Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perilaku bullying dari waktu ke waktu terus menghantui siswa/siswi indonesia.
Kasus bullying yang sering dijumpai adalah kasus senioritas atau adanya intimidasi siswa
yang lebih senior terhadap adik kelasnya baik secara fisik maupun non-fisik.
Di temukan fakta seputar bullying berdasarkan survei yang dilakukanoleh Latitude
News pada 40 negara. Salah satu faktanya adalah bahwa pelaku bullying biasanya para
siswa atau mahasiswa laki-laki. Sedangkan siswi atau mahasiswi lebih banyak menggosip
ketimbang melakukan aksi kekerasan dengan fisik. Dari survei tersebut juga terdapat
negara-negara dengan kasus bullying tertinggi di seluruh dunia. Dan yang parahnya,
Indonesia masuk di urutan ke dua. Lima negara dengan kasus bullying tertinggi pada posisi
pertama ditempati oleh Jepang, kemudian Indonesia, Kanada, Amerika Serikat, dan
Finlandia.
Kasus bullying di Indonesia seringkali terjadi di institusi pendidikan.Hal ini
dibuktikan Pada tahun tersebut, KPAI mencatat ada 119 kasus bullying terhadap anak.
Menurut rilis tersebut, jumlah ini melonjak dari tahun sebelumnya yang hanya kurang lebih
60 kasus per tahun. Sedangkan di tahun 2021, KPAI mencatat hanya terjadi 53 kasus
bullying di lingkungan sekolah, dan 168 kasus perundungan di dunia maya.
Fenomena bullying di lingkungan sekolah di Indonesia saat ini sangat
memprihatinkan. Diantara kasus tersebut lima kasus bullying yang sempat ramai menjadi
pemberitaan di media adalah yang terjadi di SMA di Jakarta, yaitu kasus bullying di SMA
90 Jakarta korban di paksa lari dan ditampar oleh senior, kemudian kasus Ade Fauzan
siswa kelas I yang menjadi korban kekerasan dari siswa kelas III SMA 82 Jakarta. Ade saat
itu sampai dirawat di RS Pusat Pertamina (RSPP). Lalu ada Okke Budiman, siswa kelas 1
SMA 46 mengaku dianiaya oleh seniornya siswa kelas 3 karena tidak mau meminjamkan
motornya. Ada kasus bullying SMA 70 Jakarta, seorang siswi dihardik, dipukul dan
dicengkeram oleh tiga seniornya hingga lebam-lebam hanya gara-gara tidak memakai kaos
dalam (kaos singlet). Dan yang terbaru adalah kasus bullying yang menimpa Ary di SMA
1
Don Bosco Pondok Indah, Ary mengaku dipukul dan disundut rokok oleh senior di SMA
tersebut.
Maraknya kasus-kasus kekerasan seperti di atas merupakan bagian dari kasus
bullying di sekolah. Kasus bullying merupakan permasalahan yang sudah mendunia, tidak
hanya menjadi permasalahan di Indonesia saja tetapi juga di negara-negara maju seperti
Amerika Serikat dan Jepang.
Bullying merupakan satu kasus yang sering terjadi pada remaja sekolah yang
dilakukan atas nama senioritas. Namun kasus ini masih kurang mendapat perhatian karena
seringkali di anggap sebagai hal yang biasa terjadi di sekolah. Di Indonesia sendiri,
berdasarkan hasil penelitian LSM Sejiwa terhadap lebih dari 1.300 orang pelajar dan guru
di Yogyakarta, Surabaya dan Jakarta, menunjukkan bahwa di setiap sekolah pasti ada kasus
bullying mulai dari yang ringan hingga berat.
Perilaku bullying memiliki dampak negatif di segala aspek kehidupan (fisik,
psikologis maupun sosial) individu, khususnya remaja (Sejiwa, 2008). Sehingga hal
tersebut akan terus mempengaruhi perkembangan mereka selanjutnya. Para ahli
menyatakan bahwa school bullying merupakan bentuk agresivitas antarsiswa yang
memiliki dampak paling negatif bagi korbannya (Wiyani,2012, hlm 16). Hal ini disebabkan
