Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Bullying ialah suatu bentuk sikap agresif dimana seseorang anak atau kelompok berulang kali
menggunakan posisi mereka yang lebih bertenaga buat secra sengaja menyakiti teman sebaya tak
jarang kali dalam konteks sekolah (Johansson et al., 2020) . Bullying masih menjadi perhatian
dunia yang problem belum teratasi, dinegara-negara maju bahkan bullying menjadi utama
pembahasan yg harus ditangani. kasus korban bullying di Negara maju mirip Korea, China,
Amerika bahkan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Anak usia sekolah artinya anak usia 6-
12 tahun periode ini kadang disebut menggunakan anak-anak pertengahan atau masa laten, diusia
inii rentan terjadinya bullying. di Indonesia sendiri dari KPAI (komisi perlindungan anak
Indonesia) data kasus tahun 2020 adalah 4.734 yg mengalami peningkatan dari tahun 2019
sebanyak 4.369. pada masalah ini wanita lebih banyak yaitu dua.466 kasus sedangkan
604dea25b3a655fe1ab94434fad99f27 2.268 perkara. Klaster dari bullying sendiri beraneka
ragam berasal social dan anak dalam kondisi darurat sebesar 52 masalah, keluarga serta
pengasuh 963 perkara, kepercayaan serta budaya 78 kasus, hak sipil serta partisipasi 38 perkara,
kesehatan serta napza 46 kasus, pendidikan 1.451 masalah, pornografi serta cyber crime 526
masalah, anak berhadapan hokum 704 kasus, trafficking dan pendayagunaan 88 kasus, kasus
proteksi anak lainnya 876 kasus.

Belakangan ini banyak penelitian yang serius pada korban bullying, terutama factor viktimisasi
mirip jenis kelamin, bentuk tubuh, kepribadian, dan korelasi dengan teman sebaya, keberagaman
berbeda-bedadisparitas gender. Beberapa penelitian menunjukan bahwa anak wanita lebih besar
kemungkinan terjadinya bullying dibandingkan dengan laki-laki, serta siswa yang mengalami
obesitas lebih cenderung sebagai korban bullying daripada temannya yang mempunyai berat
badan yang normal. berdasarkan (Resende et al., 2018) ciri anak bisa dilihat kepribadiannya,
beberapa anak dengan kemampuan komunikasi social yg lemah simpel terpinggirkan dan
sebagai korban perundungan didalam gerombolan sebaya. Jenis bullying ada beberapa yg sering
terjadi di anak-anak usia sekolah yg pertama bullying tradisional atau menggunakan tatap muka
eksklusif anatara pelaku bullying menggunakan korban bullying sikap agresif ini dilakukan
secara berulang serta disengaja dimana ada berbeda-bedadisparitas kekuatan antara korban
bullying menggunakan pengganggu. (Gaete et al., 2017) Jenis bullying ini mencakup 3 katogori
yang pertama katogori fisik pelaku intimidasi ini memakai kekerasan fisik seperti memukul,
menendang, menjambak rambut, mendorong, meludahi, menarik baju , merusak korban serta
menyuruh korban buat melakukan sesuatu yang bukan kewenangan merekatindakan lainnya yg
menggunakan kekerasan fisik. Selanjutnya kategori ekspresi yaitu dengan menggunakan
perkataan seperti mengumpat, mengatakan atau berbicara kotor kepada korban, mengejek korban
menggunakan perkataan yang tidak sesuai, mengejek latar belakang keluarganya serta ekonomi
keluarga. Kategori ketiga yaitu psikologis tindakan ini menggunakan menyebarkan desas desus
pada korban, pelaku memfitnah korban menggunakan tindakan yang bukan tindakan mereka.
Pelaku bullying ini umumnya dilakukan secara berkelompok mereka melakukan intimidasi
kepada sahabat sebaya yg disebut lemah, yang mempunyai ekonomi kurang berasal mereka, dan
intimidasi pada fisik yaitu dengan korban yang kurang bagus, yg memiliki fisik tidak tepat sama
menggunakan mereka pelaku intimidasi umumnya lebih poly dilakukan sang perempuan .

Bullying ini bisa berdampak pada kesehatan fisik, emosional dan social (Chai et al., 2020). pada
literature interdisiplin bahwa korban bullying berhubungan negative dengan kebahagiaan peserta
didik, dan trauma psikologis serta kinerja akademik. Konsekuensi jangka pendek dan jangka
panjang yg merugikan dari keterlibatan dalam sikap bullying yang dikaitkan dengan dilema
kesehatan mental seperti anak menjadi menyendiri sulit terbuka menggunakan orang lain, anak
menjadi pemberontak, mengalami ketakutan menjadi korban atau mengalami kekuatan menjadi
pelaku mungkin akan merusak perkembangan anak normal. Kekerasan pada sekolah tidak hanya
berdampak pada kerusakan fisik di pelaku bullying, tetapi lebih menyebabkan penyimpangan
dalam psikologi dan sikap korban akan menghadapi bentuk resiko stress berat psikologis
termasuk depresi, kecemasan, kesepian bahkan tindakan bunuh diri (Kirklewski et al., 2021).
karena bullying melibatkan kesengajaan, pengulangan berasal ketika ke saat dan
penyalahgunaan kekuasaan korban seringkali menimbulkan tanda-tanda fisik atau psikologis.
Selain itu, pelaku intimidasi a017535ca91852b757607e0a48230059 berusahan mendominasi
korbannya pada melakukan kekerasan. Penindasan ini artinya tindakan agresif atau berbahaya
berulang yg diarahkan pada rekan yang paling bertenaga sangan lazim disekolah sekolah semua
dunia. Penindasan membahayakan kesempatan belajar yg merusak konsentrasi dalam korban
bullying sebagai akibatnya menurunkan prestasi kepada anak sekolah. berdasarkan (Ramos-jorge
et al., 2022) Kualitas hubungan sahabat sebaya terutama dukungan emosional berasal teman
sebaya memiliki konsekuensi yang signifikan terhadap motivasi, keterlibatan serta pretasi anak.
Tindakan intimidasi disisi lain bisa dikaitkan dengan tindakan pidana sebab termasuk kekerasan
pada anak. Selain korban dan pelaku, bullying ini jugan berdampak negative bagi teman sekelas
yg menyaksikan akan menjadi syok bagi yg menyaksikan.

(Rahayu et al., 2019) Intimidasi dikaitkan menggunakan lingkungan sekolah yg negative, konsep
diri serta kognitif yang negative, kesulitan menuntaskan perseteruan, ikut merasakan yg rendah
dan perilaku eksternalisasi. Faktor resiko tinggi taraf keluarga termasuk kekerasan dalam tempat
tinggal tangga, dilema kesehatan mental orang tua, penyalahgunaan/penelantaran dan pola asuh
yg maladptif serta lingkungan famili yang negative. contohnya, factor resiko keluarga umumnya
mengacu sumber imbas lingkungan dan genetik. Orang tua pula membuatkan bagaian berasal
susunan genetic berasal anak-anak. pada penelitian menyebutkan heritabilitas bullying sebagai
60 % asal jenis tindakan bullying. (Johansson et al., 2020). sebab viktiminasi dalah sesuatu yang
dilakukan buat anak daripada sesuatu yg dilakukan oleh anak, diklaim ditimbulkan oleh factor
lingkungan diluar anak. namun, factor yg diasumsikan berada dibawah dampak lingkunganjuga
dapat berada dibawah efek genetic. impak genetic ini termasuk pada gambaran lingkungan
disebut hubungan gen-lingkungan ( gen-environment ) (Johansson et al., 2020) serta bisa diamati
contohnya waktu seorang individu menyebabkan reaksi intimidasi asal lingkungan sebagian
karena disposisi genetiknya buat karakteristik atau sikap yang mendasari. Korban bullying disisi
lain dikaitkan dengan lingkungan sekolah yg jelek, status serta dukungan sahabat sebaya yg
rendah serta kompetensi diri yg rendah. Faktor taraf kelas serta sekolah berkontribusi terhadap
dilema yg terjadi variasi dalam bullying serta viktiminasi merupakan berbeda-bedaanbhineka
antara individu bukan karena berbeda-bedadisparitas antara ruang kelas atau sekolah. Faktor lain
terjadi pada lingkungan sekolah sebab suasana yang tidak kondusif dan aman mengakibatkan
terjadinya tindakan bullying, dan kurangnya komunikasi yg efektif antara murid serta guru
kurangnya kepedulian pengajar jua termasuk factor terjadinya intimidasi dilingkungan sekolah.

