Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DENGAN PERILAKU

BULLYING DI SEKOLAH PADA SISWA SMA

PENDAHULUAN

Masa remaja juga identik dengan masa transisi seseorang dalam menemukan
jati diri. Masa remaja adalah masa dimana seseorang mulai mengerti tentang hal-hal
yang baik dan buruk, benar dan salah tentang keputusan atau tidakan yang mereka
ambil tanpa campur tangan orangtua. Hal ini karena saat menginjak masa remaja,
seseorang cenderung merasa bahwa mereka sudah dewasa dan mampu menetukan
apa yang boleh mereka lakukan sesuai dengan keinginan dan kemauan mereka tanpa
mendengar pendapat dari orang tua. Hal ini terjadi karena remaja mulai berjuang
melepas ketergantungan kepada orang tua dan berusaha mencapai kemandirian
sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa (Potter & Perry, 2005).
Remaja pada dasarnya mempunyai rasa ingin tahu yang besar, maka mereka
cenderung mudah terpengaruh oleh kebiasaan sehari-hari dan mempengaruhi
lingkungan sekitar tempat mereka bergaul (Ali, 2006). Remaja akan lebih banyak
melakukan pelanggaran aturan ketika berada di lingkungan yang dipenuhi dengan tata
tertib seperti di lingkungan pendidikan (Brook, 2011).
Adolescence atau remaja berasal dari kata latin (adolescere) yang berarti
“tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Menurut Kozier et al., (2010) remaja
adalah masa perkembangan transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang
mencangkup perubahan biologis, kognitif, dan sosio emosional. Masa ini dimulai dari
usia 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18-21 tahun, diman remaja mulai
menunjukkan jati dirinya dengan menunjukkan perilaku yang bermacam-macam,
sesuai dengan karakter dan kreativitas masing-masing dalam hal-hal negatif (King,
2010). Menurut Agustiani (2006), secara umum remaja dibagi menjadi tiga yaitu, 1)
Masa remaja awal (12-14 tahun), Faktor dari tahap ini adalah penerimaan terhadap
bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya. 2)
Masa remaja pertengahan (15-18 tahun), Masa ini ditandai dengan berkembangnya
kemampuan berfikir yang baru.Teman sebaya masih mempunyai peran yang penting,
namun individu sudah lebih mampu untuk mengendalikan diri (self directed). 3)
2

Masa remaja akhir (19-22 tahun), masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk
memasuki peran-peran orang dewasa. Selama periode ini remaja berusaha
memantapkan tujuan vokasional dan mengembangkan sense of personal identity.
Masa remaja sebagai usia bermasalah, karena remaja merasa diri mereka
sudah mandiri, sehingga meraka ingin mengatasi masalahnya sendiri dan menolak
bantuan orangtua dan guru-guru, bahkan tidak jarang mereka melakukan hal yang
negatif salah satunya adalah kekerasan di lingkungan sekolah atau bullying terhadap
teman yang mereka anggap tidak menarik atau memiliki kekurangan di bawah
mereka, lemah dan juga terhadap adik kelas yang terlihat menggangu menurut
pandangan mereka atau juga tidak menarik, sehingga mereka tidak segan-segan untuk
melakukan tidak kekerasan secara verbal maupun fisik. Sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Septiyuni, Budimansyah dan wilodati (2012), bahwa sebagian
besar siswa SMA pernah melakukan tindak bullying secara verbal, fisik maupun
psikis, dan kelompok teman sebaya berpengaruh positif dan signifikan terhadap
perilaku bullying.
Bullying merupakan salah satu fenomena pelanggaran aturan yang menyita
perhatian di dunia pendidikan saat ini. Perilaku bullying merupakan fenomena lama
yang sudah sering terjadi namun baru-baru ini perilaku bullying menjadi masalah
yang sangat serius. Perilaku bullying bisa muncul di masa saja dan korbannya pun
bisa anak-anak hingga orang dewasa. Bullying adalah perilaku berulang yang melukai
dan mengancam kesehatan satu lebih individu, yang terjadi melalui banyak cara,
misalnya, kata-kata melukai, ancaman dan perilaku intimidasi baik verbal, non-verbal
maupun fisik (Krahe, 2005). Bullying adalah perilaku agresif yang disengaja dan
berulang-ulang untuk menyerang korban, yang biasanya orang lemah, mudah diejek,
dan tidak bisa membela diri (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Klasifikasi Bullying
ada tiga menurut Sejiwa (2008) yaitu, 1) Bullying fisik, misalnya memukul,
mendorong, menendang, memalak, mencubit, merusak barang milik orang lain,
mengambil barang milik orang lain secara paksa. 2) Bullying verbal, misalnya berkata
kasar, mengejek, menertawakan, memanggil dengan nama julukan yang tidak
disenangi (name calling), dan mengancam. 3) Bullying mental, misalnya mengucilkan,
3