adanya ketidakseimbangan kekuasaan di mana pelaku yang berasal dari kalangan siswa
yang merasa lebih senior melakukan tindakan tertentu kepada korban, yaitu siswa yang
lebih junior yang cenderung merasa tidak berdaya karena tidak dapat melakukan
perlawanan. Dampak lain yang dialami oleh korban bullying adalah mengalami berbagai
macam gangguan yang meliputi kesejahteraan psikologis yang rendah dimana korban akan
merasa tidak nyaman, takut, rendah diri, serta tidak berharga. Penyesuaian sosial yang
buruk dimana korban merasa takut ke sekolah bahkan tidak mau sekolah, menarik diri dari
pergaulan, bahkan berkeinginan untuk bunuh diri. Menurut Rigby (dalam
Wiyani, 2012, hlm. 18) bahwa hasil penelitian menunjukkan siswa yang menjadi korban
akan mengalami kesulitan dalam bergaul, merasa takut datang ke sekolah sehingga absensi
mereka tinggi dan tertinggal pelajaran, mengalami kesulitan berkonsentrasi dalam
mengikuti pelajaran, dan kesehatan mental maupun fisik mereka terpengaruh baik itu dalam
jangka pendek maupun panjang. Dengan kata lain, bullying di sekolah merupakan gejala
2
yang berdampak buruk pada pelajar yang terlibat bullying, baik sebagai pelaku dan korban.
Bahkan dampak tersebut dapat membuat korban menjadi pelaku bullying apabila terjadi
siklus kekerasan (Adilla, 2009, hlm. 58).
Hasil konsultasi Komisi Nasional Perlindungan anak dengan anak di 18 provinsi di
Indonesia pada 2007 memperlihatkan bahwa sekolah juga bisa menjadi tempat yang cukup
berbahaya bagi anak atau pun remaja, jika ragam kekerasan yang terjadi tidak diantisipasi
dan ditindaklanjuti (Wiyani, 2012,hlm. 17). Bukti nyata akibat dari tidak ditangani dengan
serius masalah bullying ini adalah terdapatnya korban-korban meninggal. Perilaku bullying
merupakan perilaku agresif yang serius. Perilaku agresif dapat terjadi karena berbagai
faktor. Faktor-faktor situasional yang dapat memicu terbentuknya perilaku agresif menurut
O’Connell (dalam Annisa, 2012, hlm 3) antara lain budaya sekolah (bullying yang
dilakukan guru atau teman sebaya), teknologi dan norma kelompok. Menurut Santosa
(2009, hlm. 79) “Kelompok sebaya adalah kelompok siswa sebaya yang sukses ketika
anggotanya dapat berinteraksi. Hal-hal yang dialami oleh siswa tersebut adalah hal yang
menyenangkan saja”. Pengertian lain menurut Santosa bahwa secara umum kelompok
sebaya dapat diartikan sebagai sekumpulan orang (sebaya/seumuran) yang mempunyai
perasaan serta kesenangan yang relatif sama.
Kelompok teman sebaya atau peer group itu sendiri biasanya terbentuk di
lingkungan terdekat remaja seperti di sekolah. Peer group terbentuk karena adanya
kesamaan tujuan atau ideologi antar sesama siswa yang tergabung ke dalam suatu
kelompok tersebut. Selain itu peer group terbentuk karena adanya kebutuhan remaja,
sebagai wadah untuk menunjukkan eksistensi diri. Faktor pembentuk peer group pada
kalangan remaja juga di sebabkan oleh kebutuhan sosialnya, yang paling menonjol antara
lain kebutuhan untuk dikenal dan kebutuhan untuk berkelompok (Willis, 2008, hlm. 51) .
Banyakya kasus bullying yang terjadi di sekolah ada hubungannya dengan peran
kelompok teman sebayayang cukup kuat dalam perkembangan kepribadian dan perilaku
remaja. Remaja cenderung ingin selalu bersikap sama dengan kelompok sebayanya agar
merasa diakui dalam kelompok tersebut. Remaja juga mempunyai dorongan kebutuhan
untuk dikenal biasanya tampak pada kecenderungan remaja untuk melakukan perbuatan-