Pencegahan yg dapat dilakukan buat menghindari tindakan bullying antara lain dengan
merancang serta membuat desain progam kebijakan anti-bullying dan pencegahan berisi pesan
kepada siswa bahwa sikap bullying tidak diterima disekolah. Selanjutnya mampu menggunakan
menyediakan donasi kepada anak didik yang menjadi korban bully bantuan ini mampu berupa
dukungan emosional, dukungan mental dan bantuan pada bentuk materi untuk mengganti
kekerasan fisik yg sudah dilakukan. menciptakan suasana lingkungan sekolah yg safety, nyaman,
kondusif dan membentuk komunikasi yg efektif antara guru serta anak didik jua termasuk
tindakan pencegahan yg dapat dilakukan dilingkungan sekolah. Melakukan rendezvous terjadwal
dengan orang tua murid atau komite sekolah buat mendiskusikan atau ceramah mengenai
bullying disekolah atau mendiskusikan perilaku anak mereka disekolah (Matias et al., 2018).

pada Al-Quran surat Al-hujurat ayat 11 yg adalah : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
suatu kaum mengolok-olok kaum yg lain, sebab boleh jadi mereka (yg diolok-olok) lebih baik
asal mereka (yg mengolok-olok). dan jangan pula perempuan mengolok-olok perempuan lain.
sebab boleh jadi wanita yang diolok-olok lebih baik berasal wanita yang mengolok-olok.
Janganlah engkau saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memamnggil dengan
gelar yg buruk . Seburuk-buruknya panggilan artinya (panggilan) yg jelek (fasik) sesudah
beriman. serta barang siapa tak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yg dzalim”. dalam ayat
ini telah dijelaskan bullying dalam bentuk apapun dan bullying memiliki akibat yang luar biasa
dalam tumbuh kembang anak sehingga aku tertarik untuk merogoh skripsi menggunakan
literature review ihwal pencegahan bullying pada anak sekolah.

1.2 RUMUSAN duduk perkara

Bullying ialah tindakan intimidasi yang dilakukan secara berulang-ulang sang pihak yg lebih
bertenaga terhadap pihak yg lebih lemah, dilakukan dengan sengaja serta bertujuan buat melukai
korban secara fisik maupun emosional. sehingga bullying di anak sekolah akan mengakibatkan
berbagai dampak kesehatan mental, psikologis, memperhambat perkembangan anak, dan
menghipnotis kenerja dalam belajar yang menyebabkan prestasi di anak anak menurun. sehingga
perlu tindakan pencegahan bullying yg melibatkan asal pihak sekolah, orang tua, teman sebaya
dan lingkungan agar kasus bullying yg terjadi pada anak sekolah tidak terus berkembang dan
bertambah banyak. sang sebab itu penulis ingin menyusun literature review mengenai
pencegahan bullying di sekolah bersumber dari studi empiris jurnal pada 5 tahun terakhir.

1.tiga TUJUAN

1.tiga.1 Tujuan awam


Literature Review ini bertujuan buat menggali info dan melakukan analisa mendalam terkait
penelitian sebelumnya buat mengetahui pencegahan bullying pada anak sekolah yang bersumber
asal studi realitas dalam lima tahun terakhir.

1.tiga.2 Tujuan khusus

1. buat menganalisa desain progam yg efektif buat pencegahan bullying

2. buat menganalisa komunikasi yg efektif antara pengajar serta murid pada pencegahan
bullying pada sekolah

tiga. buat menganalisa diskusi dan cerah tentang sikap bullying di sekolah

4. buat menganalisa pencegahan bullying menggunakan menciptakan lingkungan sekolah


yg safety, nyaman serta aman

1.4 BIDANG ILMU

Penulisan Literature Review ini masuk dalam kategori Ilmu Keperawatan Jiwa sebab membahas
terkait pencegahan Bullying di Sekolah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. BULLYING

Bullying asal asal bahasa inggris, yaitu berasal istilah bully yang berarti banteng yg suka
menyeruduk kesana kemari. kata ini akhirnya diambil untuk menguraikan suatu tindakan
desktruktif. tidak sama menggunakan Negara lain seperti Norwegia, Finlandia, Denmark yg
menyebut bullying menggunakan istilah mobbing atau mobbning. kata aslinya asal berasal
bahasa inggris yaitu mob yang menekankan bahwa biasanya mob adalah gerombolan orang yg
anonym serta berjumlah banyak dan terlibat kekerasan. Secara etimologi kata bully berarti
penggertak, orang yang merusak yg lemah. istilah bullying dalam bahasa Indonesia bisa
dipergunakan yaitu menyakat dan pelakunya diklaim penyakat. Menyakat berarti merusak,
mengusik, serta merintangi orang lain.

Bullying artinya suatu bentuk agresif dimana seseorang anak atau sekelompok anak berungkali
memakai posisi mereka yang lebih bertenaga buat secara sengaja menyakiti sahabat sebaya
acapkali pada konteks sekolah (Gaete et al., 2017). bullying memiliki akibat yg wajib
ditanggung oleh seluruh pihak baik itu berasal pelaku, korban juga hukuman yg menyaksikan
perilaku bullying tersebut. dari penelitian menerangkan bahwa satu berasal 3 anak didunia
pernah mengalami bullying baik disekolah, keluarga , lingkungan baik bullying dalam bentuk
fisik, verbal maupun tindakan yang tidak mengenakan.

(Bloom, 2019) mengungkapkan bahwa bullying merupakan pengalaman pada jenis apapun
( diancam, dipukul, difitnah) yg dilakukan setidaknya sekali dalam beberapa bulan. Jenis bully
sendiri ada beberapa macam yakni yang pertama fisikal yaitu dengan cara menendang, memukul,
mendorong, menghambat barang milik korban. kemudian yg ke 2 yaitu jenis lisan seperti
mengolok-olok, mengejek, memanggil nama korban menggunakan sebutan yang bukan
namanya, melecehkan penampilan, mengancam, menakut-nakuti berbicara yg tidak sopan
dengan korban. kemudian jenis yg ketiga menggunakan social yaitu dengan menyebar berita,
rumor, mempermalukan korban pada depan awam, dikucilkan dari pergaulan atau menjebak
seorang sebagai akibatnya korban yang dituduh melakukan tindakan tersebut. Jenis bully yang
terakhir artinya cyber atau elektro jenis yang ketiga ini lebih bahaya sebab korban tidak mampu
mengetahui siapa yg sebagai pelaku dan akibat asal cyber ini lebih banyak sebab
mempermalukan orang dengan berita di jejaring social internet, instagram, Facebook yang semua
orang bisa dengan mudah mengaksesnya, menyebar foto langsung tanpa biar pemiliknya pada
internet atau membongkar rahasia orang lain lewat internet maupun media social lainnya.

berdasarkan (Angeles et al., 2021) bullying artinya tindakan intimidasi yang dilakukan secara
berulang-ulang oleh pihak yang lebih bertenaga terhadap pihak yg lebih lemah, dilakukan
dengan sengaja serta bertujuan buat melukai korban secara fisik juga emosional. Selain itu
bullying juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yg tidak seimbang. sebagai akibatnya korban
berada pada tidak bisa mempertahankan diri secara efektif buat melawan tindakan negative yg
diterima. sikap bullying juga mempunyai kesamaan dengan sikap proaktif yaitu melakukan
tindakan penyerangan terhadap orang lain, namun letak perbhinekaannya terletak pada jangka
ketika yang dilakukan bullying mengacu di jangka waktu yg usang dan dilakukan berulang
namun buat tindakan proaktif hanya dilakukan satu ketika.