mengabaikan, menyebarkan gosip yang tidak benar, memndang sinis, mencibir, dan
meneror.
Perilaku bullying tidak dapat dengan mudah ditangani, hal ini karena adanya
kesenjangan antara pelaku dan korban. Di mana keadaan atau sikap korban yang
terlihat lemah membuat pelaku tidak akan berhenti untuk melakukan bullying,
sehingga bullying akan tetap berlanjut dalam waktu yang lama, karena tidak ada
usaha korban untuk menyelesaikan konflik. Dampak yang ditimbulkan dalam kasus
bullying dapat seperti prestasi yang menurun, membolos, melanggar kedisiplinan,
tidak mengerjakan tugas sekolah, bahkan ada yang sampai depresi.
Dari wawancara singkat dengan 12 subjek anak sekolahan secara acak dalam
waktu yang berlainan, mereka mengatakan bahwa biasanya perilaku bullying terjadi
karena sikap orang tua yang acuh terhadap anak, kesibukan orang tua sehingga
kurang memperhatikan anak, ada pula yang berpendapat dari apa yang mereka alami
maupun lihat disekolah bahwa anak pelaku bullying ada dalam keluarga yang broken
home. Pada subjek yang lain (guru BK) bahwa biasanya bullying timbul karena
pengaruh teman sebaya, adanya pembentukan geng yang membuat anak menjadi
mengikuti pola pertemanan yang berjalan dalam geng tersebut jika tidak mau
disingkirkan atau dikucilkan, ada pula karena senoiritas di sekolah.
Banyak tindakan sehari-hari yang mereka lakukan kepada teman namun
mereka tidak menyadari bahwa hal tersebut tergolong dalam tindakan bullying,
seperti memukul, menendang, melempar barang orang lain, menampar, menyubit.
Namun tak jarang juga hal-hal tersebut dilakukan karena ada kesengajaan, seperti
menyebarkan rumor yang tidak benar dilingkungan sekolah, mengejek teman dengan
menyangkut penampilan fisik (pendek, gendut, jelek, giginya maju, hitam dan
lainnya) , sehingga menimbulkan efek negatif terhadap korban seperti rendah diri,
rasa malu, krisis kepercayaan diri, suka menyendiri, merasa terancam. Tindak
bullying dengan menggunakan kata-kata atau berusaha untuk menyerang seperti
mengina teman yang lain dengan kata-kata yang menyakitkan, mencemooh teman
seperti perkerjaan orang tua, melakukan penyindiran hal ini dilakukan dengan dalih
4

bahwa individu tersebut melakukan hal yang menyebalkan (mencari perhatian guru,
bersikap berlebihan terhadap sesuatu masalah, pamer dengan barang yang dia punya).
Dalam perilaku kekerasan, keluarga dan orang-orang dekat semenjak kecil
menjadi referensi sentral pembentukan karakter pribadi seseorang. Menurut Dake et
al., (2003) ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku bullying yaitu status
sosial ekonomi keluarga, tingkat pendidikan orang tua, lingkungan sekolah yang
kurang baik, keharmonisan keluarga, dan parenting style atau pola asuh. Pola asuh
merupakan interaksi antara orang tua dan anak, bagaimana orang tua dalam mendidik,
memberikan bimbingan dan juga bagaimana cara orang tua dalam memperlakukan
anak selama dilingkungan rumah (Hawari, 2007).
Baumrind (dalam Bee & Boyd, 2004) membagi pola asuh dalam 3 jenis,
yaitu: Authoritarian, Permissive dan Authoritative. Kemudian Maccoby & Martin
(dalam Boyd & Bee, 2006), menambahkan satu jenis pola asuh dengan pola asuh
uninvolved/neglectful. Dari bentuk-bentuk pola asuh tersebut, yang diyakini berakibat
positif bagi perkembangan diri anak adalah bentuk pola asuh authoritative . Selama
usia kanak-kanak sampai usia remaja, pola asuh authoritative ini secara konsisten
berhubungan dengan kematangan sosial anak, sikap percaya diri tinggi, standar moral
terinternalisasi, prestasi akademik tinggi dan tanggung jawab pada tugas (Respati,
Yulianto & Widiana, 2006).
Baumrind dalam Learnern (2006) menyatakan bahwa pola asuh terbentuk dari
adanya dua dimensi, yaitu; 1) Parental Responsiveness, yaitu orang tua berespon
kepada anaknya dengan kehangatan, memberikan kasih sayang, dan dukungan kepada
anaknya. 2) Parental Demanding, yaitu orangtua memberikan kontrol terhadap
anaknya, mereka bersikap menuntut dan memaksa anak dan menggunakan hukuman
dengan tujuan untuk mengontrol perilaku anak mereka.
Masing-masing pola asuh tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dan
dapat memberikan dampak yang berbeda juga terhadap pola perkembangan anak.
Beberapa penelitian yang membahas mengenai pola asuh orang tua dengan perilaku
anak. Bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan
perilaku bullying pada remaja yang disampaikan oleh Pratama (2016). Sama seperti
5