3
perbuatan yang dapat menarik perhatian orang lain termasuk berkelompok-kelompok
sebagai bentuk aktualisasi diri (Willis, 2008, hlm. 51).
Pengaruh kelompok teman sebaya atau peer group yang kuat pada remaja dapat
ditunjukkan dari hasil penelitian Pratiwi S (2008) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku menyimpang pada remaja khususnya siswa di sekolah, bahwa faktor yang paling
kuat dalam masalah
perilaku menyimpang siswa adalah peer group dari siswa tersebut yang juga melakukan
perilaku menyimpang.
Peer group sendiri berperan besar dalam perkembangan kepribadian remaja. Dalam
hal ini keterikatan antara remaja dengan kelompok teman sebayanya (peer group) sangatlah
erat. Mengkaji persahabatan di kalangan teman sebaya, banyak hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor utama untuk menentukan daya tarik hubungan interpersonal
diantara para remaja pada umumnya adalah adanya kesamaan dalam minat, nilai-nilai
pendapat, dan sifat-sifat kepribadian. (Yusuf, 2004, hlm. 60) menjelaskan dalam bukunya
mengenai hasil penelitian oleh Hans Sabald bahwa “teman sebaya lebih memberikan
pengaruh dalam memilih cara berpakaian, hobi, perkumpulan (club) dan kegiatan-kegiatan
sosial lainnya”.
Sementara itu beberapa penelitian mengindikasikan bahwa dalam pergaulan dengan
teman sebaya tidak hanya berdampak positif saja melainkan berdampak negatif. Menurut
Yusuf (2004, hlm. 61) bahwa “hasil penelitian Healy dan Browner menemukan bahwa 67%
dari 3000 siswa nakal di Chicago ternyata mendapat pengaruh dari teman sebayanya”.
Dampak negatif peer group bagi remaja bermacam-macam diantaranya perilaku
menyimpang seperti merokok, penggunaan kata-kata kasar, perkelahian pelajar, dan
perilaku bullying kepada sesama pelajar di sekolah.Bullying termasuk pada tindakan
juvenile deliquency. Juvenile deliquency dapat diartikan sebagai tindakan seorang siswa
yang berada pada fase-fase usia remaja yang melakukan pelanggaran terhadap norma-
norma hukum, sosial, susilaan agama (Sudarsono, 2008, hlm. 14).
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, kasus bullying yang dilakukan siswa di
sekolah sedikit banyaknya mendapat pengaruh dari kelompok teman sebaya (peer group)
nya. Artinya peran peer group memang cukup besar dalam menentukan perilaku siswa di
4
sekolah karena siswa tersebut memiliki keterikatan kuat dengan peer groupnya yang
merupakan kelompok untuk menunjukkan eksistensi dan aktualisasi dirinya sebagai remaja
yang sedang mencari jati diri. Lemahnya emosi pada remaja juga menyebabkan remaja
kurang dapat mengontrol sebaiknya perilaku mana yangbaik dan tidak baik.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tertulis, saya memberikan informasi berikut tentang masalah
yang akan digunakan sebagai bahan penelitian :
1. Adanya tindakan bullying yang terjadi pada siswa dan siswi.
2. terganngunya psikis siswa.
3. Terjadinya kekerasan kepada sesame siswa
4. faktor siswa melakukan bullying
5.adanya body shaming