B. ANAK USIA SEKOLAH

1. Pengertian

dari World Health Organization (WHO) anak usia sekolah ialah anak yang memasuki usia 7-15
tahun. Sedangkan dari Depkes RI (2020) anak usia sekolah atau disebut juga menggunakan
periode intelektualitas, atau keserasian bersekolah. pada umur 6-7 tahun seseorang anak sudah
diklaim matang buat memasuki sekolah. sesuai pembagian tahapan perkembangan anak dibagi
sebagai 2 Periode Sekolah Dasar, periode kelas rendah (6-9 tahun), periode kelas tinggi (10-12
tahun) sedangkan dari UU RI no 23 tahun 2022 tentang proteksi anak serta the Convention
Rights of the Child mendefinisikan anak sebagai individu yg belum berusia 18 tahun. indikasi
dimulainya periode anak usia sekolah adalah sejak masuk ke dalam lingkungan Sekolah Dasar
pada usia enam atau tujuh tahun sampai anak mengalami pubertas pada usia 12 tahun. di periode
ini anak mulai diarahkan buat keluar berasal kelompok famili dan mulai berinteraksi dengan
lingkungan social yang berdampak di hubungan hubungan anak di masyarakat dan teman
sebaya. Selain itu, anak mulai memiliki banyak sekali label yg mengambarkan ciri unik pada
termin perkembangan anak.

dua. ciri

pada usia sekolah, anak mempunyai ciri yg tidak selaras menggunakan anak-anak yg usianya
lebih belia. berbeda-bedaanbhineka ini terlihat berasal aspek fisik, mental, intelektual, social
emosional anak. Pertumbuhan fisik di anak usia sekolah tidak secepat di usia sebelumnya. Anak
akan mengalami pertumbuhan tinggi badan antara lima-6 centimeter setiap tahunnya. di masa ini,
ada berbeda-bedadisparitas antara anak wanita dengan 604dea25b3a655fe1ab94434fad99f27.
namun, di usia 10 tahun keatas pertumbuhan anak 604dea25b3a655fe1ab94434fad99f27 akan
menyusul ketingggian mereka. perberbedabhineka lainnya yg akan terlihat dari aspek fisik antara
604dea25b3a655fe1ab94434fad99f27 dan perempuan adalah pada bentuk otot mereka. Anak
604dea25b3a655fe1ab94434fad99f27 lebih berotot daripada anak wanita memiliki otot yg lebih
lentur.
ciri khas kehidupan social emosional anak usia sekolah ialah menghabiskan saat dengan
lingkungan sekolah dan sahabat-temannya. Anak membutuhkan lingkungan yang lebih luas dan
bergaul dengan yang lebih poly orang. pada masa ini anak cenderung mempunyai harapan yang
sangat akbar untuk diterima menjadi bagian atau kelompok atau seringkali diklaim menggunakan
masa gang age. 83ac9cb3e4459a85df0cacfb819e6b77 anak sekolah dalam kegiatan berkelompok
terlihat dari cara-cara mereka menggunakan istilah pada grup mereka. andaipun demikian, anak
permanen mengharapkan kedekatan dengan orang tua meskipun menggunakan bentuk yang tidak
sinkron menggunakan anak usia yang lebih muda.

Erikson (2018) menjelaskan anak usia Sekolah Dasar berada di tahap industry vs inferiority yang
di tahap ini anak telah memasuki global sekolah. pada tahap ini bisa dikatakan anak memiliki
jiwa kompetitif yg tinggi dan serius di pencapaian prestasi serta anak akan berusaha semaksimal
mungkin supaya dapat lebih unggul dibandingkan dengan teman-temannya. Jiwa kompetitif pada
anak dapat menimbukan adanya tindakan bullying, pemenang pada suatu kegiatan kompetitif
sering kali memunculkan perilaku sombong dengan menindas sahabat yang lemah atau kurang
bisa.

sesuai beberapa kajian dapat disimpulkan bahwa ciri anak usia sekolah merupakan usia potensial
pada perkembangan di seluruh aspek baik kognitif, afektif, psikomotoriknya. Perkembangan
moral pada usia Sekolah Dasar menjadi kekhususan pada masa ini. Anak mulai belajar mngerti
nilai serta memegang hukum yg diterapkan baik lingkungan sekolah, famili, serta lingkungan
social. Selain itu, di perkembangan usia SD anak mengedepankan kemampuan kognisi yg
berdampak pada meningkatnya jiwa kompetitif anak sebagai akibatnya simpel memunculkan
tindakan bullying terhadap teman kurang bisa atau lemah pada aspek kognisi atau aspek yang
lainnya.

tiga. Perkembangan Anak Usia Sekolah

a. Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif anak berada pada termin konkrit operational. Kemampuan anak pada
penalaran berubah dari penalaran secara insting menjadi lebih logis serta rasional. Anak di usia
sekolah telah mulai mengembangkan konsep saat, bisa mengurutkan mengkategorikan serta
mengklasifikasikan objek-objek mirip koin atau batu sesuai bentuk atau berukuran.
b. Perkembangan moral

Perkembangan moral pada anak usia sekolah berkaitan dengan perkembangan kognitif anak.
Perkembangan moral pada anak usia sekolah ada dua tahap yaitu morality of constraint dan
morality of cooperation. tahap perkembangan moral di anak usia sekolah sampai 7 tahun yaitu
morality of constraint dimana anak usia ini masih berpikir kaku tentang konsep moral dan masih
sangat egosentris, serta membuat evaluasi sesuai akibat yg anak lihat. Sedangkan termin morality
of cooperation yaitu anak usia lebih dari tujuh tahun perkembangan moral anak dikarakteristikan
menjadi lebih fleksibel serta anak sudah dapat memandang suatu hal dari beberapa sudut
pandang.

c. Perkembangan emosional dan Psikologis

Perkembangan anak usia sekolah dipengaruhi sang orang tua, sahabat sebay, dan lingkungan
sekolah. kondisi ini bisa mempengaruhi perubahan kehidupan sekolah serta teman sebaya bisa
mempercepat atau merusak perkembangan emosi serta psikologis anak. pencerahan emosi diri di
anak usia sekolah sebagai lebih terintegrasi dengan nilai-nilai standart yang dianut yg berkaitan
dengan tingkah laris. taktik regulasi emosi diri bersifat internal serta mulai bisa menyesuaikan
menggunakan tuntutan situasi lingkungan. Kemampuan anak usia sekolah buat mengendalikan
emosi lebih berkembang dan anak mulai mengerti ihwal hukum-hukum dalam menandakan
emosi. di termin ini anak bisa mempertimbangkan perasaan orang lain waktu timbul perseteruan.

d. Perkembangan psikososial

Perkembangan psikososial anak usia sekolah berada di tahap laten dan perkembangan industry.
pada termin laten anak mulai berbagi rasa percaya diri, terlibat dalam aneka macam aktivitas,
membina hubungan anatar teman sebaya. Sedangkan pada termin perkembangan industry anak
usia sekolah akan mencapai kompetensi serta keberhasilan akan mengakibatkan rasa perasaan
berharga. sebaliknya Jika anak gagal dalam pencapaian kompetensi maka anak merasa tidak
berharga dan menarik diri asal sekolah.

e. Perkembangan social

Kemampuan bersosialisasi anak usia sekolah ditentukan sang 3 hal yaitu orang tua, lingkungan,
dan sahabat sebaya. pada anak usia sekolah mulai berinteraksi dengan lingkungan luar selain
famili. Anak mulai bergabung menggunakan sahabat sebaya yang dapat menjadi sarana bagi
anak buat belajar budaya-budaya yg khas selama masa sekolah seperti dominasi serta
permusuhan.