yang disampaikan oleh Ningru dan Soeharto (2012), bahwa terdapat hubungan positif
antara pola asuh otoriter dan bullying, Semakin tinggi pola asuh otoriter, maka
bullying di sekolah akan semakin tinggi, demikian juga sebaliknya. Hal ini
menjelaskan bahwa penerapan pola asuh otoriter yang selalu menekan akan membuat
anak tertekan dan mudah marah, sehingga kemarahan yang tidak bisa tersalurkan
membuat mereka mencari pelampiasan lain terhadap subjek yang dinilai lebih lemah
dan tidak memiliki tingkat otoritas yang lebih tinggi di banding mereka. Sebenarnya
penerapan pola asuh yang tepat dengan memberikan pengasuhan yang penuh dan
perhatian berpengaruh positif dalam menghindari remaja dalam perilaku menyimpang.
Namun dalam penelitian lainnya menyebutkan bahwa pola asuh tidak
memiliki hubungan dengan perilaku bullying, sama seperti penelitian yang dilakukan
oleh Rahmadara (2012), bahwa ada beberapa faktor yang menjadi kemungkinan
menentukan peran seseorang di dalam melakukan bullying selain pengasuhan orang
tua antara lain, seperti tempramen pribadi, pengalaman pribadi, media, pengaruh
sekolah dan teman sebaya. Berdasarkan perbedaan hasil tersebut peneliti memutuskan
untuk melakukan penelitian untuk melihat secara langsung adakah hubungan atau
tidak antara pola asuh orang tua dengan perilaku bullying pada siswa SMA.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan
antara pola asuh dengan perilaku bullying di sekolah pada siswa SMA

Hipotesis
Ada hubungan positif antara pola asuh orang tua dengan perilaku bullying pada anak
SMA.
6

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian

Metode penlitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif.


Metode kuantitatif merupakan sebuah metode yang menekankan analisisnya pada
data-data numerikal (angka) yang diolah menggunakan metode statistika (Azwar,
2002: 5).

Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam menganalisis data Penelitiann ini


adalah metode statistik korelasional. Analisis data korelasional bertujuan untuk
meneliti sejauh mana variasi pada satu faktor berkaitan dengan variasi pada faktor
lain. Metode analisis data yang dipakai dalam Penelitiann ini adalah metode statistik
korelasional melalui tes korelasi Product Moment dengan bantuan program SPSS
16.0. Koefisien ini mengukur keeratan hubungan antara dua perubah kontinum X dan
Y dengan memberi peringkat pada masing-masing peubah. Dalam menganalisis aitem
peneliti menggunakan Item-Total Correlation yang berdasarkan kriteria Azwar
(<0,25).