C. Batasan Masalah
Agar penelitian tidak terlalu luas, maka perlu adanya pembatasan masalah yang
bertujuan untuk memudahkan dalam penelitian dan pembahasan nya lebih mendalam. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini hanya dibatasi pada dampak perilaku bullying yang
memfokuskan pada
 Dampak tindakan bullyingterhadap psikis siswa.
 Contoh-contoh bullying berdasarkan jenis bullying
 Faktor-faktor bullying

D. Rumusan Masalah
1. Apa saja dampak Bullying dalam psikis siswa tersebut?
2. Apa saja dampak Bullying yang terjadi di sekolah untuk kehidupan siswa tersebut?
3. kenapa bullying sering terjadi di kalangan siswa?
4. Bagaimana cara menanggulangi Bullying di kalangan siswa?

5
E. Tujuan Penelitian
1. Mendiskripsikan dampak bullying dalam psikis siswa.
2. Mendeskripsikan dampak bullying yang terjadi di ekolah untuk kehidupan siswa.
3. Mendeskripsikan peran orangtua terhadap siswa SMA yang terkena bullying di sekolah.
4. Mendeskripsikan cara menanggulangi bullying kalangan siswa.

F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu
pengetahuan tentang bullying di ligkungan sekolah
2. Manfaat Praktis
a. Sekolah
Hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan pengetahuan dan informasi terkait
dengan dampak bullying terhadap psikologi siswa SMA bagi siswa dan penulis
b. Siswa siswi SMA
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan siswa mengenai dampak dari
bullying.

6
BAB II
LANDASAN TEORI

1. Pengertian Bullying
Kata bullying berasal dari Bahasa Inggris, yaitu dari kata bull yang berarti banteng
yang senang menyeruduk kesana kemari. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) istilah bullying merupakan padanan kata dari bullying. Perundungan
berasal dari kata rundung yang memiliki arti menganggu; mengusik terus menerus;
menyusahkan (www.kbbi.web.id). Perundungan berarti proses, cara, perbuatan merundung
yang dapat diartikan sebagai seseorang yang menggunakan kekuatan untuk menyakiti atau
mengintimidasi orang-orang yang lebih lemah dari pelaku bullying.
Istilah bullying merupakan suatu istilah yang masing terdengar asing bagi
kebanyakan masyarakat di Indonesia, walaupun pada kenyataannya perilaku tersebut telah
terjadi dalam kurun waktu yang lama dan terjadi di berbagai segi kehidupan termasuk juga
dunia pendidikan. Padahal tindakan bullying merupakan suatu fenomena yang tersebar di
seluruh dunia (Sari Pediatri, 2013:49). Olweus (dalam Rizal, 2013:29) menyatakan bahwa
di negara-negara Skandinavia bullying dikenal dengan istilah mobbing (Norwegia dan
Denmark), atau mobning (Swedia
dan Finlandia). Dalam bahasa Inggris mob berarti sekelompok orang yang bersifat anonim
yang terlibat atau bahkan melakukan suatu pelecehan dan penekanan terhadap orang
lain.Bullying merupakan suatu pola perilaku yang bersifat negatif yang dilakukan secara
berulang-ulang dan bertujuan negatif pula. Perilaku. tersebut mengarah langsung dari siswa
yang satu ke siswa yang lain karena adanya ketidakseimbangan kekuatan (Olweus,
1993:56).
Menurut Coloroso (2007:78) bullying / penindasan adalah tindakan intimidasi yang
dilakukan pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lemah,dilakukan dengan sengaja dan
bertujuan untuk melukai korbannya baik secara fisik maupun secara emosional. Adapun
bentuk-bentuk bullying menurut Koloroso diantaranya yaitu:

7
a. Bullying fisik
Penindasan atau tindakan untuk menyakiti orang lain yang disertai dengan adanya
kontak fisik. Penindasan ini merupakan jenis tindakan yang paling tampak dan paling dapat
diidentifikasi diantara bentuk-bentuk penindasan yang lain. Bentuk dari Bullying secara
fisik diantaranya menendang, mencubit, menampar, meludahi, memukul, merusak barang,
memalak, menggigit, memiting, dan memilim telinga
b. Bullying verbal
Penindasan atau tindakan untuk menyakiti orang lain secara lisan atau dengan
menggunakan bahasa verbal.
Penindasan atau tindakan untuk menyakiti orang lain secara lisan atau dengan
menggunakan bahasa verbal. Bentuk dari bullying secara verbal diantaranya memanggil
dengan nama panggilan yang buruk, mengolok-olok, menyebarkan isu buruk, mengancam,
berkata kasar, dan mengkritik kejam.
Berdasarkan pendapat para ahli dan tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa
pengertian bullying adalah tindakan agresif yang memiliki kemampuan dan kekuatan yang
tidak seimbang terhadap kekuatan dan kemampuan yang lebih lemah dan yang di lakukan
secara terus menerus dengan tujuan menyakiti dari subjek yang menjadi sasaran bullying.