C. MACAM-MACAM BULLYING

dari (Limber et al., 2018) bullying dibhinekakan sebagai dua aspek yaitu menjadi berikut :

1. Traditional bullying

Beberapa sumber menyebutkan bahwa definisi traditional bullying acapkali kali tumpang tindih
dengan definisi bullying. Albayrak menjelaskan bahwa traditional bullying merupakan perilaku
proaktif yang dilakukan berulang kali menggunakan sengaja di korban yang tidak berdaya.
berbeda-bedadisparitas antara traditional bullying menggunakan cyberbullying terletak pada
penggunaam media elektronika dalam interaksi social dan komunikasi. Albayrak menambahkan
terdapat 2 tipe traditional bullying yaitu bullying seksual serta bullying bias. Bullying seksual
berarti perilaku bullying secara fisik atau lisan yang merajuk pada seksualitas atau ciri-ciri
gender seseorang mirip mengolok-olok seorang buat homoseksual, mengolok-olok organ
sensitive perempuan misalnya menggunakan menyebut (wanita malam) untuk menjatuhkan
reputasi seorang. Bullying seksual tak hanya terjadi di wanita saja tetapi pula terjadi pada
604dea25b3a655fe1ab94434fad99f27. dan yg ke 2 tipe bullying bias dimana korban diserang
karena menjadi bagian atau anggota suatu kelompok yang termarginal, bukan dikarenakan
karakter yg terdapat di korban. pada hal ini sering terjadi saat individu menjalin pertemanan
menggunakan korban yang tak jarang menerima bullying. Insividu tadi dipukul atau dihina sebab
berteman menggunakan korban yg menerima perlakuan bullying.

2. Cyberbullying

Cyberbullying artinya sebuah perilaku bullying yang terjadi didalam banyak sekali teknologi
media misalnya melalui wathsapp, email chat room atau melalui telepon. keliru satu alasan
mengapa cyberbullying terbukti lebih menyeramkan daripada jenis bullying lainnya. kawasan
dimana cyberbullying paling mungkin terjadi umumnya mencermikan bentuk teknologi yang
paling popular dalam mode saat tertentu. Cyberbullying ini bisa dilakukan dimana saja, kapan
saja tidak sama menggunakan traditional bullying yg hanya dilakukan di lingkungan sekolah.
Pelaku cyberbullying bisa bersembunyi melalui akun-akun anonym, sebagai akibatnya indentitas
orisinil pelaku tidak dapat diketahui oleh korban, sebagai akibatnya cenderung poly yg
melakukan tindakan cyberbullying karena merasa bahwa identitasnya bisa disembunyikan.
Korban dari cyberbullying ini umumnya melakukan report spam/account pada pihak yg
bertanggung jawab atas media tadi. berbeda dengan traditional bullying, cyberbullying tidak
dapat melihat pengaruh eksklusif perilaku asal korban bullying.

menurut (Ilmu et al., 2017) mengelompokan menjadi 4 tipe bullying yaitu :

1. Teasing (insinuasi)

Teasing artinya perilaku mengejek, menghina, mencela, memberi panggilan nama, memaki,
mengancam, mempermalukan, meneriaki, menjulurkan pengecap, merusak korban dengan
komunikasi langsung menggunakan korban

dua. Exclusion (pengeluaran )

Exclusion ini berkaitan menggunakan mengucilkan korban secara social seperti mengeluarkan
korban berasal gerombolan sebaya, tidak mengikutsertakan korban dalam percakapan, tidak
mengikutsertakan korban pada permainan, memanipulasi persahabatan sebagai akibatnya sebagai
retak menggunakan cara memfitnah, sengaja mengucilkan atau mengabaikan.

tiga. Physical ( fisik)

Physical ini bentuk bullying dengan kontak langsung menggunakan fisik korban seperti
menendang, menjambak, memukul, mendorong, mencubit, mencakar, memeras mengunci
korban kedalam ruangan sendirian serta menghambat barang milik korban.

4. Harassment ( gangguan)

Harassment ini berkaitan dengan pernyataan yg bersifat menghambat dan menyerang wacana
masalah seksual, jenis kelamin, ras, agama, serta kebangsaan.

D. Faktor yang mensugesti bullying

menurut Yusuf (2018) Faktor yang mempengaruhi bullying menjadi berikut :


1. Faktor individu

terdapat dua kelompok individu yang terlibat secara langsung dalam insiden buli yaitu pembuli
serta korban bullying. ke 2 grup ini artinya faktor primer yang memepengaruhi tindakan
intimidasi. karakteristik kepribadian serta sikap seseoarang individu menjadi penyebab perilaku
bully

a. Pembully

Pembully cenderung menganggap dirinya senantiasa diancam serta berada dalam bahaya.
Pembuli ini umumnya berttindak menyerang sebelum diserang. umumnya, pembuli memiliki
kekuatan secara fisik menggunakan penghargaan diri yang baik dan berkembang. Pembully pula
terdiri asal kelompok yg coba membina atau menerangkan kekuasaan gerombolan mereka
menggunakan menghambat serta mengancam anak-anak atau siswa lainnya yg bukan anggota
grup. Kebanyakan berasal mereka sebagai pembuli sebagai bentuk balas dendam. dalam perkara
ini peranan sebagai korban buli sudah berubah peranan menjadi pembuli.

b. Korban bully

Korban bully artinya seseorang yang sebagai sasaran bagi aneka macam tingkah laku agresif.
dengan istilah lain, korban bully merupakan orang yang dibully atau target pembulian berasal
pelaku. Anak-anak sering sebagai target korban bully umumnya memiliki
83ac9cb3e4459a85df0cacfb819e6b77 tingkah laku yang internal mirip bersikap pasif, sensitive,
pendiam, lemah dan tidak akan membalas sekiranya diserang atau diganggu. Secara awam,
anak-anak yang sebagai korban bully sebab mereka mempunyai kepercayaan diri dan
penghargaan diri (self esteem) yang rendah.

