkembangan.

Stimulasi perkembangan anak sangat penting. Perkembangan anak

yang mendapat stimulasi, perkembangan di harapkan orang tua yang

telah memiliki pengetahuan tentang stimulasi dapat mengaplikasikan

dalam memberikan stimulasi perkembangan (Fitria, 2015).

Stimulus yaitu kegiatan merangsang kemampun dasar anak agar

tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak perlu mendapat

stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap

kesempatan yang dapat di lakukan oleh ibu, ayah pengasuh maupun

orang orang terdekat dalam kehidupan sehari hari (Adika, 2014).

Dalam perkembangan anak, stimulasi merupakan kebutuhan

dasar stimulasi dapat berperan untuk meningkatkan fungsi sensorik,

mulai dari mendengar, meraba, melihat, merasa dan mencium.

Motorik, gerak kasar, halus, emosi sosial, bicara kognitif, mandiri dan

kreatifitas baik moral maupun kepemimpinan anak yang banyak

mendapatkan stimulasi akan lebih cepat berkembang dari pada anak

yang kurang atau bahkan tidak mendapatkan stimulasi (Hastuti, 2009).

Pemberian stimulasi yang teratur dan terus menerus akan

menciptakan anak yang cerdas, bertumbuh kembang dengan optimal,

mandiri serta memiliki emosi yang stabil, dan mudah beradaptasi,


pemberian stimulasi akan lebih efektif apabila memperhatikan

kebutuhan kebutuhan anak sesuai dengan tahap tahap

perkembanganya. Melalui stimulasi perasaan kasih sayang juga makin

memperkuat ikatan emosi ibu dan bayi, bahkan sampai anak tumbuh

dewasa (Soetjiningsih, 2015).

2. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang

a. Definisi Tumbuh Kembang

Tumbuh kembang merupakan manifestasi yang kompleks

dari perubahan morfologi, biokomia, dan fisiologi yang terjadi

sejak konsepsi sampai maturitas/dewasa. Anak selalu tumbuh dan

berkembang, hal ini yang membedakan dari orang dewasa

(Soetjiningsih, 2015).

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang

berbeda, namum keduanya tidak dapat berdiri sendiri dan saling

berkaitan satu sama lain. Pertumbuhan (growth) adalah perubahan

yang bersifat kuntitatif, yaitu bertambahnya jumlah, ukuran,

dimensi pada tingkat sel, organ, maupun individu. Pertumbuhan

fisik dapat dinilai dengan ukuran berat (gram, kilogram), ukuran

panjang (cm, meter), umur tulang, dan tanda-tanda seks sekunder

(IDAI, 2012).

Perkembangan (development) adalah perubahan yang

bersifat kuantitatif dan kualitatif, yaitu bertambahnya kemampuan

(skil struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks. Termasuk


didalamnya perkembangan kognitif, bahasa, motorik, emosi, dan

perkembangan prilaku (Adriana, 2011).

b. Tahap tahap tumbuh kembang

1) Pada masa prenatal terjadi pembentukan struktur tubuh dasar

dan organ-organ. Pada fase ini merupakan pertumbuhan fisik

tercepat dalam rentan kehidupan anak. Anak sangat peka

terhadap lingkungan sekitar (IDAI, 2012).

2) Pada masa bayi dan masa anak dini semua panca indera sudah

berfungsi waktu lahir meskipun pada fase ini anak masih

tergantung pada orang lain. Pertumbuhan fisik dan

perkembangan motorik berlangsung sangat cepat, kemampuan

belajar meningkat terutama pada minggu pertama kehidupan.

Anak cenderung lekat terhadap orang tua atau benda lainnya

pada tahun pertama. Kesadaran diri berkembang pada tahun

kedua. Kemudian terjadi perkembangan bahasa dan

ketertarikan terhadap anak lainnya (IDAI, 2012).

3) Anak usia dini (early childhood) memiliki karakteristik

berbeda dengan usia sebelum dan sesudahnya, baik dalam

fisik-biologis, motorik, kognitif, moral, dan psikososialnya.

Oleh karena itu perlakuan dan pendidikan untuk anak usia dini

juga spesifik, di mana harus mempertimbangkan kesesuaian

dengan usia kronologis serta pertumbuhan dan

perkembangannya (Eti, 2015).