2. Pengertian pisikis
a. Bullying psikis
Penindasan psikis merupakan pelemahan harga diri korban secara sistematis melalui
pengucilan atau pengabaian dan mempermalukan. Senada dengan hal tersebut menurut
Rigby Ken (2003:98), perilaku bullying dapat terjadi secara individual ataupun
berkelompok yang dilakukan seorang siswa ataupun kelompok secara konsisten dimana
tindakan tersebut mengandung unsur melukai bagi siswa yang jauh lebih lemah dibanding
pelaku. Tindakan tersebut dapat melukai secara fisik atau psikis siswa atau kelompok lain
karena pada umumnya bullying dapat dilakukan secara fisik atau verbal yang berupa kata-
kata kasar bahkan dapat berupa hal lain di luar keduanya.
Penindasan psikis merupakan pelemahan harga diri korban secara sistematis melalui
8
pengucilan atau pengabaian dan mempermalukan. Jenis penindasan ini paling sulit
dideteksi dari luar.bentuk dari bullying secara psikis diantaranya pengucilan, pengabaian,
mempermalukan. Menurut Wiyani mengatakan bahwa terdapat empat bentuk bullying,
yaitu:(1) Lisan, seperti memberi julukan pada siswa atau kelompok, menggoda,
mencemooh, mengejek, menghina, mengancam, (2) Fisik, seperti memukul, menendang,
mendorong, menjegal, menampar, mencubit (3) Sosial, seperti mengucilkan dari
pertemanan, mengabaikan, tidak mengajak berteman, memberi isyarat yang tidak sopan (4)
Psikologis, seperti menyebarkan desas-desus, “dirty looks‟ (pandangan yang menunjukkan
rasa tidak senang, kebencian atau kemarahan seperti memelototi, melirik dengan sinis),
menyembunyikan atau merusak barang, pesan jahat lewat SMS dan email, penggunaan
ponsel kamera untuk hal yang tidak patut.
Bentuk-bentuk bullying lain yang dilakukan oleh seorang atau kelompok meliputi:
(1) Fisikal (memukul, menendang, mendorong, merusak benda-benda milik orang lain), (2)
Verbal (mengolok-olok nama panggilan, melecehkan dari segi penampilan, mengancam,
menakut-nakuti), (3) Sosial (menyebarkan gosip/rumor tentang orang lain, mempermalukan
orang lain di depan umum, mengucilkan dari pergaulan, menjebak seseorang agar dia
dianggap melakukan suatu tindakan yang sebenarnya tidak dilakukannya), (4) Cyber atau
elektronik (melakukan penghinaan melalui jejaring sosial (facebook, Friendster, twitter)
ataupun SMS, menyebarluaskan foto tanpa seizin pemiliknya, membongkar rahasia orang
lain melalui internet ataupun SMS (Andri Priyatna, 2010:21).