2. Faktor famili

Latar belakang famili juga menjadi faktor krusial dalam membuat sikap bullying. sebab famili
artinya tempat role mode pertama kali buat anak dan juga poly menghabiskan saat menggunakan
keluarga. Pelaku bullying acapkali dari berasal keluarga yang bermasalah. Orang tua yg acapkali
menghukum anak secara hiperbola, atau situasi tempat tinggal penuh stress, serangan, serta
permusuhan famili yg kurang harmonis dan orang tua yg sering bertengkar atau berkelahi
cenderung menghasilkan anak-anak yg beresiko buat menjadi lebih proaktif. Anak akan
menelaah sikap bullying waktu mengamati pertarungan-konflik yg terjadi pada orang tua mereka
kemudian menirunya terhadap teman-temannya. Anak-anak yang menerima kasih saying yg
kurang, didikan yg tak sempurna dan kurangnya diberikan ajaran yg positif akan berpotensi
untuk menjadi pembuli. Anak-anak yang didikan dari mungil diajarkan serta dikenalkan perihal
kepercayaan , dan mendekatkan diri pada yang kuasa, diajarkan mengenai sopan santun dan
adap cenderung rendah potensi buat sebagai pembuli. Jika tidak terdapat konsekuensi tegas dari
lingkungan maka anak akan belajar bahwa mereka yg mempunyai kekuatan diperbolehkan untuk
berperilaku proaktif dan dapat menaikkan status serta kekuasaan seseorang.

dari (Kirklewski et al., 2021) mengemukakan enam karakteristik faktor latar belakang asal famili
yg mempengaruhi sikap bullying diantara lain menjadi berikut :

a. Lingkungan emosional yg beku serta kaku dengan tidak adanya saling kasih sayang serta
memberikan hubungan yang hangat pada keluarga.

b. Pola asuh yg permissive yaitu pola asuh menggunakan serba memperbolehkan anak,
terlalu menyampaikan kebebasan pada anak, sedikit sekali memberi hukum, membatasi perilaku,
serta struktur famili yang mungil

c. Pengasingan famili dimasyarakat, kurangnya kepedulian terhadap hidup bermasyarakat,


serta kurangnya keterlibatan famili dalam aktivitas bermasyarakat

d. pertarungan yang terjadi antar orangtua, dan ketidakharmonisan dalam keluarga

e. Penggunaan disiplin, orangtua gagal buat menghukum atau malah memperkuat perilaku
agresi serta gagak buat menyampaikan penghargaan kepada anak.

f. Pola asuh orang tua yg otoriter dengan mnggunakan control serta hukuman menjadi
bentuk disiplin yang tingg, orangtua mencoba untuk membuat rumah tangga menggunakan
hukum yg standard dan baku.

3. Faktor teman sebaya

sahabat sebaya jua memainkan peranan yang tidak kurang pentingnya terhadap perkembangan
serta pengukuhan tingkah laris bullying, perilaku anti social dan tingkah laku dikalangan anak.
Kettika anak berinteraksi pada sekolah serta dengan sahabat sebaya buat melakukan tindakan
bullying pada perjuangan buat menandakan bahwa mereka mampu masuk pada gerombolan
eksklusif, meskipun mereka sendiri tidak nyaman dengan sikap tersebut. Faktor lingkungan
teman sebaya yang senang membully cenderung ikut dan berperilaku membully. Kehadiran
sahabat sebaya menjadi pengamat secara tidak langsung membantu pembuli memperoleh
dukungan kuasa, popularitas, dan status. dalam banyak perkara, saksi atau sahabat sebaya yg
melihat, biasanya merogoh sikap berdiam diri dan tidak mau campur tangan.

4. Faktor sekolah

Lingkungan, praktik dan kebijakan sekolah mensugesti kegiatan tingkah laris, dan hubungan
pelajar di sekolah. Rasa aman serta dihargai merupakan dasar kepada pencapaian akademi yang
tinggi pada sekolah. Jika hal ini tidak dipenuhi, maka pelajar munkin bertindak buat mengontrol
lingkungan merekadengan melakukan tingkah laku anti social seperti melakukan buli pada
orang lain. Managemen dan supervisi yang disiplin sekolah yang lemah akan mengakibatkan
tingkah laris buli disekolah, sehingga sekolah usahakan menghasilkan kebijakan serta hukuman
yang keras buat pelaku bullying agar korban bullying tidak bertambah banyak dan
menyampaikan imbas jera pada pelaku bullying pada sekolah.

5. Faktor media

pada perkembangan pesat media saat ini menimbulkan poly dampak positif juga negative
dikalangan peserta didik disekolah. pada penggunaan media elektro seperti televise,
telepon/handphone, maupun penggunaan laptop. Media elektronika yg sangat berpengaruh di
waktu ini serta poly digunakan sang anak artinya telephone genggam menggunakan fasilitas
android sangatlah berkembang begitu pesat dan banyak menghabiskan porto dan waktunya
demi memakai fitur di android.

kiprah anak yang tidak mampu tanggal berasal internet termasuk pada media social. tidak mirip
orang dewasa yang mampu memfilter hal-hal yg baik dan buruk dari internet, sedangkan anak-
anak masih belum mengerti faham apa yang timbul pada media social. Selain belum mampu
memilah aktivitas di internet yang bermanfaat, mereka juga cenderung praktis terpengaruh sang
lingkungan social mereka tanpa mempertimbangkan baik pengaruh positif maupun negative.
dunia maya menjadi wadah baru untuk yg beresiko bagi aksi kekerasan. efek negative dalam
berinternet yg akhirnya akan mengakibatkan sikap kekerasan pada global maya atau lebih
dikenal dengan cyberbullying

gambaran aksi serta tingkah laku kekerasan yang sering ditanyakan oleh media elektronika akan
mempengaruhi tingkah laku kekerasan di anak. seperti contoh pada televise menampilkan
tayangan smack-down serta tanyangan ini berdampak pada anak-anak yang menyaksikan karena
sifat berasal anak yaitu meniru dan bertanya-tanya terhadap hal baru sehingga disini peranan
orang tua sangat penting untuk mengawasi tontonan anak baik itu pada televise, juga
dihandpone. usahakan anak-anak dibatasi buat penggunaan handpone yg memberikan kekerasan
sebab dengan media social anak-anak bisa dengan praktis mengakses serta menonton di jejaring
social tersebut.

6. Faktor kontrol diri

Control diri artinya faktor yang asal asal individu. Control diri yang dimiliki sang disetiap
individu fc206ad04f4e2453ce9aad41266780bc, terdapat yang memilki control diri yg tinggi da
nada yang memiliki control diri yg rendah. dari Denson (2018) control diri bisa menurunkan
serangan menggunakan mempertimbangkan aspek dan hukum yg berlaku. dengan adanya
control berasal individu dapat mengatur perilaku yg positif dan mempertimbangkan konsekuensi
yang dihadapi sebagai akibatnya menghindari buat tindakan kekerasan pada sahabat-temannya.

7. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan disini dari (Beane, 2017) pada bukunya bahwa faktor lingkungan mirip
lingkungan famili yg kurang hangat, kurang perhatian serta kasih saying, terlalu banyak
kebebasan dan terlalu tegas pada mendidik anak metode membesarkan anak dengan eksekusi
fisik dan meluapakan emosi. dan lingkungan warga tempat tinggal anak jua mempengaruhi.
yg ketiga lingkungan sekolah seperti diantaranya :

a. Moral staf sekolah yg rendah

b. Standard sikap yang tidak kentara

c. Metode disiplin yang tidak konsisten

d. pengawasan yang lemah ( baik ditaman bermain, ruangan kelas, toilet juga kantin
sekolah)
e. Anak-anak tidak diperlakukan menjadi individu yg dihargai

f. Kurangnya dukungan terhadap siswa baru

g. tidak bertoleransi terhadap berbeda-beda

h. guru yg mengajar menggunakan kekerasan serta seringkali berteriak pada siswanya

i. tidak terdapat prosedur yang jelas buat pelaporan yang berhubungan dengan tindakan
bullying

j. Bullying diabaikan oleh pihak sekolah

k. Pihak sekolah mempermalukan peserta didik didepan teman-teman.

Sedangkan faktor yg mensugesti perilaku bullying menurut Denson (2018) anatara lain :

1. berbeda-beda kelas ( senioritas), ekonomi, kepercayaan , gender, etnisitas atau rasisme


umumnya ada sebab ada bhineka tingkatan atau tingkat ekonomi berasal dominan yang berada di
lingkungan tadi mengakibatkan keluarnya perilaku bullying.