4) Pada masa prasekolah keluarga masih merupakan fokus dalam

kehidupannya, walau anak lain menjadi lebih penting. Terjadi

perkembangan keterampilan motorik kasar dan halus serta

kekuatan. Anak sudah mempunyai kemandirian dimana

mampu mengontrol diri serta merawat diri. Kreativitas dan

imajinasi menjadi lebih berkembang. Mulai tumbuh rasa

pengertian terhadap pandangan orang lain meskipun masih

bersikap egosentris.

5) Pada masa pra remaja anak mulai berfikir logis dan egosentris

berkurang. Memori dan kemampuan bahasa meningkat. Pada

fase ini kemampuan kognitif meningkat akibat sekolah formal.

Pertumbuhan fisik melambat tetapi kekuatan dan keterampilan

meningkat. Pada saaat masa remaja terjadi perubahan fisik

yang cepat dan jelas. Maturitas reproduktif dimulai. Pada fase

ini perkembangan dapat dipengaruhi oleh teman sebaya.

c. Faktor Faktor yang mempengaruhi Tumbuh kembang ada 2 :

1) Faktor Genetik/Internal

a) Perbedaan ras/etnik

Ras berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan

anak. Beberapa ras atau suku bangsa memiliki karakteristik

yang khas, misalnya bangsa asia memiliki tubuh yang

cenderung pendek atau kecil sedangkan bangsa eropa dan

amerika cenderung tinggi besar.


b) Keluarga

Berkaitan dengan genetik dalam suatu keluarga ada

kecenderugnan memiliki postur tubuh yang pendek atau

tinggi.

c) Umur

Pada masa prenatal merupakan tahun pertama kehidupan

dimana terjadi pertumbuhan yang sangat pesat.

d) Jenis Kelamin

Pada anak perempuan terjadi perkembangan fungsi

reproduksi yang lebih cepat. Tetapi, pada saat melewati

masa pubertas, perkembangan anak laki-laki akan lebih

cepat.

e) Genetik

Merupakan potensi yang akan menjadi ciri khas anak.

f) Kelainan Kromosom

Umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan seperti

syndrome down’s (Soetjiningsih, 2015).

2) Faktor Lingkungan/Eksternal (Soetjiningsih, 2015).

Faktor lingkungan dibagi menjadi 2, yaitu:

a) Faktor lingkungan pranatal

(1) Gizi ibu pada waktu hamil

Gizi ibu yang buruk sebelum terjadinya kehamilan

ataupun pada waktu sedang hamil, lebih sering


mengakibatkan abortus, BBLR (bayi berat lahir

rendah), hambatan pertumbuhan otak janin, dll.

(2) Mekanisme

Trauma dan cairan ketuban yang kurang dapat

menyebabkan kelainan bawaan pada bayi yang di

lahirkan.

b) Faktor lingkungan pascanatal :

(1) Ras/suku bangsa

(2) Jenis kelamin

(3) Umur

(4) Gizi

(5) Perawatan kesehatan

(6) Kerentanan terhadap penyakit

(7) Kondisi kesehatan kronis

(8) Fungsi metabolisme

c) Faktor fisik

(1) Cuaca, musim, keadaan geografis suatu daerah

(2) Sanitasi

(3) Keadaan rumah

(4) Radiasi

d) Faktor psikososial

(1) Stimulasi

(2) Motivasi belajar


(3) Ganjaran atau hukuman yang wajar

(4) Kelompok sebaya

(5) Stres

(6) Sekolah

(7) Cinta dan kasih sayang

(8) Kualitas interaksi anak-orang tua

e) Faktor keluarga dan adat istiadat

(1) Pekerjaan/pendapatan keluarga

(2) Pendidikan ayah/ibu

(3) Jumlah saudara

(4) Pola pengasuhan (Soetjiningsih, 2015)

D. Tugas Tumbung Kembang Anak Remaja Usia 12-18 Tahun .

Masa remaja dimulai pada usia 12-18 tahun. Remaja akan melalui tahap

perkembangan dimana meeka akan mencari identitas sesuai yang diharapkan.

Remaja akan menghabiskan waktunya dengan teman sebayanya serta

berupaya lepas dari dukungan orang tua (Darmadi, 2019).

Sesuai dengan pembagian usia remaja menurut Monks (2009) maka

terdapat tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses

menuju kedewasaan, disertai dengan karakteristiknya, yaitu :

1. Masa remaja awal (12-15 tahun)

2. Pada tahap ini, remaja masih merasa bingung dan mulai beradaptasi

terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-

dorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai


mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan

mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah

dengan berkurangnya pengendalian terhadap emosi.