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying


Bullying terjadi tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja tetapi setiap bagian
yang ada di sekitar siswa juga turut memberikan kontribusi baik langsung maupun tidak
langsung dalam munculnya perilaku tersebut. Menurut Andri Priyatna (2010:22)
mengemukakan bahwa faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Faktor dari Keluarga
Pola asuh dalam suatu keluarga mempunyai peran dalam pembentukan perilaku
siswa terutama pada munculnya perilaku bullying. Keluarga yang menerapkan pola asuh
permisif membuat siswa terbiasa untuk bebas melakukan segala sesuatu yang
9
diinginkannya. siswa pun juga menjadi manja, akan memaksakan keinginannya. siswa juga
tidak tahu letak kesalahannya ketika ia melakukan kesalahan sehingga segala sesuatu yang
dilakukannya dianggapnya sebagai suatu hal yang benar. Begitu pula dengan pola asuh
yang keras, yang cenderung mengekang kebebasan siswa.
siswa pun terbiasa mendapatkan perlakuan kasar yang nantinya akan dipraktikkan
dalam pertemanannya bahkan siswa akan menganggap hal tersebut sebagai hal yang wajar.
Anantasari (2006:76) menyatakan bahwa lingkungan keluarga si siswa apabila cenderung
mengarah pada hal-hal negatif seperti sering terjadi kekerasan (memukul, menendang meja
dan lain-lain), sering memaki-maki dengan menggunakan kata kotor, sering menonton
acara televisi yang mana terdapat adegan-adegan kekerasan dapat berimbas pada perilaku
siswa. Sifat siswa yang cenderung meniru (imitation) akan melakukan hal yang sama
seperti apa yang dilihatnya. Selain itu siswa akan membentuk kerangka pikir bahwa
perilaku yang sering dilihatnya merupakan hal yang wajar bahkan perlu untuk dilakukan.
b. Faktor dari Pergaulan
Teman sepermainan yang sering melakukan tindakan kekerasan terhadap orang lain
akan berimbas kepada perkembangan si siswa. siswa juga akan melakukan hal yang sama
dengan apa yang dilakukan oleh teman-temannya. Selain itu siswa baik dari kalangan sosial
rendah hingga atas juga melakukan bullying dengan maksud untuk mendapatkan
pengakuan serta penghargaan dari teman-temannya.
Ponny Retno Astuti (2008:98) menyatakan bahwa sekolah yang biasanya terjadi kasus
bullying pada umumnya:
a.) didalamnya terdapat perilaku diskriminatif baik di kalangan guru maupun siswa
b.) kurangnya pengawasan dan bimbingan etika dari para guru dan petugas sekolah
c.) terdapat kesenjangan besar antara siswa yang kaya dan miskin
d.) adanya pola kedisiplinan yang sangat kaku ataupun yang terlalu lemah
e.) bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten.
4. Dampak Bullying
Jones dan Davis menyatakan bahwa tindakan berarti keseluruhan respons (reaksi)
yang mencerminkan pilihan perilaku dan mempunyai akibat (efek) terhadap lingkungannya.
Sementara efek diartikan sebagai perubahan nyata yang dihasilkan oleh tindakan (Sarwono,
10
1995:64). Dalam keterkaitan antara stimulus dan respons yang mendorong seseorang
bertingkah laku, maka dampak bullying dapat dipandang sebagai hasil dari adanya stimulus
dan respons yang bekerja dalam diri seseorang (Watson dalam Sarwono, 1995:94). Dampak
bullying adalah konsekuensi psikologis sebagai hasil dari adanya stimulus dan respons
yang bekerja dalam diri seseorang oleh faktor internal maupun eksternal.
Selain itu tanda-tanda lain yang harus diwaspadai, antara lain Andri (2010:56)
sering kehilangan benda-benda milik pribadi; 2) pulang ke rumah dengan tanda-tanda luka
seperti habis dipukul atau pakaian yang kotor tidak seperti biasa; 3) lebih sering
menghabiskan waktu dengan siswa yang lebih muda (menunjukkan adanya rasa tak
nyaman kalau harus bergaul dengan siswa sebayanya). 4) tidak nyaman diwaktu-waktu:
pergi sekolah, istirahat, atau pulang sekolah; 5) enggan pada saat mau berangkat sekolah
atau tampak sengaja ingin tiba di sekolah pada saat bel masuk berbunyi dengan cara
sengaja melambatkan diri; 6) senang menyendiri; 7) tidur terlalu sedikit ataupun
sebaliknya; 8) keluhan somatik seperti sakit kepala, sakit perut.