2. Tradisi senioritas, menjadi kawasan keluarnya perilaku bullying, yg paling terlihat ialah
waktu MOS atau masa orientasi siswa dimana abang-saudara tertua kelasnya selalu
mengambarkan bahwa merekalah yg palinh berkuasa sebab mereka telah usang bersekolah
disekolah tadi daripada adek tingkatnya, sehingga adek tingkatnya wajib menuruti istilah abang
kelasnya. ada jua pada aktivitas mos ini memperlakukan adek taraf yang tidak sewajarnya serta
mengakibatkan akibat mental yang luar biasa pada adek taraf. Senioritas ini menjadi salah satu
sikap bullying justru diperluas oleh peserta didik sendiri sebagai kejadian yang bersifat laten.
Bagi mereka impian buat melanjutkan problem senioritas ada buat hiburan, penyaluran dendam
karena dahulu telah pernah mencicipi, iri hati atau mencari popularitas, melanjutkan tradisi atau
menandakan kekuasaan

tiga. keluarga yg tidak rukun, pula menjadi galat satu timbulnya sikap bullying, Bila para
orang tua tak jarang bertengkar bahkan hingga menerangkan kekerasan dihadapan anak-anaknya
maka anak mengikuti apa yang dilakukan sang orang tuanya, begitu jua Bila kurang kasih saying
yg diberikan sang orang tuanya, hal ini jua akan menghasilkan anak sebagai lebih agresif.
4. Situasi sekolah yang tidak serasi, hal ini jua memberikan efek munculnya perilaku
bullying. mirip halnya Jika para guru yang kurang pada memberikan pengawasan terhadap para
siswa, dan adanya peraturan yg dirancang hanya buat formalitas saja namun tak benar-benar
dipergunakan semestinya.

5. Karakter kelompok atau individu mirip :

a. Dendam atau iri hati.

b. Adanya semangat buat menguasai korban menggunakan kekuatan fisik dan daya tarik
seksual.

c. buat menaikkan popularitas pelaku dikalangan temannya.

d. Persepsi nilai yg salah atas sikap korban, sebab rendahnya kepercayaan dan self esteem
yang dimiliki korban, korban sering kali merasa dirinya memang pantas buat dibully.

sesuai penjelasan faktor-faktor diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yg dapat


mempengaruhi terjadinya bullying artinya adanya perasaan ingin mendominasi dan balas
dendam yg terdapat di dalam dari pembully, rendahnya kepercayaan diri yang dimiliki sang
korban bully sehingga merasa dirinya memang pantas buat dibully, lingkungan sekolah yg tak
harmonis, syarat famili yang tidak rukun serta sering melakukan pertengkaran pada tempat
tinggal tangga, adanya faktor dari media seperti tayangan ditelevisi yg banyak menayangkan
kekerasan sebagai akibatnya banyak yg mengikuti aksi ditayangan tersebut dan rendahnya
control diri yg dimiliki oleh individu.

E. dampak bullying

perkara bullying di sekolah poly bermunculan dan marak terjadi yang sebagai keprihatinan kita.
menurut (Resende et al., 2018) akibat yg sangat dirasakan asal bullying ini yaitu di korban, selain
itu bullying juga berdampak di pihak lainnya yang terlibat mirip asal hukuman, maupun pelaku
sendiri. banyak korban bullying yang merasa tersakiti serta sakit hati terhadap tindakan bullying ,
tak hanya hingga disitu saja dampak asal bullying terdapat juga yang hingga mengakhiri
hidupnya karena merasa putus asa serta tidak berguna lagi beliau hayati kerana kurangnya
dukungan asal lingkungan sekitarnya.

Bullying bisa merusak psikologis serta mental pelaku serta korban sendiri Jika tidak ditangani
menggunakan berfokus, sebagai akibatnya bukan saja merusak dalam jangka pendek tetapi jua
bisa Mengganggu mental mereka pada jangka ketika yang panjang mirip mereka tidak percaya
diri dihadapan orang banyak, minder serta terbayang-banyang perlakuan yang pernah mereka
terima pada ketika yg kemudian serta dapat mengakibatkan syok yang mendalam bagi korban ini
sendiri. Tindakan bullying umumnya dilakukan secara tidak bertanggung jawab serta berulang-
ulang waktu yang tidak sinkron sang orang lain supaya mencapai taraf kepuasan tertentu.
Bullying dipahami menjadi tindakan yg tidak dapat diterima sang sebagian orang terutama pada
korban bullying, Jika penanganannya tak ditanggapi menggunakan berfokus tidak menutup
kemungkinan akan menimbulkan tindakan serangan yang lebih parah.

Bullying memiliki dampak yang sangat jelas bagi kehidupan mereka kedepannya. dampak yang
paling kentara artinya kesehatan fisik mirip ada luka di tubuhnya, lebam, sakit kepala, sakit
tenggorokan, flu, batuk, dan memiliki impak yg jangka panjang yaitu terganggunya kondisi
psikologis dan penyesuaian social yang jelek (Rahayu et al., 2019). perilaku dapat terbentuk asal
kebiasan yg jelek berasal efek lingkungan. perilaku yang baik terhadap seorang individu maka
akan membentuk individu yg berperilaku baik jua, kebalikannya Bila individu memperoleh sikap
jelak maka akan menyebabkan kepribadian yg jelek. Bullying yg merupakan suatu perbuatan
yang akan menyebabkan rasa takut serta cemas jua menghipnotis perilaku seseorang. tanda-tanda
psikologis yang akan terjadi di anak korban bullying mirip gelisah, depresi, kelelahan, rasa harga
diri berkurang sulit berkonsentrasi, sedih, menyalahkan diri sendiri, gampang marah, hingga
pemikiran mengakhiri hidup.

dalam suatu tindakan bullying akan terjadi perubahan-perubahan yg dialami sang korban
bullying mirip perilaku dan perasaan mereka. Anak korban bullying mempunyai posisi yg tidak
berdaya saat dianiaya. Mereka cenderung mempunyai stress yg akbar ketakutan, tertutup dan tak
berani buat melawan. seorang anak yang acapkali melihat tindakan bullying akan menjadi
penakut, rapuh, karena tindakan tadi bisa membuat orang tadi ketakutan, ke 2 sering mengalami
kecemasan umumnya seorang individu akan mengalami ketakutan atau kecemasan saat melihat
orang lain di bully, ketiga rasa keamaanan yang rendah. dampak asal bullying jua mereka merasa
bahwa tak mau berteman lagi, merasa minder penakut, malu . bahkan hubungan menggunakan
teman yg lainnya kurang bagus dikarenakan mereka tidak turut menolongnya bila mereka dibully
sang pelaku pada sekolah. Korban akan merasa sebal, jengkel, serta ingin murka namun korban
tidak bisa berbuat apa-apa sebab korban takut pada pelaku serta korban merasa tidak nyaman
dikelas. Perubahan sesudah tindakan bullying yang diterima korban lebih banyak menyendiri
serta tidak banyak bicara.

akibat negative lainnya yaitu korban akan kesulitan berkonsentrasi sehingga akan menghipnotis
proses belajar serta prestasi akan menurun (Fitri & Aini, 2018). dan rasa dendam pada anak pula
akan timbul. Kepribadian anak merupakan susunan sistem psikofisik yang dinamis dalam diri
individu yg unik serta menghipnotis penyesuaian dirinya terhadap lingkungan. Kepribadian juga
menghipnotis kualitas perilaku individu yang tampak dalam melakukan penyesuaian diri
terhadap lingkungan.

dampak bullying yg dapat ditinjau gejala perilaku dari (Limber et al., 2018) diantara lain sebagai
berikut :