3. Masa remaja madya (15-18 tahun)

4. Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada

kecenderungan narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan cara

lebih menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama

dengan dirinya. Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan.

5. Masa remaja akhir (18-21 tahun)

6. Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan

pencapaian :

a. Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelektual

b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang

lain dan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru .

c. Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi

d. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri)

e. Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat

umum

Menurut Havighurst (1961) dalam Hurlock (2010), tugas

perkembangan remaja usia 12-18 tahun meliputi:

1. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman

sebaya baik pria maupun wanita

2. Mencapai peran sosial pria, dan wanita

3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif


4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab

5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang

dewasa lainnya

6. Mempersiapkan karir ekonomi

7. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

8. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan

untuk berperilaku-mengembangkan ideologi.

E. Parenting Training

1. Definisi

Parenting training merupakan suatu cara orangtua untuk

mengajarkan pola interaksi dan relasi yang patut kepada anak atau cara

terbaik yang di tempuh oleh orangtua dalam mendidik anak sebagai

perwujudan rasa tanggung jawab kepada anak (Subakti, 2012).

Parenting training merupakan serangkaian interaksi antara

orangtua dan anak yang terus berlanjut, dimana proses tersebut

mempunyai perubahan kudua belah pihak, bahwa parenting terjadi

dalam sebuah konteks sosial yang menyediakan dukungan bagi orang

tua. Parenting adalah bagaimana cara mendidik orang tua terhadap

anak secara langsung maupun tidak langsung. Parenting menyangkut

semua perilaku orang tua sehari hari baik yang berhubungan dengan

anak maupun tidak. Yang dapat di tangkap maupun di lihat oleh ank

anaknya, dengan harapan apa yang di berikan kepada anak

(pengasuhan) akan berdampak positif bagi kehidupanya terutama bagi


agama,diri,bangsa,dan juga negaranya. Dapat pula di artikan sebagai

suatu tugas yang berkaitan dengan mengarahkan anak menjadi mandiri

di masa dewasanya secara fisik,dan psikologis (Shanock dalam

Garbarino & Benn, 2011).

Parenting training merupakan salah satu program dalam

penguatan kehidupan keluarga dan masyarakat indonesia, memberikan

salah satu penguatan dalam kehidupan masyarakat, terutama

perkembangan anak usia dini, masyarakat. Pendekatan yang tepat

dalam pendidikan keluarga di harapkan memberikan hasil berupa

penguatan untuk aksebilitas keluarga untuk meningkatkan kualitas

kehidupan melalui keluarga. Tidak hanya menggunakan pendekatan

ekonomi,melainkan dengan menggunakan pendekatan pendidikan

yang di harapkan jauh lebih mampu membentuk karakter masyarakat

indonesia ke depan (Ganevi, 2015).

2. Tipe Tipe Parenting training

a. Proses relasi, interaksi dan komunikasi antara orang tua dan anak.

Bentuk bentuk komunikasi dalam keluarga salah satunya adalah

komunikasi orang tua dengan anak, komunikasi yang terjalin

anatara orang tua dan anak dalam satu ikatan keluarga di mana

orang tua bertanggung jawab dalam mendidik anak, hubungan yang

terjalin anatara orang tua dan anak di sini bersifat dua arah di sertai

dengan pemahaman bersama terhadap sesuatu hal di mana antara

orang tua dan anak berhak menyampaikan pendapat, pikiran,


informasi atau nasehat (Prasetyo, 2011)

b. Peran orang tua dalam membentuk kepribadian anak

Keluarga adalah lingkungan yang pertama dan utama di kenal oleh

anak, jadi dalam lingkungan keluarga lah watak dan kepribadian

anak akan di bentuk yang sekaligus akan mempengaruhi

perkembanganya di masa depan. Apabila di kaitkan dengan hak

hak tugas dan tanggung jawab orang tua antara lain : 1) Sejak di

lahirkan mengasuh dengan kasih sayang, 2) Memelihara kesehatan

anak, 3) memberi alat alat permainan dan kesempatan bermain,4)

menyekolahkan anak sesuai dengan keinginan anak, 5)

memberikan pendidikan dalam keluarga, sopan santun, sosial,

mental dan juga pendidikan keagamaan serta melindungi tindak

kekerasan dari luar, 6) memberikan kesempatan anak untuk

mengembangkan dan berpendapat sesuai dengan usia

c. Melaksanakan pengasuhan (mengasuh dengan baik)