B. Hipotesis Penelitian
1. Tingkat bullying siswa di sekolah . Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari survey
awal di lapangan, terdapat bullying siswa di sekolah . Oleh karena itu dapat menyimpulkan
bahwasanya tingkat bullying sering terjadi di lingkungan sekolah.
2. Tingkat kepercayaan diri siswa di sekolah . Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari
survey awal di lapangan, bullying Terhadap Perkembangan Psikis Siswa Oleh karena itu
peneliti dapat menyimpulkan bahwasanya prngaruh bullying Terhadap Perkembangan
Psikis Siswa
3. Bullying berpengaruh terhadap Perkembangan Psikis Siswa Berdasarkan data yang
peneliti peroleh dari survey awal di lapangan melalui wawancara. Bullying memang
berpengaruh terhadap Perkembangan Psikis Siswa Oleh karena itu peneliti dapat
menyimpulkan bahwasanya bullying berpengaruh terhadap Perkembangan Psikis Siswa
Berdasarkan uraian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwasanya hipotesis
penelitian ini adalah terdapat bullying tinggi pada siswa di sekolah , sehingga peneliti
dapat menyimpulkan’ bullying Terhadap Perkembangan Psikis Siswa
11
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu, dan Jadwal Penelitian


1. waktu penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian akan dilaksanakan dalam waktu 1 minggu
2. jadwal penelitian
Jadwal penelitian yang melputi persiapan, pelaksanaan dan pelaporan hasil penelitian
dalam bentuk bar chat. Jadwal maksimal tanggal senin,23 januari
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Kuantitatif. Sesuai dengan istilahnya,
penelitian kuantitatif banyak menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran
data, serta hasilnya, Arikunto (2006:139). penelitian kuantitatif adalah penelitian yang
bekerja dengan angka, yang datanya terwujud bilangan (skor atau nilai, peringkat atau
frekuensi), yang di analisis menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan atau
hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik, dan untuk melakukan prediksi bahwa suatu
variabel tertentu mempengaruhi variabel yang lain, creswel (Alsa, 2004:71).

B. Identifikasi Variabel
Variabel merujuk pada karakteristik atau atribut seorang individu atau suatu
Organisasi yang dapat diukur atau di observasi Creswell (2013:120). Variabel bebas
merupakan variabel yang mungkin menyebabkan atau mempengaruhi, atau berefek pada
autcome. Sedangkan variabel terikat merupakan hasil dari pengaruh variabel bebas
(Creswell, 2013:121). Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel yang di gunakan, yaitu:
1. Variabel terikat atau dependen variabel (Y) adalah variabel penelitian yang di ukur untuk
mengetahui besarnya efek atau pengaruh dari variabel lain. Besarnya efek tersebut di amati
dari ada tidaknya, timbul hilangnya, besar kecilnya, atau berubahnya variasi yang tampak
sebagai akibat perubahan pada variabel lain maksudnya (Azwar, 2007:74).
2. Variabel bebas atau independent variabel (Y) yaitu suatu variabel yang variasinya
mempengaruhi variabel lain. Dapat pula dikatakan bahwa variabel bebas adalah variabel
12
yang mempengaruhi terhadap variabel lain yang ingin di ketahui. Variabel ini sengaja di
pilih dan sengaja di manipulasi oleh peneliti agar efeknya terhadap variabel lain tersebut
dapat diamati dan diukur (Azwar, 2007:75)
Identifikasi variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Variabel Bebas (X) : Bullying
b. Variabel Terikat (Y) : Psikis