1. Mengurung diri (school phobia)

dua. Menangis

3. Meminta pindah sekolah

4. Sulit berkonsentrasi buat belajar

5. Prestasi belajar menurun

6. tak mau bermain atau bersosialisasi

7. Anak sebagai penakut

8. senang murka -murka

9. Berbohong

10. tidak bersemangat

11. ada lebam, atau memar pada tubuh

12. senang menyendiri serta rendah diri


13. tak percaya diri

14. sebagai pendendam

15. Bermimpi jelek dan praktis tersinggung.

akibat bullying menurut (Kirklewski et al., 2021) menyebutkan bahwa imbas jangka pendek
dapat menyebabkan perasaan tak aman, terisolasi, perasaan harga diri yg rendah, depresi
menderita stress. Sedangkan, dalam jangka panjang bisa menderita duduk perkara emosional
serta sikap. karena dampaknya lebih bersifat psikis dan emosi yg tidak terlihat serta berproses
perlahan, berlangsung usang serta tidak ada saat itu jua.

dalam psikologis klinis, gangguan phobia, cemas dan gejala amnesia diklaim dengan post
traumatic stress disorder (PTSD). Dinegara-negara maju mirip pada Amerika serikat , penelitian
tentang PTSD menemukan bahwa bullying yg dialami semasa duduk di bangku sekolah sangat
erat kaitannya dengan munculnya beberapa perkara kompleks PTSD di dewasa. Dr.Charles
Rasion, seorang psikiater dari Emory University Medical School dalam penelitiannya
mengemukakan bahwa bullying disekolah bisa mengakibatkan terjadinya PTSD pada waktu
dewasa. serta di perempuan 2 kali lebih beresiko menderita PTSD pada dewasa dampak
bullying dibandingkan dengan 604dea25b3a655fe1ab94434fad99f27. dan Bila tak ditangani
dengan baik serta dikontrol emosinya maka akan terbawa hingga dewasa serta tentu akan
menggangu pencapaian-pencapaian terbaik pada hidupnya, baik pada studi, pada berkarir, juga
korelasi social serta akhirnya kebahagian mereka berkurang.

Hal terbaik agar akibat bullying tidak menyebabkan imbas jangka panjang maka perlu
penanganan dan pencegahan bullying sejak diri baik pada sekolah, keluarga juga lingkungan.
Disisi lain, korban bullying terkait dengan kinerja akademik yg jelek, anak yg diintimidasi serta
menjadi target bullying memilki kemungkinan lebih tinggi buat absen ke sekolah serta akhirnya
putus sekolah. dari pada kuesioner dari 27.000 peserta didik sekolah di Kanada menemukan
bahwa korban bullying mempunyai dampak negative di matematika serta kinerja membaca
peserta didik. Beberapa persoalan emosional serta sikap yg tersembunyi berlanjut sampai dewasa
serta menjadi predictor penting asal kejahatan, kekerasan, hingga terganggu interaksi social
mirip korelasi menggunakan teman sekelas yg jelek, serta rasa kesepian Bila berada
dilingkungan daerah terjadinya bullying.
F. Pencegahan Bullying

Tindakan bullying ini wajib dilakukan pencegahan supaya kasus bullying tidak meningkat
menurut (Limber et al., 2018) pencegahan bullying sebagai berikut :

1. Keterkaitan pihak sekolah

Upaya pencegahan bullying disekolah adalah menggunakan melakukan pengawasan, penyuluhan


dan pindidikan karakter. Upaya pencegahan tindakan bullying ini tidak hanya dilakukan sang
guru sendiri namun dilakukan pengawasan secara menyeluruh serta dilakukan oleh semua pihak
baik berasal pengajar, petugas keamanan serta petugas kebersihan berasal sekolah. Peranan guru
disekolah merupakan menjadi mengendalikan, memimpin, dan mengarahkan siswa karena guru
disekolah sebagai pengganti orang tua. Pencegahan terhadap perilaku bullying ini dibutuhkan
kebijakan yg menyeluruh yg melibatkan semua komponen sekolah mulai guru, siswa, ketua
sekolah sampai orang tua yang bertujuan buat menyadarkan seluruh komponen sekolah ihwal
bahaya dari perilaku bullying. Kebijakan tadi bisa berupa progam anti bullying disekolah
diantaranya menggunakan cara menggiatkan pengawasan, pemahaman konsekuensi dan
komunikasi yg bisa dilakukan efektif dengan kampanye stop bullying pada sekolah
menggunakan memasangkan spanduk, jargon, stiker dan workshop bertemakan stop bullying.
semua ini dibutuhkan untuk meminimalisir bahkan menghentikan tindakan bullying pada
sekolah.

dua. Progam khusus buat mencegah bullying

Progam khusus disekolah buat mencegah bullying yaitu menggunakan memberikan pendidikan
karakter. Pendidikan karakter dibutuhkan mampu menghasilkan kepribadian peserta didik yg
sehat dan saling menghargai antar teman. Pendidikan karakter dapat dilakukan dengan
melakukan aktivitas keagamaan seperti sholat berjamaah, doa bersama, serta siraman rohani.
Progam ini pengintegrasian asal nilai-nilai keagamaan serta pembiasaan yang tercipta melalui
budaya sekolah. Upaya penanganan bullying yang dilakukan oleh guru sangatlah krusial buat
memutus tali bullying semenjak dini. akibat penelitian (Fitri & Aini, 2018) penanganan bullying
dengan menanamkan nilai-nilai karakter pada siswa, mencari memahami latar belakang peserta
didik, memanggil siswa yg terlibat dalam tindakan bullying, menelusuri konflik yg sebenarnya
terjadi, menyampaikan petuah pada siswa yg dihubungkan dalam pembelajaran di kelas,
menumbuhkan jiwa ikut merasakan pada sahabat. Adanya penanaman nilai-nilai kepercayaan
menggunakan mengucapkan kalimat istigfar, hadist, dan doa-doa, guru memiliki kitab catatan
masalah siswa yg terlibat pada tindakan bullying yang dilaporkan pada kepala sekolah serta Jika
perlu mamanggil orang tua siswa Bila kasusnya sulit ditangani.

3. Efektifitas progam pencegahan bullying

berdasarkan penelitian (Fitri & Aini, 2018) Progam anti bullying melalui pendidikan karakter di
SD Muhammadiyah 5 Surakarta sangat efektif. Hal ini dibuktikan dengan tak ditemukan lagi
masalah bullying di sekolah tersebut. Pendidikan karakter ini disalipkan pada kegiatan belajar
mengajar sebagai akibatnya dibutuhkan bisa menghasilkan karakter peserta didik yg bisa saling
menghargai dan meninggalkan budaya kekerasan. Pendidikan karakter dapat dimaknai menjadi
pendidikan budi pekerti, pendidikan moral dan tabiat yang bertujuan mengembangkan
kemampuan peserta didik buat memberikan keputusan yg baik serta jelek, memelihara apa yg
baik serta mengaplikasikan pada kehidupan sehari-hari. Pembentukan dan pengembangan
karakter diperlukan memberikan akibat positif sebagai individu secara personal maupun bagi
lingkungan. Melalui progam pendidikan karakter buat mencegah peristiwa bullying terbukti
efektif serta bisa diterapkan di sekolah buat menngurangi perkara bullying.

4. Penyuluhan melalui media elektro

Media yg bisa dipergunakan buat pencegahan bulling adalah film. Pembelajaran menggunakan
media film mempunyai efektifitas yang tinggi karena siswa bisa lebih praktis tahu makna yang
terkandung dalam film tersebut dan antusias pada mengikuti proses pembelajaran. Penayangan
film efektif sebagai kenaikan pangkat kesehatan terutama disekolah supaya pembelajaran tidak
membosankan dilakukan durasi yang pendek aporisma 2 X 45 mnt per pertemuan. Film yg
ditayangkan wajib memilki pemahaman bahasa yang praktis dimengerti sang siswa, dan
diperbanyak gambar atau symbol yg memudahkan anak buat mengeti tujuan berasal film. Unsur-
unsur dalam film seperti tema cerita, wangsit cerita, alur cerita, isi pesan, penokohan dan pesan
dalam film penyuluhan pencegahan bullying.