Identifikasi Variable penelitian

Variabel adalah objek penelitian yang menjadi titik perhatian dalam suatu
penelitian. Terdapat dua variable yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Variable bebas (X) : Pola Asuh Orang Tua


Pola asuh orang tua merupakan sikap orang tua terhadap anak yang
dikomunikasikan melalui perilaku-perilaku yang dialakukan dari mulai anak
lahir hingga anak tumbuh. Pengasuhan orang tua mencakup tentang interaksi
antara orang tua dengan anak, dimana sikap ini meliputi nilai, minat dan
ajaran-ajaran dalam keluarga yang sudah ditetapkan. Pola pengasuhan orang
tua inilah yang juga berperan dalam membentuk pribadi anak, salah satunya
7

dalam bersosialisasi dengan teman sebaya di lingkungan sekolah maupun


bagaimana anak bersikap terhadap hal-hal yang terjadi disekitarnya.

2. Variable terikat (Y) : Perilaku bullying pada anak SMA


Bullying merupakan salah satu perilaku yang salah atau tidak
seharusnya dilakukan, karena perilaku bullying merupakan tindak agresif yang
dilakukan secara sengaja dan berulang pada korban atau objek bullying.
Perilaku bullying dilakukan karena penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan
seperti halnya senioritas disekolah, atau karena pelaku bullying merupakan
orang yang kuat bukan hanya secara mental namun juga fisik. Bullying dapat
pula terjadi karena objek bullying yang lemah dan tidak dapat membela diri.
Hal ini dapat berlangsung lama karena tidak adanya usaha korban
menyelesaikan konflik atau setidaknya dapat membela dirinya untuk tidak
dibully.

Populasi dan Sample penelitian

Peneliti mengambil populasi siswa SMA dengan menggunakan teknik


pengambilan sampel, purposive sampling. Purposive sampling digunakan oleh
peneliti karena apabila sasaran sampel yang diambil sesuai dengan kriteria yang
sudah ditenntukan sebelumnya. Kriteria dalam penelitian ini yaitu, remaja putri
berusia 15-17 tahun.
8

Metode Pengumpulan Data

Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu skala pola asuh
orang tua dan skala bullying.

Tabel 1 : Blue print Pola asuh Orang tua

Nomor
No Pola Asuh Indikator Pernyataan Jumlah
Fav Unfav
Mendorong anak untuk
mandiri, namun tetap
2 1
membuat batasan kontrol
terhadap perilaku anak.
Memberikan kontrol
3 4
tetapi fleksible
Membuat tuntutan yang
5 -
rasional
Authoritative parenting Dekat secara emosional 6, 7 8
1 12
(demokratis) Mendengarkan
9 10
pembicaraan anak
Menghargai kedisiplinan,
membangun kepercayaan 11 12
diri anak
Menunjukkan rasa
senang dan mendukung
13, 14 15
atas perilaku anak yang
membangun
Menerapkan kontrol diri
16, 18 17
secara kaku
Mengevaluasi perilaku
Authoritarian parenting dengan sikap anak 19 20
2 7
(otoriter) dengan standar absolut
Menghargai kepatuhan,
menghormati orang 21, 22 -
dewasa dan tradisi
Terlibat dalam aktifitas
anak, tetapi tidak banyak
23 24
mengontrol dan tidak
3 Permissive (permisif) banyak menuntut 7
Membiarkan anak
melakukan apa yang 25, 26 -
diinginkan anak
9

Berunding dengan anak


27, 28 29
tentang segala kebijakan
Orang tua yang tidak
terlibat dalam aktifitas 30 31
anak
Uninvolved
Tidak ada tuntutan dan
4 (menarik diri dan tidak 32, 33 34 8
kontrol
terikat)
Tidak tertarik pada
pendapat, pandangan dan 35, 36 37
kegiatan anak

Tabel 2 : Blue print Bullying

No Bullying Indikator Nomor Pernyataan Jumlah


Fav Unfav
Memukul - 2
Menindas 3 -
1 Bullying Fisik Menghajar 21 - 5
Berbuat kasar - 6, 8
Berkata kasar 17 9
Mengejek 10, 11,
16
22, 29
2 Bullying verbal Menertawakan 12, 13 - 16
Mencaci maki 23 18
Mengancam 25, 26,
4, 19 27
Memandang sinis 1 30
Mempermalukan didepan
28 -
umum
3 Bullying mental Mengucilkan 20 7 9
Meneror 5 24
Mencibir 15 -
menjahili 14 -
10

Validitas dan Reliabilitas

Validitas dan reliabilitas merupakan dua hal yang penting dan berkaitan yaitu
berperan untuk menentukan kualitas alat ukur. Dalam melihat validitas alat ukur,
peneliti menggunakan Face Validity dan Content-related Validity. Face Validity salah
satu cara dalam pengujian suatu validitas alat ukur yang memperhatikan tampilan dan
kesesuaian alat ukur untuk sasaran penelitian. Content-related Validity salah satu cara
untuk menguji validitas suatu alat ukur dengan mengevaluasi aitem dengan materi
atau bahan yang dihunakan untuk membuat alat ukur.