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah seluruh individu yang dimaksudkan untuk diteliti dan yang nantinya
akan dikenai generalisasi. Generalisasi adalah suatu cara pengambilan kesimpulan terhadap
kelompok individu yang lebih luas jumlahnya berdasarkan data yang diperoleh dari
kelompok individu yang sedikit jumlahnya (Winarsuhu, 2004, h. 205). Sedangkan menurut
(Arikunto, 2006, h. 138). populasi adalah keseluruhan subyek penelitian.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa populasi merupakan
seluruh cabang yang akan diteliti serta memiliki karakteristik yang sama. Populasi yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa fakultas psikologi uin
malang yang akan di minta
sebagai subjek dan yang pernah mendapatkan perilaku bullying. Adapun karakteristiknya
sebagai berikut:
a. Berstatus sebagai mahasiswa fakultas psikologi uin malang lintas angkatan dan masih
berstatus masih aktif kuliah.
b. Individu / subjek yang bersangkutan dalam membantu tugas skripsi kami dengan
sukarela.
c. Individu / subjek yang bersangkutan pernah mendapatkan bullying / pernah menjadi
korban bullying
Populasi pada penelitian ini sebanyak 1000 subyek, (data BAK fakultas psikologi uin
malang). Adapun responden sebaran angket dari 1000 subjek pada penelitian ini dapat di
lihat pada tabel sebaran angket sebagai berikut.
13
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti, Arikunto (2006:139).
Penetapan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis metode random
sampling. Teknik sampling ini diberi nama demikian karena di dalam pengambilan
sampelnya, peneliti “mencampur” subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek-
subjek dalam populasi dianggap sama. Dalam penelitian ini jumlah sampel adalah 100
orang
D. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan alat ukur atau skala sebagai instrumen pengumpulan
data. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang hendak di ukur yaitu bullying dan
kepercayaan diri dan Skala pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan skala
Guttman dimana jawaban atas pertanyaan yang di ajukan: Sangat Tidak Setuju, Tidak
Setuju, Netral, Setuju, Sangat Setuju dengan rincian:
1. STS : Sangat Tidak Setuju
2. TS : Tidak Setuju
3. N : Netral
4. S : Setuju
5. SS : Sangat Setuju

14
DAFTAR PUSTAKA

Andri, Priyatna. (2010). Let’s End Bullying: Memahami, Mencegah & Mengatasi Bullying.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

Alsa, Asmadi. (2004). Pendekatan Kunatitatif dan Kualitatif serta Kombinasinya dalam
Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar Offset.

Akbar, G. (2013). Mental imagery mengenai lingkungan sosial yang baru pada korban
bullying. eJournal Psikologi, Vol. 1 No. 1. Hal. 23-37

Coloroso, Barbara. (2007). Stop Bullying: Memutus Rantai Kekerasan siswa dari
Prasekolah hingga SMU. Diterjemahkan oleh: Santi Indra Astuti. Jakarta: PT. Serambi
Ilmu Semesta.

Faye Ong. (2003). Bullying at School. The California Department of Education: CDE Press

News Detik http://news.detik.com/read/2012/07/31/105747/1979089/10/6/5-kasus-


bullying-sma-di-jakarta#bigpic diakses pada tanggal 11 Januari 2023

Sugiyono. (2002). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfa Beta


Setiowati, R.O (2008). Bullying : Kekerasan Teman Sebaya di Balik Pilar Sekolah.
www.Kabarindonesia.com. 24/06/2008

Sejiwa http://sejiwa.org/penelitian-mengenai-kekerasan-di-sekolah-2008/) diaskes pada


tanggal 11 Januari 2023

Sari, Pediatri. (2013). Gambaran Bullying dan Hubungannya dengan Masalah Emosi dan
Perilaku pada siswa Sekolah Dasar. Jurnal Ilmu Kesehatan siswa dan Psikiatri. Vol. 15 No.
3. Oktober 2013. 175.

Orpinas, P. & Horne, A. M. (2006). Bullying Prevention, creating a positive school climate
and developing social competence. Washington, DC: American Psychological Association.
15
Olweus, D. (1993). Bullying at School: what we know and what we can do. Oxford:
Blackwell

Uniqpost http://uniqpost.com/50241/negara-negara-dengan-kasus-bullying-tertinggi-
indonesia-di-urutan-ke-2/) diakses pada tanggal 11 Januari 2023.

16

Anda mungkin juga menyukai