5. Melibatkan orang tua buat pencegahan bullying

Kebijakan berasal sekolah tidak berjalan menggunakan lancara Jika tidak dibarengi
menggunakan melibatkan orang tua. Kelibatan orang tua bermanfaat buat mencegah terjadinya
salah persepsi dan galat komunikasi sehingga orang tua tahu progam yg dilaksanakan. Bullying
dapat dicegah dengan menjaga komunikasi dengan anak menggunakan menciptakan quality time
dengan anak buat meceritakan suatu duduk perkara serta membantu anak untuk merampungkan
dilema. Orang tua dirumah wajib membentuk lingkungan yg nyaman serta sebagai role mode
anak yg baik dan menghindari kekerasan pada rumah tangga didepan anak.

6. membuat kebijakan di sekolah

Kebijakan dari sekolah sangat dibutuhkan dalam pencegahan bullying serta tindakan kekerasan
lainnya. Kebijakan ini dapat didesain menggunakan menyampaikan hukuman kepada pelaku
bullying agar tidak terjadi lagi tindakan bullying. hukuman ini bisa berupa hukuman social juga
sanksi secara fisik yang menghasilkan pelaku bullying jera. Kebijakan ini pula bisa
menggunakan membangun komunikasi yg efektif antara pengajar dan anak didik, diskusi serta
ceramah mengenai sikap bullying. membentuk suasana lingkungan sekolah yg safety, nyaman
serta aman. dan menyediakan bantuan kepada siswa yg sebagai korban bullying. Melakukan
rendezvous terjadwal menggunakan orang tua atau komite sekolah.

7. Pendampingan terhadap korban bullying

Jika ada Koran bullying maka pihak sekolah bersedia buat melakukan pendampingan guna
melepaskan korban bullying asal trauma. Progam pendampingan sangat diharapkan karna
memang korban bullying memilki trauma yang mendalam dan panjang sehingga bisa terlepas
berasal syok. Kesulitan menyesuaikan menggunakan lingkungan social jua timbul pada pelaku
bullying dan mereka bahkan ingin pindah sekolah.

Sedangkan pencegahan bullying menurut (Johansson et al., 2020) dalam progam pencegahan
penindasan Olweus mewakili pendekatan komprehensif semua sekolah yang meliputi komponen
sekolah, kelas, individu dan rakyat. Progam ini difokuskan pada perubahan jangka pendek serta
jangka panjang yang akan membentuk lingkungan sekolah yg safety serta positif. Tujuan berasal
progam ini untuk mengurangi dilema intimidasi dan buat membentuk rasa merestruksiasi
lingkungan sekolah buat mengurangi peluang dan penghargaan serta membangun rasa
kebersamaan. Progam ini dibangun atas empat prinsip dasar yaitu disekolah wajib :

1. membuktikan kehangatan serta minat positif pada peserta didik


2. menetapkan batasan tegas untuk sikap yang tidak dapat diterima

3. menggunakan konsekuensi positif yg konsisten buat mengakui dan memperkuat sikap yg


sesuai dan konsekuensi non-fisik, non-permusuhan saat aturan dilanggar

4. Berfungsi menjadi otoritas serta panutan positif

Prinsip-prinsip ini telah diterjemahkan ke pada hegemoni di sekolah, kelas, individu, serta
tingkat masyarakat (Chai et al., 2020). Keterlibatan orang tua didorong di seluruh strata ada
delapan komponen tingkat sekolah, yang diterapkan di seluruh sekolah, termasuk pengembangan
Komite Koordinasi Pencegahan Bullying ( tim koordinasi taraf gedung yg terdiri asal
administrator, pengajar, staf non-pengajar, dan orang tua yang bertanggung jawab buat
memastikan bahwa semua komponen dilaksanakan dengan sempurna) pelatihan serta konsultasi
berkelanjutan bagi anggota tim koordinasi dan seluruh staf sekolah penerapan aturan serta
kebijakan yang kentara tentang intimidasi dan review dan penyempurnaan sistem pengawasan
sekolah untuk mengurangi bullying. Komponen tingkat kelas berasal program ini termasuk
mengadakan pertemuan kelas reguler buat menciptakan pemahaman perihal intimidasi serta
informasi-informasi terkait melalui diskusi serta permainan peran, serta membentuk kohesi kelas
memposting dan menegakkan aturan pada semua sekolah terhadap intimidasi dan mengadakan
pertemuan tingkat kelas secara terencana menggunakan orang tua. pengajar juga didorong buat
mengintegrasikan pesan dan strategi pencegahan bullying pada seluruh kurikulum. Komponen
taraf individu asal progam ini meliputi supervisi aktivitas siswa, khususnya di kawasan-tempat
yg dikenal menjadi daerah perundungan; pelatihan bagi semua staf buat membantu mereka
melakukan hegemoni pada kawasan waktu intimidasi terjadi atau dicurigai; serta tindak lanjut
intervensi menggunakan anak-anak serta remaja yang terlibat pada intimidasi. Melibatkan satu
atau lebih anggota komunitas dalam tim mereka, mencari cara agar anggota komunitas dapat
mendukung acara sekolah, serta berkolaborasi buat mengembangkan seni manajemen dan pesan
pencegahan bullying ke lingkungan komunitas lain yang melibatkan anak-anak.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Desain penelitian yg digunakan dalam penelitian ini ialah literature review atau tinjauan pustaka.
dari (Resende et al., 2018) literature review ialah penyelidikan ilmiah yg lebih terjangkau serta
metode ini ialah metode yang dipengaruhi sebelumnya untuk secara sistematis mengidentifikasi
semua dokumen penelitian yang diterbitkan dan bertujuan buat mengevaluasi kualitas artikel
penelitian yang bisa dihasilkan berasal berbagai asal mirip jurnal, text book, dan pustaka lainnya
yg relevan. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan pada melakukan literature review
mencakup perumusan pertanyaan penelitian, membentuk protokol review, menentukan kriteria
inklusi dan eksklusi, menyebarkan strategi penelitian, pemilihan studi, penilaian kualitas studi,
serta yang terakhir melakukan buatan data. Penelitian ini adalah literature review studi kuantitatif
menggunakan cross section buat memperoleh isu terkait pencegahan bullying di anak sekolah.

B. Pencarian instrument memakai PICOC

P (patient, populasi, duduk perkara) : Anak usia Sekolah

I (Intervention, prognostic faktoc, exposure) : Bullying

C (Comparison, control) :-

O (Outcome) : Pencegahan Bullying

C (Context) : Studi Literature Review


C. Kriteria Inklusi

Table tiga.1 kriteria Inklusi

Kriteria Inklusi

Jangka ketika Diterbitkan dalam rentang lima tahun terakhir ( 2017-2022)

Tipe Studi Cross Section

Bahasa Bahasa Indonesia serta Bahasa Inggris

Jenis Jurnal Original artikel penelitian dan manuscript

Tema Isi Jurnal Pencegahan Bullying di Sekolah

D. strategi Pencarian Literature

Data yg digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yg didapatkan asal akibat
penelitian sebelumnya dan bukan dari asal pengamatan / penelitian secara langsung. Pencarian
literature atau penelusuran artikel publikasi menggunakan Pubmed, Science Direct, Proquest,
Ebscohost serta memasukan kata kunci yg pertama bullying disekolah dan kata kunci yg kedua
pencegahan bullying di sekolah. Selanjutnya artikel / jurnal penelitian dipilih sinkron
menggunakan kriteria inklusi yg sudah ditetapkan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai