BAB I
PENDAHULUAN
dirumuskan. Dalam Bahasa Inggris, bullying berasal dari kata bully yang berarti
menggertak atau mengganggu orang yang lemah. Secara konsep, bullying dapat
diartikan sebagai bentuk agresi dimana terjadi ketidakseimbangan kekuatan atau
kekuasaan antara pelaku (bullies/bully) dengan korban (victim), pelaku pada
umumnya memiliki kekuatan/kekuasaan lebih besar daripada korbannya.
BAB II
ISI
A. Definisi
Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku berupa pemaksaan atau usaha
menyakiti secara fisik maupun psikologis terhadap seseorang atau kelompok yang
lebih lemah oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempersepsikan
dirinya lebih kuat. Bullying secara sederhana diartikan sebagai penggunaan
kekuasaan atau kekuatan
korban merasa tertekan, trauma dan tidak berdaya. Perbuatan pemaksaan atau
menyakiti ini terjadi di dalam sebuh kelompok siswa satu sekolah, itulah sebabnya
disebut sebagai peer victimization. Menurut Yayasa Semai Jiwa Amini, bullying
sendiri merupakan situasi dimana seseorang yang kuat menekan, memojokkan,
melecehkan, menyakiti seseorang yang lemah dengan sengaja dan berulang-ulang.
B. Karakteristik bullying
Bullying merupakan suatu abuse emosional atau fisik yang mempunyai 3
karakteristik, yakni: deliberate, yaitu pelaku cenderung untuk menyekiti
seseorang; repeated, yakni seringkali target bullying adalah orang yang sama; dan
power imbalance, dalam hal ini pelaku memilih korban yang dianggapnya rentan.
Penelitian Parahita menemukan bahwa keterampilan sosial berhubungan
negatif secara sangat signifikan dengan kecenderungan menjadi korban bullying,
sementara kemampuan empati berhubungan negatif secara sangat signifikan
disbanding
teman-temannya.
Jiwa
kompetitif
pada
anak
dapat
E. Dampak bullying
Kekerasan mental pada siswa banyak dipengaruhi oleh kekerasan yang
terjadi antar siswa yang kemudian dapat menimbulkan depresi. Berdasarkan
khasil penelitian diindikasikan bahwa korban kekerasa anytar siswa dapat
mengalami depresi. Kekerasan yang dimaksud adalah bullying atau sering disebut
peer victimization dan hazing. Anak yang dibuli, sering menampakkan sikap:
mengurung diri atau menjadi school phobia, minta pindah sekolah, konsentrasi
berkurang, prestasi belajar menurun, suka membawa barang-barang tertenti
(sesuai yang diminta di pembuli), anak jadi takut gelisah tidak bersemangat,
menjadi pendiam, mudah sensitive, menjadi kasar dan pendendam, mimpi buruk
bahkan melakukan perilaku bullying kembali terhadap orang lain.
Dengan mengajak semua siswa bekerja sama dan bukan hanya korban
maupun pelaku bullying, perubahan yang terjadi akan lebih luas di seluruh siswa
di kelas, di seluruh sekolah bahkan lebih luas dari itu.
Prinsip yang ketiga adalah bahwa dalam merubah lingkungan dibutuhkan
dukungan dan pemahaman dari berbagai pihak, khususnya para guru. Manajemen
kelas, menetapkan aturan dalam kelas dan mengembangkan solusi terhadap
berbagai permasalahan yang problematik sementara disaat yang sama tetap
dituntut oleh berbagai standar merupakan suatu tugas yang tidak mudah.
Hasil penelitian menunjukkan pentingnya pemahaman terhadap reaksi
tingkat emosional suatu kelompok dalam mengatasi bullying dan menunjukkan
bahwa menjadi bagian dalam suatu kelompok dapat sangat menolong dalam
menanggulangi dampak negative bullying.
Pada anak korban bullying yang telah sampai ke episode depresi, maka
intervensi yang berfokus pada keluarga memiliki keuntungan yang sama dengan
terapi suportif kelompok yang umumnya dilakukan.
Menciptakan hubungan keluarga yang hangat dan lingkungan rumah yang
positif membantu menahan anak dari pengaruh negatif yang berhubungan dengan
perilaku bullying.
Menurut studi di University of South Australia, ada 6 metode intervensi
bullying yang dapat dipraktekan di sekolah yaitu: Pendekatan disiplin secara
tradisional, penguatan korban, mediasi, praktek restorasi, metode dukungan
kelompok dan metode yang berpusayt pada berbagi.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bullying merupakan suatu bentuk penindasan yang terjadi di sekolah serta
merupakan bentuk arogansi yang diekspresikan melalui tindakan. Banyaknya
kasus bullying yang dilakukan oleh siswa menunjukkan bahwa kondisi sekolah
yang damai anti kekerasan masih belum terwujud.
Pengetahuan dan pemahaman pihak sekolah mengenai bullying masih
relative terbatas, terutama mengenai bentuk-bentuk bullying.
Berbagai alternative solusi telah dimunculkan namun pada akhirnya
keberhasilan penanganan bullying tergantung pada komitmen semua pihak untuk
melaksanakan program anti bullying. Pemutusan rantai kekerasan membutuhlan
kerja sama dari berbagai elemen pendidikan, yang meliputi guru, siswa keluarga,
sehingga bullying tidak disikapi sebagai suatu tindakan wajar dan biasa saja atau
bukan penyiksaan dengan dalih sebagai bagian proses tumbuh dewasa tapi justru
agresi yang menimbulkan korban.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dapat direkomendasikan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Bagi Sekolah
a. Meningkatkan pemahaman mengenai bullying
b. Mengumpulkan informasi mengenai bullying di sekolah secara
langsung dari siswa
c. Peran penting guru Bimbingan konseling (BK)
d. Menetapkan aturan-aturan yang jelas mengenai bullying
e. Menciptakan norma-norma social yang kuat untuk menentang
bullying
11
DAFTAR PUSTAKA
Adilla N. Pengaruh kontrol sosial terhadap perilaku bullying pelajar di sekolah
menengah pertama. Jurnal kriminologi Indo. 2011; 5:56-66.
Bowes L, Maughan B, Caspi A, Moffitt T, Arseneault L. Families promote
emotional and behavioural resilience to bullying: evidence of an
environmental effect. Jou of child Psychology and Psychiatry. 2010; 51(7):
809-817.
Dake JA, Price J, Telljohan S. The Nature and extent of bullying at school. J
school health. 2010; 73: 173-80.
Djati Metha. Hubungan antara Bullying dengan Depresi pada Siswa SMA.
Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata. Semarang. 2012.
12
13