Dalam perhitungan reliabilitas peneliti menggunakan Alpha Cronbach, hal ini


dikarenakan pengetesan alat ukur hanya dilakukan dalam satu kali. Dimana variable
yang digunakan merupakan varibel yang tidak mudah berubah dalam kurun waktu
dekat.

Analisis Data

Dalam menganalisi data penliti menggunakan analisis kolerasi dengan SPSS,


formula koefisien korelasi momen produk (Product momen). Korelasi adalah istilah
statistika untuk menyatakan hubungan linier antara dua variabel atau lebih. Korelasi
momen produk digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara variabel bebas (X)
dan variabel terikat (Y), dimana kedua variabelnya berskala interval. Peneliti memilih
korelasi produk momen karena peneliti ingin melihat ada atau tidaknya hubungan
anatara variabel X dan Y, dan untuk melihat bersarnya sumbangan variabel satu
terhadap yang lainya yang dinyatakan dalam persen.
11

DAFTAR PUSTAKA

Ningrum, S.D., & Soeharto, D.E.N.T. (2012). Hubungan pola asuh otoriter orang tua
dengan bullying di sekolah pada siswa SMP. Fakultas Psikologi Universitas
Mercu Buana Yogyakarta, 0854-2880.

Korua, S. (2015). Hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku bulliyng pada
remaja SMK Negeri 1 Manado. E-journal Keperawatan, Volume 3, No. 2,
Hal 1-7.

Pratama, P. (2016). Hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku bullying remaja di
SMP N 4 Gamping Sleman. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan.

Respati, S.W., Yulianto, A., & Widiana, N. ( 2006). Perbedaan konsep diri pada
remaja akhir yang mempersepsi pola asuh orang tua authoritarian, permissive
dan authoritative. Jurnal Psikologi, Volume 4, No. 2, Hal 127-131.

Yuniartiningtyas, F. (2012). Hubungan pola asuh orang tua dan tipe kepribadian
dengan perilaku bullying di sekolah pada siswa SMP. Jurnal Universitas Negeri
Malang

Nurhayati, R., Novotasari, D., & Natalia (2013). Tipe pola asuh orang tua yang
berhubungan dengan perilaku bullying Di SMA Kabupaten Semarang. Jurnal
Keperawatan Jiwa, Volume 1, No. 1, Hal 49-59.

Nugrahani, S. (2015). Hubungan parenting stress dengan kecenderungan perilaku


kekerasan terhadap anak. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
12

Annisa. (2012). Hubungan antara pola asuh ibu dengan perilaku bullying remaja.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan Depok.

Cowie & Jennifer. (2008). New Perspectives on Bullying. New York: Licensing
Agency

Usman, H. dan R. Purnomo Setiady Akbar. 2000. Pengantar Statistika. Jakarta :


Bumi
Aksara.
Muqorrobin, Ahmad Latief Zulfikar. (2017). Pengaruh pola asuh orang tua terhadap
kenakalan remaja siswa kelas X dan XI SMKN 2 Malang. Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 51-55
Fauzi, R.N (2017). Hubungan pola asuh orangtua dengan perilaku bullying pada
remaja SMP Muhamadiyah 2 Gamping Sleman Yogyakarta: Program Studi Ilmu
Keperawatan Yogyakarta.

Santrock, John W. (2011). Masa Perkembangan Anak: Children. New York McGraw-
Hill

Septiyani, D.R., Budimansyah, D., & Wilodati (2012). Pengaruh kelompok teman
sebaya (peer group) terhadap perilaku bullying siswa di sekolah. Jurnal Sosientas,
Vol. 5, No. 1.

Yuniartiningtyas, Fitri (2013). Hubugan antara pola asuh orang tua dan tipe
kepribadian dengan perilaku bullying di sekolah pada siswa SMP. Jurnal
Universitas Negeri Malang. Vol 1.

Monks & Knoers (2004). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada


University Press.

Anda mungkin juga menyukai