Pengasuhan atau di sebut juga Parenting adalah proses

menumbuhkan dan mendidik anak dari kelahiran anak hingga anak

memasuki usia dewasa. Tugas ini umumnya di kerjakan oleh ibu

dan ayah (orang tua biologis dari anak, namun bila orang tua

biologisnya tidak mampu melakukan pengasuhan, maka tugas ini di

ambil oleh kerabat dekat, kakak, nenek dan kakek. Orang tua

angkat. Agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik

maka di perlukan dua faktor yang saling berkaitan, yaitu interaksi


ibu dan anak secara timbal balik dan pemberian stimulasi dengan

demikian pengasuhan adalah bentuk interaksi dan pemberian

stimulasi dari orang dewasa di sekitar kehidupan anak (Satoto,

2012).

d. Memberikan perlindungan (Melindungi) secara total

Orang tua bertanggung jawab memenuhi kebutuhan anak guna

mengembangkan keseluruhan ekstensi anak, kebutuhan tersebut

meliputi kebutuhan biologis maupun kebutuhan psikologis seperti

rasa aman, di kasihi,di mengerti sehingga anak dapat tumbuh dan

berkembang ke arah harmonis.

Keterampilan pengasuhan sangat penting di miliki orangtua

untuk mengatur perilaku anak, ketika orang tua konsisten dan efektif

menggunakan strategi dan keterampilan yang di miliki terhadap anak

maka orang tua menciptakan lingkungan yang produktif dan memberi

pengaruh baik bagi perkembangan anak. Keterampilan pengasuhan

berkembang menjadi sebuah pengetahuan yang wajib untuk di ketahui

oleh para orangtua sehingga sebuah tuntunan pelatihan atau program

keterampilan pengasuhan di berikan secara efektif pada orang tua.

Biasanya orangtua memiliki pengalaman dan kemampuan sebagai

orang tua yang baik (Truzno, 2006 dalam Erlanti, 2016).

Pelatihan keterampilan pengasuhan di desain untuk mengajarkan

lima keterampilan pengasuhan dasar berguna bagi anak anak mulai

belajar berbicara hingga ia dewasa, orang tua mempengaruhi perilaku


anak dan mempengaruhi perilaku orang tua. Pelatihan ini membantu

orang tua mengubah perilaku anak dengan mengajari orang dewasa

tentang bagaimana mengubah perilaku mereka sendiri. Dengan

pelatihan yang di berikan, orang tua akan menemukan cara cara baru

dalam hal mengasuh anak. Di samping itu orang tua juga akan melihat

seberapa besar manfaat keterampilan yang di dapatkan tersebut dalam

mengubah keadaan rumah (Mustikaningrum, 2014).

F. Kerangka Teori
Parenting Training

Keluarga dengan anak


bullying

Kemampuan keluarga dalam pemberian stimulasi perkembangan d


Kognitif
Tugas keluarga dalam memberikan stimulasi tumbuh
Afektif kembang remaja usia 12-18 tahun yang mengalami bullying
Tugas keluarga dengan anak bullying
Tahap keluarga terhadap pola asuh Psikomotor
(Sagala, 2010)

Faktor Faktor yang mempengaruhi tugas tahap tumbuh kembang anak


Faktor internal
Faktor Eksternal
Faktor pascanatal
(Soetjiningsih, 2015)

Sumber (Soetjiningsih, 2015), Ericson, Monks, 2009, Hurlock, 2010), dan


(Sagala, 2010)
G. kerangka Konsep

Pre Post

Kemampuan Keluarga
Kemampuan Keluarga
sebelum memberikan
sesudah memberikan
parenting training kepada parenting training kepada
remaja korban bullying. Parenting Training
remaja korban bullying
1. Kognitif 1. Kognitif
2. Afektif 2. Afektif
3. Psikomotor 3. psikomotor
Sebelum Dilakukan Sesudah dilakukan
Tindakan Parenting Tindakan Parenting
Training
Gambar 2.2 Kerangka Konsep

H. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha: Ada pengaruh Parenting Training terhadap kemampuan keluarga

dalam memberikan stimulasi perkembangan pada anak korban

bullying siswa di SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto.

Ho: Tidak ada pengaruh Parenting Training terhadap kemampuan keluarga

dalam memberikan stimulasi perkembangan pada anak korban

bullying siswa di SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto

Anda mungkin juga menyukai